“Halo, kau hilang ke mana sih? Pergi tanpa pamit.”
Aku bisa mendengar suara Joke diikuti dengan dengusan kesal dari telepon, ia pasti kalang kabut mencariku seharian ini. HAHAHA.
“Kau masih bisa tertawa?”
“Anak bodoh itu membawaku ke dokter kandungan, dia pikir aku mengandung anak Simon. Lucu sekali, sangat konyol HAHAHA.”
Joke mengomel super panjang di telepon—mengatakan aku dan Eric sama-sama gila, padahal aku hanya ingin melihat wajah linglungnya. “Jadi kapan kau bisa menjemputku?” tanyaku.
&nb
(FLASHBACK) Aku terbangun dalam kamar yang hangat dan seorang wanita sedang merawat luka yang memenuhi sekujur tubuhku. Aku berusaha memanggilnya, “Pe—Permisi.” Tenggorokanku kering dan seluruh badanku mati rasa, aku pikir aku sudah lumpuh. Aku harus duduk di atas kursi roda berbulan-bulan. Lady Anne dan Simon adalah orang yang selalu berada di sisiku, syukurlah aku dipertemukan dengan dua malaikat asing. Dalam pikiranku hanya satu, aku ingin menangkap Bilson Moretz dan menjebloskannya ke penjara seumur hidup. Aku menghubungi Marco, pengacara keluarga Rossi untuk membicarakannya—“Mrs. Carina, tolong jangan pernah menghubungiku lagi. Kami semua sudah menganggapmu mati di jurang hari itu.”
“Halo, Mr. Bilson. Apa kau punya waktu luang?” aku meneleponnya pagi-pagi dengan dalih membicarakan masalah pekerjaan. Informasi yang kudapatkan kemarin masih belum jelas.Bagaimana mungkin tragedi sebesar itu tidak masuk ke dalam surat kabar?“Kalau begitu, akan kukirimkan lokasinya,” ujarku. Aku sengaja memilih tempat yang letaknya cukup jauh dan sepi.Kami akan bertemu di De Moon Bar.“Silahkan masuk,” ujar Eric yang sudah menunggu di luar sedari pagi. Karena pagi ini sudah mendung, aku kehilangan semangat untuk bertengkar dengannya. “De moon Bar,” ucapku sembari masuk ke dalam mobil.Brak!Suara bantingan keras saat menutup pintu mobil. Sebenarnya, aku tidak perlu sekesal i
Ckritttt! "Hei, ada apa?" protesku. "Maafkan saya, bu. Apa ada yang terluka?" sahut supir taksi dengan panik. "Sekelompok pria itu muncul tiba-tiba. Jadi, saya terpaksa rem mendadak." "Sayang, ada apa?" timpal Bilson yang sudah setengah sadar. Aku yakin kepalanya masih berputar hebat, namun ia memicingkan matanya untuk melihat penampakan di depan mobil. "Siapa mereka?" gumamnya. "KELUAR!!" Belum sempat memikirkan apa yang harus dilakukan, seseorang sudah memukul kaca mobil dengan tongkat kayu. "KELUAR KALIAN SEMUA!" teriaknya. Aku cukup takut tapi tidak setakut itu– lebih tepatnya, khawatir campur bingung. Aku melihat supir taksi perlahan keluar sambil bertanya apa yang sedang terjadi, sambil sesekali memohon ampun. "Hei, kalian berdua juga keluar!" perintahnya. "Mereka mau apa, sih!?" geram Bilson sambil membuka pintu mobil. "Lebih baik, jangan menyerang dulu. Mungkin mereka hanya peram
Kami bertiga sedang duduk di lounge hotel bernuansa klasik dengan lampu gantung di setiap sudut. Anehnya, cahaya lampu membuat suasana di pagi menjadi sedikit redup. "Maafkan aku," ungkap wanita yang memakai blouse merah pekat, senada dengan warna wine yang kami pesan. "Ucapanku terdengar seperti sedang menuduh seseorang berbuat hal yang tidak-tidak," jelasnya lagi. "Tidak masalah, santai aja," balasku. "Aku harap kesalahanku tidak mempengaruhi hasil kerja sama diantara kalian," terang Chloe masih memasang wajah penuh harap. "Ya, kau tenang saja. Aku ini cukup profesional." "Sungguh terima kasih," tutur Chloe sembari menunduk. Kenapa orang ini sangat mencemaskannya? Apa Bilson telah menemukan titik lemahnya? Apa ini yang namanya karma instan? "Kalau begitu, aku permisi dulu." "Tunggu, Ms. Joa. Kami ingin mengundangmu makan malam bersama akhir pekan ini, apa memungkink
