Hari ini cuma bisa dua ya :)) Ada acara sampai sore rupanya :))
Yang menyambut tentu saja adalah matahari. Terik, menyengat dan membakar kulit, begitu Zoe turun dari pesawat di Vallarta. Kota yang terletak sekitar lima ratus kilo arah timur Mexico City. Membuat Zoe menyesal tidak membawa kacamata hitam, mengabaikan saran Wolf.Kini ia hanya bisa mengernyit saat berpindah dari pesawat ke dalam mobil. Zoe kini mengerti kenapa mereka memerlukan sombrero di sini. Topi itu cocok untuk menghalau matahari.Zoe tidak masalah menerima matahari, berharap mendapat sedikit warna untuk kulitnya, tapi matahari itu membuatnya pusing, saat mencoba menatap langit biru terang dan awan yang lembut itu.“Ini. Mungkin akan terlalu besar untukmu, karena ukuran wajah kita berbeda, tapi lebih baik daripada kau terus mengernyit seperti itu.”Wolf memasangkan kacamata hitam ke wajah Zoe yang langsung merasa cuaca berubah mendung. Ia tidak menegur meski jelas kalau kesulitan itu adalah hasil dari Zoe yang membandel karena tidak ingin mendapat garis perbedaan warna kulit di
“PANTAI!” Zoe bisa tampak lebih hidup setelah matanya menangkap pemandangan air biru dan juga pasir putih membentang yang ada di dekat hotel tempat mereka menginap. Tentu saja Wolf memilih resort yang paling dekat dengan pantai agar mereka bisa menikmati apa yang ditawarkan oleh kota Vallarta itu dengan maksimal. “Untung aku membawa pakaian renang lebih dari satu,” kata Zoe. Tujuan utama Zoe adalah itu, berenang di laut biru itu nanti. “Mereka mempunyai pantai khusus yang bisa dipakai oleh tamu yang menyewa kamar VVIP dengan bebas. Terpisah dari pantai yang dipakai untuk pengunjung umum. Dan sudah pasti suamimu ini telah membooking kamar VVIP agar kau bisa dengan bebas memakai semua fasilitas pantai itu,” kata Wolf, benar-benar menepuk dada untuk menyombong. Zoe mengabaikan itu, dan melompat untuk merangkul lehernya, lalu memberi kecupan di kedua pipi Wolf. “Suamiku yang hebat ini memang sangat pengertian,” ujar Zoe. “Hanya di pipi? Setelah aku mengeluarkan begitu banyak uang unt
“You’re incredibly cute!” Zoe berseru sambil mengulurkan tangan untuk menyentuh pipi Mavis—yang tengah tersenyum memperlihatkan dua gigi seri yang dimilikinya, karena gemas, tapi tangan Dustin mencegah dengan dorongan.“Tidak, kau akan membuatnya menangis!” Dustin dengan cekatan mengangkat Mavis yang sedang duduk di atas pasir—di samping Lili, membawanya menjauh. Memindahkannya lebih dengan dengan air.“Aku tidak akan menyakitinya! Astaga!” Zoe membelalak melihat sikap agresif Dustin itu. Sementara Lili menggeleng dengan wajah menyesal, tapi ia membiarkan Dustin membawa adiknya menjauh.“Jangankan kau, aku saja terkadang tidak boleh menyentuhnya. Bayangkan itu. Aku ibunya—aku yang mengeluarkannya dengan kesakitan dan lainnya, tapi Dustin yang menguasainya.” Lili mengeluh. Tapi keluhan itu tidak serius. Zoe tidak melihat Lili benar-benar marah. Meski mengeluh, tapi matanya tidak tampak jengkel. Lili bahkan tersenyum setelah itu, sambil memandang bagaimana Dustin tertawa saat Mavis m
