“Ke mana Axel pergi?” Malam itu juga setelah Axel keluar kamar setelah pertengkaran kecil kami, aku melihat Axel keluar dari mansion dengan terburu-buru. Melihat Axel yang demikian tentu membuatku bertanya-tanya. Sebenarnya ke mana dia pergi? Karena tidak seperti biasanya Axel pergi malam-malam begini. Apalagi melihatnya pergi begitu terburu. Apa mungkin dia benar-benar marah padaku? Entahlah, aku hanya berharap dia tidak melakukan sesuatu yang buruk. Semoga saja...Cup!“Selamat pagi, Mom.” Aku membuka mata saat aku merasakan pipiku terasa disentuh oleh sesuatu yang lembut dan lembab. Secara refleks aku pun membuka mata, dan hal pertama yang aku lihat adalah wajah polos Andrew yang menggemaskan tampak tersenyum padaku.“Andrew??” panggilku serak, “Kau bangun pagi sekali, sayang?” sambungku mencoba untuk setengah bangun.“Matahari sudah tinggi, Mom. Dad saja sudah tidak ada di kamar,” ujar Andrew mengejutkanku.“Benarkah?”Secara refleks aku mengalihkan pandanganku ke luar jendel
Axel Campbell merasa dijebak oleh Bianca Leonore. Semalam ia memang datang menemui Bianca untuk memperingati wanita itu agar tidak mengganggu hidupnya lagi, terutama pernikahannya dengan Angelina. Awalnya perbincangan di antara mereka memang tak ada masalah, mengingat Axel masih memandang Bianca sebagai klan Leonore yang tak bisa dianggap remeh. Namun, belakang diketahui jika Bianca telah memberikannya obat tidur dalam minumannya, sehingga ia berakhir bermalam dan tak pulang ke rumah semalaman. Apa yang akan dipikirkan Angelina jika sampai tahu dirinya bermalam di rumah seorang wanita? Apalagi wanita itu adalah wanita yang pernah menghabiskan malam bersama dengannya dulu? Namun, bukan itu yang membuat Axel cemas. Axel justru khawatir jika sampai Bianca berbuat sesuatu yang buruk dengan menjebaknya semalam. Yang pasti Axel yakin tak terjadi sesuatu dengan dirinya dan Bianca semalam, seperti yang Bianca katakan padanya tadi. Tetapi jika memang tidak ada yang terjadi semalam, lalu untuk
Setelah mengetahui dari mata-matanya jika Angelina dan Andrew keluar dari mansion Axel, Henry segera menyusul mereka berdua. Namun sayang, di tengah perjalanan di stasiun Henry kehilangan jejak mantan istri dan putranya itu. Yang ia tahu jika Angelina berencana pergi dengan menggunakan kereta api. Tak mau kehilangan dua orang yang dicintainya Henry bersama dengan asisten kepercayaannya yang bernama Mark, berusaha keras mencari keberadaan Angelina dan Andrew di stasiun yang luas itu. Entah kenapa Henry merasa gelisah dan panik, ia takut jika akan kehilangan Angelina dan Andrew. Ternyata Tuhan masih berpihak padanya. Dalam pencariannya Henry melihat seorang bocah laki-laki berumur kira-kira lima tahun tampak berlari ketakutan dari kejaran seorang pria berpakaian serba hitam. Kedua mata Henry membelalak tak percaya jika anak kecil laki-laki itu adalah putra kandungnya sendiri, Andrew Campbell. Andrew tampak berlari ketakutan dalam kejaran orang dewasa, sungguh pemandangan yang terlihat j
