Bab 8 Hari ini adalah hari pertama aku bekerja sebagai staf tim pemasaran Campbell Corporation. Bersama dengan Sandra yang membimbingku dan membantuku untuk melakukan tugas apa saja yang harus aku lakukan, aku telah bertekad akan bekerja dengan sungguh-sungguh. Aku akan membuktikan jika aku mampu melakukan pekerjaanku dengan baik agar pria bernama Henry Bastian Campbell itu tak meremehkanku lagi.“Kau sudah mengerti apa saja yang harus dilakukan sampai sejauh ini, Angelin?” Sandra bertanya memastikan setelah ia selesai menjelaskan apa saja tugasku.Aku mengangguk dan menjawab, “Aku mengerti, Sandra. Terima kasih atas bantuanmu.” “Tak perlu sungkan, katakan saja jika masih ada yang belum kau pahami.” Sandra mengulas senyum tulusnya padaku.“Kau lihat itu, Mr. Campbell sudah datang.”“Tak biasanya ia berangkat siang seperti ini, ada apa?” “Siapa yang tahu, seorang CEO sempurna seperti dia, bebas melakukan apa pun.”Bisik-bisik dari beberapa staf terdengar olehku. Semua mata tertuju p
Malam itu Henry memutuskan untuk minum sendiri di mini bar yang ada di rumahnya, rumah yang khusus ditinggali oleh istri kontraknya Angelina Louis. Entah apa yang membuatnya kembali pulang ke rumah ini, padahal ia berencana untuk pulang ke mansionnya sendiri malam ini setelah pulang dari perusahaan. Namun, secara impulsif Henry justru malah menyuruh supir pribadinya untuk berbelok arah menuju ke rumah lainnya, di mana istrinya berada.Istri? Yang benar saja, sejak kapan seorang Henry Bastian Campbell, menganggap putri dari keluarga Louis itu adalah istrinya? Angelina Louis hanyalah istri kontraknya, tawanan sekaligus budaknya, tidak lebih!Sekali lagi Henry menegak whisky dengan raut wajah frustasi. Melihat Henry yang sekarang, terlihat jelas jika kini pria itu seperti menahan beban. Rambut gelapnya yang selalu rapi kini terlihat sedikit berantakan. Tak hanya itu, tiga kancing kemeja atasnya kini tampak terbuka, menambah penampilannya terlihat liar sekarang. “Kenapa? Ada apa dengank
Tubuh ini masih terasa lelah, bayangan kejadian semalam masih aku ingat dengan jelas. Bagaimana pria itu untuk pertama kali menyentuhku dengan lembut dan penuh kehangatan. Jujur, setiap sentuhan yang dibuat Henry begitu memabukkan, hingga untuk pertama kalinya aku bisa merasakan apa itu kenikmatan bercinta, dan bagaimana seorang wanita mencapai sebuah puncak rasa nyaman yang membuatnya seolah terbang tinggi bersama pasangannya. Tunggu! Aku membuka mata ini setelah aku ingat jika kenyataan tidaklah seindah seperti yang aku bayangkan tadi.Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Pria itu tak ada! Henry pergi sebelum aku bangun, lalu sejak kapan Henry pergi dan meninggalkanku sendiri di kamar ini? Pria itu jelas seperti buru-buru sekali pergi kali ini. Apakah Henry melakukannya karena ingin menghindariku setelah apa yang terjadi dengan kami semalam?Aku tersenyum pahit. Apa yang aku harapkan? Pernyataan cinta dari Henry Bastian Campbell, yang memang secara status adalah suamiku s