Lili malah mulai merencanakan detail jika kemungkinan buruk itu terjadi. Dan tentu Zoe tertawa mendengar kemungkinan itu. Rencana yang hebat, karena dalam kepala Zoe mulai membentuk skenario untuk mengatasi yang terburuk.Katakanlah namanya hancur—tidak bisa lagi menjadi penyanyi, dan Wolf pun tidak lagi dipandang kredibilitasnya, mereka tidak akan miskin. Paling tidak masih ada warisan Ayah Wolf sebagai jalan keluar terakhir. Zoe juga sudah mulai mendapatkan uang tentu.“Saranku, kau bicara saja pada Wolf,” kata Lili.Ia tidak lagi menyebut masalah itu sebagai simulasi, karena tentu saja paham kalau Zoe sedang mencoba mencari jawaban atas masalah yang terjadi antara dirinya dan Wolf.“Aku akan mencobanya.” Zoe sangat ragu untuk membicarakan hal itu dengan Wolf, karena ia punya bayangan kalau Wolf mungkin akan melakukan hal yang terlalu nekat—mungkin tidak sampai membunuh Emily, tapi bisa saja yang melakukan sesuatu yang malah membuat masalah itu semakin runyam.“Dan di mana mereka? B
“Kau ingin kemana?” Wolf heran saat melihat Zoe masih memakai gaun dan juga outer yang dipakainya untuk turun makan malam tadi, saat ia keluar dari kamar mandi.“Kita akan berjalan-jalan di pantai. Menikmati udara malam.” Zoe menunjuk area pantai yang tentu gelap.“Tidak. Tidak ada kita yang seperti itu. Kita akan menikmati ini berdua.” Wolf menolak dan menunjuk ke arah ranjang.“Tidak. Kita akan berjalan-jalan di pantai.” Zoe menegaskan sambil membuka pintu yang akan membawa mereka ke teras. Ada tangga batu di ujung teras itu, yang tentu berakhir di pantai.“Kenapa harus berjalan-jalan?” Wolf memprotes karena jelas tidak akan tergoda pada kegiatan yang tidak melibatkan ranjang saat ini.“Karena aku ingin.” Zoe dengan gesit membuka pintu dan mendahului keluar.“Kau bahkan tidak bisa berjemur lagi. Untuk apa kita ke pantai?” Wolf menggerutu, tapi tidak mungkin membiarkan Zoe sendirian ke pantai.“Oh, sejuk sekali.” Wolf bergumam saat berhasil menyusul Zoe yang telah berjalan menyusuri
“Tapi itu berarti kau kehilangan hal yang kau bangun dengan susah payah, kau harus mengulang seluruh kerja keras bertahun-tahun.” Zoe masih khawatir. “Lalu kenapa memang? Kesulitan itu tidak membuatku mati dulu. Aku masih hidup sampai sekarang. Aku akan bekerja keras lagi, aku akan mengulang. Aku lebih berpengalaman, jadi seharusnya lebih mudah untuk membangunnya lagi. Bukan sesuatu yang sulit.” Wolf mengelus pipi Zoe, dan mendorong sudut bibirnya. Ingin Zoe menghapus gelisah di wajahnya, memaksanya tersenyum. “Yang sulit adalah menemukan wanita sepertimu—yang bisa dengan berani mengajakku untuk menikah, mesti tahu aku bukanlah pria yang cocok untuk dijadikan suami—ini pendapat global dari para wanita yang pernah tidur denganku.” Zoe yang sudah hampir merasa tersentuh, tentu saja harus tertawa mendengar kata-kata itu. Tidak menyangka Wolf akan membicarakan topik semacam itu dengan para wanita itu. “Kau serius bertanya tentang hal ini pada mereka pada wanita yang pernah tidur deng
“Berani sekali membuka memanggilku setelah jam tidur, dan memintaku menemuimu di bar! Apa kau gila?!”Clay tentu marah pada Wolf yang tiba-tiba saja memintanya untuk keluar dari kamar. Apalagi setelah tahu tujuannya adalah bar.“Kau mengomel tapi kau datang juga.” Wolf sambil mengulurkan minuman yang berwarna seperti air laut biru pada Clay.“Aku datang untuk menyelamatkanmu! Kalau sampai Zoe tahu kau berkunjung ke bar setelah dia tidur, maka kau akan mendapat masalah besar!” sergah Clay.“Dan kau tidak akan mendapat masalah dari Lili?” Wolf bertanya balik karena tentu masalah mereka akan sama.“Pokoknya cepat katakan ada apa.” Clay duduk di hadapan Wolf, sedikit menutupi telinganya karena bar itu cukup ramai. Ada live music yang memperlihatkan tarian tradisional Meksiko.“Wanita setan itu datang lagi,” kata Wolf sambil menghabiskan minuman pesanannya yang memang porsi kecil.“Wanita setan yang mana dulu? Kau terlalu banyak….Oh, Fuck! Yang itu? Ibu tirimu?” Clay yang tadinya tidak ter
