Share

Bab 31

Penulis: Mutiara Sukma
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-04 22:20:10

"Ha? Mimpi kowe, Mar! Minta Dinara jual mobilnya. Ga tau malu kamu itu. Ga mikir!" Bentak Bapak. Ibu menahan tangan Bapak yang yang hendak menghampiri Mas Damar.

"Sudah toh, Pak."

"Anak ga tau malu ini kudu dikasih kaca yang besar. Biar tau diri! Kemarin waktu kamu punya mobil pernah ga nawarin Dinara jalan-jalan, atau nganterin dia kuliah?"

"Tapi, kan Damar yang membiayai kuliahnya, Pak?" kilah Mas Damar.

"Oh, berarti kamu minta dikembalikan uangnya?"

Mas Damar terdiam. Wajahnya gusar.

"Pak, sudah. Jangan diomel-omelin terus Damarnya."

"Bela terus anakmu itu! Dari dulu ga ada benarnya! Dapat uang pesangon bukannya buat modal usaha, malah untuk manjain istri. Sekarang baru merasakan akibatnya!"

"Aarrrgh! Bapak bukannya bantu malah bikin sakit hati!" Sentak Mas Damar yang kemudian pergi ke kamar dan membanting pintu dengan kencang.

Astaghfirullah ... Lirih kami serentak.

"Itu lah kalau anak selalu dimanja. Aku bukan ga sayang sama Damar, Ruslina. Tapi, dia itu laki-laki. Kalau sudah b
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 32

    "Tenang Rik. Masih banyak perempuan cantik yang mengantri untuk kamu jadikan istri." Ujarku."Jadi, benar kamu sudah jadian sama bosmu itu, Ra?" Riko menatapku lekat. Aku membuang napas panjang."Ga lah, ngaco kamu!" Aku menampik.Tak lama Riko pamit terlebih dahulu karena dia harus menjemput Mamanya yang sedang ke salon."Gimana, Ra?" Kini kami tinggal berdua."Aku ga tau, Cher. Rasanya tak mungkin aku menerima Pak Joshua. Ini masalah iman. Tak mungkin salah satu diantara kami berubah keyakinan hanya karena cinta.""Apa kamu mencintai dia, Ra? Kamu serius dengannya?""Aku ga tau, Cher. Aku baru merasakan sebatas debar yang tak biasa." Gumamku."Nah itu yang namanya cinta, Ra! Kamu sama Pak Joshua itu memang cocok.""Kalau kamu saja sama dia gimana?" Mata Cheryl membola meski tetap terlihat sipit."Ih, ngarang kamu! Mana boleh.""Lho kenapa?kalian satu suku, satu keyakinan. Dan Papa kamu sudah kenal Pak Joshua dengan baik pastinya."Cheryl tertawa lirih. Lalu bangkit dan meraih tasnya

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-04
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 33

    Mbak Ulya meraung-raung melihat Mas Damar yang datang bergandengan mesra dengan perempuan yang pernah menjadi baby sitter di rumahnya dulu--Retna."Diam Ulya! Aku sudah ga ada rasa sama kamu. Sekarang pilih, mau menerima Retna sebagai madumu. Atau kau pergi dari hidupku!"Astaghfirullah, Mas Damar. Ada apa dengannya? Apa kesalahan Mbak Ulya menjadi alasan untuknya mendua. Dan yang menyakitkan perempuan itu masih saudara dari Mbak Ulya sendiri.Bik Sumi yang datang sambil menggendong Alesha menatap pasangan itu heran. Aku melambaikan tangan ke arahnya."Bik, bawa Alesha ke kamar aja, ya. Ga usah keluar dulu." "Baik, Mbak.""Fikri mana?""Fikri tadi ikut Nenek dan Kakeknya jalan jalan ke taman depan. Sepertinya sekalian beli sarapan. Karena tadi Ibu berpesan agar saya tak usah masak," jelasnya."Oh, baiklah kalau gitu." Aku kembali menyimak pertengkaran Mas Damar tanpa berniat untuk ikut campur."Mas! Selama ini aku yang menghidupi kamu, Mas! Aku yang bekerja siang malam agar kebutuhan