Aku cukup terkejut saat tahu Henry mengetahui kehamilanku. Aku kira aku bisa menutupinya tentang kehamilanku untuk sementara ini pada siapa pun. Terutama dari Henry atau Axel sendiri, tetapi kenyataannya Henry sudah tahu terlebih dahulu. Seketika itu pun aku menoleh ke arah Henry dan berkata, “Jangan beritahu Axel, Henry. Aku mohon, jangan beritahu dia.” Kedua mata biru Henry menyempit menatapku penuh tanya, “Kenapa?” tanyanya. “Axel tak boleh tahu untuk saat ini,” jawabku. “Kau pasti memiliki alasan. Apakah terjadi sesuatu di antara kalian berdua?” Henry menebak. “Itu bukan urusanmu, kau hanya perlu tak mengatakan apa pun tentang kehamilanku,” elakku beralasan. “Apakah itu juga yang terjadi pada kita dulu, Angelina? Kau hamil Andrew tanpa aku harus tahu seperti yang kau lakukan sekarang pada Axel,” ujar Henry dengan tatapan sendu. Detik itu juga aku menghindar dari tatapan matanya yang terlihat lemah melihatku, “Itu adalah masa lalu. Aku tak ingin mengingatnya lagi,” sahutku li
“Apa sekarang kau berpura-pura tak tahu apa-apa?” sindirku sinis.“Aku memang tak tahu apa yang kau maksud dengan bermain wanita. Bisa kau jelaskan padaku apa yang membuatmu berpikir seperti itu?” Axel terus mencoba menyangkal.“Aku lelah, Axel. Aku sedang tak ingin membahasnya. Tolong mengerti aku.” Aku berpaling enggan bertatap muka dengan pria yang masih menjadi suamiku itu.“Aku harus tahu, Angelina. Kau tak bisa bersikap seperti ini padaku,” tolak Axel tak terima.“Tolong, Axel. Andrew ada di sini. Tidak pantas kita membahas hal memalukan yang bisa didengar oleh anak seusia Andrew.” tegasku tetap pada pendirianku.“Aku hanya tak ingin membuat masalah ini semakin berlarut-larut. Jika kau tak ingin menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, maka aku akan mencari kebenarannya dengan caraku sendiri,” sahut Axel.“Kau masih istriku sekarang, mau tidak mau kau tak boleh pergi dari mansion tanpa izin dariku, Angelina. Tidak setelah kejadian ini!” sambung Axel mengejutkanku.Mendengar per
“Angelina, sadarlah.” Samar-samar aku dengar sebuah suara yang familier memanggil namaku lirih. Aku mulai membuka mataku pelan, mengerjap berapa kali memperjelas penglihatanku yang masih tampak samar. “Sean.., Sean. Huhuhu!” Dalam keadaan setengah sadar aku kembali terisak menangis memanggil nama saudara laki-lakiku. “Angelina, tenanglah. Aku bersama denganmu.” Saat suara itu kembali terdengar sontak aku membuka mataku lebar-lebar. Sosok itu memelukku yang setengah terbaring di lantai kamar, tempat terakhir yang aku ingat ketika aku berakhir tak sadarkan diri, setelah Axel memberitahuku jika Sean Louis tewas tertembak ketika dalam perjalanan pulang kembali ke Venesia. “Axel! Di mana Sean? Di mana Kakakku?! Tolong antar aku untuk melihatnya! Huhuhu!” mohonku serak di antara tangisku yang keras, masih merasa tak percaya jika Sean Louis meninggalkanku untuk selama-lamanya. “Tenangkan dirimu dulu, aku sudah memerintah orang-orangku untuk mengurus semuanya.” “Kau bohong jika Sean su
Hari ini adalah hari kelima sejak Sean meninggal. Selama itu pun aku tak lagi banyak bicara dan lebih banyak diam. Seperti sekarang aku hanya duduk di taman belakang mansion sembari mengawasi Andrew yang sedang asyik bermain. Tubuhku memang berada di sini, namun tidak dengan hati dan pikiranku. Setiap menit bayangan itu selalu terlintas dalam pikiranku. Di mana kenanganku bersama dengan Sean untuk terakhir kalinya malam itu selalu membayangiku.Sejak itu pun Axel lebih bersikap perhatian. Dia juga tak banyak bicara seperti sebelumnya, hanya saja aku merasa sikapnya kini lebih lembut dari sebelumnya. Tentang masalah kami, kini aku tak ingin memikirkannya. Aku hanya ingin fokus dengan kehamilanku sendiri dan berharap dapat melewati masa dukaku seiring dengan berjalannya waktu. Kehilangan Sean Louis bagiku adalah pukulan berat, sama seperti aku harus kehilangan ayahku waktu itu.Aku yang tengah hanyut dalam pikiranku, tiba-tiba tersentak saat dua tangan kekar memelukku dari arah belakang