“Apa tadi malam kau minum?” Zoe mendorong tubuh Wolf agar kembali berbaring, dan mengendus dadanya----sekitar lehernya. Memeriksa karena ia mencium jejak aroma alkohol saat bangun. Tadi malam mereka tidak minum alkohol, menyesuaikan karena alkohol terlarang untuk Lili. “Hanya sedikit. Aku perlu membicarakan sesuatu dengannya. Kami tidak melakukan apapun. Jangan salah paham.” Wolf mengangkat tangan, lalu melepaskan kemeja santai yang dipakainya tadi malam. Ia tidak minum terlalu banyak, tapi alkohol yang diminumnya cukup kuat. Karena itu Wolf langsung tidur tanpa berganti baju, karena sudah setengah mabuk. Sekarang pun kepalanya juga sakit. Minuman biru itu berbahaya rupanya. “Kalian membicarakan apa?” Zoe tidak curiga, hanya heran. “Ini dan itu. Mengenang masa lalu.” Wolf tidak berbohong. Mereka membicarakan Emily dan masalah Lili yang telah lalu. “Ho… Apa kalian mengenang masa dimana bisa menunjuk dan wanita akan mengikutimu?” sindir Zoe, sambil meraih permen milik Wolf dan mem
“LORIA MOREAU!”Zoe diam. Ia mendengar namanya, tapi tidak percaya kalau nama itu miliknya.“Wake up, Baby. And smile. It’s your’s.” (Bangun dan tersenyumlah. Piala itu milikmu)Bisikan Wolf itu akhirnya memunculkan emosi. Zoe memerah karena haru, baru bisa berdiri saat Wolf membantunya. Sayang Wolf tidak bisa mengantarnya ke panggung.Untungnya ada tangan Syanne yang membantunya, lalu Jacob yang ada paling dekat dengan panggung, membantunya meniti tangga agar sampai di atas.Zoe beberapa kali mengucapkan terima kasih pada orang yang mengulurka piala miliknya, sebelum akhirnya berdiri di hadapan mic untuk menyampaikan sambutan.Zoe menghela napas beberapa kali, menghapus air mata dan akhirnya bisa menatap ke arah kamera dan penonton—yang menunggunya dengan sabar.“Ini hal yang tidak pernah saya impikan, berdiri di sini dan menerima ini.” Zoe menatap piala yang ada di tangannya sekali lagi dan tersenyum.“Saya… sempat mengubur impian ini. Tidak lagi berharap untuk bisa bernyanyi—apalagi
“Zoe, tunggu. Apa hanya seperti ini?” Max terlihat kembali akan menyentuh tangan Zoe, tapi ditepis. “Zoe, kita punya masa lalu, dan…” “Exactly! Masa lalu yang sudah tidak signifikan lagi karena aku sudah menemukan masa depan yang indah. Tidak lagi menjadi kacung yang kau anggap seperti kain kotor!” Bentakan yang membuat Max terdiam dan kembali menunduk meremas tangannya. Zoe tidak lagi peduli apakah orang lain mendengarnya atau tidak. Ia ingin Max mengerti agar tidak lagi berusaha. “Kembalilah ke liang dimana kau berada, dan silahkan mengingat kenapa kau dulu memilih untuk membiarkanku mati. Agar kau sadar kenapa aku tidak akan pernah berkelas kasihan padamu!” Zoe menyambar kacamata hitam yang ada di meja lalu memakainya dan berjalan keluar. Urusannya berakhir. Ia kemarin juga sudah menolak permintaan Iris yang berusaha menghubunginya dari penjara. Zoe tidak ingin merusak harinya dengan mendengar omong kosong. Sedangkan Billy—ia tidak mencoba sama sekali. Diantara mereka bertiga
