Vito sudah selesai menelpon beberapa orang, dan berniat untuk mencari lagi di sekitar tempat ini.Tetapi, langkahnya harus terhenti karena nenek berkursi roda tadi menghampirinya bersama sang sopir. Dia benar-benar ingin pergi, tapi tak sopan langsung meninggalkannya begitu saja."Ada apa, Nyonya?" Vito berusaha sopan.Nyonya Reffa tidak yakin harus bertanya masalah itu. Tetapi, dia siap dengan jawaban apapun. "Maaf, tapi tadi kamu bilang nama Elitta ... Elitta itu istri kamu? Dia datang ke acara reuni ini? Berarti dia lulusan SMA ini?""Iya, Nyonya."Seketika itu pula, napas Nyonya Reffa tertahan. Perasaan syok hampir membuat jantungnya berhenti berdetak. Dia menatap Vito dengan teliti, lalu bertanya lagi, "Elitta anaknya Pak Derry Dinata?"Mendengar nama mertuanya yang lain itu, Vito kaget. Siapa wanita tua ini? Kenapa mengenal istrinya dan sang mertua?Dia mengangguk. "Iya, Nyonya. Kenapa bisa tahu istri saya?"Dia memperhatikan sosok Nyonya Reffa, tidak ada clue sama sekali tentan
Vito sudah masuk ke dalam gedung olah raga indoor dari sekolah ini. Dia tidak mempedulikan aksi orang-orang yang makan, berpesta dan ikut bernyanyi dengan band di atas panggung, sebagian besar anak-anak juga masih berlarian di sekitar meja-meja makanan.Ada salah satu anak perempuan yang sempat menabrak kaki Vito. Dia menjadi kaget sekaligus khawatir. Beruntung, dia dengan cepat memegangi anak itu sehingga tidak jatuh terpental sendir. "Kamu nggak apa-apa?""Makasih, Om, nggak apa-anak," sahut anak itu yang kelihatannya tidak takut dengan orang asing. Dia kembali berlari ketika sang ibu tampak mengejarnya."Lissa!" Teriak sang ibu sambil berlari ke arah mereka, "ayo pulang, sayang! Ini udah malam banget!""Nggak mau!" Anak perempuan itu kabur meninggalkan Vito.Vito hanya bisa menoleh, menatap anak itu pergi. Untuk sejenak, perhatiannya jadi tersita. Selama ini, dia belum pernah kepikiran untuk memiliki anak, bahkan terlalu sibuk untuk berinteraksi dengan anak-anak. Tapi, setelah ber
Setelah sudah sampai di jendela salah satu ruang kelas di lantai dua, Vito membantu Mira untuk memanjat, lalu masuk ke dalam.Dia sempat meminta ijin saat terpaksa memegangi pinggang dan mendorong pantatnya, "maaf."Mira paham, sama sekali tidak mempermasalahkannya. Beruntung, hari ini dia menggunakan celana, jadi aktifitas seperti maling begini tidak terlalu sulit.Setelah dia melompat turun ke dalam, vito meyusul belakangan. Pria itu sempat kesulitan karena jendelanya agak sempit untuk tubuhnya yang lebih tinggi dan besar.Mira menatapnya. "Kalau emang Alvaro yang membawanya ke sini, aku kayaknya tahu tempat-tempat favorit dia kalau lagi sembunyi dari guru-guru dulu waktu selepas bertanding basket.""Jadi dia semacam anak nakal ya?" Tanya Vito sembari melompat masuk lewat jendela."Iya sedikit sih, hampir semua cowok dulu kayak gitu di sini. Ada beberapa tempat ... ayo kita pergi ..." Mira melihat ke pintu depan yang terkunci. "Harusnya sih nggak terkunci, kalau misal terkunci bagai
