Matahari mulai bersinar dari ufuk timur. Cahaya hangatnya membuat semua orang membuka mata lebar seraya waspada. Kini gelombang tsunami perlahan surut dan masuk ke dalam rongga-rongga tanah.
“Apa kamu yang membuat bumi berongga?” tanya Liana mengepalkan tangan erat.
“Kenapa? Apakah kamu merasa kesal? Bukankah bumi sudah terlalu lama menderita karena ulah manusia,” tanya Jack sembari tertawa terbahak-bahak.
“Sayangnya kamu adalah bagian dari spesies manusia,” jawab Liana kemudian tersenyum tipis di bibir merah mudanya.
Kali ini, Jack berjalan beberapa meter ke depan untuk mendekati Liana. Dia kemudian mengeluarkan sebuah remote dengan tombol biru, kemudian menekannya dan menunjukkan tatapan tajam.
“Apa yang kamu rencanakan, Jack?” tanya Liana bersiap melihat sekeliling setelah Jack menekan tombol itu.
“Jika aku tidak bisa menghukum semua orang, bia
Burung gagak terdengar bekicau di ranting-ranting pohon dekat posko evakuasi. Bencana akibat ulah konyol Jack telah memakan ribuan nyawa tidak berdosa dari seluruh penjuru bumi.Rintih hujan mulai turun sedikit demi sedikit. Seakan akan, langit tahu bahwa bumi kali ini tengah berduka. Air hujan itu seakan-akan memiliki tujuan untuk menyamarkan bekas darah yang masih menempel di atas tanah maupun bangunan.“Mama, Papa. Kenapa kalian tidur di sini?’ tanya Liana kemudian memegang tangan orang tuanya.Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu mencoba untuk menahan isak tangis mereka. Namun, apalah daya hati seorang manusia yang mudah rapuh. Bahkan Sofi dan Panji tidak bisa memungkiri kebenaran itu.“Salma, apakah kamu memiliki selimut?” tanya Liana kemudian menatap Salma dan tersenyum, sontak membuat semua orang terkejut.“Selimut? Un-tuk apa Liana?” tanya Sal
Liana kini tidak bisa mendengarkan suara apa pun, termasuk teriakan Aji. Pikirannya kosong, hatinya mulai berada di titik hampa. Dia kebingungan, merasa hatinya terjepit dan dadanya mulai sesak.Di atas bukit ini, Liana mengadu melalui hatinya. Sambil menatap luasnya langit, Liana mengepalkan kedua tangannya. “Tidak, jangan menangis.” Hati Liana bergetar, berusaha tegar demi dirinya sendiri.“Kenapa kamu memanggil mereka?” teriak Liana keras sehingga mengejutkan Aji.“Liana…,” teriak Aji terkejut dengan teriakan itu, namun dia tidak bisa mendekati Liana.Angin kemudian berhembus begitu kencang. Pohon-pohon terlihat menunduk karena angin itu. Kaki Liana mulai bergetar, jari-jemarinya terasa berat. Bahkan bibirnya tergigit untuk mengunci ucapan yang akan ia lontarkan.Wuushhh…Sebuah daun berhenti tepat di depan kelo
Keadaan bumi berangsur-angsur pulih. Kota apung berfungsi sesuai dengan harapan Liana. Beberapa energi terus dikembangkan untuk memulihkan daratan di bumi, namun tetap saja semua itu memerlukan waktu.“Transportasi penghubung antarkota akan diresmikan hari ini. Awasi terus proses alokasinya,” ucap Salma sembari memperhatikan finishing dari kendaraan yang akan menjadi transportasi utama itu.6 bulan sejak hari duka dalam hidup Liana, kini ia bisa tersenyum dan tertawa bersama semua orang. Melanjutkan hidup, mungkin inilah yang ingin Liana lakukan saat ini.“Kakak, apakah barang yang ku pesan sudah tiba?” tanya Liana begitu memasuki ruangan pribadi Panji.“Sepertinya ada di atas meja, kakak sedang mengerjakan sesuatu,” jawab Panji tanpa melihat Liana karena sibuk dengan alat buatannya.“Baiklah. Tetapi, di mana kak Sofi? Aku tidak melihatnya beberapa hari ini
