"Kak, bagaimana kabarmu?" sapa seorang wanita muda berusia sekitar 20 tahun, datang ke ruangan Sita. Mayang adalah seorang anak yatim piatu yang ditemukan oleh ayah Sita di sebuah panti asuhan. Ayah Sita, yang memiliki hati yang penuh kasih, membawa Mayang pulang dan memberinya tempat di dalam keluarganya. Sita segera menghapus air matanya, ketika Mayang berjalan ke arahnya. Dia tidak ingin Mayang mengetahui kesedihannya atas kehilangan bayinya, dia tidak akan membiarkan siapapun melihatnya sebagai sosok lemah. Sita meyakinkan dirinya jika dia adalah sosok yang kuat.
"Jangan sok baik, kamu senangkan melihatku seperti ini?" sindir Sita merasa risih ketika Mayang datang berkunjung.
Mayang terdiam sesaat, "Kak, kenapa kau selalu berpikiran buruk kepadaku? Aku sangat peduli kepadamu, aku ikut merasakan apa yang yang kau alami saat ini," jawab Mayang dengan penuh perhatian.
"Kau tidak perlu berpura-pura, Mayang. Aku sudah tau hubungan gelapmu dengan suamiku!" tekan Sita, memalingkan wajahnya dari Mayang. Kebenciannya semakin membuncah, saat dia melihat namanya tertera pada akte rumah mewah yang di beli oleh suaminya.
Mayang terdiam sejenak merasa terkejut dan sedikit panik dengan tuduhan yang dilemparkan oleh Sita. Ia tidak pernah berpikir bahwa Sita akan mengetahui dia memiliki hubungan terlarang dengan suaminya. Mayang berusaha menenangkan dirinya dan mencari kata-kata yang tepat untuk membela diri.
"Dia suamimu, Kak Sita. Aku tidak pernah memiliki niat untuk merusak rumah tangga kalian," ucap Mayang dengan suara lembut, mencoba memperlihatkan kejujurannya.
"Bukankah Arjun membelikanmu sebuah rumah mewah?" tanya Sita dengan sorot mata tajam menjurus ke arah Mayang, Mayang memutar bola matanya, tersenyum penuh tekanan.
"Kau ini ngomong apa? Mana ada rumah mewah? Aku saja masih tinggal bersama ibu, jika kau tidak percaya, kau bisa menanyakan hal ini langsung kepada ibu," tantang Mayang, memberikan ponselnya kepada Sita. Sita menolaknya, dengan menyingkirkan ponsel Mayang dari wajahnya dengan tatapan yang tajam.
Sulit bagi Sita untuk mempercayai bahwa Mayang benar-benar tidak memiliki rumah mewah seperti yang tertera di Nota kepemilikan. Sita benar-benar melihat dengan seksama Mayang adalah pemilik resmi rumah tersebut.
"Sudahlah Mayang, kau jangan munafik jadi orang! Bukti sudah apa, jangan kau mengelak lagi," kekeh Sita.
"Ayolah, Kak. Kau pikir nama Mayang hanya aku saja? Banyak kali, di luar sana," ungkap Mayang. Mayang berdiri membelakangi Sita, "Dari dulu, kau selalu berpikiran buruk kepadaku, apa karena aku ini bukan adik kandungmu, sehingga kau tidak menyayangiku sepenuhnya?" tanya Mayang dengan raut wajah sedihnya sebagai ungkapan rasa kecewanya.
"Jika bukan kau, lalu rumah itu untuk Mayang yang mana?" tanya Sita dengan raut wajah tegas.
"Dia adalah karyawan terbaik di kantorku! Aku memberikan hadiah rumah itu, karena dia telah membantu perusahaanku memenangkan sebuah tender besar. Sehingga perusahaanku yang saat itu di ambang kebangkrutan bisa tertolong oleh tender tersebut," serobot Arjun yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan Sita. Sita tertegun mendengarkan penuturan suaminya, ada sedikit kejanggalan pada hatinya. "Bangkrut? Apakah yang kau maksud perusahaan kita?" tanya Sita tidak percaya.