"VI.."Suara itu mengundang perhatian Vito. Dia yakin mendengarnya walaupun cuma sesaat. Karena itulah, dia berhenti melihat suasana ngeri toilet terbengkalai gelap itu, dan fokus terdiam.Mira menggunakan senter dari ponselnya untuk menyorot semua area. Dia merinding. "Kayaknya emang nggak di sini. Iya, nggak mungkin juga kalau keadaannya kayak gini." Dia menoleh ke Vito yang malah pergi keluar lebih dahulu. Sontak saja, dia berlari mengejar, "hei! Jangan tinggalin aku! Aku takut!"Vito melihat ke koridor lagi, dari kanan ke kiri, kiri ke kanan. Dia ingin mendengar suara barusan lagi, tapi tidak terdengar apapun.Mira heran dengan tingkahnya yang mendadak serius. "Ada apa?""Kamu dengar nggak ada suara barusan? Itu suara Elitta ...""Suara Elitta? Nggak dengar, tapi aku kayaknya barusan dengar suara langkah kaki ... Jangan-jangan tempat ini berhantu, ayo kita ke gudang aja sekarang—“ Mira sudah tidak tahan berada di dekat toilet tersebut, jadi segera berjalan pergi. Dia mulai ragu ka
Elitta membuka matanya, lalu memandangi sekitar. Dia tengah terbaring di atas ranjang, di dalam kamar VVIP rumah sakit. Dia melihat tirai jendela sudah dibuka suasana pagi tampak begitu cerah, langit-langit pun terang indah.Pandangannya tertuju ke jam dinding, ternyata sudah jam tujuh pagi. Dia tidak ingat apapun, kecuali sentuhan pria itu."Mmm ..." Dia berusaha mengatakan sesuatu, tetapi raganya masih lemas. Setelah mengumpulkan potongan ingatannya, dia menjadi lega. Kalau dia berada di sini, artinya— dia berhasil diselamatkan, bukan?Dia masih tak sanggup bangun, tapi dia bisa melihat kalau televisi dalam kondisi menyala. Tampak juga ada banyak sekali kantong makanan yang ada di atas meja. Tetapi, tidak ada siapapun di ruangan itu. Di mana suaminya? Apakah dia ditolong sang suami?Suaranya masih tertahan di tenggorokan, lidah pun masih keluh, dia tetap diam saja untuk beberapa saat itu.Hingga kemudian, pintu dibuka— dan seseorang masuk sambil membawa secangkir kopi.Itu adalah
Setelah mengetahui semua kenyataan yang mengerikan itu, Nyonya Reffa seperti kehilangan semangat hidup. Dia hanya berbaring di atas ranjang rumah sakit sembari melihat ke kangit-langit. Keinginannya untuk melihat cucunya berubah menjadi pria yang lebih baik, lalu menghasilkan keturunan yang baik lewat rahim wanita pilihannya— sekarang sirna. “Tolonglah, Oma, jangan gegabah seperti itu, jangan ambil rumah Leon, Oma—” Leon sudah berjam-jam merengek agar kekayaannya tidak diambil oleh sang nenek. Dia takkan bisa hidup tanpa kemewahan itu. Penjaga Nyonya Reffa, Hans, terlihat duduk di kursi samping ranjang dan memotong apel. Dia sama sekali tidak terganggu dengan rengekan Leon. Iya, sudah terbiasa. Setidaknya dia bersyukur karena setelah kenyataan ini terbongkar, kondisi majikannya tidak terlalu buruk. Syok yang menimpa Nyonya Reffa tak sampai membuat dirinya terkena serangan jantung. Tetapi, dia tetap masih terdiam—benar-benar masih memproses kejadian ini. Kecewa, rasa ingin menang
Elitta baru boleh pulang ketika sore harinya. Dia sudah mendapatkan pemeriksaan keseluruhan, dan tidak mendapatkan efek samping serius dari obat bius yang dihirupnya.Vito tidak menjelaskan jenis obat atau apapun tentang yang diberikan oleh Alvaro kepada istrinya. Dia tidak mau membuatnya takut juga. Tetapi, dia masih dendam kepada pria itu ... kalau saja tidak ditangkap polisi, dia ingin menghajarnya lebih lama.Di rumah, Elitta masih memikirkan tentang keanehan yang dialami Alvaro. Apa mungkin pria itu sampai berbuat semacam ini hanya untuk bersamanya? Itu sangat aneh dan tidak masuk akal, bukan? Apa dia memang sudah tidak waras?Ini sudah bukan lagi cinta, melainkan obsesi. Elitta jadi teringat oleh tingkah laku Leon. Tapi, setidaknya Leon sudah menyerah untuk memaksanya seperti dahulu.Banyak sekali pria yang seperti ini, tidak menerima penolakan, tidak terima diputuskan karena kesalahan sendiri. Mereka bertingkah layaknya semua yang mereka lakukan bisa dimaafkan. Apa mereka tidak
