BAB 79”Vero bilang begitu?” tanya Zahra.“Iya! Aku kecewa padanya dan sangat menyesal telah menikahinya!” jawab Budi penuh emosi.“Aku juga sangat kecewa dengan keputusanmu. Tapi mau bagaimana lagi, ternyata takdir tidak berpihak kepada kita. Sekuat apapun kita berusaha, kalau memang tidak berjodoh, kita takkan pernah bersatu.” Jawab Zahra dengan lemah. Dia pun tak ingin meyakini apa yang diucapkannya.“Kenapa takdir seperti mempermainkan kita, Zahra? tujuh tahun kita menjalin cinta, tapi kenapa kita tidak dipersatukan dalam ikatan suci?” Budi terlihat putus asa.“Istighfar, Mas. Jangan pernah berpikir seperti itu. Alloh selalu memberikan yang terbaik untuk umatnya. Bisa jadi yang kita sukai bukan yang terbaik untuk kita. Mungkin saja yang tidak kita cintai tetapi itu yang terbaik di mata Sang Pencipta!” Zahra berusaha menenangkan hati kekasihnya. Walau hatinya juga hancur. Namun dia berusaha untuk menerima takdir yang sudah digariskan oleh sang pencipta.“Maksudmu aku bukan yang ter
BAB 8OTiba-tiba Jessica datang dan begitu murka mendapati suaminya sedang berpelukan dengan istri pertama. Jelas saja dia marah besar. lalu memisahkan keduanya dengan paksa.”Beraninya kalian menghianatiku!”“Jessica, ini tidak seperti yang kamu bayangkan!” Elang berusaha menenangkan istrinya dengan memeluknya. Namun wanita itu mendorong tubuh suaminya dengan kesal.“Aku tidak sedang membayangkan. Tapi melihat dengan mata kepala sendiri! Tega kamu meninggalkanku sendirian di sana hanya untuk bermesraan dengan wanita bodoh itu!” Jessica menunjuk ke arah Zahra dengan kesal.“Jangan katakan dia bodoh! Itu hanya akan mempermalukan dirimu sendiri!” Elang mencoba memperingatkan Jessica. Dia tak ingin jessica malu jika tahu profesi Zahra yang sebenarnya.“Kau sudah berani membelanya! Apa yang sudah kamu dapatkan darinya? Oh, aku tahu. Kau pasti sudah tergiur dengan tawaran wanita murahan yang haus akan belaian itu untuk menidurinya!” Jessica berteriak dengan kesal.“Jaga mulutmu, dan jangan
“Kau ini bicara apa? jelaskan padaku, Yunus!” seru Elang. Dia tak mengerti dengan apa yang sudah dikatakan oleh adiknya.“Asal Kakak tahu, kalau istri kakak yang sangat dibanggakan itu ternyata ...”“Cukup, Yunus! Keluarlah dan jangan campuri urusan rumah tangga kakakmu!” tiba-tiba Baskoro datang dan mencoba menghentikan ucapan putra keduanya.Yunus mendengkus kesal. Dia sangat menghormati papahnya hingga tak ada alasan untuk menolak perintahnya. Pria belia itu pergi meninggalkan kamar dengan kesal.Baskoro bisa bernapas lega. Entah mendapat informasi darimana sehingga putranya bisa berkata seperti itu.“Sekarang, kau selesaikan urusanmu dengan dua istrimu. Sebagai kepala keluarga bersikap bijaklah!” Baskoro menepuk-nepuk pundak putranya, lalu pergi meninggalkan kamar. Mata Baskoro menatap tajam ke arah Jessica, seolah ada sesuatu yang ingin dikatakan tetapi tertahan karena sebuah alasan yang hanya Baskoro sendiri yang tahu.Zahra memejamkan mata menahan gejolak amarah yang sedari tad