"Ya, perusahaan kita diambang kebangkrutan setelah aku terkena Investasi bodong. Aku sengaja tidak memberitahumu, karena aku takut mempengaruhi kehamilanmu saat itu. Namun nyatanya, Kita juga harus kehilangan bayi kita karena pikiranmu yang nggak jelas," cibir Arjun, masih merasa kesal dengan istrinya yang tidak bisa menjaga bayinya. Ada penyesalan dalam hati Sita, dia benar-benar tidak tau, jika suaminya selama ini sangat menjaga kehamilannya dari kabar-kabar buruk.
"Kau sibuk menuduhku berselingkuh, ada rambut di kemejaku kau menuduhku selingkuh, parfum cewek pada jasku kau juga menuduhku, dan paling fatal kau telah berani mengobrak-abrik ruang kerjaku, untuk membuktikan tuduhan bodohmu itu!" serang Arjun terus memojokkan Sita, dia bahkan tidak peduli jika saat ini ada sosok Mayang yang mengawasi pertengkaran mereka dengan wajahnya yang penuh arti. Dia tersenyum licik saat melihat Sita terpojok. Dengan liciknya dia mendekati Arjun, memegang pundaknya. "Mas, sudah! Kau tidak kasihan apa pada Kak Sita? Dia baru saja kehilangan bayinya. Jangan kau tambah lagi beban pada pikirannya, dia butuh istirahat," protes Mayang, melirik pada Sita yang tertunduk sedih. Arjun menatap Sita tajam, "Biar saja, Mayang. Biar dia tau, kesalahannya apa saja. Biar dia belajar dari semua kesalahannya, walaupun hal ini tidak akan membuat bayiku hidup lagi!"
Sita secara reflek menatap Arjun, "Arjun, kenapa kau semarah ini kepadaku?"
"Kau masih tanya, kenapa aku semarah ini?! Apakah kau masih belum menyadari semua kesalahanmu, hah!" Arjun melotot ke arah Sita, betapa marahnya dia saat itu. Rasa kecewa atas kematian bayinya membuatnya sangat membenci Sita. Mayang menyela pembicaraan suami istri tersebut untuk mengambil hati Sita.
"Mas, seharusnya kau jangan hanya menyalahkan Kak Sita, kau juga seharusnya lebih terbuka kepadanya sehingga dia tidak sampai berpikir buruk tentangmu. Banyak aku menjumpai, jika hormon ibu Hami itu sangatlah sensitif, bisa jadi karena inilah Kak Sita selalu berpikir yang bukan-bukan."
Sita menatap Mayang yang terus membelanya di depan suaminya, dia tidak menyangka Mayang masih bertahan dengan kemunafikannya yang terus membelanya. Arjun sangat kesal terhadap sikap Mayang, tapi sebelum Arjun melontarkan kata-kata, Mayang terlebih dulu menghentikannya.
"Mas, sudah. Jangan teruskan. Ini rumah sakit, bukan saatnya kalian membuat keributan di sini."
Arjun seketika sangat kesal, dia mengambil ponselnya yang ketinggalan lalu pergi dari kamar Sita dengan kemarahan. "Kak, kau jangan terlalu pikirkan ucapan Mas Arjun, mungkin dia masih belum bisa menerima kehilangan bayi yang selama ini kalian nantikan," ucap Mayang mencoba untuk menenangkan Sita.
"Jangan sok peduli! Lebih baik kau pergi dari sini!!!" usir Sita dengan mata merah merasa muak dengan Mayang yang pintar bersandiwara.
"Kak, percayalah! Aku sama sekali tidak memiliki hubungan apapun dengan suamimu," sangkal Mayang mencoba untuk bertahan di kamar Sita. Sita tidak kekurangan akal, dia memencet tombol panggilan darurat dan meminta satpam untuk datang ke kamarnya dan mengusir Mayang dari sana. Tak lama dua orang satpam datang dan membawa Mayang keluar dari sana, Sita tersenyum lega Mayang sudah keluar dari kamarnya.
