Irene keluar dari rumah yang tampak sederhana dari luar, namun luar biasa pada bagian dalam itu sembari tersenyum sinis.
Nyonya rumah ternyata sudah memiliki keberaniannya sendiri.
Tenang, dia tidak akan menyerah!
Masuk ke mobil tua yang dipinjamnya dari pemilik bar, saat sudah menutup pintu dan duduk sempurna dibalik kemudi, jendela kaca mobilnya diketuk dari luar.
Menoleh, Austin Cadee ada di sini. Si wajah rupawan yang bersinar setiap saat walau dalam ekspresi marah sekalipun.
“Waktu yang sempurna untuk mengancam seorang wanita lemah. Aku benar?” Austin bertanya sembari melirik melalui kaca spion bagian dalam. Dia yang memaksa untuk mengemudikan mobil tua butut yang bahkan hampir mempertemukan puncak kepalanya dengan langit-langit mobil.
“Aku tidak mengancam. Hanya berusaha membuatnya sepakat.”
“Dia menerima kesepakatanmu?”
“Sayangnya tidak.” Irene mengeluh. Merasa tidak nyaman karena bertemu langsung dengan Austin C
Disi memegangi daun pintu dengan sekuat tenaga hanya untuk memastikan bahwa benar, Austin membawa pulang seorang wanita dan bayi melewati pintu yang dibukanya.Kedua matanya memicing tiada henti hingga menyebabkan kepalanya sakit.Austin menggendong Irene, dan seorang perawat mengantarkan bayi itu ke kamar.“Disi, ayo ke sini, kita lihat bayinya.” Austin membawa Disi ke kamar bayi yang memang sudah Disi siapkan semenjak dia menginginkan bayi untuk mereka.Austin sudah membaringkan tubuh Irene dan meninggalkannya tanpa berucap apapun.Dan sekarang, Irene berbaring di ranjang kamar tamu yang luar biasa nyaman. Masuk ke rumah ini, menjadi bagian dari Austin sudah berhasil dilakukannya.“Aku hanya perlu membuatnya melihatku, sekali saja.” Irene bicara dalam hati.Sementara di kamar bayi, Austin membantu Disi untuk bisa menggendong bayi mungil Irene.“Siapa namanya?” Dengan sangat hati-hati Disi b
Sia cemberut ketika sudah sepenuhnya diabaikan oleh Rigel. Mulai menggoda dengan menyusup di antara kaki pria itu.“Hentikan, Sia. Aku sedang tidak ingin bermain.” Rigel menggigit roti dengan pandangan lurus ke depan, ke televisi yang menayangkan film genre action fantasy di pagi hari.Kesal, sungguh tidak ingin diabaikan. Sia merebut remote televisi, melemparkannya ke dinding hingga rusak, hancur karena kekuatan lemparan Sia yang tidak main-main.“Hei, kau sungguh-sungguh ingin menggangguku, ya?” Rigel menatap Sia yang tiba-tiba menangis. Sadar dengan cepat bahwa Sia di masa ini tidak bisa diabaikan, karena dia wanita yang nekat, keras kepala, dan nakal.“Waktu kita tidak lama lagi!” Sia berteriak dengan frustrasi. “Kau bahkan meninggalkanku semalam. Apa mungkin kau menghabiskan malam dengan istrimu? Kau pulang ke sana? Kenapa penjaga tidak menangkapmu? Apa yang—”“Galexia, cukup!”
