"Dina ngirim gambar apa, ya?" batinnya penasaran kemudian segera membuka pesan dari istrinya.
Sejenak Al dibuat terkejut melihat gambar yang dikirimkan oleh Dina, bahkan kedua matanya sampai membulat sempurna, cukup lama Al memandangi gambar di layarnya tampa berkedip, sesekali ia menelan kasar salivanya, merasakan tenggorokannya tiba-tiba tercekat."Ini beneran Dina?" gumamnya merasa takjub dalam hati, melihat Dina dengan penampilan yang sangat berbeda di layar pipihnya. Istrinya itu tengah berpose miring di atas ranjang, dengan tangan sebagai penyangga kepalanya. Dina yang biasa tampil dengan busana muslimnya kini tampak lebih menggoda dengan lingerie merah yang dikenakannya.Lingerie merah itu begitu pas membalut tubuh sexynya, juga begitu kontras dengan kulit putihnya, membuat pesona Dina semakin terpancar berkali-kali lipat.Tidak hanya lingerie merah yang membuatnya tampil berbeda, tapi, riasan tipis di wajahnya yang polos membuatnya tampakAl melangkahkan kakinya cepat memasuki rumah, mengabaikan Bi Ina yang menyapa dengan ramah. Langkahnya lebar-lebar ke arah kamarnya, seolah sudah sangat tak sabar untuk segera menyalurkan hasratnya.Bayangan Dina dengan lingerie merahnya benar-benar membuatnya lemah, lemah untuk sekedar mengendalikan dirinya sendiri.Al meraih kenop pintu kamarnya, kemudian dengan cepat memutarnya, mendorong daun pintunya hingga terbuka, menampilkan Dina yang tengah terduduk di tepi ranjang.Sejenak Al terpaku, terpesona melihat kecantikan Dina yang tengah tersenyum manis ke arahnya. Ia menegang, merasai desiran darah yang tiba-tiba terasa deras, membelai titik sensitivnya dengan kenikmatan yang tiada bisa diungkap dengan kata-kata.Al menutup pintu perlahan, memutar kuncinya agar tak ada satu orang pun yang akan mengacaukan ritualnya bersama Dina. Bersamaan dengan itu, Dina yang semula duduk, kini beranjak berdiri menyambut kedatangan suaminya.Al melangkahkan kakinya perlahan, mendekat ke arah Dina
"Terus Aa' nyesel?""Nggak juga.""Kenapa? Kan Aa' kehilangan banyak uang," sahut Dina."Karena sejumlah uang yang hilang itu tidak ada harganya dibanding kepuasan yang saya dapatkan, " jelas Al.Lagi-lagi Dina hanya tersenyum tak berdosa. Ada bahagia dalam hatinya, karena harapan dan usaha yang ia lakukan ternyata tak sia-sia."Kalau memang belum disentuh kenapa nggak diminta balik uangnya sama tante Merry?"dengan polos Dina kembali bertanya."Nggak sempet, nggak kepikiran kesana juga,* jawab Al apa adanya."Pasti gara-gara Aa' dah kepikiran Dina terus, kan? Jadi nggak sempet mikir apa-apa lagi? Mikirnya asal cepet pulang aja, iya kan A'?" goda Dina membuat seorang lelaki kulkas mendadak bersemu merah."Nggak usah kege-eran!""Udah Aa' ngaku aja deh!" Dina terus menggoda."Lagian kamu kenapa biarin saya pergi kalau memang berniat mencegah?''tanya Al mengalihkan pembicaraan."Karena ak
"Kenapa diblokir?" tanya Al heran.Sesaat Dina hanya terdiam, pandangannya kosong, tampak ia sedang ketakutan."Din, are you okey?" pertanyaan Al kembali menyadarkan Dina."Oh, A', aku nggak apa-apa kok," sahutnya kikuk.Al memperhatikan gerak-gerik Dina, gestur tubuh Dina yang semula tenang berubah menjadi gelisah, walau ia berusaha untuk menutupinya, tapi Al dapat merasakannya. Setiap hari hidup berkutat dengan ribuan karyawan yang bermacam-macam membuatnya pandai membaca keadaan."Hei kamu tenang dulu," ucap Al menenangkan.Dina menghela nafas panjang kemudian menghembuskannya."So, coba jelaskan pada saya, itu tadi nomor saudara kamu? Kakak kamu?"tanya Al pelan.Dina mengangguk."Lalu kenapa malah kamu blokir?" tanya Al heran, ia mulai menyadari ada sesuatu yang tak beres dengan hubungan keluarga Dina."Dia suka ganggu aku A', aku nggak mau lagi diganggunya," jawab Dina dengan pandangan kos