"Lepaskan aku!!!" hardik Mayang ketika sudah berada di luar kamar Sita. Dia sangat kesal dengan sikap kasar Sita. Dia menoleh marah ke kamar Sita di rawat lalu pergi dari sana, tapi tiba-tiba saja Mayang merasakan sesuatu yang tidak biasa pada tubuhnya. Seolah ada energi aneh yang mengalir melalui pembuluh darahnya, Mayang merasa gemetar dan sesak napas. Matanya mulai berkunang-kunang dan bibirnya terasa kering. Mayang refleks menutup mulutnya dengan tangan. "UPH!!" Mayang tidak mampu lagi menahan rasa mual yang semakin menggila dan berlari menuju kamar mandi.
Mayang merasakan tubuhnya tidak enak sejak tadi pagi. Ketika ia bangun, ia merasakan pusing dan sedikit mual. Namun, ia memilih untuk tetap pergi ke kantor karena pekerjaan yang menumpuk. Sepanjang hari, Mayang terus merasa tidak nyaman dan semakin pusing. Mayang meninggalkan rumah sakit dengan langkah tergesa-gesa. Dia merasa perlu untuk beristirahat dan memulihkan diri. Sebelum pulang ke rumah, dia memutuskan untuk mampir ke apotik. Keesokan harinya, Mayang melakukan tes kehamilan, wajahnya mencerminkan rasa takut dan kepanikan yang mendalam. Pikirannya dipenuhi oleh bayangan-bayangan yang mengganggu, terutama saat ia melihat dua garis merah yang jelas terlihat pada alat tes kehamilan yang dipegangnya. Segera dia bersiap diri untuk pergi ke tempat orang yang memiliki tanggung jawab atas semua ini. Mayang bahkan pergi tanpa sepengetahuan ibunya, karena dia lelah dengan berondongan pertanyaan yang nanti akan dilontarkan oleh ibu angkatnya tersebut.Perjalanan terasa sangat panjang
"Aku tidak ingin nama baikku tercoreng karena berselingkuh dengan adik ipar sendiri, di hadapan semua clienku," lanjut Arjun, menatap nanar Mayang. "Mas, lalu bagaimana dengan nasib anak di dalam kandunganku ini? Dia akan lahir tanpa ayah, jika kau tidak menikahiku." "Kenapa kau memusingkan hal ini? Dia adalah anakku dan akan tetap menjadi anakku," jawab Arjun dengan sangat enteng dan meyakinkan Mayang. Mayang terlihat sedih karena ke tidakjelasan hubungannya dengan Arjun, Arjun membujuknya, "Sayang, kau jangan khawatir. Aku akan tetap bertanggung jawab atas anak ini." "Konyol sekali kamu, Mas! Kau akan bertanggung jawab atas anak ini tapi tidak menikahiku! Kau mempermainkanku?" resah Mayang, berdiri dari sofa kecewa dengan sikap Arjun "Ya, Mau gimana lagi. Aku tidak mau kembali hidup miskin, aku harus tetap bertahan dengan Sita, bagaimanapun juga," tekad Arjun menatap ke depan dengan sungguh-sungguh. "Mas, Kak Sita sudah mencium perselingkuhan kita. Apakah kau tidak bosan terus
"Percuma saja kau terus menutupi kebusukanmu itu, Mas. Aku tidaklah bodoh! Semua bukti perselingkuhanmu sudah terungkap," terang Sita, menatap tajam ke arah Arjun. Arjun merasa sangat cemas dan bingung, pikirannya tidak tenang. Dia merasakan kepanikan yang luar biasa dan tidak ingin semua usahanya yang telah dilakukan dengan keras selama ini berakhir sia-sia. Arjun sangat khawatir bahwa perselingkuhannya akan menghancurkan hubungan dengan Sita, dan dia merasa sangat menyesal atas kesalahannya. Arjun telah mengalami banyak kesulitan dan keterbatasan dalam hidupnya sebelumnya. Dia sudah merasakan bagaimana rasanya hidup dalam kekurangan, dan itu sudah cukup untuknya. Mayang menggunakan kesempatan ini untuk membuat Arjun mengakui perselingkuhannya. "Mas, sudahlah. Semuanya sudah terbongkar, lebih baik kau mengaku saja. Kita memang ada hubungan, kan?" bujuk Mayang mendekati Arjun yang tengah berhadapan dengan Sita. Mayang melangkah perlahan mendekati Arjun, dengan tatapan matanya pen