Sia tidak menjawab pertanyaan Buckley karena merasa tidak perlu. Sepanjang jalan menuju ke rumah Teratai, Sia mengubah aliran musik klasik menjadi lebih berisik.“Sia, kecilkan volume-nya. Gendang telingaku bisa rusak!”Sekeras apa Buckley melarang dan memperingati, segigih itu pula Sia tidak peduli.Mereka tiba dua puluh tujuh menit setelah perdebatan sengit mengenai musik yang tidak selesai dibahas, karena Limora Catty yang sudah menunggu di halaman.Basa-basi serta pelukan sudah selesai, Sia kembali ke kamarnya dengan seribu satu macam pemikiran tentang Rigel Auberon.“Sudah? Hanya seperti ini saja kami berpisah?” Sia merasa masih sangat tidak percaya pada apa yang baru dialaminya. Segalanya begitu cepat. Bagai mimpi.“Greet ... bisa buka pintunya sebentar?”Sia belum juga berganti pakaian, apalagi beristirahat. Apa dia harus melayani tamu sekarang? Suasana hatinya seketika itu menjadi tidak nyam
Sia menatap Vanth tidak berkedip. Rigel? Ah, mereka pasti saling mengenal. Dia baru menyadari bahwa mereka pasti manusia-manusia yang ‘bukan’ manusia.“Aku tidak tahu,” geleng Sia ragu. Antara mengatakan ‘cinta’ dan ‘tidak’ itu sulit. Keduanya memberi dampak tidak menguntungkan untuknya.Vanth mengusap kulit Sia yang terbuka di depannya, mengelus dari atas pundak, turun ke lengan.“Kau boleh terus bersamanya sampai batas akhirmu di dunia manusia. Dia mencintai Sia. Sejak awal kau dibuang oleh Ayahmu ke bumi, Rigel sudah menyelamatkanmu agar tidak musnah. Jika kau musnah, maka selamanya kau tidak akan bisa kembali bersamaku ke negeri atas awan.Dia melanggar perintahku dengan tidak mencabut nyawamu bukan demi dirinya, tapi demi Andromeda, Ibunya Sia. Siapa sangka kalian saling jatuh cinta. Terus seperti itu di antara mati, hidup kembali, mati lagi dan seterusnya. Kalian tidak terpisahkan.” Vanth b
“Aku ....” Sia menatap Vanth. Sulit melanjutkan ucapan karena baginya, hubungan antara dirinya dan Rigel itu rumit. “Kau khawatir akan mencintai dan menginginkannya?” Vanth tahu itu yang dicemaskan Sia. Dia menggenggam tangan Sia dan menenangkannya. “Di bumi, takdir kalian memang seperti itu. Meski terkadang aku sulit menerima hal ini, tapi setelah kupikir lagi, jika tanpa pengorbanan Rigel, kau pasti sudah musnah bertahun-tahun yang lalu.” Sia ingin menangis karena ucapan Vanth seperti sesuatu yang menyedihkan, sayangnya, air matanya tidak ingin menetes di situasi ini. Mereka berpelukan. Vanth menciumi wajah Sia dengan penuh kasih sayang. Berbagi Sia dengan Rigel bukanlah ide bagus. Selama ini, meski dia bukan manusia, dia bisa memiliki rasa cemburu layaknya para penghuni bumi. Itu memang aneh, tapi Ares Vanth Dier mengalaminya. ***** Rigel menangkap tubuh Disi yang tidak dia ketahui, bahwa daya p
Suara Rigel yang melengking membuat Yoan terbangun dalam posisi hampir terjungkal. Walau ingin mengumpat, dia terpaksa menahannya karena raut wajah Rigel sedikit mengerikan saat ini.Disi diam. Menutup matanya dan membiarkan Rigel memarahinya habis-habisan. Padahal selama ini dia berusaha dengan sekuat tenaga untuk menutupi hal ini, tapi akhirnya dia sendiri yang membukanya.“Minta Austin ke sini, sekarang.” Rigel menghampiri Disi di ranjangnya. Melotot marah pada wajah yang tampak hanya bersisa tulang dan kulit.“Aku tidak membawa ponselku, Rigel.” Pandangan Disi beralih menatap Yoan. Dia tahu sebenarnya pria itu benci padanya, tapi melihat Yoan justru ada di sini, Disi tahu banyak orang yang masih peduli padanya.“Lalu sekarang aku harus mencari dan menyeretnya ke sini?”“Tidak, jangan.” Disi menggeleng. Air matanya sudah tidak terbendung.“Lalu kau lebih senang mati perlahan dengan sen