Bianca merasa murka setelah tahu jika rencananya untuk membuat hubungan Axel dengan istrinya, Angelina gagal. Karena itulah Bianca cukup terkejut saat Axel Campbell tiba-tiba mendatangi hunian mewahnya lagi, setelah pertemuan terakhir mereka berdua beberapa hari yang lalu. “Axel? Aku senang sekali kau datang kembali menemuiku.” Kedua mata Bianca berbinar senang menyambut kedatangan Axel yang baginya adalah sesuatu yang luar biasa. Ia sama sekali tak terpengaruh sedikit pun dengan ekspresi wajah Axel yang begitu dingin dan datar. “Apa yang kau inginkan dariku, Bianca Leonore? Katakan padaku!” hardik Axel menatap tajam wanita yang pernah satu kali menghabiskan malam bersamanya dulu. Langkah Bianca terhenti seketika itu juga, “A-apa?” Bianca mengerjapkan kedua matanya berulang kali memasang ekspresi wajah bingung. Axel mendengus sinis, “Berhentilah bersikap seperti wanita polos, Bianca Leonore. Kau pikir aku tak tahu apa saja yang telah kau lakukan di belakangku?” sindir Axel tajam.
Siang itu aku dalam perjalanan menuju ke sekolah Andrew, setelah wali kelasnya, Mrs. Nancy Brown menghubungiku beberapa jam yang lalu dan memberitahuku jika Andrew terlibat masalah dengan sesama teman di sekolahnya. Apa yang terjadi di sekolah, aku belum terlalu jelas mengetahuinya, Hanya saja sebagai ibu, hal itu tetap saja membuatku sedikit merasa panik. Andrew adalah anak yang tak pernah membuat masalah, dia cenderung penurut dan bukanlah anak yang hiperaktif, lalu masalah apa yang ditimbulkan Andrew hingga ia bisa terlibat masalah dengan teman di sekolahnya. Tak ada penjelasan secara rinci, Mrs. Nancy Brown hanya memintaku untuk datang ke sekolah untuk bertemu dengan wali murid dari teman yang bermasalah dengan Andrew. Setelah sampai di sekolah Andrew, aku langsung berjalan menuju ke ruangan guru di sekolah dasar favorit tempat Andrew menempuh pendidikan di sini. Namun, belum sampai di tempat yang dituju di koridor sekolah aku berpapasan dengan seseorang, tepatnya seorang guru lak
Empat hari telah berlalu sejak aku mendapatkan kiriman buket bunga tanpa nama. Selama itu pun aku selalu mendapatkan buket bunga yang sama dengan tanpa nama. Entah siapa yang sengaja mengirimkannya padaku aku belum menemukan petunjuk apa pun. Hingga hari ketiga aku pernah memerintahkan Bob untuk menolak tak menerima dan mengembalikannya pada sang pengirim, akan tetapi sang kurir menolak keras dengan alasan buket bunga itu memang dipesan seseorang lewat on line. Tentu saja mengembalikannya hanyalah usaha yang sia-sia. Oleh sebab itulah mau tak mau aku harus menerima buket bunga tersebut, meskipun sebenarnya aku sudah mulai merasa semakin penasaran dengan siapa sebenarnya sang pengirim tanpa nama itu. Selama itu pun Axel tak terlihat lagi datang berkunjung. Dia seolah menghilang tanpa jejak. Aku sudah merasa tak heran karena sejak dulu itulah keahlian dari seorang Axel Campbell, yang selalu datang dan pergi dengan tiba-tiba. Saat itu aku sempat berpikir apa mungkin sang pengirim misteri