"Sita, aku bahkan rela bersujud sekarang juga kepadamu. Aku mohon beri aku kesempatan kedua," tutur Arjun, dia bersiap diri untuk bersujud di hadapan Sita. Dalam keheningan ruangan yang penuh dengan tegang, Arjun dengan tulus mengungkapkan kata-kata tersebut. Dengan hati yang berdebar, Arjun menundukkan kepalanya dan bersiap untuk meluruskan punggungnya. Setiap gerakan yang dilakukan dengan hati-hati, seolah-olah dia sedang menari di atas panggung kehidupan. Sita, yang diam-diam menyaksikan adegan ini, merasa terharu. Meski hatinya masih terluka akibat pengkhianatan yang terjadi, tetapi ada sesuatu yang membuatnya tergugah oleh keberanian Arjun. Tentu saja, Sita merasa sangat tidak ingin melihat harga diri suaminya yang telah dibangun dengan susah payah hancur begitu saja dengan cara ia bersujud kepadanya. Baginya, tindakan seperti itu akan memberikan kesan bahwa suaminya adalah pribadi yang lemah dan tidak memiliki harga diri yang kuat. Sita sadar bahwa setiap orang memiliki harg
"Sita, sudah malam. Kau istirahatlah. Kau baru saja keluar dari rumah sakit, kau butuh banyak istirahat," saran Arjun mencoba untuk membangunkan Sita dari duduknya. "Mas, apakah kau benar-benar mencintaiku? Apakah kau berjanji tidak akan selingkuh dariku? Apakah kau lebih memilihku karena kau memang benar-benar mencintaiku, atau kau hanya... ." Tiba-tiba saja Arjun meraih bibir Sita dengan begitu lembutnya untuk memotong kalimat Sita. Sita merasakan tatapan mata Arjun yang penuh kelembutan dan kerinduan. Tangannya yang hangat menyentuh pipi Sita, membuatnya terkejut namun juga tak dapat menahan getaran perasaan yang tak terduga. Sita seolah-olah terperangah oleh keberanian Arjun yang tiba-tiba mengecup bibirnya. Namun, kejutan tersebut segera berubah menjadi sensasi yang menyenangkan ketika Sita merasakan kelembutan sentuhan bibir Arjun yang memancarkan kehangatan dan cinta. Bibir mereka saling berpadu dengan penuh kelembutan dan gairah. Sita merasakan getaran perasaan yang tak te
Sita bertanya kepada Arjun, "Mas, apakah perjalananmu ke luar kota memakan waktu berhari-hari?" dengan sibuk menata baju-baju Arjun ke dalam koper. Wajahnya terlihat cemas, sedangkan Arjun terlihat tenang dengan senyum lembut di wajahnya.Arjun mengangguk pelan sebagai tanggapan atas pertanyaan Sita. Dia mengerti kekhawatiran yang dirasakan oleh Sita, namun dia juga yakin bahwa perjalanan ini akan memberinya pengalaman yang berharga. Perjalanan ini memang memakan waktu yang cukup lama, tetapi Arjun yakin bahwa itu akan sebanding dengan apa yang akan dia dapatkan."Bukan berhari-hari saja, mungkin aku satu bulan di sana," jawab Arjun dengan santainya."Bukan berhari-hari saja, mungkin aku satu bulan di sana," jawab Arjun dengan santainya.Arjun menjawab dengan santainya bahwa dia tidak hanya akan tinggal di sana selama beberapa hari, tetapi mungkin akan tinggal selama satu bulan penuh di tempat tersebut. Pernyataan Arjun ini menunjukkan bahwa dia memiliki rencana yang cukup lama untuk t