"Hei, sedang melamun apa?" Aku menatap Joke yang berwajah masam dengan alis menyeringai tajam ke arahku. "Singkirkan segala beban pikiran yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dan rencana balas dendam." "Apa sih?" elakku. "Jangan-jangan kau masih kepikiran dengan sosok pria aneh yang berjanji akan menjagamu seumur hidupnya." Memang benar! "Joa, kau tidak pernah belajar dari kesalahan, ya? Aku sudah mengingatkanmu agar tidak terlalu terlibat dengan urusan luar. Sasaran kita hanya Bilson dan para pecundang itu." "Aku tahu, aku tahu." "Suruh kau merayu Bilson yang mata keranjang saja, kau tidak lulus," gerutu Joke sembari meneguk habis jus jeruk di gelasnya. "Siapa bilang tidak berhasil? Bahkan aku mendapatkan undangan perjamuan makan malam dari mereka." "Tapi, kau tidak pergi kan? Kau malah bersenang-senang dengan pria aneh itu sampai tidak tahu jalan pulang. Benar-benar keterlaluan." "Hei, kau
Mr. Foster langsung bisa dikenali dalam sekali pandang, karena ia selalu memakai setelan jas abu-abu dan topi. Ditambah tongkat perunggu berkepala naga yang selalu dibawanya kemana-mana. Sherlock Holmes! Benar, serupa tapi tak sama. "Maaf merepotkanmu, Ms. Joa." "Tidak masalah," jawabku datar. "Saya ingin memberikan beberapa pertanyaan perihal kasus Sarah Deelin, model majalah utama dari perusahaanmu." "Ya, silahkan." "Apa mendiang Sarah pernah menceritakan bagaimana kondisi keuangan keluarganya pada Anda?" tanya Mr. Foster sembari bersiap-siap untuk menulis di catatan kecilnya. "Detektif, sudah berapa kali kau menanyakan hal yang sama padaku? Aku sampai sudah hapal jawabanku." "Per.. permisi, apa Tuan dan Nona mau pesan?" sela seorang pelayan wanita. "Tolong, satu gelas kopi susu dingin. Anda mau pesan apa, Ms. Joa?" tanya Mr. Foster. "Teh oolong panas saja." Setelah pelayan wanita berp
"Jadi, surat ini sudah Anda terima sebelum kasus terjadi?" "Benar." "Ya ampun, kenapa baru bilang sekarang?" "Aku benar-benar tidak ada keinginan untuk merahasiakannya sama sekali. Tapi, lihatlah surat ini, seperti omong kosong tak bermodal. Lihat saja, kertas yang digunakannya. Lagipula, yang diancamnya juga adalah aku," terangku. Tak sadar, volume suaraku semakin tinggi, Mr. Foster memberi isyarat dengan menempelkan ujung jarinya ke bibir. "Ya, apapun itu. Hal sekecil apapun sangat berguna dalam penyelidikan. Biarkan pihak kepolisian yang menilainya." "Aku benar-benar tidak mengerti. Bagaimana mungkin orang yang mengancamku berhubungan dengan kasus kematian Sarah?" "Aku sendiri juga tidak tahu, tapi tidak menutup kemungkinan keduanya saling berhubungan. Aku akan membawa kedua surat ini menemui atasanku dan melakukan tes sidik jari. Kami juga akan mencari tahu hal lainnya. Untuk itu, izinkan kami mengambil re
Amplop merah muda dengan ukiran mawar emas itu masih terlentang bebas di atas meja kerjaku. Aku tidak bisa fokus menciptakan rancangan selanjutnya. Kendati menyingkirkan benda itu, aku malah jatuh dalam kekesalan dan amarah yang tak dapat diuraikan. Bilson brengsek! Apa ia sungguh-sungguh menganggap perselingkuhannya dengan Chloe adalah hal yang patut dibanggakan? Selain memikirkan berbagai cacian dan makian menjijikan, aku juga tak habis pikir tentang perasaan Bilson pada wanita itu. Apa Bilson benar-benar mencintai Chloe? Aku terlalu percaya diri meyakini bahwa Chloe akan mendapat karma instan, karena Bilson pasti hanya menganggapnya sebagai mainan menarik untuk sesaat. Tapi, sekarang situasinya berbeda. Bilson akan menikahi Chloe, seperti yang tertulis di kartu undangan amplop merah muda, waktunya bulan depan. Tring.. Tring.. Aku menatap layar ponsel menyala, sebuah kata 'Ges
