Short
Her Light and My Darkness

Her Light and My Darkness

By:  Watermelon KingCompleted
Language: English
goodnovel4goodnovel
9Chapters
3.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

After I became a vegetable, Samuel kept me alive for two years with all sorts of tubes. I thought he couldn’t bear to let me go—until his true love returned to the country. He took my corneas and transplanted them to her. Right in front of me, he spoke to her with the utmost tenderness: “Don't worry; you'll be fine. These eyes have been prepared for you for two years.” As a result, I had an adverse reaction after the surgery and passed away. When he heard the news, his eyes turned crimson with rage, and he nearly smashed the hospital: ”Didn't you say there wouldn’t be any problems?!”

View More

Chapter 1

Chapter 1

"Bagus sekali, Sasa. Bertahun-tahun kamu akhirnya mau kembali, Paman benar-benar senang," kata seorang pria paruh baya dengan nada riang di telepon.

Setelah aku menutup telepon, Navish membuka pintu kamar. Bersamaan dengan kehadirannya, tercium aroma parfum wanita yang asing.

"Kamu barusan telepon siapa?" tanyanya tanpa sedikit pun perhatian. Matanya tetap terpaku pada layar ponselnya, tidak melirikku sama sekali.

Aku baru hendak menjawab ketika ponselnya berdering. Dari sana, terdengar suara lembut seorang gadis, "Pak Navish, terima kasih banyak untuk obat flu yang kamu kirim beberapa hari lalu. Kalau bukan karena kamu, fluku pasti makin parah. Tanpa kamu, aku nggak tahu harus gimana!"

Navish tampaknya merasa kurang nyaman mendengarkan itu di depanku, jadi dia menurunkan volume teleponnya.

Aku diam saja, merasa percuma untuk berkata apa pun. Bukankah kami memang sudah berencana untuk bercerai? Aku menutup mulutku dan kembali mengemasi barang-barangku. Seperti biasa, aku membuatkan diriku segelas susu hangat.

Selesai berbicara di telepon, Navish duduk di sofa dengan santai sambil membaca koran keuangan seperti kebiasaannya setiap malam. Namun, dia tampak terganggu ketika tangannya tidak menemukan teh bunga yang biasa kubuatkan untuknya. Akhirnya, dia menatapku dan wajahnya menunjukkan ketidaksabaran.

"Cuma karena waktu itu aku nggak menyelamatkanmu saat lift rusak, kamu harus begini?" ucapnya dengan nada mengejek.

"Miya bilang, sepupunya seorang dokter, dan katanya klaustrofobia itu bukan masalah besar. Kamu jangan terlalu lebay."

"Lagi pula, kamu yang minta cerai, aku sudah setuju. Jadi, kenapa harus terus-terusan pasang wajah masam?"

Malam itu, aku pulang lembur sangat larut. Aku terjebak di lift yang mendadak mati listrik dengan ponsel yang hampir kehabisan daya. Klaustrofobiaku kambuh sehingga membuatku gemetar hebat. Dengan tangan gemetar, aku mencoba menelepon Navish untuk meminta bantuan.

Namun, dia hanya menjawab, "Kamu nggak bisa cari solusi sendiri? Aku lagi sibuk," sebelum menutup telepon.

Beberapa saat kemudian, ponselku mati dan aku kehilangan kesadaran.

Baru belakangan aku tahu bahwa asistennya, Miya, mendapat cuti selama beberapa hari. Rupanya, malam itu dia "sibuk" mengantar obat flu untuk Miya.

Itulah alasan aku memutuskan untuk mengajukan cerai.

"Nggak masalah. Setelah kita resmi bercerai, kamu nggak perlu lagi melihat wajah masamku," jawabku tanpa menghentikan pekerjaanku.

Aku pikir Navish akan senang mendengar itu, tetapi dia tiba-tiba menaikkan suaranya, "Jangan sampai kamu menyesal!"

Aku tetap fokus pada pekerjaanku, tidak peduli dengan emosinya. Navish akhirnya keluar rumah dengan membanting pintu.

Aku tidak ingin memikirkan suasana hatinya lebih jauh. Setelah menyelesaikan pekerjaanku, aku membuat segelas susu hangat, lalu mandi air panas sebelum bersiap tidur.

Namun, ponselku berbunyi. Pesan dari Navish masuk.

[ Aku mabuk. Datang jemput aku, sekalian bawa satu botol yogurt. ]

Aku tidak ingin pergi, tetapi pesan berikutnya langsung menyusul.

[ Kita belum resmi bercerai. Kamu masih punya kewajiban sebagai istriku. ]

Merasa lelah, aku akhirnya mempersiapkan diri dan berangkat. Ketika sampai di depan kelab tempat dia berada, suara tawa Navish dan Miya terdengar jelas dari dalam.

Pikiranku melayang ke malam saat aku pertama kali mengajukan cerai. Malam itu, Navish juga mabuk, dan salah seorang temannya bertanya, "Navish, kamu benar-benar tega menceraikan Sasa?"

Dengan nada meremehkan, dia menjawab, "Dia cuma ngambek. Orang tuanya sudah meninggal, mana mungkin dia benar-benar berani menceraikan aku?"

"Lagi pula, ada masa tunggu 30 hari untuk perceraian. Kalau Sasa menyesal, aku akan bermurah hati memaafkannya, dan dia pasti akan kembali padaku."

Dia pikir statusku sebagai yatim piatu membuatku tidak bisa meninggalkannya. Bukan karena cinta, dia hanya yakin aku tidak punya tempat untuk kembali.

Namun, dia salah besar. Aku sudah menghitung hari, dan masa penantianku hampir berakhir.
Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.

Comments

default avatar
Angela
Read it…….
2025-05-07 08:39:59
0
user avatar
Cris Land
Já li......
2025-04-06 09:08:46
0
9 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status