"Ngomong-ngomong siapa seseorang yang mengatakan tentang filosofi air mata itu ke kamu, sepertinya orang yang sangat berarti dalam hidup kamu, sampai kamu mengingatnya begitu baik. Apa itu ibu atau ayah kamu?" tanya Al penasaran."Kenapa Aa' bertanya seperti itu? Pasti karena kata-katanya memang mengena di hati ya?" tanya Dina membuat Al berpikir."Ya, bisa di bilang begitu. Dia memandang air mata dari sisi lain, berbeda dengan kebanyakan orang pada umumnya," sahut Al."Ya Aa' betul, dan orang yang mengatakannya bukanlah Ayah atupun Ibu, sebab Ayah dan Ibu tak pernah memberiku nasihat tentang air mata, karena semasa mereka masih hidup, mereka sangat menyayangiku, sedikitpun tak akan membiarkan sesuatu membuatku sedih apalagi menangis.Aku mengetahui filosofi itu saat merasa terpuruk sepeninggal Ayah dan Ibu. Lalu seseorang datang dengan sebuah kalimat yang membuatku bangkit dan menjadi lebih kuat sampai saat ini," jelas Dina membuat Al semakin pen
Part 15"Oma video call, Din," ucapnya masih terkejut sembari melihat dirinya dan Dina yang masih sama-sama tak berbusana."Astaga, gimana ini?" pekik Al mulai kelimpungan."Duh, Oma ini selalu deh, mengganggu di waktu-waktu sakral," gerutu Al membuat Dina terkekeh. Al buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya dan Dina. Kemudian dengan cepat mengangkat video call dari Omanya, sebelum wanita sepuh itu ceramah agama sebab panggilannya yang tak kunjung mendapatkan jawaban.[Halo, Oma.] [Halo, Al, kamu kenapa? Sakit?][Nggak kok, Oma, Al sehat.][Terus ngapain kamu pakai selimut rapet gitu? Nggak ada hujan nggak ada angin juga.][Di sini dingin, Oma. Oma ada apa, tumben video call malam-malam?][Besok kan hari minggu, ajaklah istri kamu main ke rumah Oma, biar Oma ada temannya nonton drakor. Mana istri kamu sekarang?]Al dan Dina saling berpandangan sesaat, setelah itu dengan ragu Al mengarahkan kamera ke arah istrinya.[Halo, Oma,] sapa Dina canggung, merasa tak nyaman har
"Oppa ... Bangun yuk!" ucap Dina mencoba membangunkan suaminya. Dipijat-pijatnya pelan lengan kekar suaminya, membuatnya semakin enggan menjauh dari bantal."Aduh, Din, masih pagi ini, mendingan kamu tidur sini temani saya," jawab Al dengan mata terpejam seraya menepuk-nepuk tempat di sisinya."Ayo A', kita harus ke rumah Oma, lho, aku juga udah masak banyak tadi, buat sarapan bareng Oma," rayu Dina lagi, kali ini dengan memijat-mijat kepala Al, membuat Al semakin terpejam keenakan."Dah, ke rumah Omanya gampang, ntar siangan aja. Lagi pula Oma dah ada yang masakin sarapan. Mendingan kita tidur dulu, nikmati hari minggu ini," ajak Al dengan suara seraknya, ia kembali meraih guling dan memeluknya."Ah, si Aa', masa iya liburan di kasur aja sih? nggak saru tau A'," gerutu Dina sembari memijat punggung Al yang kini tengah memunggunginya, membuat Al malah ngelekor keenakan."A' ....""Hem?""Aa' ingat nggak semalam ada gempa
