"Mas Dimas, cepat, meja lantai dua pesanan dari tadi belum siap, Mas kerjakan saja dulu, mereka adalah orang penting di kota ini, semoga saja mereka tidak kecewa karena pelayanan restoran ini yang lambat!" Terdengar suara pramusaji berbicara padanya dari jendela penghubung dapur dan luar."Tunggu ya, saya masih harus menyiapkan pesanan dari meja utama."Aisyah yang memiliki skill memasak handal berinisiatif untuk membantu mereka.Dia tidak akan tega melihat mereka kocar kacir berusaha keras menyajikan pesanan tepat waktu, sementara pekerja kurang personil."Akan aku siapkan, Tunjukkan pesanan mereka padaku!!' Aisyah menengadahkan tangan meminta bill putih padanya.Koki sejenak menghentikan pekerjaannya dan berkata, "Jangan Ibu Aisyah, Anda tidak pantas di dapur.""Ah ... Kamu jangan merendahkan kemampuan saya ya Dimas," sindir Aisyah tidak terima."Bukan seperti itu, Bu. Anda disini Bos, jadi tidak pantas Anda berada di sini terkena asap." Saat ia mengatakan itu, mereka juga berharap
Saat matanya tidak lepas dari pria yang hampir berada di lantai dasar, barulah ia yakin dengan apa yang dilihatnya.'Astaghfirullah ...' pikir Aisyah."Ayo kita cari meja di sisi ruangan lain!!" ajak Aisyah buru-buru.Exel melihat kepanikan pada raut wajah ibunya. Pandangan wanita itu mengarah pada pria itu. Ya pria itu yang dua kali ini ia temui secara tidak sengaja.'Ada apa dengan Mama? Mama terlihat panik melihat pria itu?! Seakan ada sesuatu diantara mereka,' pikir Exel. "Memang Kenapa, Ma??"Tidak ada waktu untuk ia berjalan pergi bersama, pria itu semakin dekat dengan mereka. "Maaf, Mama harus kebelakang. Terserah kalian bisa makan disini—" dengan tergesa-gesa Aisyah pergi, sebelum Adam melihatnya. Ia berniat bersembunyi."Hai Om— mau kemana Anda? Katanya ada meeting? Apa sudah selesai pekerjaan Anda??" Exel terlihat sangat ramah padanya."Belum, Kalian tahu dimana dapur restoran ini?" tanya Adam. Memang terkesan buang waktu untuk keinginan yang menurutnya aneh.Exel tidak se
"Exel awas!!!"Adam mencoba berlari sekuat tenaganya, tidak perduli apapun yang ia lewati mengenai tubuhnya."Exel awas!!" lagi, Adam berteriak sekuatnya.Terlihat anak itu mendengarkan teriakan Adam dan melihat ke sisi lain arah. Ia panik dan tidak dapat berkutik. Brak!!"Exell!!!!"*****"Cepat Dok! Tangani segera anak ini! Ia banyak mengeluarkan darah!" Adam membawa tubuh kecil Exel dalam gendongannya.Segera beberapa dokter dan perawat mendorong ranjang pasien, dan mereka lekas membawanya ke IGD."Ya Allah .... Selamatkan Tuan Muda ...." Terdengar Pak Hidayat berada di sebelah Adam dalam ketakutan."Apakah Anda supir Exel??" tanya Adam. "Iy-Iya Pak!!" Jawabnya terbata. "Bagaimana bisa anak sekecil Exel Anda biarkan berjalan sendiri di jalan seperti tadi??" Adam tidak sabar pada pria itu."Maaf Pak. Saya sudah berniat mengantarkan, tapi Tuan sangat keras kepala. Ada sesuatu yang harus ia kerjakan sendiri, begitu katanya. Dan ini memang kesalahan saya, Pak." Terlihat wajah pria i