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-18
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 34

    Tanpa sepatah katapun Mas Damar bangkit. Lalu menarik tangan Retna untuk ikut bersamanya. Kemudian berlalu meninggalkan tatapan penuh kemarahan."Dasar anak ed an!""Pak sudah." Ibu memaksa Bapak untuk duduk. Lalu mengejar Mas Damar."Damar! Kamu mau kemana?"Mas Damar menghentikan langkah. "Damar mau pergi, Bu. Perempuan itu terserah Ibu mau diapakan. Damar sudah jijik melihatnya." Ucapnya dingin."Lalu gimana dengan anak-anakmu, Mar?" Suara ibu bergetar. Tangisnya belumlah reda. Pasti sangat sakit melihat apa yang Mas Damar lakukan."Terserah Ibu! Damar mau mencari kehidupan Damar sendiri!" Mendengar itu darahku naik ke ubun-ubun."Heh! Lelaki tak bermo ral! Lu kira kami ini siapa?lu punya masalah kami yang menanggung, Lu bikin anak, lalu kami yang merawat? Tak punya ot ak lu, Mas!""Diam kau Dinara!" Bentaknya."Kau yang diam, Mas! Seharusnya setua ini kau tak menyusahkan Ibu lagi, Mas! Jika memang kau mau menikah lagi. Tanggung jawab sama anak dan istrimu! Jangan limpahkan pada ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-18
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 35

    Tubuh tua Bapak sudah terbujur kaku terbungkus kain putih bersih. Jasadnya baru saja selesai dimandikan. Beberapa kali aku pingsan hingga tak mampu melihat Bapak yang tadinya berada di rumah sakit sampai sudah dibawa ke rumah. Sungguh aku tak menyangka ini terjadi. "Sabar, Mbak. Sabar ..." Aulia terus memegangiku khawatir aku jatuh pingsan lagi.Dari jauh aku melihat Pak Joshua duduk di antara para pelayat. Penampilannya yang memakai baju Koko dan peci sebenarnya sangat mempesona. Tapi, saat ini hatiku sedang kosong. Belahan jiwa, cinta pertamaku pergi untuk selama-lamanya. Menurut Aulia Bapak tertabrak mobil tak jauh dari toko. Saat itu Bapak pamit hendak sholat Dzuhur ke mesjid. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak. Tubuh tua Bapak terpelantal cukup jauh dari tempat kejadian dan bapak menghembuskan napas terakhirnya saat itu juga.Aku menepuk dadaku keras. Kenapa begitu sesak. Tak ada ruang rasanya untuk bernapas. "Sabar ya Mbak Nara, mbak wanita pilihan. Mbak wanita

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-26
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 35

    "Dua hari kamu pingsan. Aku mencemaskanmu." Sesaat dadaku bergemuruh hingga tanpa sadar mengulas senyum padanya. Namun, ingatanku kembali datang. Penyebab aku pingsan dan apa yang terjadi pada saat itu."Bapak ... Bapak ...! Aku mau ketemu Bapak!" Aku meronta-ronta. Ibu berteriak histeris memanggil dokter sementara Pak Joshua meraih tanganku dan memeluk hingga aku tak bisa bergerak."Bapak ... Bawa Nara, Pak. Bawa Nara bertemu Ibu. Nara mau ikut Bapak ..." Air mataku menderas. Pak Joshua terus memegangi matanya ikut berkaca-kaca."Sabar, Ra. Sabar ..." Lirihnya dengan suara bergetar. Lelaki itu juga ikut menangis.Tak lama dokter datang memberikan obat penenang hingga aku merasa lemas dan ngantuk yang tak bisa ditahan. Pak ... Nara ikut, Bapak ... Uluran tangan Bapak menjauh, seiring tubuhnya yang bercahaya juga menjarak. Bapak begitu tampan, kakinya juga sudah tak cacat lagi. 'kamu harus kuat, Dinara! Anak bapak harus kuat.' Sayup sayup suara itu menggema.***Entah sudah berapa lama