“Kau mau ke mana?” Elang memegang lengan jessica saat wanita itu berjalan menuju pintu.“Lepaskan aku! Aku tak sudi tinggal dengan pria munafik sepertimu!” Jessica menepis tangan suaminya dengan kasar. Lalu melangkah keluar dengan tergesa.“Mau kemana. Ini sudah malam. Bahaya kalau kau bepergian sendirian!” Elang mencekal pergelangan tangan istrinya. Namun kembali wanita itu menepisnya dengan kasar.“lepaskan aku! Aku mau pergi kemana bukan urusanmu!” jawab Jessica dengan ketus.“Oke, aku akui aku yang salah. Aku minta maaf. Tapi tolong, jangan pergi di malam seperti ini. Aku mohon.” Elang menghalangi langkah istrinya.Jessica tahu kalau suaminya itu hanya seorang pecundang. Dia sangat yakin kalau lelaki itu sangat mencintainya dan takkan bisa hidup tanpa dirinya. Jessica tersenyum licik. Dia akan memainkan trik supaya bisa meraup keuntungan sepuasnya. Setelah ini dia akan meminta uang dalam jumlah besar. Pasti suaminya takkan menolak.Jessica berpura-pura menyerah. “Baiklah, kalau it
Baskoro tiba di kamar Elang. Pintu sedikit terbuka hingga memperlihatkan apa yang sedang terjadi. Baskoro terkejut saat melihat pemandangan di depan mata. Dia menutup mulutnya yang menganga lebar.Elang dan menantunya terlihat begitu intim. Keduanya sedang duduk berdekatan di tepi ranjang. Baskoro memang tak bisa melihat jelas apa yang sedang mereka lakukan. Hanya tangan yang saling bergenggaman yang jelas terlihat. Hal itu cukup membuatnya bahagia.Baskoro tersenyum dan terlihat binar bahagia pada wajahnya. Sedikit demi sedikit usahanya membuahkan hasil.Kalau saja tidak mendesak, Baskoro tak ingin menggangu putranya. Namun ini kesempatan yang sudah lama ditunggunya. Elang harus tahu semuanya.“Ehem-ehem,” Baskoro berpura-pura batuk untuk mengalihkan perhatian Elang kepadanya.Benar saja, Elang dan Zahra menengok ke arahnya.“Papah?!” Elang terlihat salah tingkah.Begitu juga dengan Zahra. Dia pun melepaskan pegangan tangan Elang.“Apa Papah menggangu kalian?” tanya Baskoro dengan se
Elang memasang wajah penuh amarah. Rupanya apa yang berada di pikirannya benar. Ternyata Papahnya benar-benar berselingkuh.“Apa-apa an ini, Pah?!” Elang memukul kaca mobil dengan keras.“Ada apa, Elang?” tanya Baskoro heran.“Jadi Papah selingkuh lagi, dan memintaku untuk menyembunyikan wanita itu?!”“Tidak, Nak! kau salah paham!”“Salah paham? Lalu untuk apa kita ke tempat ini? apa papah mau menyuruhku untuk menyembunyikan selingkuhan Papah? Hal itu takkkan pernah terjadi. Papah memang tidak pernah berubah! Ayo, Zahra. Kita pulang saja!” Elang menggandeng tangan sang istri untuk pergi bersamanya.“Elang! Sabarlah. Semua tak seperti apa yang kau pikirkan. Papah tidak bisa katakan sekarang. Tapi percayalah, Papah sekarang membenci sebuah penghianatan. Jadi tak mungkin Papah menghianati Mamahmu untuk yang kedua kalinya. Percayalah pada Papah!”Elang tak mendengarkan perkataan papahnya. Hatinya telah diselimuti amarah hingga tak menghiaukannya.“Zahra, tolong bujuk suamimu untuk tidak p
“Kenapa kita tidak langsung masuk saja?!” tanya Elang dengan kesal. Dia tak mampu lagi menahan rasa penasarannya.“Sabar, Pak. Kita tunggu waktu yang tepat!” jawab pria itu.“Tunggu!” Elang seperti mendengar suara desahan seorang wanita yang sangat dikenalnya dari dalam kamar. Dadanya bergemuruh. Detak jantungnya mulai tak beraturan.Elang mencoba menempelkan telinganya ke pintu kamar. Suara itu tidak begitu jelas tapi tetap saja membuat perasaannya tak karuan.“Ada apa, Elang?” Zahra mendekat ke arah suaminya.“Aku seperti mendengar suara jessica di dalam sana!” jawab Elang dengan suara gemetar. Wajahnya mulai menegang. Rahangnyapun mulai mengeras.“Mungkin saja memang dia sedang istirahat di sini!”“Tapi suara itu seperti sedang ....” Elang menggantung ucapannya. Dia segan untuk berkata hal yang buruk di depan istrinya.Sementara, Baskoro bisa tersenyum puas melihat putranya yang mulai emosi. Dia bahkan tak melakukan apapun saat sang putra menatap ke arahnya untuk minta penjelasan.