Sudah lima jam Sita menunggu kabar dari Arjun, tapi tidak ada kabar darinya. Setelah Sita mencoba memanggil Arjun, panggilannya terhubung dengan sukses. Namun, ketika Sita mengucapkan salam, yang ia dengar bukanlah suara Arjun yang menyahut, melainkan suara desahan yang menggema di sekitar sana. Telinga Sita merasa terganggu oleh suara menjijikkan itu yang terdengar begitu jelas melalui ponselnya. Suara tersebut tak diragukan lagi berasal dari seorang wanita yang sedang bersama Arjun. "Sayang kau memang selalu menggairahkan, jauh berbeda dengan istriku, Sita," ujar Arjun dengan napas tersengal-sengal mengungkapkan perasaannya. Tampaknya Arjun merasakan kesenangan yang luar biasa dengan wanita tersebut, dia melupakan bahwa Sita adalah istrinya. Baginya, wanita itu adalah sosok yang memang memiliki daya tarik dan keahlian yang tak tertandingi dalam membangkitkan gairahnya. Sita merasa kecewa dan kesal. Inisiatifnya untuk menghubungi Arjun sebenarnya bertujuan untuk menanyakan kead
"Baiklah, ibu. Kau memang selalu bisa di andalkan," Sita memeluk Yuni bahagia dengan penuh kebanggaan. Yuni menyambut pelukan Sita dengan senyuman ceria yang tak kalah bahagia. Kehadiran orang yang dicintainya membuat hatinya berbunga-bunga dan kebahagiaan memenuhi setiap sudut hatinya ditengah-tengah runtuhnya hatinya tersebut. Tak lama setelah itu, ponsel milik Sita berdering dengan riang. Ketika melihat nama Arjun yang terpampang di layar ponselnya, Sita memandang ke arah Yuni dengan tatapan penuh makna. Dalam kedipan mata yang lembut, Yuni mengisyaratkan persetujuannya. Sita segera menerima panggilan tersebut, mngatur napas dalam-dalam agar terlihat tenang. "Mas, kau sudah sampai?" tanya Sita dengan berpura-pura tidak terjadi apapun. Meskipun hatinya terbakar oleh rasa kekecewaanya, Sita berusaha keras untuk menjaga sikapnya tetap tenang. Dia tidak ingin menunjukkan bahwa dia tahu tentang perselingkuhan Arjun. Desahan perselingkuhan Arjun masih terngiang di telinganya, tetap
Pagi itu Dika dan Arsy tampak sangat bahagia karena Amel.tak pernah mengganggu hubungan mereka. Hingga pagi itu semua siswa berkumpul pada Mading sekolah bukan hanya itu, tatapan semua siswa yang ada disekolah itu memandang Arsy DNA Dika dengan tatapan penuh ejekan dan cemoohan.Arsy sadar jika ada sesuatu yang tidak beres."Dika, sepertinya ada yang aneh deh dengan siswa sekolah ini," ucap Arsy merasa risih dengan pandangan yang dilontarkan kepadanya saat dirinya dan Dika melewati lorong sekolah.Dika tersenyum manis, dia merangkulkan lengannya pada leher Arsy, "Kau ini selalu saja curiga. Bisa jadi mereka merasa heran karena si jomblo sejati kini sudah memiliki pacar, ditambah lagi pacarnya sangat tampan sepertiku."Arsy menatap Dika gemas, dan berkilah, "Narsis amat sih jadi orang. Seandainya saja bukan karena dijodohkan, mungkin aku tidak akan menerima kamu.""Halah, sudah jadian masih saja gengsi," sindir Dika melirik gemas kearah Arsy."Ah sudahlah. Ayo coba kita lihat ada apa d
Sejak jadian di Villa, Arsy dan Dika tak segan memperlihatkan keromantisan mereka. Bahkan di sekolahpun, Arsy dan Dika bak Romeo dan Juliet yang tak bisa dipisahkan. Setiap hari mereka terlihat mesra, saling berpegangan tangan saat berjalan menuju kelas, dan sering kali duduk bersama di bawah pohon rindang di halaman sekolah.Suatu hari, ketika sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya di depan kantin sekolah, tiba-tiba Amel datang dengan wajah cemberut. Ia langsung mendekati Dika yang sedang duduk sendirian sambil menatap ke arah langit biru."Dika, kamu ini kenapa sih? Aku telepon tidak pernah diangkat?" tanya Amel dengan nada kesal. Ia duduk di sebelah Dika dan melingkarkan tangannya pada lengan Dika.Dalam hati, Dika merasa gugup karena ia tidak ingin Arsy melihat adegan ini. Mereka berdua memang sudah menjadi pasangan yang sangat harmonis sejak jadian di Villa tersebut. Namun begitu masalah muncul ketika ada orang lain yang mencoba mendekati salah satu dari mereka."Maaf Amel,