Mengumpulkan keberanian sebesar itu tidaklah mudah. Perlu keyakinan dan kesiapan diri yang matang. Karena jika lisan dengan sengaja melontarkan kalimat begitu saja, bukan tidak mungkin akan ada hati yang terluka.Liana tahu, dia mulai menyadarinya. Menyadari bahwa kakak perempuan yang selama ini mendukungnya, tidak berasal dari dunia yang ia kenal.“A-pa maksud da-ri pertanyaan itu, Liana?” tanya Sofi sembari terus menatap Liana, berusaha untuk tidak goyah.“Dari mana asal kakak sebenarnya?” tanya Liana sekali lagi, yakin bahwa apa yang 6 bulan terakhir ia kumpulkan akan terbukti kali ini.Sekali lagi Sofi membisu, tidak ingin berucap atau membuat alasan apapun kepada Liana. Dia bingung sekaligus khawatir dengan jawaban yang nantinya keluar dari lisan yang penuh dengan kenyataan itu.“Hari sudah makin siang, matahari bersinar begitu terik. Mari kita masuk,”
Salah satu pertanyaan besar dalam diri Liana terjawab. Suara itu, yang terus berusaha menuntun Liana untuk melakukan semua ini. Ternyata berasal dari dirinya di universe yang lain.“Apakah di dunianya, terjadi berbagai bencana seperti di bumi?” tanya Liana kemudian duduk di kursi dan menunggu Sofi menjawab pertanyaannya.“Tentu. Semua universe memiliki permasalahan yang berbeda. Hanya ada 5 universe, yang memiliki waktu dan massa yang hampir sama. Kini hanya tersisa 2 orang yang Bernama Liana. Itu adalah kamu, dan Liana di universe ke-4,” jawab Sofi menunjukkan kondisi yang ada di universe ke-4.Mata Liana terbuka lebar, kakinya bergetar. Melihat semua yang ditunjukkan Sofi kini hanya tersisa puing-puing saja. Semua terlihat hancur, tidak ada bangunan yang berdiri tegak di universe itu.“Apa yang terjadi?” tanya Liana sekali lagi.“Liana di universe itu merasa gagal
“Apa katamu?” tanya Sofi begitu mendengar ucapan lirih Liana.“Aku harus menemukannya, dan membawa kak Panji beserta Aji kembali,” jawab Liana kemudian beranjak pergi, namun Sofi menghentikannya.“Tidak, kamu tidak boleh. Ikut kakak,” perintah Sofi sembari menarik tangan Liana dan masuk ke dalam ruangan cermin.Sementara itu, di pusat laboratorium kota, semua orang berusaha meningkatkan kewaspadaan mereka. Tidak akan ada yang tahu, bagaimana komplotan miko bisa menembus system keamanan kota apung.Namun, Prof. Rendra yakin bahwa Panji maupun Aji bisa menjaga diri mereka, sampai bala bantuan tiba.“Mengapa aku tidak boleh masuk ke universe ke-4? Aku harus membawa mereka kembali, kak,” tanya Liana begitu memasuki ruangan cermin, dan kini duduk berhadapan dengan Sofi.“Apa kamu pikir mudah, untuk keluar dan masuk ke universe lain?” tanya Sofi dengan tatapan
Semua mata terbelalak, melihat puing-puing itu berceceran tanpa arah di angkasa. Untuk menghindari benturan akibat puing-puing tersebut, Sofi mengaktifkan fungsi pengaman pesawatnya.Fungsi aktif…“Kita harus segera mendarat. Akan lebih berbahaya jika benda-benda tanpa tujuan itu menabrak pesawat ini,” ucap Sofi kemudian menarik kemudi pesawat itu.“Sungguh membuatku penasaram,” celetuk Salma, terus memperhatikan keluar pesawat.Lagi-lagi, pesawat itu melesat layaknya pancaran kilat. Mereka tiba di daratan planet tempat seseorang yang Liana cari. Perlahan Liana melepaskan sabuk pengaman dan mengenakan semua alat keamanan yang sudah disiapkan sebelumnya. Begitupun dengan Salma, Ratih, san Sofi.“Huftt… aku merasa bahwa jantungku, tidak baik-baik saja,” keluh Ratih sembari mengelus dadanya dengan raut wajah khawatir.“Kita b
Mereka masih berada di ruangan yang sama, sejak terakhir kali tersadar bahwa ada sesuatu yang menanti. Terperosok masuk ke dalam tanah, bahkan tidak terpikirkan oleh mereka.Sekarang, Liana telah menemui sosok yang dipanggil sebagai “Liana” di universe ini. Mereka saling memandang satu sama lain. Begitu juga dengan Salma dan Ratih, raut wajah terkejut itu membuat siapapun ingin tahu apa arti dari semua yang terjadi hingga detik ini.“Hai, aku Liana,” sapa Liana dari universe ke 4.Liana masih terdiam, tidak berucap apapun dan terus memandang gadis seusianya itu. Kali ini, suasana canggung mulai mengusik semua orang yang ada di ruangan itu, termasuk Sofi.“Canggung sekali, tidak ku sangka akan serumit ini,” gumam Sofi kemudian mendekati kedua Liana itu.Kali ini, Liana mulai maju satu langkah ke depan, untuk memastikan apa yang ia lihat bukan ha