"Maaf Mr. Jones. Lain kali saja. Saya akan naik taksi karena bagaimana pun saya masih baru bekerja di perusahaan ini. Akan tidak baik jika ada yang melihat saya nanti satu mobil bersama dengan Anda nanti.” Aku beralasan agar penolakanku terdengar logis, dan aku harap Alan Jones tidak tersinggung dengan penolakanku.Tak seperti dugaan, pria itu justru tersenyum dan berkata, “Baiklah aku bisa mengerti itu. Tapi untuk lain hari, aku harap kau tidak menolaknya, Miss. Angelina Louis.”“Tentu, Mr. Jones,” sahutku seraya tersenyum.“Baiklah, sampai bertemu besok, Angelina.” Setelah itu mobil Alan Jones pun melaju meninggalkanku.Aku sudah memutuskan kembali ke rumah dengan menggunakan taksi, dan setelah sekitar tiga puluh menit perjalanan pulang aku terkejut ketika melihat mobil Henry terparkir di halaman rumah bergaya Eropa yang sudah aku tinggali selama menjadi istri dari Henry Bastian Campbell. Kenapa pria itu pulang kembali ke rumah ini? Apakah dia menungguku sejak tadi untuk memastikan
Campbell CorporationSaat aku tengah sibuk dengan pekerjaanku, perhatianku teralihkan dengan pembicaraan beberapa karyawan yang mengatakan jika di perusahaan kedatangan kekasih dari CEO Campbell yang tak lain adalah Carla Queen Baker. Seketika itu pun suasana kantor menjadi cukup heboh, bagaimana tidak? Seorang yang sedang menjadi buah bibir orang-orang kini justru semakin bersikap berani memamerkan kebersamaan mereka. Bisa kulihat dengan jelas bagaimana dengan langkah penuh percaya dirinya wanita bernama Carla itu melangkah masuk ke dalam ruang kerja Henry. Penampilannya yang selalu tampak sempurna dan tanpa cela seakan memang sengaja ingin memperlihatkan status sosialnya yang tinggi di depan umum. Beruntung saat itu Carla tak melihatku ketika wanita itu masuk ke dalam ruang kerja CEO, di mana Henry ada di sana.“Kalian lihat itu? Kekasih CEO kita sedang menebar bunga. Aku yakin di dalam sana mereka berdua sedang bermesraan dengan penuh gairah.” Amelia, seorang staf senior terkikik d
“Apa yang aku lihat tadi, Henry?! Jelaskan padaku sekarang!” Carla berseru keras di dalam mobil saat mereka berdua keluar dari Campbell Corporation.Masih dengan ekspresi wajah datarnya, Henry tetap fokus menyetir mobil kali ini tanpa sopir pribadinya.“Tak perlu aku jelaskan padamu, kau bisa melihatnya sendiri tadi, bukan?” Henry menyahut acuh.“Jadi begitu sikapmu di belakangku, Henry? Diam-diam membawa wanita yang kau nikahi itu satu kantor bersamamu! Astaga! Apa maksudmu melakukannya?!”“Bisa kau pelankan suaramu itu, Carla? Kau tahu dengan jelas jika aku tak suka dengan wanita yang berteriak keras di depanku sepertimu sekarang!” tegas Henry tajam membuat Carla terdiam detik itu juga. Namun, sangat jelas terlihat Carla menahan kedongkolan di raut wajahnya.“Sekarang aku tahu, apa yang membuat sikapmu itu berubah akhir-akhir ini.” Carla berkata lirih mencoba menahan emosi di dadanya.Hening.Henry tak menjawab ataupun menyangkalnya, sikap Henry yang demikian tentu membuat Carla sema
Seorang pria gagah berparas rupawan dengan tubuh proporsionalnya yang tinggi dan tegap mampu mencuri perhatian setiap orang yang melihatnya, saat pria itu berjalan dengan langkah kokohnya yang panjang dan mantap keluar dari bandara. Perjalanan dari Milan menuju ke New York City yang cukup melelahkan tak membuat penampilannya buruk. Wajah maskulinnya yang tampan tetap terlihat tanpa cacat, meskipun gaya berpakaian sang pria terlihat santai dan kasual, namun semua itu tak membuat pesona sang pria berkurang.Pandangan matanya berhenti pada seorang pria dengan setelan jas lengkap yang berdiri di salah satu sisi mobil sport limited edition yang cukup mencolok mata. Seakan tahu satu sama lain, pria berjas rapi itu mendekati sang pria dan menyapa.“Apakah Anda Tuan Axel Campbell?” tanya pria berjas itu memastikan.“Jadi kau yang bertugas menjemputku?” Pria yang ternyata bernama Axel Campbell itu menyahut.“Anda benar, Tuan. Perkenalkan saya Felix, orang yang ditugaskan Tuan besar untuk menjem