"Hai, Beb ...," teriak seorang wanita cantik sesaat setelah Alfaro sampai di ruang tamu, wajahnya memang cantik, tapi suaranya cempreng mirip suara panci yang jatuh dari ketinggian dua meter. Sangat memekakkan telinga, membuat Dina yang mendengarnya memejamkan mata merasakan telinga yang tiba-tiba berdengung.Wanita dengan tubuh kurus tinggi cungkring itu kemudian berlari menghambur memeluk Alfaro, kemudian bercipika-cipiki tanpa merasa berdosa, membuat Dina yang melihatnya merasa ilfeel seketika. Namun sebagai seseorang yang baru di kehidupan Al, ia berusaha tenang dan mengontrol emosinya. Ia ingin tahu siapakah wanita dengan pakaian sexy di hadapannya ini. Dan apa hubungannya dengan suaminya.Meski instingnya sebagai seorang istri auto mode On dan kasih warning, namun Dina tetap berusaha tenang dan berbaik sangka. Lagi pula ia belum tahu betul bagaimana suaminya itu bersosialisasi dengan orang lain, mungkin saja hal itu memang sering mereka lakukan, walau dalam hati kecilnya Dina me
"Maaf ya, Mbak, kalau geli tuh bergidik, kalau mengibas-ngibaskan tangan begitu namanya kepanasan," celetuk Dina membuat Vio sontak menghentikan akitivitasnya. Dan Al? Ia semakin tak dapat menahan tawanya melihat bocah tengilnya itu meladeni Vio.Udah udah, Din, mendingan kamu siap-siap, ambil barang bawaan kamu, kemudian kita berangkat ke rumah Oma," sahut Al tak ingin suasana di antara dua wanita itu semakin memanas."Oke, Sayang," sahut Dina tersenyum, membuat Al sedikit terkejut mendengar panggilan baru untuknya, "setelah Om, Oppa, Aa', sekarang sayang?" batin Al merasa heran, walau ia tahu Dina melakukan itu hanya untuk memanas-manasi Vio, tapi ada hangat menyapa hatinya kala mendengar Dina memanggilnya dengan sebutan Sayang.Sedangkan Vio semakin dibuat kepanasan melihat kemesraan mereka."Duduk, Vi," ucap Al mempersilakan Viona kembali duduk."Al, beneran deh gua heran sama Lo, bisa-bisanya sih Lo nikahin cewek kek Dina? buntelan n
Bab 45 PRUK"Bismillahirrahmanirrahim, Allahumma sholli 'Alaa sayyidina Muhammad wa 'alaa aali sayyidina Muhammad. Ushikum wa nafsii bi taqwAllah, faqod faazal muttaqun.Uzawaijuka 'ala maa amaraAllahu bihi min imsakin bima'rufin au tashrihin bi ihsan.Ya Ali Zainal Abidin Bin Kyai Husein, Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka ibnati Kamila Cahaya Alfahri binti Alfaro Putra Al-fahri, alaa mahri 1 milyun rubiyah, haalan.""Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan." Gus Zianal menjawab kalimat ijab dalam sekali tarikan nafas dan penuh kefasihan."Bagaimana saksi, sah?"Sah!Sah!Sah!Alhamdulillahi rabbil 'Aalamiin, baarkallahu laka wabaaraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khair."Doa doa baik dipanjatkan oleh orang-orang tua dan masyayikh yang hadir. Semuanya turut bahagia atas pernikahan putra kyai Husain.Kamila yang menunggu di atas pelaminan bersama bunda dan mertuanya mengikuti seiap rangkaian acara dengan khidmat. Ia tak berhenti memanjatkan doa di waktu yang hadi
Bab 44 PRUKSebuah cincin berbahan emas baru saja dilingkarkan di jari manis kiri Kamila oleh Bu Nyai Hana, sebagai simbol bahwa kini Kamila sudah berada dalam pinangan putranya, Gus Zainal.Segala doa dipanjatkan untuk kebaikan keduanya, seluruh keluarga terlihat bahagia atas keputusan Gus Zainal dan Kamila yang pada akhirnya memutuskan untuk segera melaksanakan pernikahan.Tanggal pernikahan telah disepakati, begitu juga dengan bagaimana konsepnya. Rencana gus Zainal dan Kamila untuk melaksanakan program riyadhoh sebelum pernikahan dilangsungkan juga disetujui bahkan didukung oleh seluruh pihak keluarga.Setelah selesai sesi lamaran, Kamila langsung dibawa oleh pihak keluarga Gus Zainal, bukan sebagai pengantin yang diboyong ke tempat suaminya, melainkan sebagai calon santriwati program riyadhoh selanjutnya.Sesampainya di pesantren, Gus Zainal segera mengantar calon istrinya ke tempat di mana ia akan menghabiskan waktu selama 40 hari ke depan."Sudah siap?" tanya Gus Zainal."Insya