Salma kemudian mencabut sebuah kabel agar video itu berhenti, sebelum Liana melakukan hal yang tidak bisa dicegah. Semua orang terdiam dan terus memperhatikan Liana.“Aku akan membunuhnya,” ucap Liana kemudian mengaktifkan senjata andalan yang pernah ia siapkan bersama Panji, selama ada di bumi.Melihat itu, Sofi memeluk Liana dan berusaha menenangkannya. Sofi tahu, bahwa alat itu bahkan bisa menembak mati seekor godzila dengan sekali tembakan. Alat itu, dibuat khusus dan hanya Liana yang bisa memakainya.“Ada apa denganmu? Mereka hanya memancingmu Liana. Tidak mungkin, Aji dan Panji dalam kondisi itu,” jelas Sofi terus memeluk Liana.“Apa kakak tuli? Kak Panji jelas-jelas memanggil kakak, dan kini kakak memintaku untuk mengabaikannya? Apa kakak waras,” tanya Liana.Liana melontarkan pertanyaan itu sembari melepaskan pelukan Sofi. Ia berusaha menyembunyikan
Alat buatan Liana telah selesai. Alat berkilau yang ia kerjakan selama 13 jam non stop itu, akan menjadi salah satu komponen terpenting dalam sejarah penyelamatan planet ini.“Astaga, kenapa alat ini bisa berkilau?” tanya Ratih.“Ini adalah sebuah trik,” jawab Liana kemudian membawa alat itu dan pergi ke pusat teknologi kota.Salma dan Ratih bergegas mengikuti Liana. Mereka sadar bahwa saat ini, pilihan hidup mereka hanyalah membantu Liana dan kembali ke bumi bersama Aji dan Panji.***Proses evakuasi kota masih terus dilakukan. Semua penduduk diberi alat pelindung diri yang sudah dirancang khusus, untuk melindungi diri jika kota ini berhasil di ambil alih.“Tenanglah, Ana. Mereka berusaha memprovokasimu,” ucap Sofi terus memantau keadaan di luar sana.Sembari terus memantau lapisan keamanan, Ana mengaktifkan semua perlin
Semua orang berkumpul di kediaman utama, termasuk Ana dan penjaga kota. Setelah bedebat dengan kakaknya, Liana terkejut mendengar sirine diikuti dengan sensor merah yang menyala dimana-mana.“Apa yang terjadi?” tanya Ratih terkejut sembari menggenggam tangan Salma.“Mereka datang!” teriak salah seorang penjaga yang tergesa-gesa masuk ke kediaman utama.“Situasi darurat, amankan kota!” perintah kepala penjaga kota kemudian berlari keluar.Tanpa mengatakan sepatah kata, Ana berlari keluar dan segera menuju ke pusat teknologi. Entah apa yang akan terjadi, Sofi menarik tangan Liana dan melarangnya untuk ikut campur.“Liana dengarkan aku,” perintah Sofi sembari memegang tangan Liana.“Apa yang kakak lakukan? Kita harus mengikuti Ana,” tanya Liana terkejut ketika Sofi menghentikan langkahnya.“Tidak! Kamu tidak boleh ikut campur. Ka-k
Tiba-tiba suara larangan terdengar. Suara yang tidak asing bagi Liana, namun ia sendiri tidak tahu suara siapa itu. Liana terus memegang liontinnya erat-erat. Berharap sesuatu yang buruk tidak terjadi. Namun…“Pergilah Liana. Lari… cepat….” Teriakan larangan itu kembali mengusik Liana.Tanpa tahu apa arti dari suara itu, Liana dengan cepat mengaktifkan VEBU dan pergi meninggalkan tempat itu. Rasa berat hati meninggalkan tempat yang ia cari seharian penuh untuk menjawab tanda tanya di otaknya.***Sesampainya di kediaman utama, Liana terkejut beberapa penjaga beserta Ana memenuhi kediamannya. Terlihat pula Ratih dan Salma dengan raut wajah khawatir, sekaligus marah tanpa Liana tau apa penyebabnya.“Mengapa semuanya berkumpul di sini?” tanya Liana begitu sampai dan melihat semua orang.Tidak seorang pun membuka bibir mereka untuk