La Blonde adalah satu-satunya kafe bernuansa Asia di Italia. Aku tidak tahu mengapa kafe ini diberi nama kebarat-baratan. Yang jelas, semua pelayan disini menggunakan rambut palsu berwarna blonde. Kami memutuskan untuk mengawali hari dengan sarapan disini. "Simon, kau tidak sibuk hari ini?" tanyaku. "Praktekku buka mulai pukul sepuluh, jadi tidak usah terburu-buru. Santai saja," terangnya. "Apa yang ingin kau bicarakan? Katanya sangat penting?" "Joke memberitahuku bahwa kau mendapat surat ancaman, dan kau berusaha menyembunyikannya dari kami semua?" ungkap Simon. "Heol, apa-apaan anak itu? Hampir 90% ceritanya sudah diubah, Simon." Aku tidak berbohong. Toh, nyatanya aku memang tidak berusaha menyembunyikannya. Tapi, aku berpikir surat itu hanya keisengan seorang pengangguran atau haters yang ingin melihatku terpuruk. "Setelah kasus kakak beradik itu, kau tidak boleh menyepelekan hal apapun. Mungkin
Amplop merah muda dengan ukiran mawar emas itu masih terlentang bebas di atas meja kerjaku. Aku tidak bisa fokus menciptakan rancangan selanjutnya. Kendati menyingkirkan benda itu, aku malah jatuh dalam kekesalan dan amarah yang tak dapat diuraikan. Bilson brengsek! Apa ia sungguh-sungguh menganggap perselingkuhannya dengan Chloe adalah hal yang patut dibanggakan? Selain memikirkan berbagai cacian dan makian menjijikan, aku juga tak habis pikir tentang perasaan Bilson pada wanita itu. Apa Bilson benar-benar mencintai Chloe? Aku terlalu percaya diri meyakini bahwa Chloe akan mendapat karma instan, karena Bilson pasti hanya menganggapnya sebagai mainan menarik untuk sesaat. Tapi, sekarang situasinya berbeda. Bilson akan menikahi Chloe, seperti yang tertulis di kartu undangan amplop merah muda, waktunya bulan depan. Tring.. Tring.. Aku menatap layar ponsel menyala, sebuah kata 'Ges
"Jadi, surat ini sudah Anda terima sebelum kasus terjadi?" "Benar." "Ya ampun, kenapa baru bilang sekarang?" "Aku benar-benar tidak ada keinginan untuk merahasiakannya sama sekali. Tapi, lihatlah surat ini, seperti omong kosong tak bermodal. Lihat saja, kertas yang digunakannya. Lagipula, yang diancamnya juga adalah aku," terangku. Tak sadar, volume suaraku semakin tinggi, Mr. Foster memberi isyarat dengan menempelkan ujung jarinya ke bibir. "Ya, apapun itu. Hal sekecil apapun sangat berguna dalam penyelidikan. Biarkan pihak kepolisian yang menilainya." "Aku benar-benar tidak mengerti. Bagaimana mungkin orang yang mengancamku berhubungan dengan kasus kematian Sarah?" "Aku sendiri juga tidak tahu, tapi tidak menutup kemungkinan keduanya saling berhubungan. Aku akan membawa kedua surat ini menemui atasanku dan melakukan tes sidik jari. Kami juga akan mencari tahu hal lainnya. Untuk itu, izinkan kami mengambil re
Mr. Foster langsung bisa dikenali dalam sekali pandang, karena ia selalu memakai setelan jas abu-abu dan topi. Ditambah tongkat perunggu berkepala naga yang selalu dibawanya kemana-mana. Sherlock Holmes! Benar, serupa tapi tak sama. "Maaf merepotkanmu, Ms. Joa." "Tidak masalah," jawabku datar. "Saya ingin memberikan beberapa pertanyaan perihal kasus Sarah Deelin, model majalah utama dari perusahaanmu." "Ya, silahkan." "Apa mendiang Sarah pernah menceritakan bagaimana kondisi keuangan keluarganya pada Anda?" tanya Mr. Foster sembari bersiap-siap untuk menulis di catatan kecilnya. "Detektif, sudah berapa kali kau menanyakan hal yang sama padaku? Aku sampai sudah hapal jawabanku." "Per.. permisi, apa Tuan dan Nona mau pesan?" sela seorang pelayan wanita. "Tolong, satu gelas kopi susu dingin. Anda mau pesan apa, Ms. Joa?" tanya Mr. Foster. "Teh oolong panas saja." Setelah pelayan wanita berp