Setelah Adam selesai dengan hujatannya — ia meninggalkan tempat itu.Langkahnya berat untuk melangkah, namun egoisme nya melebihi apapun. Saat ia berkata, dalam istilah membuang ludah tak akan mungkin ia jilat kembali.Seperti itulah sikap Adam. Keras dan tidak mudah untuk di lunakkan. Saat berkata demikian maka ia harus melakukannya. Meski pikiran dan hati kadang tidak sinkron. Adam tetap pada pendiriannya. Entah kapan sifat itu dapat diubahnya.Setelah jauh kakinya meninggalkan rumah sakit, Adam menaiki mobilnya dan melesat jauh. Di kursi belakang masih terlihat darah segar diatas kursi.Wajah Exel terbayang kembali dalam pikiran Adam. Wajah Indo menggemaskan itu, membuat Adam sedikit luruh.Pria kecil dengan kecerdasan lebih, melihat wajahnya yang tampan mirip dengannya saat kecil dulu. "Shitt!! Aku tidak boleh memikirkan anak itu!! Dia anak hasil perselingkuhan Aisyah!! Sungguh menjijikan melihat mereka!! Brengs*k!! Kenapa aku harus donor darah padanya!! Jika aku tahu, aku akan
"Ma ... "Terdengar lirih, Exel memanggil Aisyah. Keduanya bergegas mendekat ke ranjang Exel."Sayang ... Kau telah sadar, Nak." Aisyah membelai pelan rambutnya. Kepalanya di balut perban, beberapa jahitan terpaksa dilakukan oleh dokter karena luka pria kecil itu serius.Kedua retina mengedarkan pandang ke seluruh sisi ruang, tampaknya Exel sedang mencari seseorang—yang Aisyah dan Ryan pun tidak ketahui."Jagoan kecil, kau sedang mencari siapa?" tanya Ryan heran.Exel menggeleng kepala, "Tidak, lupakan saja Om."Ryan memberi saran, "Exel, Jika kamu mau bermain detektif-detektifan lebih baik ajak Om Ryan, jangan bermain sendiri. Bahaya!!" "..." Exel tidak merespon."Sudah Ryan! Jangan dilanjutkan—Exel baru sadar, jangan memberikan beban pikiran untuknya. Biar dia sehat dulu," suruh Aisyah."Hmm ... Oke, kalu kau sembuh permintaan apapun, akan Om penuhi," Ryan mengangkat jari kelingkingnya memberikan sebuah janji."Permintaan apapun??" Exel mengulang."Ya, Om janji!!" kata Ryan.Sement
Maliana mendadak berkeringat dingin. Entah apa yang dipikirkannya saat ini. Ketakutan berlebihan menyerang emosinya.Kehadiran pria itu—sahabat Dewa dulu, membuat hidupnya tidak tenang. Akan di mulai hari ini. Setelah sekian lama ia tidak berjumpa dengannya. Yang ia ketahui, pria itu sudah lama berada diluar negeri, ia membuka cabang restoran besar disana. Maliana kira ia akan selamanya menetap disana, dugaan salah. Pria itu kembali ke Indonesia.Ia tidak tenang, Maliana berusaha mengajak Jenny mencari restoran yang lainnya. Jenny menolaknya. Menantunya itu masih penasaran dengan masakan di restoran yang baru viral beberapa bulan terakhir.Setelah semua makanan tersaji di atas meja, Jenny mulai menyantapnya dengan semangat. Melirik ke arah sang mertua. Dari wajahnya tampak gusar. "Kenapa melamun, Ma? Tidak selera?" Dengan mengangkat dua alisnya.Maliana memperbaiki wajahnya, dan mencoba mencicipi hidangan pesanan Jenny di hadapannya itu.Melihat beberapa dinner plate dan dessert pl
Dinar kembali menghadang kepergian mereka. "Jangan bawa Papaku!!""Minggir!!" Maliana mendorong tubuh kecilnya hingga jatuh.Ketiga orang yang tidak memiliki perasaan itu pun pergi membawa Henri. Mereka meninggalkan keduanya."Papa ......" Dinar tidak mampu menghalau mereka pergi.Keduanya menyeret tubuh Henri kedalam mobil. Pria itu tidak mampu melawan mereka sendiri. Andai Heri ada bersamanya, setidaknya ia bisa membantunya.Maliana duduk di kursi depan. Sementara dua anak buah mereka, satu memegang kemudi lainnya duduk disamping Henri."Lepas!! Kalian sungguh kejam!!" umpat Henri. "Itu akibatnya jika berani macam-macam terhadapku!!" Maliana mengulas senyum jahatnya."Sebenarnya apakah yang ku perbuat? Hingga kau semurka ini terhadapku!??" Henri masih tidak mengerti."Beberapa hari ini kau mengirimkan pesan ancaman ke nomor pribadiku. Tapi aku tidak bodoh—aku mengetahui jika pesan itu kaulah pengirimnya. Tidak ada orang yang mengetahui rahasiaku selain kau dan Jenny!!" tuduh Malian