Bab 43 PRUK"Saya hanya ingin Gus bahagia, dengan menikahi wanita pilihan Gus. Saya tidak ingin menghalangi kebahagian Gus dengan melanjutkan perjodohan ini." setelah beberapa saat, akhirnya Kamila menjawab dengan kalimat yang terdengar ambigu.Gus Zainal terdiam, ia memperhatikan Kamila dengan seksama, "Kamila terkesan menjaga jarak denganku, bahkan dia terlihat segan dan canggung, berbeda dengan Kamila yang kukenal sebelumnya. Kamila yang ceria, yang kocak, yang asal jiplak kalau bicara.Kamila yang dihadapanku ini terkesan pendiam, hanya berbicara seperlunya, terkesan membentengi dirinya dariku. Dia bahkan mengganti kata ganti untuk dirinya dari 'aku' beubah menjadi 'saya'.Entah mengapa, mungkinkah ini akibat dari kejadian yang baru menimpanya, atau mungkin ini sudah menjadi keputusannya? Aku tidak tahu. Tapi hatiku, mengharapkan Kamila yang dulu, yang apa adanya, yang telah berhasil mencuri hatiku. "Bagaimana jika bahagiaku ada padamu, Kamila?" tanya gus Zainal kemudian.Kamila
Bab 42 PRUK"Ayah ... Ayah tenang dulu, ya." Gus Zainal mencoba menenangkan Ayah Kamila yang semakin tergugu."Saya menyesal, Gus ... kenapa harus Kamila yang menjadi korban atas dosa-dosa masa lalu saya? Saya malu, Gus ... saya malu dengan Kyai Husain, saya malu sama njenengan, Gus ...."Ayah Kamila kembali mengungkapkan isi hatinya. Tangisnya pecah, ia merasa gagal sebagai seorang ayah.Addina yang mendengar ratapan suaminya turut teriris hatinya. Dia tahu betul, bahwa suaminya sangat mengharapkan perjodohan ini. Harapan terbesarnya adalah mengantar Kamila sampai ke pelaminan, dan bersanding dengan lelaki yang tepat, yang mampu memimpin Kamila dan mengarahkannya pada kebaikan.Perjodohan dengan Gus Zainal adalah salah satu cara yang ia harapkan dapat menjadi jalan untuk mewujudkan impiannya."Tolong, Gus ... tolong sampaikan maaf saya pada Kyai Husein. Maaf karena terpaksa perjanjian perjodohan ini harus berakhir sampai di sini." Alfaro melanjutkan kalimatnya."Ayah ... jika memang
Bab 41 PRUKKamila menceritakan semua dari awal sampai akhir, tanpa ada sedikitpun yang ditutupinya. Walaupun dengan penuh drama, sembari terus terisak penuh penyesalan, namun Kamila memutuskan untuk mengakhiri semua dramanya.Kejadian yang baru saja menimpanya membuatnya sadar, bahwa jalan yang ia pilih selama ini adalah salah.Dion, lelaki yang selalu dipuja-pujanya, justru merupakan lelaki yang hampir saja merusak diri dan masa depannya.Rasa syukur dan terima kasih tak henti ia ucapkan pada Allah, kedua orang tua dan Gus Zainal, karena tanpa jasa mereka, Kamila tak dapat membayangkan lagi apa yang akan terjadi dalam hidupnya."Astaghfirullah, Kamila ... Kamu—!" Ayah Kamila tak dapat menahan amarah, setelah mendengarkan cerita Kamila, ia menyimpulkan, bahwa semuanya bermula dari kecerobohan putrinya.Ia menarik nafas panjang, lalu kembali membuangnya kasar. Berusaha meredam emosi yang tiba-tiba menguasai jiwa."Berapa kali Ayah bilang sama kamu, jauhi Dion, Kamila ... jauhi Dion! T