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-26
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 36

    "Nduk, makan yuk. Dari kemarin kamu ga makan. Nanti sakit." Ini sudah kesekian kalinya ibu datang dengan membawa sebuah nampan berisi makanan. Tapi, aku masih belum berselera untuk menelan apapun saat ini."Nara belum lapar, Bu." Jawabku sambil melihat rintik hujan dari balik jendela seakan ingin menemani hati yang dibalut duka ini."Nduk, tak boleh larut dalam kesedihan. Kasian Bapak, pasti disana dia sedih melihat anak gadisnya bermuram durja seperti ini. Makan ya, biar Ibu suapin." Aku menggeleng. Terdengar Ibu menghela napas dalam-dalam."Kalau Nara tak makan, gimana mau kerja? Gimana mau kuliah? Bapak ingin melihatmu jadi sarjana kan Nduk?" Mendengar itu tangisku pecah. Aku memeluk ibu erat. 'Bapak mau lihat kamu jadi sarjana, Nduk.' Ucapan Bapak yang sering kudengar menjadi penyemangat untukku terus berjuang kala itu. Tapi, kini Bapak sudah pergi. Semangatku pun padam. Tapi, benar kata Ibu. Bapak pasti akan kecewa.Akhirnya dengan air mata terus menetes aku menyuap makanan yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 37

    "Biar makin semangat kerjanya." Seru Pak Joshua tanpa melihat ke arahku."Terima kasih, Pak.""Sama-sama. Hmm... Sebenarnya ada yang ingin saya tanyakan. Tapi, nanti saja," ujarnya ragu."Katakan saja, Pak. Barangkali saya bisa jawab." Walau sebenarnya aku sendiri berdebar. Takut jika Pak Joshua menanyakan tentang lamarannya waktu itu."Nanti saja." Ucapnya kemudian. Aku pun kembali melanjutkan pekerjaan yang begitu banyak. "Setelah makan siang, tolong kosongkan jadwal saya, ya.""Baik, Pak." Jawabku singkat. Lalu melanjutkan kembali pekerjaan. Setelah makan siang aku kembali ke ruangan. Tapi, saat melewati loby aku melihat Pak Joshua berjalan mesra dengan Cheryl. Mereka tak melihatku karena berjalan membelakangi. Entah kenapa aku merasa panas melihat mereka seperti itu. Aku segera menjauh lalu lalu menghirup udara segar sebanyak-banyaknya untuk mengurai sesak. Pantas dia minta mengosongkan jadwal. Ternyata mau jalan sama Cheryl.***Sejak saat itu aku tak lagi banyak bermimpi. Memu

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29
  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 38

    Makin hari Pak Joshua makin menampakkan keakrabannya dengan Cheryl. Apalagi Cheryl mulai bekerja di kantor Papanya itu. Artinya sekarang mereka bekerja dalam satu wadah. Tentu saja akan lebih sering bertemu dan berinteraksi."Dinara, kamu dipanggil Pak Edward," ucap Pak Joshua datar."Baik, Pak." Aku bangkit dan berjalan gontai ke ruangan Pak Edward. Biasanya beliau meminta melaporkan kegiatan Pak Joshua. Bahkan, untuk jadwal lelaki itu keluar kantor. Atau Apakah ada perempuan yang mendekatinya atau tidak. Namun, selama ini Pak kulkas itu memang tak pernah dekat dengan perempuan kecuali Cheryl. Apa Pak Joshua sedang dipantau untuk dijadikan menantu oleh Pak Edward."Masuk." Suara dari dalam setelah aku mengetuk pintu."Siang, Pak.""Dinara. Silahkan masuk." Perintahnya lalu menyuruh duduk.Sambil membuka sebuah dokumen Pak Edward mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkanku. "Menurut laporan, kantor cabang sedang ada masalah. Saya ingin mengirim seseorang untuk memeriksa kesana. Saat