"Ma?? Kenapa Mama diam?? Apa itu benar?? Selama ini mama menutupinya dari Exel, jika Papa sudah tidak ada lagi di dunia ini??!" imbuhnya lagi."..." Mulut Aisyah berat untuk berucap. "Ma??" Exel menyadarkan lamunan Aisyah. "Ehm ... " Ia mengatur nafasnya. Dan mulai berkata kembali. "Ya, Exel. Dia adalah Papa. Maaf Mama selama ini menyembunyikan semua dari kamu. Mama tidak ingin kamu bersedih karena kepergian papa. Jadi maafkan Mama selama ini telah berbohong_" Wajah Exel yang semula ceria, berubah sedih. Sudut bibirnya turun. Aisyah tidak tega melihatnya. Segera ia memeluk tubuh Exel erat. 'Maafkan Mama Exel ... Maafkan Mama.'Sungguh hari ini rasanya ia ingin berbicara jujur pada Exel. Kebohongan yang dimulainya akan mendatangkan kebohongan lain. Dan itu tidak akan ada ujungnya.Ia mencium ujung kepala Exel beberapa kali. Linangan air mata menetes bergantian."Ma ... Seharusnya Mama berkata sebenarnya pada Exel. Agar Exel tidak berpikir buruk terhadap Mama. Maafkan Exel selama
Beberapa menit mereka habiskan di dalam cafe. Exel mulai suntuk harus berpura-pura menemani wanita itu. 'Sial. Kapan sih orang itu menyelesaikan tugasnya? Aku sudah tidak tahan lagi,' batin Exel. Selesai makan, ia meletakkan sendok dan pisau di atas plate. Mencoba melihat gawainya belum ada tanda pria suru itu menghubunginya. Beberapa saat kemudian terlihat empat pria bersergam lengkap datang bersama orang suruhan Exel. Exel menaikkan dua sudut bibirnya. "Akhirnya, mereka sampai juga."Ivanna menoleh kebelakang, terdengar suara sedikit mengusik telinganya. Saat mengetahui siapa yang datang, Ivanna gegas berdiri dengan perasan panik.Tidak memberi penjelasan, pria tersebut memborgol dua tangan Ivanna. Wanita itu berusaha melepaskan. "Tunggu!! Kalian mau bawa aku kemana? Kenapa kalian tidak memberiku penjelasan?" Ivanna berusaha melepaskan diri dari pria-pria tersebut. "Jelaskan nanti di kantor polisi, Nona!!!" Salah satu di antara mereka menjawab. Gadis itu melihat ke arah
'Aku akan buat perhitungan. Aku akan gagalkan rencana mereka,' batin Ivanna sambil berjalan, sesekali menatap mereka dengan tatapan bengis.Sementara malam itu Exel mengantarkan Anne pulang. Aisyah memaksa Exel untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, membawa Anne ke rumah ini. Ia harus bisa bertanggung jawab atas anak orang, katanya.Kurang lebih tiga puluh menit mobil Exel akhirnya sampai pada gang rumahnya."Aku mau mampir, boleh gak?" goda Exel."Kau tahu sekarang uda malam banget, kelamaan di rumah kamu sih. Bukannya gak boleh, tapi tahulah aku tidak enakkan sama papa!""I-iya, aku tahu itu. Tapi kamu kan udah izin malam malam di rumahku. Papamu juga ga keberatan. Hih, gak bisa di ajak bercanda!! Ya sudah kamu cepat pulang. Aku tunggu kamu sampai masuk rumah mu!""Terlalu berlebih-lebihan. Lagi pula tinggal nyebrang aja kan? Sana kamu pergi! Terimakasih, ya sudah di antar!" Anne tersipu malu. Ia tidak bisa berlama-lama melihat wajah Exel."Ok!"Beberapa saat kemudian, pria itu