Semua makanan dipesan oleh Vito, dari mulai jajanan biasa, es krim, junk food seperti burger, kentang goreng, kemudian Pizza aneka topping, olahan mie, salad buah, salad sayur, dan lain sebagainya.Dalam waktu satu jam, meja ruang tengah pun penuh dengan semua pesanan makanan tersebut.Elitta sampai terbelalak. Dia memang bilang semua, tapi tidak mengira juga bakalan banyak seperti ini. Ini sudah seperti pesta ulang tahun.Iya, terlebih ada kue tart di atas meja, dan bertuliskan: Happy Wedding, Vito & ElittaElitta heran. "Happy wedding? Kamu kayak ngerayain nikahan kita aja. Udah telat kali."Vito tersenyum lebar. Dia beralasan, "Ya, aku cuma pengen pesen kue tart aja, tapi orangnya nanya mau ditulisi apa, ya udah karena nggak ada yang ulang tahun, mending gini 'kan?""Kamu lucu." Elitta tertawa mendengarnya. Dia mendekati sang suami yang sedang duduk di sofa, lalu duduk di atas pangkuannya. Kemudian, dia memberikan kecupan hangat di pipi.Vito senang dengan tingkah manja Elitta. Se
Keesokan harinya ... Elitta dan Vito berangkat pagi sekali untuk menuju ke rumah Tuan Zero. Di sana mereka direncanakan untuk bertemu dengan Pak Derry. Sudah sangat lama sejak terakhir bertemu dengan ayahnya, Elitta sudah tidak sabar. Di sepanjang perjalanan, dia menyempatkan diri untuk membeli buah melon kesukaan sang ayah. Setelah sampai di rumah megah ayah kandung Elitta itu, mereka disambut oleh oleh Dino. Elitta sesekali melihat ke sekitar, tapi tak menemukan yang dicari. Iya, selain Pak Derry, dia juga penasaran kemana sang ayah kandung? Dino bisa menebak jalan pikirannya, dan menjawab, "santai aja nanti juga ketemu papa." Karena malu, Elitta berdusta, "nggak, aku nggak nyariin dia, kok, aku cuma nyari Papa Derry.'" Dino hanya menahan tawa saat membawa mereka menuju ke lantai dua, dan kemudian memasuki salah satu ruangan. Begitu pintu dibuka, terlihatlah pemandangan meriah dengan spanduk yang bertuliskan "SELAMAT UNTUK KEHAMILANMU, ELITTA!" Banyak sekali pita warna-warni
Elitta dan Vito menenangkan diri dengan mampir ke kafe dekat rumah sakit. Emosi mereka sudah sama-sama reda. Elitta juga tidak mungkin marah terus apalagi Vito sudah mengatakan segalanya untuk minta maaf. Vito sengaja memesankan es krim coklat untuk makin menenangkan hati istrinya. Selama hampir lima menit, dia hanya memperhatikan wanita itu menikmati es krim. Karena es krim dalam mangkuknya sudah hampir habis, dia menawarkan, "mau nambah lagi nggak?" Elitta mengangguk. Vito tersenyum. Dia lega melihat Elitta sudah tidak memandangnya dengan kekecewaan lagi. Dia meminta waiter untuk membuatkan satu es krim coklat lagi. Sambil menunggu, Elitta hanya diam memandangi suaminya. Dia tidak tahu harus berkata apa sekarang. Vito bertanya, "Sayang, tadi kamu bilang kalau ada orang yang tahu lebih dahulu tentang kehamilan kamu daripada aku 'kan? Siapa itu? Jangan-jangan dia yang ngedit suratnya?" Elitta menjawab, "Lana." "Apa ..." Vito terkejut. "Dia?" "Dia yang tahu lebih dahulu, aku s