Mendengar perkataan kakaknya, Liana pun mencatat semua yang ia dengar. Sofi tidak lagi mengigau, atau terbangun sedikitpun. Namun, ucapannya itu, jelas membuat Liana merasa sangat penasaran.“Apa yang baru saja diucapkan kak Sofi? Mungkinkah, ingatan itu adalah kejadian yang tidak diketahui oleh siapapun, saat kak Sofi menghilang,” tanya Liana kepada dirinya sembari merapikan selimut Sofi.***Hari sudah berganti. Matahari di atas daratan mungkin sudah terbit saat ini. Tinggal di kota bawah tanah dengan waktu yang sama dengan daratan, membuat semua orang melupakan kenyataan bahwa mereka sudah hidup cukup lama di bawah sana.Dengan sinar matahari yang diserap langsung dari atas, mereka kerap kali tidak sadar bahwa saat ini tengah menjalani kehidupan di dalam bumi.“Selamat pagi,” sapa Ratih sembari membawa sepotong roti.“Apakah kak Sofi masih tertidur?&rdqu
“Mama akan melindungimu, jadi jangan bersuara.” Satu kalimat yang membungkam Sofi selama 5 tahun pertama dia tinggal di planet ini.Selama itulah, dia tidak berkomunikasi dengan siapapun. Bahkan, Sofi kerap kali menangis ketika mendengar bunyi benda keras yang berjatuhan.Kedua orang tua Ana berusaha untuk merawatnya seperti putri mereka sendiri. Namun, apadaya jika seorang anak terus merindukan kasih saying orang tua kandung mereka.“Saat itu, aku sedang menunggu,” ucap Sofi singkat.“Apa yang sebenarnya kakak tunggu?” tanya Liana semakin penasaran.“Mama,” jawab Sofi kemudian meneteskan air mata.Liana kemudian menggenggam kedua tangan Sofi erat. Ia sadar bahwa tidak seharusnya bertanya hal itu, karena akan membuat kakaknya semakin sedih. Namun, Liana ingin Sofi berbagih kesedihan itu dengannya.“Mama berkata,
Semua orang meletakkan pandangannya kepada Sofi. Siapa sangka, jika gadis kecil yang penuh dengan tatapan trauma itu adalah dirinya. Melihat diri kecilnya yang meringkuk di balik pohon, Sofi mengalihkan pandangannya dan mulai mengatur napas.“Apakah semua ini? Mengapa gadis kecil itu adalah kakak?” tanya Liana terkejut dengan raut wajah tidak percaya.Keinginan untuk terus bungkam membuat Sofi bergelinang air mata. “Tidak.” Kata yang saat ini membungkam bibir merah muda itu. Namun, sampai kapan derita itu akan dia tanggung seorang diri.“Itu aku, sekaligus keadaan pertama kaliku ketika menginjakkan kaki di planet ini,” jawab Sofi sembari mentup kedua matanya dengan telapak tangan.“Oh… apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Salma menahan air matanya ketika melihat gadis kecil yang tak lain adalah Sofi.“Saat itu Jack bahkan menghancurkan rumah kami.
Mereka masih berada di ruangan yang sama, sejak terakhir kali tersadar bahwa ada sesuatu yang menanti. Terperosok masuk ke dalam tanah, bahkan tidak terpikirkan oleh mereka.Sekarang, Liana telah menemui sosok yang dipanggil sebagai “Liana” di universe ini. Mereka saling memandang satu sama lain. Begitu juga dengan Salma dan Ratih, raut wajah terkejut itu membuat siapapun ingin tahu apa arti dari semua yang terjadi hingga detik ini.“Hai, aku Liana,” sapa Liana dari universe ke 4.Liana masih terdiam, tidak berucap apapun dan terus memandang gadis seusianya itu. Kali ini, suasana canggung mulai mengusik semua orang yang ada di ruangan itu, termasuk Sofi.“Canggung sekali, tidak ku sangka akan serumit ini,” gumam Sofi kemudian mendekati kedua Liana itu.Kali ini, Liana mulai maju satu langkah ke depan, untuk memastikan apa yang ia lihat bukan ha
Semua mata terbelalak, melihat puing-puing itu berceceran tanpa arah di angkasa. Untuk menghindari benturan akibat puing-puing tersebut, Sofi mengaktifkan fungsi pengaman pesawatnya.Fungsi aktif…“Kita harus segera mendarat. Akan lebih berbahaya jika benda-benda tanpa tujuan itu menabrak pesawat ini,” ucap Sofi kemudian menarik kemudi pesawat itu.“Sungguh membuatku penasaram,” celetuk Salma, terus memperhatikan keluar pesawat.Lagi-lagi, pesawat itu melesat layaknya pancaran kilat. Mereka tiba di daratan planet tempat seseorang yang Liana cari. Perlahan Liana melepaskan sabuk pengaman dan mengenakan semua alat keamanan yang sudah disiapkan sebelumnya. Begitupun dengan Salma, Ratih, san Sofi.“Huftt… aku merasa bahwa jantungku, tidak baik-baik saja,” keluh Ratih sembari mengelus dadanya dengan raut wajah khawatir.“Kita b