"Exel terserah Mama dan Papa saja.""Alhamdulillah ..."Sementara Anne, "????"'Benarkah yang aku dengar barusan? Terserah mereka? Dalam artian dia setuju dong?! Ah, kacau. Kenapa aku jadi pengen melepaskan senyuman ya. Tahan. Tahan Anne ... Kamu harus bisa menjaga image.'Terlihat pasangan suami isteri tersebut tersenyum bahagia. 'Wah ... Sepertinya aku akan menjadi menantu paling bahagia di keluarga ini.' Anne masih tidak berhenti bicara dalam batinnya.Ia melirik Exel yang duduk dengan tenangnya. Heran, bagaimana bisa ia setenang itu dalam pembahasan masalah masa depannya. Dasar! Pikir Anne. "Mama Aisyah dan Papa Adam akan datang ke rumah Anne besok malam."????Baik Exel maupun Anne terkejut. Mereka saling melihat satu sama lain. Dengan cepat Exel bertanya. "Ma, apa tidak terlalu terburu-buru? Kita bisa bicarakan ini pelan-pelan. Bukan begitu, Anne?!" Exel menatap tajam. Ia harus setuju dengan usulannya."Ya, itu benar. Sepertinya itu terlalu terburu-buru." Anne hanya bisa tersen
Sore itu, Aisyah gegas menyiapkan makan malamnya untuk calon menantu yang di damba sepanjang hari itu. Wajahnya yang berhari-hari terlihat sedih karena tidak dapat bertemu dengan Anne kembali, kini terlihat lebih ceria.Kesehatan Aisyah jauh lebih baik sekarang, semua berkat Anne. Assisten dapurnya membantu kesibukan Aisyah di sana.Dari luar terlihat Anne berjalan masuk, ia mengambil celemek yang tergantung di sebelah pintu dan memakainya. Seperti biasa senyum Aisyah mengembang sempurna."Boleh saya bantu??!" Wajah Anne yang ceria menawarkan diri."Kamu nanti lelah, kamu istirahat saja, Sayang. Kan kamu di rumah ini adalah tamu, jadi lebih baik Anne duduk manis sambil di temani secangkir kopi." Anne tersenyum melihat ucapan ibu Exel ini."Tidak boleh menolak pokoknya, heheh.""Ya sudah silahkan. Bisa masak juga memangnya?""Kalau masak yang mudah sih, bisa Nyonya."Aisyah menatap wajah Anne, lalu mengatakan, "Bisakah kamu panggil saya Mama Aisyah. Ibu rindu dengan Beyza, aku harap k
"Hey!! Kamu kenapa bengong? Aku antar kamu pulang. Biar mobilnya di bawa Supir!" Exel tiba-tiba mengagetkan. "Ah!! Tidak perlu. Kamu datang ke sini saja aku sudah berterima kasih banyak. Jika kamu tidak datang, entahlah nasib kami." Anne berusaha merendahkan diri."Eh, tapi. Kamu harus bayar mahal!!" Lanjutnya.Exel mengerutkan keningnya. "Apa yang kudu aku bayar?!""Itu tadi, kamu meluk aku! Memang aku wanita apaan?" "Sudahlah lupakan. Aku hanya ingin wanita gatal itu segera pergi dari kehidupanku. Maaf ya, gara-gara dia kamu hampir celaka."Kedua masuk dalam mobil Exel. Sementara mobil Anne di kemudian supirnya. Selama di dalam mobil..."Xel, selama aku kenal kamu, ternyata kamu tidak seburuk yang aku kira." Anne memulai percakapan setelah kuda bermesin Exel melaju pelan."Memang kaukira aku dulu sangat buruk menurut pandangan mu?!""Ya, saat kamu menabrak ku dulu, terus kau tidak mau tanggung jawab. Rasanya sesak sekali bisa bertemu dengan orang sepertimu, Xel!""Maaf, memang ak
[Halo, Papa!!] [Papa Gundul mu!!] Terdengar suara tidak asing. Bukan suara Abimanyu. Ia menjauhkan ponselnya dan melihat layar. Pikirnya mengarah ke arah sana, pria dingin itu. "ASTAGA!!" Anne segera menutup mulutnya. 'Aku salah telepon. Tapi udah terlanjur. Tidak ada waktu lagi. Ini emergency banget.' [Halo!! Ada apa? Apa tidak bisa sebentar saja kamu melupakanku, Hem?! Padahal jadwalnya nanti malam kau akan datang ke rumahku. Sekarang sudah menelpon saja. Dasar wanita tukang malu-maluin!] umpat Exel tanpa sensor. [Astaga. Sudah aku tidak ada waktu berdebat. Nanti malam kita lanjutkan debatnya. Xel, aku minta tolong. Sekarang aku dalam perjalanan pulang, saat ini aku sampai di jalan Permata Indah ——] [Terus?] [Dengarkan dulu kenapa, sih!! Di belakang mobilku ada mobil hitam yang mengikuti ku dari tadi. Aku takut itu penjahat, Xel. Aku tidak mau mati muda gara-gara preman.] [Kenapa harus takut? Lawan saja. Mereka juga manusia. Sama seperti mu!] [Kalau mereka membawa s