Buckley pucat pasi. Dia bergetar masih dengan senjata api di tangan. Seluruh tubuhnya terasa dingin.Lubang di kening? Tidak, itu buruk! Juga bukan ancaman candaan.Vanth berjalan menghampiri Buckley, tidak mengatakan apapun, tapi dia memiliki perasaan ingin melenyapkan apa saja yang ada dihadapannya sekarang, jika mengikuti kata hatinya.“Mau ke mana kau? Tetap di tempat!” Buckley mengarahkan pistolnya tepat ke wajah Vanth sementara pria itu sudah berjalan melewatinya.“Jangan buat aku benar-benar melubangi keningmu. Kau urus saja wanita itu.”Santai, memutar gagang pintu, membuka dan menutup kembali dengan bunyi keras, Buckley mengucap rasa beruntungnya sambil bergumam dengan suasana hati yang mencekam.“Pria cantik sialan!” umpat Buckley. Segera berlutut didekat tubuh Limora Catty yang terbaring pingsan.“Bernapaslah, kumohon.” Buckley terus mengulangi kalimat itu.Sia terbangu
Rigel sudah tidak lagi terkejut akan kedatangan amplop hitam untuknya. Bahkan wajahnya terlihat tanpa ekspresi saat menemukan nama Disi Melani Truder tertulis jelas di sana, ketika dia membuka amplopnya.“Rigel, Tuan Vanth datang berkunjung. Dia ingin bertemu denganmu di atap.” Yoan muncul di depan mejanya dengan raut bingung.Posisi Pemimpin perusahaan sementara padahal diberikan untuknya, tapi kenapa Bos mereka selalu mencari Rigel dan lebih perhatian padanya?Yoan mencurigai satu hal saja. Bos mereka memiliki ketertarikan khusus pada Rigel.“Disi Melani Truder. Waktunya sudah tiba. Dia tidak akan bereinkarnasi di kehidupan selanjutnya.”Rigel tahu itu. Dia juga menyadari hal itu. Seakan semua manusia yang dikenalnya akan mati secara bergantian, lalu tidak pernah kembali di kehidupan selanjutnya.“Kau datang bukan untuk itu. Katakan ada apa.” Rigel memasukkan tangan ke saku celana kerjanya. Menatap lurus
Ratu Nimfa. Wanita culas yang tidak menginginkan siapa pun berada didekat Penguasa langit selain dirinya. Janji Vanth untuk mencabut nyawa wanita itu benar-benar diwujudkan, meski akhirnya Penguasa langit melindungi Ratu Nimfa demi dirinya dan kerajaan yang mereka bangun bersama.Minerva tidak menyangka bahwa Vanth mengikutinya ke dunia langit, mengumpulkan banyak tenaga demi bisa menghunuskan belati ke dada kiri Minerva.“Pergilah. Mulai hari ini, kau bukan Putriku. Dan tidak akan ada bahagia yang kau dapatkan setelah berani melakukan banyak hal buruk pada kami. Satu hal yang harus kau ingat, apa pun yang terjadi padamu dan Putra-Putrimu, itu tidak akan ada lagi hubungannya denganku.” Penguasa Langit berbalik, membawa tubuh Ratu Nimfa yang sekarat, tapi wanita itu tidak akan mati. Sekali lagi, mereka bukan manusia. Hidup abadi adalah salah satu hal paling membosankan yang tidak bisa mereka banggakan.“Kau tidak menyesalinya?” Vanth terba