Elitta meminta sopir untuk mengantarkannya pergi ke rumah sakit. Dengan atau tanpa Vito, dia akan membukikan kalau dirinya tidak berbohong.Perkataan manja Lana sebelumnya masih terngiang di kepalanya. Kenapa wanita itu berani sekali bersikap seperti itu? Apa dia tidak melihat dia ada di sana? Dia adalah istri Vito!Elitta selama ini menyadari kalau perubahan dari Lana seperti mengikuti dirinya. Bahkan, aroma wewangiannya, tapi sebelumnya dia hanya menganggap itu hal biasa.Akan tetapi, dia jadi teringat oleh Vivian, yang teman sendiri menggoda mantan pacarnya dahulu, kemudian tunangannya, sekaligus ayahnya. Semua pria yang ada di dalam hidupnya seolah direnggut. Dia tidak menerima perselingkuhan lagi.Apa vito sungguh berselingkuh darinya? Apa pria itu mulai dekat dengan Lana di belakangnya? Apa itu alasan wanita itu diberikan pekerjaan di kantor? Elitta merasa dadanya sangat sakit. Dia tidak mau membayangkan hal buruk, tapi yang muncul di kepalanya hanya hal-hal yang jelek. Sudah b
Elitta dan Dino masih berdiam diri di halte selama setengah jam. Keduanya membahas beberapa hal, termasuk tentang kesehatan Pak Derry.Elitta lega bisa mendengar dari mulut Dino langsung kalau sang ayah baik-baik saja. Dia benar-benar sudah membuka hati untuk pria itu sekaligus ayah kandungnya.Dia berkata, "maaf ya, selama ini aku agak sinis sama kamu terus sama ..."Wanita itu masih bingung harus memanggil ayah kandungnya dengan sebutan papa atau sekedar Tuan Zero seperti julukannya?Dino paham dengan apa yang dipikirkan Elitta. Dia tersenyum, lalu mengatakan, "nggak usah minta maaf, aku yang harusnya minta maaf. Jujur aja, niatku jelek loh sama kamu sebelumnya.""Jelek?""Iya pokoknya gitu lah, tapi Papa buat aku sadar kalau kita ini sekarang keluarga."Elitta hampir tidak mengira kalau orang seperti Dino akan berkata seperti itu. Tetapi, dia tidak mengatakan apapun, takut menyinggung.Halte tersebut ada di dekat kantor.yang secara otomatis berseberangan jalan dengan restoran. Deng
Elitta sedih sampai ketiduran. Ketika dia bangun keesokan harinya, tidak ada Vito di atas ranjang. Dia semakin khawatir dengan pria itu. Dia segera pergi keluar, mencari-carinya dan ternyata memang tidak ada tanda-tanda Vito pulang sejak kemarin. Khawatir, dia menelpon ponselnya, tapi malah tidak aktif. Perasaannya jadi campur aduk. Apa pria itu sehancur itu hanya karena tulisan di kertas kemarin? Kenapa bisa langsung percaya Dia menghampiri Ibu Mugi yang ada di dapur, lalu bertanya, "Bu, mana Vito? Apa dia enggak pulang semalaman?“ "Nggak, Nyonya. Tapi, tadi telpon di telepon rumah, katanya suruh bilang ke Nyonya, Tuan lagi kerja, mungkin pulang nanti malam.” “Dia nggak pulang terus langsung kerja?“ Elitta kaget. Yang lebih mengejutkan, kenapa malah menghubungi telepon rumah? Kenapa tidak langsung menelpon ke ponselnya? Bukankah dia itu istrinya? "Iya, Nyonya.” Ibu Mugi merasa kalau ada sesuatu semalam. Hanya saja, dia tidak tahu apa yang terjadi karena saat Vito pergi dia sibuk
Lana sempat mampir ke rumah Vito. Tentu saja, dia diam-diam menuju ke dekat pintu garasi, dan membuang amplop putih di sekitar mobil yang biasa dipakai Elitta.Setelah itu, dia masuk ke dalam— lalu menyapa sang ibu, dan akhirnya ikut makan siang bersama. Tidak ada kecuriagaan sama sekali. Baik Elitta dan Vito terlihat mesra seperti biasa. Malahan lebih mesra, mereka juga saling suap, bahkan di hadapan Lana.Ibu Mugi mulai sadar kalau anaknya menyukai Vito. Tetapi, dia lega karena yakin majikannya tidak akan pernah menanggapi perasaan Lana.Situasi ini cukup rumit.Lana berpamitan pulang lebih awal. Dia terlalu mual melihat kebersamaan mereka.Sore harinya, Elitta mengalami mual-mual, jadi beristirahat di dalam kamar. Selama itu pula, Vito dengan setia memijat kakinya— memanjakannya sebisa mungkin."Kamu mau sesuatu, Sayang? Minuman hangat mungkin? Teh kesukaan kamu?“ Vito menawarkan. Dia tahu kebiasaan Elitta yang sering minum teh tiap sore.Elitta menggelengkan kepala. Dia masih mer