Mansion utama Campbell“Nyonya ada kiriman buket bunga dari seseorang.” Pelayan setia bernama Bob memberitahu ketika aku tengah mengawasi Damian dan Andrew berenang bersama di mansion. Aku mengerutkan alis menatap lekat buket bunga mawar merah cantik yang ada di tangan Bob. “Buket bunga? Dari siapa?” tanyaku penasaran. “Tidak ada nama pengirim, Nyonya tetapi ada pesan di buket bunga ini. Mungkin Anda bisa mengetahui jika sudah membacanya.” Bob menyerahkan buket berukuran cukup besar itu padaku, "Jika tidak ada yang diperlukan lagi, saya permisi, Nyonya.” Bob menunduk kemudian berlalu pergi sedangkan aku masih menatap penuh tanya buket bunga cantik yang kini berada di tanganku. Harus aku akui buket bunga ini begitu cantik. Entah kebetulan atau tidak sepertinya sang pengirim mengetahui jika memang aku sangat menyukai bunga mawar merah seperti ini. Tapi siapa yang mengirimnya? Apakah Axel, mungkinkah dia? Tetapi selama kami menikah dia jarang sekali bersikap romantis apalagi sampai men
“Mom!!!” Suara dari panggilan yang sangat aku kenal itu membuatku membuka mata. Benar saja, aku yang masih terbungkus selimut tebal dan baru saja terbangun sontak dibuat terkejut ketika dua putraku berhamburan masuk ke kamar lalu memelukku erat seolah sudah lama tak berjumpa. “Andrew! Damian!” Aku menyahut membalas pelukan mereka padaku masih dalam satu ranjang. “Kenapa Mom pulang lama sekali semalam? Aku semalam tidur bersama dengan Kak Andrew karena Mom tak ada. Mom tidak takut ‘kan tidur sendirian?” Damian kecil bertanya polos padaku. Deg! Saat itu juga aku baru mengingat jika semalam untuk pertama kalinya setelah ‘kematian’ Axel, kami berdua tidur bersama dalam satu ranjang dan menghabiskan malam bersama. Tubuhku terasa memanas jika mengingatnya. Bagaimana Axel menyentuhku semalam masih aku ingat dengan jelas, setiap sentuhannya padaku seakan adalah pengobat rindu setelah perpisahan kami yang cukup lama. Jujur aku masih belum siap sepenuhnya semalam tetapi aku tak bisa menol
“Bermimpilah terus Jeremy! Yang pasti ucapanmu tak akan mengubah apa pun di antara kita berdua!” tegasku cukup lantang. Pria berpomade itu tetap tersenyum penuh percaya diri. “Oya? Kita lihat saja nanti, sweety heart.” Kedua tangan Jeremy saling bertumpu pada meja, mengukir senyuman samar lalu melanjutkan kembali ucapannya. “Kau boleh menolakku sekarang, Angelina. Tapi aku pastikan kau akan kembali padaku. Karena sejak dulu di antara kita memang tak pernah ada kata perpisahan, itu yang pasti.” Kali ini aku terdiam, tak bereaksi menatap sosok pria di hadapanku yang begitu berbeda dari yang pernah aku kenal dulu, Jeremy Ollands. Aku memang sudah mengenal sosok Jeremy yang tak pantang menyerah, namun sekarang entah bagaimana setelah bertemu dengannya seperti ini sosok Jeremy kini berubah menjadi semakin berbeda. Seolah dia adalah pria yang begitu terobsesi denganku. Selama delapan tahun ini bukannya melupakanku seperti aku yang telah melupakannya, tetapi dia justru mengejarku hingga s
Malam berikutnya sesuai dengan apa yang Jeremy Ollands minta, aku pun akhirnya memutuskan untuk menemuinya di salah satu restoran besar yang ada di New York City, dengan hanya membawa serta supir pribadiku. Sedangkan Andrew dan Damian aman bersama dengan pelayan pribadi yang ada di mansion utama Campbell. Pria itu, Jeremy Ollands aku tak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan, untuk itu aku harus tahu dengan terpaksa menemuinya seperti ini. Aku mengedarkan pandanganku ke deretan kursi restoran yang cukup banyak pengunjung, hingga akhirnya aku melihat sosok pria berjas navy duduk seorang diri menatapku dengan senyuman lebarnya. Pria itu tak banyak berubah setelah delapan tahun lamanya. Hanya saja kini aku lihat tubuhnya lebih berisi, tidak jangkung seperti dulu. Memasang ekspresi datar aku melangkah mendekatinya dengan menggunakan setelan celana berwarna putih berpotongan elegan. “Hallo, Angelina Louis. Oh, maaf maksudku Mrs. Campbell. Yeah, sepertinya aku belum terbiasa memanggil kek