Zoe melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh Wolf. Ia tidak akan berbohong, tapi akan mengatakannya nanti setelah selesai. Zoe ingin menyelesaikan ini sendiri tanpa campur tangan orang lain.Tentu saja tidak mudah. Ia melangkah dengan hati gelisah. Zoe beberapa kali menggeser kacamata hitam yang ada di atas hidung, sementara tangan yang lain menenteng bunga dan box hadiah berwarna pink yang cantik.Zoe gelisah karena tahu ia akan dikenali saat masuk nanti. Tapi sudah pasrah. Tidak mungkin juga menyembunyikan identitasnya sekarang—mengingat orang yang akan ditemuinya.Zoe menghampiri loket setelah ia menuliskan nama dan nomor tahanan di selembar formulir, dan menyerahkannya.“Silahkan tunggu di sana. Nanti akan kami panggil,” kata sipir penjara yang ada di belakang loket.Ia menatap Zoe beberapa kali saat ada sipir lain yang memeriksa bawaan Zoe—memastikan tidak ada benda terlarang diselundupkan, melirik untuk memastikan—bahkan membaca namanya yang ada di formulir, tapi tidak ber
“Ini.” Wolf menyerahkan cangkir pada Zoe. Zoe ingin menerima tapi tangannya masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya. “Cliff benar-benar belum punya kekasih bukan?” tanya Zoe. “Hm? Untuk apa kau bertanya?” Wolf mengernyit curiga tentu.“Untuk Sara. Ia ingin meyakinkan karena tidak percaya pria seperti Cliff masih single.” Zoe mendecak sambil menunjukkan pesan yang dikirim oleh Sara untuknya. Menunjukkan kalau ia tidak berbohong. Ia memang bertanya untuk Sara bukan untuk dirinya. “Belum. Kata Clay ia sempat punya—wartawan atau MC, aku lupa. Tapi putus saat Cliff akan pindah dan ke sini. Entah dia pindah lalu mereka putus, atau putus dan baru pindah.” Wolf hanya mengulang kata-kata Clay tentu. Dan kini Zoe mengulangnya dalam bentuk pesan untuk Sara, dan mengirimnya agar tenang. “Bagaimana kau bisa tahu detail ini?” Setelah mengirim pesan dan mengambil cangkir bagiannya Zoe bertanya dengan heran. Pengetahuan itu terlalu mendetail—terutama saat berasal dari Wolf yang bias
“Tapi seharusnya dia ada di penjara…”Max mengingkari kenyataan sekali lagi. Baginya Loria masih tidak mungkin Zoe karena seharusnya ia ada di dalam penjara.“Tololmu tidak ada habisnya!” Billy menggebrak meja dan mengamuk. Mencekik leher Max dengan tangannya yang terborgol. Tentu saja segera terjadi keributan dan teriakan saat polisi yang berjaga menerjang Billy melumpuhkannya ke lantai.Tapi rupanya Billy benar-benar marah pada Max, karena ia masih memberontak dan memaki pada Max, meski ia sudah ada dalam posisi menelungkup.“DASAR OTAK UDANG! KEPALAMU ITU…”“SILENCE!”Bentakan Billy kalah dari hakim yang berseru menggelegar. Tidak hanya Billy yang terdiam, wartawan dan penonton yang ribut pun diam. “Sekali lagi ada yang mengganggu aku akan menjadwalkan ulang sidang ini! PAHAM?!”Sunyinya ruangan itu, hanya berarti mereka semua mengerti. “Bawa keluar. Mr. Dacosta, saya akan memastikan tindakan ini akan masuk dalam dakwaan Anda. Penyerangan, tindak tidak sopan dan mengganggu keter
Jaksa itu memulai dengan pertanyaan standar, tentang latar belakang Sara—pendidikan, berapa lama ia telah menjadi psikiater dan lain sebagainya. Baru setelah itu ia menyebut tentang Zoe. “Sejak kapan Ms. Zoe Anderson menjadi pasien Anda?” tanya Jaksa. “Lebih dari setahun.” Sara menjawab dengan jelas. Tidak terlihat lagi mode ceria yang biasa dipakainya saat berhadapan dengan pasien. “Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan Ms. Anderson saat itu?” “Zoe datang dengan keinginan untuk sembuh, karena ia menderita trauma berat yang sangat terlihat dan membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan yang normal.” “Bisa tolong jelaskan lebih lanjut tentang trauma itu?” Sara mengangguk. Tenang karena semua sesuai dengan perkiraan yang diberikan Cliff. “Zoe datang dalam keadaan tidak bisa bicara, tapi hasil pemeriksaan dokter memperlihatkan kalau Zoe tidak menderita luka fisik lagi. Semua syarafnya normal tanpa gangguan, maka bisa dipastikan kalau keadaan tidak bisa bicara itu adalah hasil lain da