Seorang pria duduk menikmati segelas wine sembari melihat pemandangan kota gedung New York city malam hari dari jendela kamar suite hotel berbintang terbaik yang sengaja dipesannya. Dialah Axel Campbell, putra pertama dari Arthur Campbell sekaligus pewaris pertama dari seluruh kekayaan keluarga Campbell. Ia menyesap kembali wine dengan pandangan mata tak lepas dari pemandangan gedung bertingkat yang berjejer dari luar jendela kamar hotelnya. Pikirannya tidak berada di sini, namun ia mengingat kembali pertemuannya tadi beberapa jam yang lalu dengan seorang wanita di sebuah supermarket yang sempat ia kunjungi tadi sebelum berada di sini.“Angelina Louis.” Axel tersenyum miring penuh arti mengingatnya, “Nama yang cantik seperti wajahnya. Akan aku ingat itu baik-baik wajah dan namamu,” Axel bermonolog.Kedatangannya kembali ke kota kelahirannya adalah bukan tanpa alasan. Atas permintaan ayahnya, Arthur Campbell, Axel kembali setelah waktu yang cukup lama. Dan hari ini ia akan menikmati ha
Siang itu aku dalam perjalanan menuju ke sekolah Andrew, setelah wali kelasnya, Mrs. Nancy Brown menghubungiku beberapa jam yang lalu dan memberitahuku jika Andrew terlibat masalah dengan sesama teman di sekolahnya. Apa yang terjadi di sekolah, aku belum terlalu jelas mengetahuinya, Hanya saja sebagai ibu, hal itu tetap saja membuatku sedikit merasa panik. Andrew adalah anak yang tak pernah membuat masalah, dia cenderung penurut dan bukanlah anak yang hiperaktif, lalu masalah apa yang ditimbulkan Andrew hingga ia bisa terlibat masalah dengan teman di sekolahnya. Tak ada penjelasan secara rinci, Mrs. Nancy Brown hanya memintaku untuk datang ke sekolah untuk bertemu dengan wali murid dari teman yang bermasalah dengan Andrew. Setelah sampai di sekolah Andrew, aku langsung berjalan menuju ke ruangan guru di sekolah dasar favorit tempat Andrew menempuh pendidikan di sini. Namun, belum sampai di tempat yang dituju di koridor sekolah aku berpapasan dengan seseorang, tepatnya seorang guru lak
Empat hari telah berlalu sejak aku mendapatkan kiriman buket bunga tanpa nama. Selama itu pun aku selalu mendapatkan buket bunga yang sama dengan tanpa nama. Entah siapa yang sengaja mengirimkannya padaku aku belum menemukan petunjuk apa pun. Hingga hari ketiga aku pernah memerintahkan Bob untuk menolak tak menerima dan mengembalikannya pada sang pengirim, akan tetapi sang kurir menolak keras dengan alasan buket bunga itu memang dipesan seseorang lewat on line. Tentu saja mengembalikannya hanyalah usaha yang sia-sia. Oleh sebab itulah mau tak mau aku harus menerima buket bunga tersebut, meskipun sebenarnya aku sudah mulai merasa semakin penasaran dengan siapa sebenarnya sang pengirim tanpa nama itu. Selama itu pun Axel tak terlihat lagi datang berkunjung. Dia seolah menghilang tanpa jejak. Aku sudah merasa tak heran karena sejak dulu itulah keahlian dari seorang Axel Campbell, yang selalu datang dan pergi dengan tiba-tiba. Saat itu aku sempat berpikir apa mungkin sang pengirim misteri