“Elang! Lepaskan dia. Kau bisa membunuhnya nanti!”Zahra berusaha melepaskan tangan suaminya dari leher Jessica.“Aku memang ingin penghianat ini mati di tanganku! Kau manusia paling jahat yang pernah kutemui! Bahkan demi kamu aku hampir saja kehilangan keluarga yang begitu menyayangiku! Aku merasa menjadi manusia paling bodoh di dunia ini! Sekarang, enyahlah kau dari bumi ini, wanita menjijikkan!” Elang semakin kalap. Dia menekan leher Jessica lebih keras, hingga membuat gadis itu benar-benar tak bisa bernapas.“Elang! Jangan bertindak bodoh! Lepaskan Jessica!” Baskoro berusaha melepaskan Jessica dari cengkeraman putranya.“Diam, Pah! Aku benar-benar menjadi manusia bodoh yang dipecundangi oleh gadis menjijikkan itu! Aku berterimakasih pada Papah karena sudah memberitahukan hal ini!”“Tapi Papah memberitahumu bukan untuk membunuhnya! kalau itu terjadi dan kau masuk penjara bagaimana dengan karir, mamahmu dan juga Zahra? siapa yang akan melindungi istrimu?!” Baskoro berusaha meredam am
“Lia?! Apa kabar?”“Alhamdulillah baik, Mbak!”Keduanya berpelukan dengan erat. Terpancar sinar kebahagiaan dari wajah wanita berhijab itu.“Silakan duduk.” Zahra menarik bangku untuk tamu specialnya.“Terimakasih, Mbak.”“Iya. Sama-sama.”Kemudian Zahra mengambil tempat duduk di seberang. Kini keduanya saling berhadapan.“Oh, ya. Kamu mau pesan apa?” Zahra memberikan buku menu kepada Lia.“Avocado juice sama manggo and banana smoothies.” Jawab Lia sembari mendorong perlahan buku menu tanpa membacanya.“Oke. Untuk makan siangnya kamu mau pesan apa?”“Itu saja sudah cukup, Mbak. Bagiku itu sudah menjadi menu untuk makan siangku.”“Apa kau tidak makan nasi?’ Zahra bertanya penuh selidik sembari menatap tubuh Lia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Body yang sangat sempurna dan ideal. Wajahnya juga terlihat bersih dan cerah.“Aku lagi mengurangi karbo, Mbak. Sudah lama tidak makan nasi. Semenjak Mas Budi ketahuan ada benjolan di kepala dan juga riwayat diabetes dan hipertensi dari almar
Elang terperanjat. Pria itu tak mengira jika akan mendapat pertanyaan yang begitu menohok. Sesaat hanya bisa terdiam. Mengenang masa itu hanya akan membuat luka lama yang sudah terkubur, kembali terbuka.“Kenapa diam?!” pertanyaan sang istri membuyarkan lamunan.“Tidak ada apa-apa di antara kami. Yang aku tahu dia itu adiknya Budi. Betul’kan?” Elang berkilah. Dia berusaha untuk menghindar dari pertanyaan.“Itu benar. Yang aku tanyakan hubungan di antara kalian!” Zahra mempertegas pertanyannya.Elang menarik napas dalam. Dadanya terasa sesak seolah tak ada oksigen yang masuk ke dalam organ pernafasannya.“Sudahlah. Aku mau mandi dulu!” Elang menepuk pipi sang istri dengan lembut dan senyum yang sedikit dipaksakan.“Elang! Jangan menghindar! Jujurlah dan jawab pertanyaanku!” Zahra mencekal pergelangan tangan suaminya dengan sedikit meninggikan ucapan.“Aku sudah menjawabnya! Apa lagi yang harus dijawab!” Elang mengibaskan tangannya dengan kasar hingga terlepas dari genggaman tangan sang