Mansion utama CampbellAku tak bisa tidur malam ini, pikiranku melayang membayangkan pertemuanku dengan Axel siang tadi. Setelah menidurkan Andrew dan Damian beberapa jam yang lalu, kini aku masih duduk di balkon kamarku sendiri tanpa beranjak sedikit pun. Pikiranku gelisah, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan? Harusnya aku senang Axel kembali ke padaku dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi kenapa aku justru merasakan gelisah? Apakah ini hanya karena perasaan kecewa saja atau karena ada hal lain yang membuatku ragu aku bisa menerimanya sebagai suami seperti dulu? Bagaimana perjuangan dan pengorbanan Axel selama dalam kematiannya karena hanya ingin bertujuan melindungiku dan anak-anak, serta untuk mengungkap siapa pembunuh sebenarnya Sean Louis juga ibunya selama ini, yaitu yang tak lain adalah istri pertama dari Arthur Campbell. Namun, semuanya itu masih membuatku belum bisa menerima sepenuh hati Axel kembali seperti dulu.Ya, siang tadi Axel telah memberitahuku segalanya apa yang
“Axel?! Bagaimana bisa kau ada di sini?!” Aku terkejut bukan main saat mendapati pria yang masih menjadi suamiku itu kini sudah ada bersama satu mobil bersamaku. “Tidak penting bagaimana aku bisa ada di sini, karena sekarang yang terpenting kita harus bicara Angelina.” Axel menyahut datar dengan pandangan tetap ke depan kemudian mulai menyalakan mesin mobil. Sedangkan aku hanya bisa terpaku diam di tempat, cukup terkejut dengan situasi yang terjadi saat ini. Seperti orang bodoh aku hanya terdiam di kursi belakang mobil selama dalam perjalanan, dengan pandangan menerawang tanpa fokus yang jelas. Entah berapa lama kami berdua, yaitu aku dan Axel berada dalam satu mobil bersama dalam suasana yang diliputi keheningan. Sungguh situasi yang terlihat kaku. Hingga akhirnya Axel menghentikan mobil di suatu tempat yang jauh dari keramaian kota. Lebih tepatnya Axel menghentikan mobilnya di sebuah jalanan setapak yang seperti menuju ke arah jalanan perbukitan. “Kau membawaku ke mana, Axel? Ini
Netraku berkaca-kaca menatap Henry. Sorot mata biru tajamnya kini terlihat teduh menatapku. Lidahku terasa kelu, aku merasa ucapan Henry seakan seperti kalimat perpisahan yang membuat hatiku bergetar.“Kenapa kau bicara seperti itu, Henry? Aku benar-benar tak tahu apa maksudmu?” tanyaku dengan suara yang mungkin terdengar sedikit gemetar karena perasaan emosional.“Seperti yang kau tahu Axel sudah kembali, dia telah kembali untukmu, Angelina. Sekarang tugasku sudah selesai. Saat ini aku hanya mempersiapkan hatiku untuk itu, hal itulah yang sedang aku lakukan sekarang,” ujar Henry.Aku menatap dalam Henry, berharap menemukan jawaban di dalam sorot matanya tetapi yang aku lihat justru kehampaan. Hingga membuatku berpikir, sedalam itukah perasaan Henry padaku? Tetapi aku harus bagaimana, aku benar-benar merasakan delima. Bagaimanapun Axel masih menjadi suamiku, namun meskipun begitu aku tak bisa mengabaikan perasaan Henry begitu saja. Selama Axel tak ada, Henry lah yang selama ini menjaga