Mansion utama Campbell“Nyonya ada kiriman buket bunga dari seseorang.” Pelayan setia bernama Bob memberitahu ketika aku tengah mengawasi Damian dan Andrew berenang bersama di mansion. Aku mengerutkan alis menatap lekat buket bunga mawar merah cantik yang ada di tangan Bob. “Buket bunga? Dari siapa?” tanyaku penasaran. “Tidak ada nama pengirim, Nyonya tetapi ada pesan di buket bunga ini. Mungkin Anda bisa mengetahui jika sudah membacanya.” Bob menyerahkan buket berukuran cukup besar itu padaku, "Jika tidak ada yang diperlukan lagi, saya permisi, Nyonya.” Bob menunduk kemudian berlalu pergi sedangkan aku masih menatap penuh tanya buket bunga cantik yang kini berada di tanganku. Harus aku akui buket bunga ini begitu cantik. Entah kebetulan atau tidak sepertinya sang pengirim mengetahui jika memang aku sangat menyukai bunga mawar merah seperti ini. Tapi siapa yang mengirimnya? Apakah Axel, mungkinkah dia? Tetapi selama kami menikah dia jarang sekali bersikap romantis apalagi sampai men
“Mom!!!” Suara dari panggilan yang sangat aku kenal itu membuatku membuka mata. Benar saja, aku yang masih terbungkus selimut tebal dan baru saja terbangun sontak dibuat terkejut ketika dua putraku berhamburan masuk ke kamar lalu memelukku erat seolah sudah lama tak berjumpa. “Andrew! Damian!” Aku menyahut membalas pelukan mereka padaku masih dalam satu ranjang. “Kenapa Mom pulang lama sekali semalam? Aku semalam tidur bersama dengan Kak Andrew karena Mom tak ada. Mom tidak takut ‘kan tidur sendirian?” Damian kecil bertanya polos padaku. Deg! Saat itu juga aku baru mengingat jika semalam untuk pertama kalinya setelah ‘kematian’ Axel, kami berdua tidur bersama dalam satu ranjang dan menghabiskan malam bersama. Tubuhku terasa memanas jika mengingatnya. Bagaimana Axel menyentuhku semalam masih aku ingat dengan jelas, setiap sentuhannya padaku seakan adalah pengobat rindu setelah perpisahan kami yang cukup lama. Jujur aku masih belum siap sepenuhnya semalam tetapi aku tak bisa menol
“Bermimpilah terus Jeremy! Yang pasti ucapanmu tak akan mengubah apa pun di antara kita berdua!” tegasku cukup lantang. Pria berpomade itu tetap tersenyum penuh percaya diri. “Oya? Kita lihat saja nanti, sweety heart.” Kedua tangan Jeremy saling bertumpu pada meja, mengukir senyuman samar lalu melanjutkan kembali ucapannya. “Kau boleh menolakku sekarang, Angelina. Tapi aku pastikan kau akan kembali padaku. Karena sejak dulu di antara kita memang tak pernah ada kata perpisahan, itu yang pasti.” Kali ini aku terdiam, tak bereaksi menatap sosok pria di hadapanku yang begitu berbeda dari yang pernah aku kenal dulu, Jeremy Ollands. Aku memang sudah mengenal sosok Jeremy yang tak pantang menyerah, namun sekarang entah bagaimana setelah bertemu dengannya seperti ini sosok Jeremy kini berubah menjadi semakin berbeda. Seolah dia adalah pria yang begitu terobsesi denganku. Selama delapan tahun ini bukannya melupakanku seperti aku yang telah melupakannya, tetapi dia justru mengejarku hingga s
Malam berikutnya sesuai dengan apa yang Jeremy Ollands minta, aku pun akhirnya memutuskan untuk menemuinya di salah satu restoran besar yang ada di New York City, dengan hanya membawa serta supir pribadiku. Sedangkan Andrew dan Damian aman bersama dengan pelayan pribadi yang ada di mansion utama Campbell. Pria itu, Jeremy Ollands aku tak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan, untuk itu aku harus tahu dengan terpaksa menemuinya seperti ini. Aku mengedarkan pandanganku ke deretan kursi restoran yang cukup banyak pengunjung, hingga akhirnya aku melihat sosok pria berjas navy duduk seorang diri menatapku dengan senyuman lebarnya. Pria itu tak banyak berubah setelah delapan tahun lamanya. Hanya saja kini aku lihat tubuhnya lebih berisi, tidak jangkung seperti dulu. Memasang ekspresi datar aku melangkah mendekatinya dengan menggunakan setelan celana berwarna putih berpotongan elegan. “Hallo, Angelina Louis. Oh, maaf maksudku Mrs. Campbell. Yeah, sepertinya aku belum terbiasa memanggil kek