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-02

Bab terbaru

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Tamat

    "Ma ..." "Saya bukan Mamamu!"sentaknya lalu masuk tanpa kupersilahkan. Bahunya bahkan sampai menyengol lenganku."Ini rupanya rumah yang dibelikan suamiku untukmu?" Mama mengitari ruang tamu dengan mata menatap lukisan lukisan alam yang sengaja dipajang Mas Yazid."Mana foto pernikahan kalian, kalau benar kamu sudah resmi menikah dengan anakku!" Mata itu kini mengarah tajam padaku."Kami memang tidak memajang foto, Ma. Tapi pernikahan kami tercatat resmi dalam catatan sipil.""Halah, kalian bisa saja membayar calo untuk mendapatkan itu.""Astaghfirullah, buat apa, Ma? Pernikahan tanpa ijab qobul, tidak disaksikan oleh para saksi sama saja batal. Apalagi pernikahan palsu. Itu hanya akan menambah dosa, merugikan diri sendiri. Tinggal berdua dengan pasangan yang belum sah menjadi suami, sama saja dengan berzina!" Suaraku sedikit meninggi. "Halah! sok ngomong dosa. Dalam agama kamu, memisahkan seorang anak dengan ibunya apakah tidak berdosa?" Wajah Bu harsanti memerah. Aku menunduk samb

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 69

    Semua mata menatap ke arah Papa. Aku dan Zahra saling pandang. Sangat jelas jika Zahra tampak sangat kecewa dengan penolakan Papanya.Aku menepuk pundak sahabat sekaligus adik iparku itu pelan. Lalu memeluknya. Ada isak kecil yang terdengar sumbang."Saya tak bisa kalau saya tak diajak ikut ke dalam kebahagiaan yang anak saya dapatkan." Lanjut Papa lantang.Zahra melepas pagutannya dan langsung membalikkan badan menoleh ke arah Papa. Aku pun sama. Yang kulihat sungguh diluar dugaan. Papa meraih tangan Ustadz Hanif."Bantu saya untuk masuk dan mempelajari Islam."Mas Yazid yang berbeda disana bergegas mendekati Papa. Dan langsung memeluknya. Lelaki itu menangis haru. Bagaimana tidak, cukup berat perjuangannya meyakini papa akan kepercayaan barunya ini. Kalau akhirnya harus meninggalkan kedua orang tuanya. Dan kini tanpa diminta ataupun dipaksa. Papa Edward menyatakan ingin masuk Islam.Hari itu juga Papa mengikrarkan keislamannya dengan membaca dua kalimat syahadat. Suara haru menyelim

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 68

    Tak menyangka jika Bu harsanti telah menyiapkan preman-preman itu untuk membuatku menyerah. Itu tidak akan pernah terjadi. Meski nyawa harus kukorbankan. Bagiku pernikahan adalah ikatan suci yang dapat terpisah karena memang sudah tidak ada kecocokan di antara pasangan suami-isteri. Atau salah satunya menyerah dan melepaskan tanggung jawabnya dengan cara baik-baik. Tidak dengan cara seperti ini.Enam orang preman sudah kutaklukkan. Begitulah mereka hanya modal tampang seram dan tubuh besar menganggap remeh seorang perempuan.Tepat saat preman terakhir kujatuhkan. Perutku terasa kram. Aku meringis, menahan sakit. Lalu terduduk dilantai. "Lepas! Lepaskan!" Suara teriakan perempuan di belakang mengejutkanku. Aku menoleh seketika darahku terkesiap. Kini Pak Edward dan Mama Mas Yazid sedang bergelut memperebutkan sebuah stik golf yang ada di tangan Bu Santi. "Sudah cukup, Ma! Cukup! Papa tak pernah mengijinkan Mama sampai sejauh ini!""Iya! Ini kemauan Mama sendiri. Papa terlalu lemah. P