Gadis berparas ayu nan anggun itu menghentikan langkah saat mendengar seseorang yang memanggil namanya. Kini tatapan matanya tertuju ke arah suara yang memanggilnya. Sejenak mengamati wajah Zahra yang kini semakin pucat dan tirus. “Mbak Zahra?!”“Iya. Kau masih mengenaliku, Lia?” tanya Zahra dengan wajah berbinar.“Tentu saja. Apa kabar, Mbak?”“Kabar baik. Kamu sendiri bagaimana?”“Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Mmm ... sepertinya Mbak terlihat lebih langsing. Dan membuatku hampir saja tak mengenali Mbak.” Gadis cantik itu ternyata bukan hanya cantik pada parasnya saja. Melainkan juga mempunyai sopan santun dan etika yang baik. Walau dari melihat fisiknya saja dia tahu jika wanita di hadapannya sedang tidak baik-baik saja. Namun ucapannya tidak menyinggung perasaan.“Bilang saja kurus kering, karena tubuhku ini sedang digerogoti oleh penyakit yang berbahaya,” jawab Zahra dengan tersenyum kecut. Ada rasa nyeri yang berarang di dada.Zahra tahu jika Lia tak ingin menyakiti perasaan
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu, Elang! Aku yang sekarang bukan lagi istri yang bisa kau banggakan. Aku kini penyakitan dan tidak cantik lagi. Bahkan nanti setelah kemoterapy, rambutku akan mengalami kerontokan. Aku takkan cantik lagi. Dan aku yakin kau akan jijik denganku dan pasti meninggalkanku. Setidaknya jika kau menikah sekarang, aku takkan lebih sakit hati jika masa itu datang. Aku tak mau kau meninggalkanku di saat aku terpuruk.” Zahra menangis terisak. Dia tak sanggup lagi membayangkan jika lelaki yang dicinta akan pergi meninggalkannya.Elang mendekap sang istri dan mengecup puncak kepalanya.“Sayang, aku berjanji kepadamu kalau aku takkan pernah meninggalkanmu dalam keadaan apapun. Hanya maut yang dapat memisahkan kita. Aku mohon percayalah padaku, Sayang.”Zahra semakin terisak. Dalam pelukan lelakinya dia menumpahkan segala kesedihan dan rasa takut. “Aku takut kalau aku akan meninggal, Lang!”“Istighfar. Semua makhluk bernyawa pasti akan pergi meninggal
Zahra dan suami selesai menunaikan ibadah sholat tahajud. Keduanya memanjatkan do’a kepada sang pencipta.Elang berdo’a untuk kesembuhan sang istri tercinta. Hanya itu harapan terbesar satu-satunya untuk saat ini. Tak ada keinginan lain selain kesembuhan sang bidadari.Zahra pun sama khusyuknya dalam berdo’a. Do’a yang dipanjatkan tak hanya untuk dirinya sendiri. Tak lupa pula dia memohon kepada sang pencipta untuk kebahagiaan suaminya. Terutama dengan syarat yang akan diajukan olehnya untuk sang suami.Zahra sudah memikirkan matang tentang rencananya. Setelah melalui pemikiran panjang, keputusan terberat harus di ambil demi sang suami. Semoga saja ini yang terbaik untuk semuanya.“Sayang. Apa kau sudah selesai berdo’a?” pertanyaan Elang membuat Zahra terkejut.“Sudah,” jawab Zahra dengan gugup sembari mengecup punggung tangan suaminya.“Apa kau akan membicarakan syarat yang kau ajukan sekarang atau nanti?’ Elang menembak langsung dengan pertanyaan. Dia memang tak bisa berbasa-basi da
Elang berdo’a dengan begitu khusyuk. Dia sangat berharap jika Tuhan mengabulkan do’a untuk kesembuhan istrinya. Di setiap rintihan do’a tiada henti menyebut nama istri tercinta.Dalam jarak yang tak terlalu jauh, sayup terdengar suara seorang pria yang cukup familiar di telinga Elang. Do’a yang dipanjatkan begitu tulus dan menggugah jiwa.Elang menajamkan telinga untuk mendengar do’a yang membuatnya larut dalam kesedihan. Do’a seorang ayah yang berharap untuk kesembuhan putrinya.“Ya. Alloh. Hamba mohon berikanlah kesembuhan untuk putri hamba. Dia adalah separuh dari nyawa yang ada dalam raga ini. Hamba tak sanggup melihat putri hamba menderita. Jika Engkau berkenan, Hamba bersedia menukar nyawa hamba demi kesembuhannya. Hamba ikhlas Ya Alloh. Hamba ikhlas.” Suara pria itu bergetar dalam isak tangis. Dia pun bersujud dan menumpahkan kesedihan di atas sajadah yang membentang.Elang terkejut mendengar do’a dari insan yang penuh harap. Dia menyadari jika suara itu milik ayah mertuanya. K