“Dia bukan cinta lamaku,” protes Vanth. Kenyataannya memang begitu.“Ya, aku percaya itu.” Yemima mencibir. Menyeringai dibalik punggung Rigel.“Susul Hortensia. Dia mungkin tidak bisa berada di satu ruangan yang sama dengan Sia.” Vanth menatap Rigel yang mulai menggerakkan tangannya.“Yeah, dua wanitamu bersatu.”“Diam dan pergilah.” Vanth dibuat kesal setiap waktu oleh Yemima, meski dia membutuhkan rekan seperti wanita itu di sisinya.Yemima pergi sembari menyeringai, dia tahu Vanth hanya mencintai Minerva, tapi terjebak birahi dengan Aura. Dan dirinya sendiri tidak pernah peduli untuk jatuh cinta, apalagi berkembang biak.*****Sia memperhatikan dua wajah yang terbaring di kiri dan kanannya. Vanth memang baru saja memejamkan kedua matanya, pria itu lelah pastinya. Sementara Rigel sudah terbaring tidur lebih dulu sebelum dirinya merangkak ke sisi
Rigel pernah punya kenangan di rumah ini. Rumah pertama kali dia dipertemukan kembali dengan Sia, dan rumah yang menjadi tempatnya menghabiskan waktu bersama Yoan Bailey.Beruntung dia tidak pernah membiarkanYoan menjual rumah ini. Walau tampak tidak berpenghuni, tapi Rigel ingat, Yoan mempekerjakan sepasang suami istri untuk menjaga dan merawat rumah ini, serta menyantuni mereka setiap bulan.Mereka disambut, benar, sepasang suami istri yang ramah. Rigel tidak mengenal mereka. Yoan yang selalu mengurus hal yang sering kali tidak dia ketahui.“Jadi selama ini siapa yang membayar gaji kalian?” Rigel bicara tanpa basa-basi, setelah tadi dia mengantarkan Sia masuk ke kamar, agar wanita itu bisa beristirahat.“Tuan Vanth Dier.”Ah, seketika Rigel tidak lagi curiga. Ares Vanth Dier memang selalu bisa diandalkan.*****Vanth menginjak kepala penyerang terakhir, yang lebih tepat disebut pem
Selama sepekan, Vanth dan Rigel terus ada di sisi Sia dengan bergantian berjaga, bahkan mereka tidur di ranjang bersama, bertiga.Malam itu, Sia merasa gerah. Dia meminta Rigel melepas pakaiannya dan menggantinya dengan gaun tidur tipis. Saat dengan hati-hati Rigel melakukannya, Vanth sedang berada di dapur bersama Aura, dan Yemima yang baru saja pergi keluar rumah karena bosan.Dua wanita itu sudah diminta pulang ke negeri atas awan, tapi mereka bersikeras tinggal dengan alasan ingin berjaga-jaga jika kemungkinan buruk yang bisa datang dari luar rumah.“Dia akan baik-baik saja, bukan?” Suara halus Aura, terdengar di dapur Sia yang tidak luas, juga tidak sempit.Sejak tadi, Vanth lebih banyak diam. Aura tahu, itu bukan pertanda yang baik.“Pasti.” Hanya itu jawaban Vanth.“Aku merindukanmu,” ucap Aura dengan sadar posisi, tempat, dan waktu saat dia mengakuinya.“Lalu, apa yang kau inginkan?&rd
Sia melihat perseteruan di depan matanya. Berkali-kali dia memutar tubuh ke kiri dan kanan hanya untuk memastikan keberadaannya.Mimpi dan penglihatan itu lagi. Anehnya kali ini, ada pihak lain yang tampak tidak terima dan menyulitkan Rigel.Sia ingin mendekat, tapi rasa kram di perutnya menahan dia untuk melakukan itu. Dia hanya bisa berada di jarak lima meter untuk memandangi mereka, dan terasa aman bagi kondisi perutnya.Saat umpatan wanita histeris itu mengudara, saat itulah Sia bisa melihat cahaya putih sangat menyilaukan, menghantam mereka.Rigel terpental, lalu menghilang di udara yang membuat tubuhnya sempat mengambang. Begitu juga dengan dua lainnya yang sudah hilang tidak berjejak apa pun.Sia tersedot dari sana dan terlempar untuk membuka kedua matanya kembali. Sensasi seolah ini perjalanan waktu.Terengah, Sia membulatkan sepasang matanya dalam kengerian teramat sangat.“Kau bermimpi buruk lagi?” Yemima hadir d