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 67

    POV Yazid "Pulanglah, Josh. Kalau kamu pulang. Mama akan memberikan apa yang kamu mau."Entah dari mana datangnya, Mama sudah berada di samping mobilku."Mama? Mama kok tau josh disini?" Tanyaku agak khawatir. Namun, melihat mama yang memakai kerudung aku jadi ragu. Jangan-jangan Mama sadar setelah setahun ini ditinggalkan anak-anaknya."Josh, kamu sudah mendapatkan jalan kebenaran. Kenapa kamu tidak mengajak Mama?" Mata Mama sendu. Tak ada lagi sinar keangkuhan seperti dulu. Agaknya Mama sudah menyesali semuanya."Maksud Mama?" "Pulanglah Josh. Kita mulai lagi hidup seperti dulu. Mama tak akan memaksa apa yang tidak kamu suka. Kamu bebas memilih jalan hidupmu, Nak." Suara Mama begitu lembut. Menggetarkan hati yang memang selalu merindukannya. Aku mendekat dan memeluk Mama. Mama memelukku erat. Bahunya turun naik menahan isak. Kini aku sebenar yakin jika Mama memang sudah berubah."Joshua akan pulang bersama mama. Tapi, ijinkan Joshua untuk kerumah terlebih dahulu, Ma. Karena mama s

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 66

    Hari ini Zahra memutuskan untuk pulang. "Za, kamu yakin?" Tanyaku lagi. Zahra menatap sejenak lalu menyunggingkan senyum. Perempuan itu masih terus berkaca membetulkan letak kerudungnya. Pembawaannya sangat tenang, berbeda sekali denganku. Aku khawatir, padahal Zahra mau bertemu dengan orang tuanya sendiri. Namun, mereka kan sudah berbeda. Orang tua mana yang rela melihat anak-anaknya berpindah haluan seperti itu."Wajah kamu tegang banget, Ra," cetusnya sambil tertawa kecil."Aku cuma mau bertemu Mama dan Papa, Ra. Bukan kawanan mafia," pungkasnya lagi."Tapi, aku takut, Za.""Kamu tenang aja. Aku tak akan mati karena bertemu mereka kok. Bagaimanapun mereka adalah orang tuaku 'kan, Ra. Yah, semoga saja Kak Yazid ada disana."Aku mengangguk lalu menunduk."Ra, jangan gitu dong. Mana Dinara yang kuat, tegar dan tangguh dulu. Masa kamu melepasku dengan wajah cemberut begitu."Aku masih bergeming. Pikiranku bercabang kemana-mana. Melihat ancaman dan sikap Bu Harsanti waktu itu, masih me

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 65

    "Za, apa Mas Joshua bersamamu?" Tanyaku ketika telepon tersambung."Lho, tumben kamu panggil Kak Yazid, Mas Joshua?" Kekehnya. Aku tersenyum tipis, walau aku tau Zahra tak bisa melihat. Pikiranku sedang tidak enak."Eh, maksudnya Mas Yazid." Ralatku."Enggak, kan tadi ke kajian. Memang belum pulang?" Aku mendesah sambil menatap jam di dinding yang sudah menunjukkan angka sepuluh. Aku telah memberi udzur sampai dua jam atas keterlambatan Mas Yazid. Tapi, laki-laki itu tetap saja belum menampakkan diri."Belum, Ra. Tadi katanya lagi ngobrol sama Ustadz Hanif. Tapi, kok lama banget, ya? Menurut kamu Mas Yazid masih disana ga sih?""Hmm ... Aku juga kurang tau, Ra. Tapi, kan Mas Yazid bukan tipe orang yang suka mengobrol lama. Dan aku yakin Ustadz Hanif pun juga sama."Aku menghela napas panjang. Aku sepemikiran. Tapi, aku tak punya alasan lain untuk membenarkan keterlambatan ini."Apa kamu punya nomor telepon Ustadz Hanif?""Ga lah, Ra. Aku ga kuat menahan hati nanti." Dia cekikikan. Aku