Pria itu bergegas keluar sampai di ambang pintu, ia menoleh kembali. Ternyata wanita itu masih memperhatikannya. 'Dasar!!'Dalam batinnya mengatakan dengan percaya diri, 'Aku tidak mengira jika kau putri dari Tuan Abimanyu, Ann. Ah ... apakah Tuhan ingin mendekatkan kita berdua dalam satu hubungan?!' Exel menggeleng kepala. Dan cepat pergi dari ruangan itu.Sementara Anne bergeming entah dalam berapa waktu lamanya. Menatap kepergian Exel, sampai pria itu tidak terlihat lagi punggungnya, masih saja melihat ke arah pintu.Tanpa sadar, Anne masuk dalam dunia perhaluan. Ia membayangkan pria itu telah menjadi kekasihnya. Mereka memadu kasih, duduk di sebuah taman menatap langit yang biru. Exel memegang tangannya pelan sembari di usap penuh cinta. Keduanya saling bertatap muka. Melihat sepasang manik mata yang memiliki arti yang dalam.Sudut bibir mulai mengembang sempurna. Ah, betapa bahagianya hari ini. Memang benar pepatah mengatakan, jika dua insan manusia sedang di landa cinta, maka
Anne mendadak salah tingkah. Sampai mengumpat pada dirinya sendiri. 'Ish!! Anne!! Lihatlah, tidak ada yang special dari wajah pria dingin ini. Kenapa aku jadi salting gini sih?!"Tanpa sadar, Anne memperhatikan wajahnya beberapa saat. Sampai Exel memergokinya. "Eh, ternyata diam-diam mencuri pandang wajahku, ya!? Benar dan tidak salah sih, karena wajahku ini kegantengannya seperti ombak di laut. Kuat dan dapat menghanyutkan. Banyak wanita yang mengantri untuk menjadi kekasihku, Ann."Cih!!Anne tertawa sinis. "Aduh, sudah buang jauh-jauh pembahasan Anda ini. Sesungguhnya, aku sedikit mual. Dan siapa juga yang sedang antri?? Perasaan sejauh ini cuma si Ivanna." Tetap menjaga konsentrasinya menggarap pekerjaan yang berada di berkas file laptopnya."Halah ... kenapa sih jadi wanita sombong banget. Tinggal mengakui saja, apa salahnya!!" Exel menjulur meletakkan tangannya di atas telapak tangan Anne. Wajah wanita itu makin pucat saja dibuatnya."Kamu itu sedang apa?! Begini yang benar itu
Pagi itu, sesuai dengan kesepakatan, Exel datang ke perusahaan besar Abimanyu. Manager Abi telah menunggu kedatangannya. Setelah Exel datang, ia dan beberapa pegawai lain, mendampingi menuju ruangan Anne."Silahkan, Pak Exel. Kami sudah menantikan kedatangan tamu kehormatan seperti Anda kemari." Ia menyapa dengan senyumnya yang mengembang."Anda terlalu membesar-besarkan, Pak. Terimakasih sambutannya." Exel menunduk kepala sebagai salam hormat.Banyak mata nakal terutama pegawai Abi yang ganjen, memperhatikan Exel berjalan melewatinya. "St St!! Siapa itu yang baru lewat? Tampan banget." Salah satunya nyeletuk. "Jangan bicara macam-macam ya, itu rekan kerja Pak Abimanyu!!" "Oh, aduh. Semoga tidak ada yang melaporkan mulutku yang celamitan ini.""Semoga saja.""Tampan sekali sih, duh. Kok aku jadi membayangkan Ibu Anne dan orang ini berjodoh, ya?!" Salah satu dari mereka nyeletuk.Beberapa saat mereka membenarkan. "Ya, kamu benar. Cocok banget. Tampan rupawan dan cantik. Ah ... apal