Sepulang kerja, Vito sangat antusias untuk mampir sebentar ke supermarket miliknya yang ada di dekat rumah. Lana ikut bersamanya. Jadi, dia ikut untuk berbelanja juga di dalam."Maaf ya kamu ikutan belanja juga jadinya," kata Vito yang masih sibuk melihat-lihat susu untuk ibu hamil."Nggak apa, kok." Lana berjalan di sebelahnya terlihat murung. Dia terlihat sangat iri, tidak bisa kalau tidak iri— Vito terlalu perhatian dengan istrinya. Pria seperti ini jarang sekali ditemui.Kenapa pria seperti ini malah sudah menikah? Sementara pria-pria miskin di luaran sana sok jadi playboy dan suka mempermainkan wanita?Lana semakin kesal. Dia tidak terima. Ada pria yang luar biasa sempurna di depannya, tapi tak bisa dia sentuh. Sudah berhari-hari, dia mencoba mendekati Vito, tapi tak berhasil juga. Padahal, setiap siang, mereka menghabiskan waktu bersama di kafetaria. Akan tetapi, Vito tidak menunjukkan ketertarikan.Pria itu memperlakukannya seperti pegawai yang lain. Tidak ada yang istimewa.I
Berita baik apa yangelibatkan sang ayah? Elitta sangat penasaran dengan hal itu. Dia masih diam, menanti sang suami untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Setelah mendengar ada berita baik tentang ayahnya itu, dia tidak mungkin bisa tidur.Vito menjelaskan, "tadi siang Dino datang ke kantorku. Dia bercerita tentang papa kamu.""Ini papa yang aku cari 'kan?""Iya, Papa Derry. Beberapa hari yang lalu, Papa kamu yang satunya itu ketemu sama Papa Derry di jalan. Karena kasihan, dia membawanya pulang ke rumah. Selama beberapa hari itu, Papa Derry nggak mau ngomong atau apapun— jadi Dino ataupun Papa Zero nggak tahu apa yang udah terjadi.“Elitta tidak tahu harus merespon apa setelah mendengar penjelasan suaminya. Dia tidak mengerti juga apa yang terjadi pada sang ayah. Tetapi, dia bisa merasakan mungkin ada sesuatu yang terjadi. Karena Elitta diam saja, Vito melanjutkan, "sampai sekarang, papa Derry nggak mau cerita apapun. Dia juga nggak mau ketemu siapapun untuk sekarang. Dino
Elitta sudah belanja banyak sekali baju yang dia sukai. Dia pulang sebelum pukul empat sore.Beruntung, Vito pulang sekitar sejam kemudian. Seperti biasa, dia terlihat lesu dan segera masuk ke dalam kamar mandi untuk mandi air hangat dahulu. Tubuhnya terasa lebih ringan setelah merasakan hangatnya air tersebut.Elitta masih menyembunyikan berita tentang kehamilannya. Dia menunggu Vito di ruang makan. Wajahnya tidak dapat berbohong kalau dia sangat bersemangat.Bahkan, Ibu Mugi jadi ikutan tersenyum saat menyajikan makan malam di atas meja. Dia bertanya, "Nyonya hari ini bahagia sekali, ada apa?"Elitta hanya berkata, "nggak apa, Bu, soalnya tadi saya beli banyak baju.""Oh." Ibu Mugi tidak percaya kalau itu alasannya. Dia jadi penasaran, tapi tida mungkin memaksa majikannya sendiri untuk memberitahu ada apa.Usai menyiapkan segalanya di atas meja makan, dia berpamitan, "iya udah, Nyonya, saya pergi ke belakang dahulu kalau nggak ada lagi yang Nyonya inginkan.""Nggak ada kok, Bu, maka