Waktu penjemputan. Rigel harus segera bersiap. Dia melihat Aura Hortensia Dikova yang berdiri di ambang pintu saat dia keluar untuk membuka dan melihat dengan perasaan tidak menentu di sana.“Kau?”“Bukan hanya dia, tapi juga aku.” Yemima Zvon Yolanthe bahkan ikut muncul dibalik punggung Aura.Rigel mengernyit. Dia tahu siapa wanita ini, bahkan keduanya. “Seharusnya kau datang untuk menjaga Sia.”“Yap. Tapi Ratu Nimfa sudah membebaskan aku. Dia memberikan pilihan padaku. Membantunya atau mantan rekanku. Jelas bukan, aku memilih siapa. Aku di sini sekarang.”Mendengus, Rigel meninggalkan pintu, mendekat ke arah kamar Sia. “Kupikir Ratu pendamping Penguasa langit itu tidak akan pernah mudah melepas sanderanya.”“Aku bukan sandera mereka. Aku hanya melakukan kesalahan kecil hingga harus menjalani hukuman.”Aura melangkah maju hingga berada di antara mereka. “Ba
Austin ingin tertawa mendengarnya. Ini kesalahpahaman yang bahkan tidak pernah terjadi padanya dan Disi. Kenapa bisa Irene berpikir terlalu jauh seperti itu? “Aku punya kesibukan yang lain beberapa waktu lalu hingga ketika tiba di rumah, aku lebih mengutamakan bayi Cassie karena dia jarang sekali bisa bertemu denganku. Denganmu, aku bisa melihatmu selalu. Kita tidur bersama sepanjang malam. Jadi kupikir, aku tidak ingin kehilangan momenku sebagai seorang Ayah bersamanya. Dan ... aku memikirkan ini lebih jauh Irene. Ketika kita bercinta, aku selalu lepas kendali. Kekuatanku menindih tubuhmu bisa mematahkan ranjang. Kau sedang hamil, dan aku tidak ingin lepas kendali yang bisa berakhir dengan menyakitimu dan bayinya. Apa hal itu justru menyakiti hatimu?” Austin mengangkat dagu Irene agar berani menatapnya. “Tidak. Kau tidak pernah menyakitiku. Justru aku takut diriku bisa membuatmu terluka dan kecewa.” Irene meraih tangan Austin, menggenggamnya sesaat,
Rigel mengangkat tubuh Sia ke tempat tidur. Wanita itu kembali pingsan untuk kesekian kalinya.“Temani dia. Aku harus kembali sebentar ke negeri atas awan.” Vanth sudah bergerak untuk pergi.“Aku tidak bisa meninggalkan Sia seorang diri saat akan melakukan penjemputan.”“Aku tahu.” Vanth mengusap kusen, merapalkan mantra di sana. “Jika aku terlambat kembali, seorang teman akan datang menemani Sia.”“Harus seseorang yang tahu tentang kondisi kehamilannya.” Rigel memperingatkan. Seorang manusia normal pasti akan panik saat menghadapi situasi kesakitan Sia, dan pasti memilih untuk membawanya ke Rumah Sakit.“Ya. Dia temanku, bukan teman Sia. Jadi sudah pasti dia paham akan kondisinya.” Setelah bicara, Vanth pergi. Ada rasa sedih yang disimpannya rapat-rapat di dalam hati, dia harus kembali karena ada beberapa tugasnya sebagai Pemimpin yang belum selesai.Rigel melihat wajah
Tersadar dari pingsannya, Sia mengalami sesak napas.“Sayang, cobalah bernapas dengan perlahan.” Vanth yang tidak tidur sama sekali dan terus terjaga saat Sia terlelap, tetap tenang walau ada gelisah yang menghantuinya.Sia coba mengikuti saran Vanth, tapi tetap tidak membuahkan hasil apa pun. Sia terus kesulitan bernapas dan Vanth segera membawanya ke Rumah Sakit.“Selain kesulitan bernapas, tubuhnya juga kehilangan cairan cukup banyak. Dan ...” Dokter wanita itu melepas kacamatanya, mencubit pangkal hidungnya, dan bingung harus bagaimana menyampaikannya, “maaf, Tuan.Seperti ada parasit yang coba menyerap darah dan mengganggu kinerja organ tubuh lainnya. Parasit yang sampai saat ini belum bisa kami temukan berada di bagian tubuh mana di dalam tubuh istri Anda. Jujur saja, ini aneh. Seperti di luar akal sehat kami, para Dokter. Bukan tidak mungkin, tapi—”“Aku mengerti.” Vanth menarik diri, per