"Hei, sedang melamun apa?" Aku menatap Joke yang berwajah masam dengan alis menyeringai tajam ke arahku. "Singkirkan segala beban pikiran yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dan rencana balas dendam." "Apa sih?" elakku. "Jangan-jangan kau masih kepikiran dengan sosok pria aneh yang berjanji akan menjagamu seumur hidupnya." Memang benar! "Joa, kau tidak pernah belajar dari kesalahan, ya? Aku sudah mengingatkanmu agar tidak terlalu terlibat dengan urusan luar. Sasaran kita hanya Bilson dan para pecundang itu." "Aku tahu, aku tahu." "Suruh kau merayu Bilson yang mata keranjang saja, kau tidak lulus," gerutu Joke sembari meneguk habis jus jeruk di gelasnya. "Siapa bilang tidak berhasil? Bahkan aku mendapatkan undangan perjamuan makan malam dari mereka." "Tapi, kau tidak pergi kan? Kau malah bersenang-senang dengan pria aneh itu sampai tidak tahu jalan pulang. Benar-benar keterlaluan." "Hei, kau
Kami bertiga sedang duduk di lounge hotel bernuansa klasik dengan lampu gantung di setiap sudut. Anehnya, cahaya lampu membuat suasana di pagi menjadi sedikit redup. "Maafkan aku," ungkap wanita yang memakai blouse merah pekat, senada dengan warna wine yang kami pesan. "Ucapanku terdengar seperti sedang menuduh seseorang berbuat hal yang tidak-tidak," jelasnya lagi. "Tidak masalah, santai aja," balasku. "Aku harap kesalahanku tidak mempengaruhi hasil kerja sama diantara kalian," terang Chloe masih memasang wajah penuh harap. "Ya, kau tenang saja. Aku ini cukup profesional." "Sungguh terima kasih," tutur Chloe sembari menunduk. Kenapa orang ini sangat mencemaskannya? Apa Bilson telah menemukan titik lemahnya? Apa ini yang namanya karma instan? "Kalau begitu, aku permisi dulu." "Tunggu, Ms. Joa. Kami ingin mengundangmu makan malam bersama akhir pekan ini, apa memungkink
Ckritttt! "Hei, ada apa?" protesku. "Maafkan saya, bu. Apa ada yang terluka?" sahut supir taksi dengan panik. "Sekelompok pria itu muncul tiba-tiba. Jadi, saya terpaksa rem mendadak." "Sayang, ada apa?" timpal Bilson yang sudah setengah sadar. Aku yakin kepalanya masih berputar hebat, namun ia memicingkan matanya untuk melihat penampakan di depan mobil. "Siapa mereka?" gumamnya. "KELUAR!!" Belum sempat memikirkan apa yang harus dilakukan, seseorang sudah memukul kaca mobil dengan tongkat kayu. "KELUAR KALIAN SEMUA!" teriaknya. Aku cukup takut tapi tidak setakut itu– lebih tepatnya, khawatir campur bingung. Aku melihat supir taksi perlahan keluar sambil bertanya apa yang sedang terjadi, sambil sesekali memohon ampun. "Hei, kalian berdua juga keluar!" perintahnya. "Mereka mau apa, sih!?" geram Bilson sambil membuka pintu mobil. "Lebih baik, jangan menyerang dulu. Mungkin mereka hanya peram
“Halo, Mr. Bilson. Apa kau punya waktu luang?” aku meneleponnya pagi-pagi dengan dalih membicarakan masalah pekerjaan. Informasi yang kudapatkan kemarin masih belum jelas.Bagaimana mungkin tragedi sebesar itu tidak masuk ke dalam surat kabar?“Kalau begitu, akan kukirimkan lokasinya,” ujarku. Aku sengaja memilih tempat yang letaknya cukup jauh dan sepi.Kami akan bertemu di De Moon Bar.“Silahkan masuk,” ujar Eric yang sudah menunggu di luar sedari pagi. Karena pagi ini sudah mendung, aku kehilangan semangat untuk bertengkar dengannya. “De moon Bar,” ucapku sembari masuk ke dalam mobil.Brak!Suara bantingan keras saat menutup pintu mobil. Sebenarnya, aku tidak perlu sekesal i
(FLASHBACK) Aku terbangun dalam kamar yang hangat dan seorang wanita sedang merawat luka yang memenuhi sekujur tubuhku. Aku berusaha memanggilnya, “Pe—Permisi.” Tenggorokanku kering dan seluruh badanku mati rasa, aku pikir aku sudah lumpuh. Aku harus duduk di atas kursi roda berbulan-bulan. Lady Anne dan Simon adalah orang yang selalu berada di sisiku, syukurlah aku dipertemukan dengan dua malaikat asing. Dalam pikiranku hanya satu, aku ingin menangkap Bilson Moretz dan menjebloskannya ke penjara seumur hidup. Aku menghubungi Marco, pengacara keluarga Rossi untuk membicarakannya—“Mrs. Carina, tolong jangan pernah menghubungiku lagi. Kami semua sudah menganggapmu mati di jurang hari itu.”