Dengan senyum hangatnya, Dika menjelaskan lebih lanjut kepada Arsy tentang rencananya untuk masa depan mereka berdua. Dia bercerita tentang bagaimana ia telah mempersiapkan segalanya secara matang agar dapat memberikan kehidupan yang nyaman bagi mereka berdua kelak."Sebenarnya ada satu hal yang tampaknya belum kau ketahui, Arsy," ungkap Dika perlahan-lahan. "Mereka mendukung sepenuh hati hubungan kita dan ingin melihat kita bahagia bersama. Dengan kata lain, kita telah dijodohkan sejak kita baru saja dilahirkan."Arsy kaget mendengar pengakuan tersebut. Ia tidak pernah membayangkan bahwa orang tuanya dan orang tua Dika telah menjodohkan dirinya dan Dika. Namun, di balik kejutan itu, ada rasa lega yang mulai menyelimuti hatinya.Arsy merasakan detak jantungnya berdegup kencang saat mendengar kata-kata Dika. Pikirannya melayang-layang mencoba memahami semua ini. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa orang tuanya mengatur semuany
Dika dengan penuh kelembutan menggendong Arsy menuju tepi pantai. Pasir putih nan bersih terlihat begitu menawan ditambah dengan sinar matahari yang hampir tenggelam. Dika berjalan pelan-pelan, sambil merasakan angin sepoi-sepoi menyentuh wajah mereka.Kedua orang tua mereka, sedang duduk santai di tepi pantai tersebut. Mereka tampak begitu bahagia melihat kedatangan Dika dan Arsy. Namun tiba-tiba saja, wajah Sita berubah menjadi khawatir saat melihat Arsy digendong oleh Dika."Arsy, kamu kenapa?" tanya Sita dengan suara cemas sambil bangkit dari duduknya. Ia segera mendekati Arsy yang kini diturunkan oleh Dika dan duduk dengan kaki diluruskan ke depan.Arjun juga merasa cemas melihat kondisi anak mereka yang terlihat lemas itu. Ia segera bergabung dengan Sita untuk mendekati Arsy.Anand, sahabat baik mereka yang juga ikut dalam perjalanan ini bersama istrinya, turut merasa khawatir melihat keadaan Arsy. Mereka pun ikut mendekati keluarga ters
"Sayang, apakah semuanya sudah siap?" tanya Arjun kepada Sita yang baru selesai memasukkan semua barang bawaannya ke dalam bagasi mobil expander miliknya. Setelah persiapan dan packing, mereka akhirnya siap untuk pergi liburan bersama keluarga."Sudah, Pa," jawab Sita dengan senyum kelegaan duduk disamping pengemudi. Dia merasa lega bahwa semua barang telah tertata rapi di dalam bagasi mobil.Sita menoleh kebelakang untuk mengecek ibu serta putrinya. Namun wajahnya berubah cemas saat melihat wajah sang putri yang terlihat murung. Ada sesuatu yang mengganggu pikiran Arsy dan itu membuat hati ibunya menjadi khawatir."Arsy, kenapa wajah kamu terlihat murung gitu, Nak?" tanya Sita seraya tangannya sibuk memasang sabuk pengaman. Ia mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan oleh anak perempuan satu-satunya itu."Tidak apa-apa, Ma. Arsy hanya kepikiran pertandingan basket besok Ma
Dika menatap Arsy dengan ekspresi kecewa yang jelas terlihat di wajahnya. Ia tahu bahwa Minggu ini tidak ada pertandingan apapun di sekolahnya. Dalam hatinya, Dika memahami jika Arsy ingin menghindarinya, tapi ia tidak tahu pasti masalah apa yang sedang dialami oleh Arsy. Sejak kemarahan Arsy terhadap dirinya beberapa waktu lalu, Dika semakin yakin bahwa kemarahan itu bukan hanya karena janji yang tak bisa dia tepati, melainkan ada masalah lain yang sedang mengganggu pikiran dan perasaan Arsy."Sungguh sayang sekali," ucap istri Anand dengan suara sedih. "Kita sudah merencanakan ini sejak lama."Semua yang duduk di meja makan saling menatap satu sama lain dengan perasaan campur aduk. Suasana hening pun tercipta di antara mereka sejenak.Dika mencoba untuk membuka pembicaraan lagi agar suasana menjadi lebih nyaman dan hangat. "Arsy," panggilnya lembut sambil memandang tajam gadis itu. Ia merasa kesal dengan kebohongan yang telah dilakukan oleh Arsy. Ia tidak bisa menahan diri untuk men