Zahra sudah menjalani serangkaian tes sebelum operasi. Dia berusaha untuk tegar dan tak terlihat sedih di mata suaminya. Namun pandangan kosong tak mampu menyembunyikan rasa sedih yang tergambar jelas pada mata sayunya.Gadis cantik itu bersandar pada dinding pembatas balkon yang berada di depan kamarnya. Udara pagi yang begitu bersih mampu menyegarkan pikiran.Biasanya di pagi hari, dia selalu berolahraga bersama suami. Namun semenjak mengetahui ada kista dalam tubuhnya, membuat semangatnya untuk beraktifitas menurun. Bahkan semangat hidupnya ikut menurun hingga sangat mempengaruhi kualitas sexualitasnya.Untuk sementara, Zahra mengambil cuti dari pekerjaan. Dia akan fokus untuk pengobatan penyakitnya.“Sayang, kamu sedang apa?” Elang memeluk pinggang mungil sang istri dari arah belakang. Pria itu tetap romantis walaupun tubuh istrinya tak seindah dulu.“Elang. Aku hanya ingin menghirup udara pagi dan berjemur di sini. Kamu tidak olah raga?” Zahra membalikkan badan. Kini keduanya sal
Zahra mendatangi dr. Arumi untuk memeriksakan diri. Tentunya ditemani oleh suami yang sangat setia.“Bagaimana, Dok? Apa saya hamil?” tanya Zahra saat baru saja selesai diperiksa oleh dr. Arumi.“Tidak. Anda tidak hamil.”“Lalu, kenapa Saya tidak menstruasi?”“Sudah berapa lama Anda tidak menstruasi?” tanya dr. Arumi.“Tiga bulan, Dok.” Jawab Zahra dengan singkat.Dr. Arumi menarik napas panjang sepertinya ada sesuatu yang menyesakkan dada.“Seharusnya Anda bisa datang ke sini lebih awal. Minimal setelah tahu bahwa Anda terlambat datang bulan di bulan pertama.”“Memangnya kenapa, Dok?” Zahra bertanya dengan cemas. Walau dia sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan dokter pribadinya.“Begini, dr. Zahra. Saya harus menyampaikan hal ini walau kurang mengenakkan.”“Bagaimana, dok? Tolong katakan dengan jelas!” Zahra terlihat mulai gelisah. Dia menatap ke arah suaminya.Elang hanya bisa tersenyum dan menggenggam erat jemari sang istri. Pria itu berusaha menguatkan istrinya. Walau sesun
“Bagaimana dengan kondisi rahim saya, Dok? Apa kecelakaan yang menimpa saya beberapa waktu lalu berpengaruh terhadap rahim saya?” dan apa Saya bisa hamil lagi dengan segera?” tanya Zahra kepada dr. Arumi setelah selesai menjalani pemeriksaan.“Sabar, Sayang. Nanya’nya satu-satu.” Elang berkata lirih kepada sang istri.“Iya. Maaf.”“Silakan duduk.’” Dr. Arumi mempersilakan Zahra dan suaminya duduk.“Begini, dr. Zahra. secara keseluruhan kondisi rahim Anda cukup baik. Namun karena Anda baru saja melahirkan secara operasi, ada baiknya Anda menunda hingga tiga atau empat tahun ke depan. Saya rasa sebagai dokter, Anda tahu resikonya.”“Iya. Sebenarnya saya tahu, Dok. Hanya saja, saya ingin sekali segera punya anak lagi.”“Saran saya, lebih baik dokter menikmati masa-masa indah dulu bersama suami. Dan jangan terlalu memikirkan hal ini, hingga bisa membuat anda tertekan. Saya tahu kehilangan seorang anak tidaklah mudah. Namun Anda harus bisa segera bangkit dan membuang semua beban yang ada d