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 65

    Darah mengucur dari perut ibu. Aku berteriak histeris. Mas Damar yang melihat tik*mannya yang salah sasaran berdiri mematung. Ibu mulai rebah tepat saat tanganku memegang tubuhnya.Mas Yazid yang baru datang terpaku melihat keadaan yang mengerikan itu."Mas, hayo bawa Ibu ke rumah sakit!" Pekikku memecah kebuntuan.Dengan sigap Mas Yazid menggendong ibu dan membawanya masuk ke dalam mobil. Dia tak peduli dengan bajunya yang terkena noda darah. "Aku tak sengaja, sungguh aku tidak ingin memb*nuh ibu."Aku mengabaikan raungan Mas Damar yang terlihat frustasi. Warga yang berdatangan sangat terkejut. Mereka langsung berinisiatif untuk meringkus Mas Damar. Sementara aku dan Mas Yazid segera meluncur ke rumah sakit. Semua berjalan begitu cepat. Maghrib yang syahdu, berubah menjadi sebuah tragedi yang menakutkan. Ternyata ada iblis di dalam hati lelaki itu. "Ibu bertahanlah, Bu." Aku memegang tangan Ibu erat. Tangannya terasa dingin. Air mataku tak henti mengalir. Jalanan yang mulai padat m

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 64

    Suara tangis anak-anak terdengar ramai dari dalam. Bukankah hanya ada Dani--anaknya Retna. Aku terus mengetuk pintu, tak sabar ingin segera masuk. "Sabar, Sayang. Mungkin Ibu lagi di kamar mandi." Mas Yazid menyentuh bahuku."Aku khawatir, Mas." Mas Yazid yang memakai topi dan kaca mata hitam itu merangkul pundakku lalu ikut mengetuk pintu. Beberapa kali mencoba memutar kenopnya, tapi tak bisa sepertinya terkunci dari dalam."Assalamu'alaikum, Bu. Buka pintunya, Bu."Ceklek. Pintu terbuka. Bau busuk langsung menusuk hidung. Tiga anak kecil sedang bertangisan dilantai. Pakaian mereka kumuh. Bahkan, anak yang kukenali seperti Alesha sedang memegang pakaian penuh kotorannya."Astaghfirullah, Mas Damar?" Mataku membola melihat laki-laki dengan wajah kusut itu memegang sebuah pisau. Matanya tajam, menatapku."Kau baru kembali? Puas lihat semua ini?" Bentaknya penuh emosi. "Ada apa, Mas? Kenapa bisa seperti ini?" Mataku liar menatap kekacauan dirumah ini. Ruangan yang dulu selalu rapi dan

  • IBUKU BUKAN BABUMU    Bab 63

    IBUKU BUKAN BABUMU 42 POV Damar 2 "Maaf, Mas Damar. Alesha dan Fikri kami antar ke sini. Kami pun bukan orang mampu. Kami tak sanggup untuk membiayai mereka. Mamanya Mbak Ulya juga sudah tua. Jadi kami kembalikan kesini." Nuri--saudara Ulya memulai kata. "Tapi, aku ..." "Aku pamit dulu, Mas. Takut ketinggalan, Bis." Perempuan memotong ucapanku lalu bangkit dan menyalami Ibu yang duduk lemas sambil memangku Alesha, di sampingku. "Nur ..." Panggilku. Namun, perempuan itu tak menoleh lagi. "Pa, Fikri lapar. Dari kemarin belum makan." Rengek Fikri. Helaan napas Ibu terdengar jelas. Kini ada 3 anak yang masih kecil-kecil dirumah ini. Astaga! Aku menyugar rambut. Kenapa perempuan yang aku nikahi tidak ada satupun yang beres. "Kasih Fikri makan dulu, Mar. Itu masih ada sisa nasi sama goreng telor dadar. Alesha mungkin juga lapar. Sekalian kamu suapin. Ibu lelah sekali, Mar." "Damar mana bisa, Bu." Aku mengeluh. Selama ini aku tak pernah ikut membantu menjaga anak-anak. Aku tak bi

DMCA.com Protection Status