"Arsy, Andi. Kalian sudah saling kenal?" tanya Sita dengan ekspresi heran yang terlihat jelas di wajahnya. Dia tidak bisa menyembunyikan keheranan saat melihat putrinya, Arsy, dan putra Anand saling menunjuk satu sama lain dengan raut muka yang penuh kejutan.Sita sebenarnya tidak pernah menduga bahwa Dika adalah putra Anand. Namun kenyataannya memang begitu. Nama lengkapnya adalah Andika Pradana, tetapi keluarganya biasa memanggilnya dengan sebutan Andi. Meskipun begitu, Dika lebih suka dipanggil dengan nama Dika oleh teman-temannya di sekolah maupun lingkungan sekitar."Iya Tante. Arsy adalah teman sekelas Andi," jawab Andi dengan senyum canggungnya.Tidak ingin membuat suasana semakin canggung, Sita mencoba untuk tersenyum ramah kepada Anand dan berkata, "Anda memiliki anak laki-laki yang tampan dan cerdas seperti Dika." Anand pun tersenyum malu-malu sambil menjawab, "Terima kasih atas pujian Anda."Sementara itu, Dika juga merasa terkejut karena tidak pernah menyangka bahwa Arsy
"Arsy tunggu!" seru Dika dengan suara lantang, mencoba menarik perhatian Arsy yang sepertinya sengaja mengabaikannya sejak kemarin hingga pulang sekolah. Namun, Arsy terus melangkah tanpa memperdulikan Dika yang terus mengejarnya dan berusaha keras untuk berbicara kepadanya.Dengan raut wajah penuh penyesalan, Dika akhirnya berhasil mendekati Arsy. "Arsy, maafkan aku. Aku benar-benar lupa bahwa kita akan pergi mencari bahan untuk proyek sekolah, kemarin," ujar Dika dengan nada rendah.Namun, jawaban dari Arsy tidak seperti yang diharapkan oleh Dika. "Sudahlah lupakan saja. Aku sudah membeli semua bahan yang dibutuhkan untuk proyek kita," kata Arsy tegas sambil menghentikan langkahnya dan menatap Dika dengan tatapan ketus.Dalam hati, Dika merasa sedih dan kesal atas sikap dingin yang ditunjukkan oleh sahabatnya itu. Ia tidak ingin hubungan mereka menjadi renggang hanya karena sebuah kesalahan kecil ini. Maka dengan suara memelasnya, ia mencoba membujuk Arsy agar mau memaafkannya."Ars
"Arsy, ke kantin yuk!" ajak Dika sambil melingkarkan tangannya ke leher Arsy. Dia mengajaknya dengan penuh semangat, berharap bisa menghabiskan waktu istirahat bersama sahabatnya.Namun, Arsy menolak dengan wajah yang di tekuk. "Kau pergi saja, ajak saja Amel!" ucapnya singkat dan tegas. Ada sesuatu yang terlihat dalam ekspresi wajahnya, seolah-olah dia sedang menyembunyikan sesuatu.Dika tidak bisa menahan tawa saat mendengar penolakan itu. "Jangan bilang kau cemburu!" tebaknya dengan nada bercanda. Dia merasa ada rasa cemburu yang terselip di balik kata-kata penolakan Arsy.Arsy memalingkan wajahnya dan mencoba untuk menyembunyikan senyum kecil yang muncul di bibirnya. Dia tidak ingin Dika tahu bahwa dia benar-benar merasa cemburu melihat Dika bersama dengan Amel saat pagi tadi.Sebenarnya, Arsy sudah lama memiliki perasaan khusus terhadap Dika. Walaupun mereka baru saja berteman tapi mereka sering melakukan segala hal bersama-sama. Namun belakangan ini, hati Arsy mulai berbunga-bun