“Itu… Aneh. Kau jangan bercanda!” Iris menggeleng keras sambil menatap Zoe dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berusaha mengenali sosoknya sebagai orang yang sama—dengan yang dilihatnya dulu saat bersama dengan Max.“Apa aku pernah bercanda saat bicara denganmu?”Wolf membalas dengan datar sambil menarik kursi untuk Zoe. Kursi yang paling jauh dari Iris. Ia masih kehilangan kata-kata dan terus memandang Zoe.“Kau benar-benar Zoe Anderson?” Iris masih melotot ke arah Zoe.“Ya, sebelum mengubah nama menjadi Loria Moreau, itu adalah namaku juga.” Zoe membalas dengan tenang. Kegugupan yang tadi menghantui tidak lagi ada.Pertemuan dengan Iris itu mungkin tidak terduga dan nyaris menyebalkan, tapi Zoe merasa mendapat kekuatan, karena sangat sadar kalau ia saat ini berada di atas.Melihat Iris yang terkejut, Zoe merasakan kepuasan. Kemenangan karena berhasil menunjukkan dirinya yang baru kepada Iria. Bukan lagi perempuan kumal yang dulu ditemuinya—dan diabaikan karena dianggap tidak setara
Zoe mengusap rock dan blazernya yang berwarna cream netral. Pilihan dari Darcy agar Zoe tidak tampak mengintimidasi maupun muram. Ia tengah merasa gugup karena dari kejauhan bisa melihat bagaimana wartawan berkerumun di depan pengadilan. Mreka tentu saja menunggu sosok Zoe Anderson yang sama sekali misterius. Tidak ada yang memuat gambar Zoe dalam berita, karena memang tidak ada dokumentasi apapun dari kasus Zoe. Dulu Zoe terluka dan ada di rumah sakit, jadi sama sekali tidak menghadiri pengadilan sebagai tersangka. Tidak ada yang merekam wajahnya maupun tertarik untuk mencari tahu di rumah sakit karena kasus itu sangat jelas membuatnya menjadi tersangka. Zoe juga mengusap rambutnya yang berwarna kembali pirang. Ia tidak memakai wig hari ini. Pertama kalinya ia akan muncul tanpa rambut hitam—dan sejujurnya membuat Zoe lebih gugup lagi. Seolah melepaskan topeng yang selama ini melindunginya. Zoe akan menjadi Zoe di hadapan orang banyak, bukan lagi Loria. “Mereka akan terpesona pada
“Dia ingin menyelamatkan diri! Licik sekali!” Wolf mendesis kesal.Sudah jelas dari pernyataan Iris itu terlihat kalau ia memang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyalahkan Max dan juga Billy.“Ia membuat mereka terkesan menekan dirinya untuk menyembunyikan kenyataan tentang Zoe. Iris lalu memakai alasan tekanan itu dan menjadikannya terlihat sebagai alasan semua perbuatan anehnya kemarin. Ia bersembunyi dari kesalahan dengan memakai alasan kesehatan mental.” Sara menggeleng dan tampak jengkel. Tentulah ia kesal saat ada orang yang menjadikan kesehatan mental sebagai kebohongan.“Dia berhasil keluar memakai sekoci sebelum kapalnya benar-benar karam.” Cliff memandang Iris yang terus terisak dan menangis diantara kata-katanya.“Tidak masalah. Biarkan saja,” kata Zoe sambil bersedekap dan menatap ke arah televiisi tanpa berkedip.“Apa maksudmu biarkan saja? Dia berbohong lagi!” Wolf juga menunjuk ke arah televisi dengan wajah tidak terima.“Setidaknya dia telah jujur, ba