Mansion utama CampbellAku tak bisa tidur malam ini, pikiranku melayang membayangkan pertemuanku dengan Axel siang tadi. Setelah menidurkan Andrew dan Damian beberapa jam yang lalu, kini aku masih duduk di balkon kamarku sendiri tanpa beranjak sedikit pun. Pikiranku gelisah, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan? Harusnya aku senang Axel kembali ke padaku dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi kenapa aku justru merasakan gelisah? Apakah ini hanya karena perasaan kecewa saja atau karena ada hal lain yang membuatku ragu aku bisa menerimanya sebagai suami seperti dulu? Bagaimana perjuangan dan pengorbanan Axel selama dalam kematiannya karena hanya ingin bertujuan melindungiku dan anak-anak, serta untuk mengungkap siapa pembunuh sebenarnya Sean Louis juga ibunya selama ini, yaitu yang tak lain adalah istri pertama dari Arthur Campbell. Namun, semuanya itu masih membuatku belum bisa menerima sepenuh hati Axel kembali seperti dulu.Ya, siang tadi Axel telah memberitahuku segalanya apa yang
“Axel?! Bagaimana bisa kau ada di sini?!” Aku terkejut bukan main saat mendapati pria yang masih menjadi suamiku itu kini sudah ada bersama satu mobil bersamaku. “Tidak penting bagaimana aku bisa ada di sini, karena sekarang yang terpenting kita harus bicara Angelina.” Axel menyahut datar dengan pandangan tetap ke depan kemudian mulai menyalakan mesin mobil. Sedangkan aku hanya bisa terpaku diam di tempat, cukup terkejut dengan situasi yang terjadi saat ini. Seperti orang bodoh aku hanya terdiam di kursi belakang mobil selama dalam perjalanan, dengan pandangan menerawang tanpa fokus yang jelas. Entah berapa lama kami berdua, yaitu aku dan Axel berada dalam satu mobil bersama dalam suasana yang diliputi keheningan. Sungguh situasi yang terlihat kaku. Hingga akhirnya Axel menghentikan mobil di suatu tempat yang jauh dari keramaian kota. Lebih tepatnya Axel menghentikan mobilnya di sebuah jalanan setapak yang seperti menuju ke arah jalanan perbukitan. “Kau membawaku ke mana, Axel? Ini
Netraku berkaca-kaca menatap Henry. Sorot mata biru tajamnya kini terlihat teduh menatapku. Lidahku terasa kelu, aku merasa ucapan Henry seakan seperti kalimat perpisahan yang membuat hatiku bergetar.“Kenapa kau bicara seperti itu, Henry? Aku benar-benar tak tahu apa maksudmu?” tanyaku dengan suara yang mungkin terdengar sedikit gemetar karena perasaan emosional.“Seperti yang kau tahu Axel sudah kembali, dia telah kembali untukmu, Angelina. Sekarang tugasku sudah selesai. Saat ini aku hanya mempersiapkan hatiku untuk itu, hal itulah yang sedang aku lakukan sekarang,” ujar Henry.Aku menatap dalam Henry, berharap menemukan jawaban di dalam sorot matanya tetapi yang aku lihat justru kehampaan. Hingga membuatku berpikir, sedalam itukah perasaan Henry padaku? Tetapi aku harus bagaimana, aku benar-benar merasakan delima. Bagaimanapun Axel masih menjadi suamiku, namun meskipun begitu aku tak bisa mengabaikan perasaan Henry begitu saja. Selama Axel tak ada, Henry lah yang selama ini menjaga