Bab 40 PRUKGus Zainal melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dadanya masih bergemuruh, tiap kali membayangkan apa yang telah Dion lakukan pada Kamila.Melalui spion tengah, ia melirik Kamila yang masih terlelap dalam tidurnya."Nyenyak tidur Kamila sangat tidak normal, besar kemungkinan Dion menabur obat tidur di dalam makanan atau minuman Kamila.Seharusnya hal ini cukup membuat hatiku, lega, karena itu artinya, apa yang terjadi, bukan atas dasar keinginan Kamila.Tapi tetap saja, hati ini begitu kecewa. Mendapati kenyataan bahwa Kamila berada di sebuah ruangan bersama lelaki lain. Tak hanya itu, dia bahkan sudah disentuh-sentuh," gumam Gus Zainal dalam hati"Aaaarrrrrrrgggghhhh!" ia berteriak penuh amarah sembari memukul setir. Merasa emosinya tak stabil, ia menepikan mobil, sejenak menenangkan diri dari serangan emosi."Ya Allah ... kenapa harus seperti ini? Kenapa harus Kamila? Aku telah gagal menjaga Kamila, aku telah gagal mengemban amanah yang Abah berikan padaku. Dan saya
Bab 39 PRUKSetelah puas bermain-main dengan kepala Kamila, kini tangan Dion turun membelai pipi Kamila. Membuat gadis itu semakin meronta di alam bawah sadarnya. "Cantik," gumamnya pelan dengan suara yang semakin memberat, tanda ia mulai berhasrat."Ah, rasanya aku udah nggak tahan lagi lihat Kamila tergeletak tak berdaya seperti ini. Sebaiknya aku segera eksekusi," gumam Dion seraya membuka pakaian yang dikenakannya. Lalu menyibak selimut yang membalut tubuh Kamila, menampilkan setiap lekukan dari tubuh moleknya.Dion tersenyum puas memandangnya. Matanya semakin menggelap, dan ingin segera melangsungkan aksinya.Melihat kaki putih jenjang Kamila yang hanya terbuka separuh membuat sisi lelaki Dion semakin menyala, bulu-bulu halus yang tumbuh di sana mulai dibelai-belainya. Menimbulkan sensasi nikmat tersendiri baginya. Dion memejamkan mata, merasakan halus kulit tubuh Kamila.Perlahan posisi tubuh Dion sudah berada di atas tubuh Kamila, mulai memandangi wajah cantiknya yang tengah t
Bab 38 PRUK"Di ... please ... kamu mau ngapain?" tanya Kamila semakin ketakutan."Santai aja, Mil ... Aku cuma mau nolongin kamu kok," ucapin seraya merangkul dengan Kamila. Akan tetapi dengan cepat Kamila menjauhkan tubuhnya dari sentuhan Dion."Jangan sentuh aku, Di!" ucapnya lantang.Akan tetapi hal itu tak membuat Dion menjadi gentar, ia justru semakin mempermainkan perasaan Kamila, "rileks, Mil, santai aja ... aku nggak akan ngapa-ngapain kamu. Aku cuma mau bantuin kamu kok. Ayo sini, kamu jangan terlalu lama di sini dengan pakaian seperti ini, kamu bisa masuk angin nanti, ingat, kamu habis kehujanan." Dion menyampaikan kalimatnya dengan suara yang sangat lembut, membuat Kamila seketika merasa luluh, seolah tengah terhipnotis dengan perlakuan Dion, walau dalam hati ia tetap was-was.Kamila mengikuti langkah Dion yang memapahnya ke tepi ranjang, kemudian menggunakan selimut untuk membalut tubuhnya.Setelah itu ia melangkah ke arah nakas dan mengambil segelas minuman hangat yang
Bab 37 PRUK"Assalamualaikum, Gus ... Maaf apa sudah ada perkembangan?" Ayah Kamila kembali bertanya dari telepon sebab desakan istrinya. Bunda Kamila terus mengeluhkan hatinya yang tak bisa tenang, seolah memiliki firasat yang kuat akan kondisi putrinya yang tak baik-baik saja."Waalaikumsalam, Ayah. Ini saya masih terus melanjutkan pencarian. Tadi melalui cctv toko alat tulis milik Pesantren, kami mendapatkan jejak. Kamila pergi menggunakan mobil, seseorang telah menjemputnya dan saya curiga dia adalah Dion." Gus Zainal mencoba menjelaskan perkembangan pencarian putri Pak Alfaro tersebut."Dion? Jadi Gus Zainal juga kenal dengan Dion?" Ayah Kamila terdengar sedikit terkejut."Iya, Yah. Kamila sering bercerita tentang Dion, bahkan kami sempat saling bertemu dan berkenalan," jelas Gus Zainal disambut ucapan istighfar oleh Ayah Kamila."Astaghfirullah, Kamila ... Maaf ya, Gus, saya benar-benar nggak ngerti dengan pola pikir Kamila. Saya sengaja memasukkannya ke Pesantren demi bisa menj