"Duke ... Je crois en moi," ucap Ellis sembari beranjak pergi meninggalkan Duke dengan seringai tipisnya. "Apa ... yang sudah kau katakan?" Duke membelalakkan kedua matanya sembari menatap punggung Ellis yang semakin menjauhinya. "Aricia tidak mungkin memiliki ekspresi seperti itu," ucap Duke.Aricia atau kini Ellis berkata bukan tanpa sebab. Semua itu karena selama ini sosok Aricia tidak pernah percaya diri serta senantiasa meredup maka dari itu dia mencoba merubah karaktek Aricia selama ini jadi sosok yang sama angkuhnya seperti Duke Ashkings yang dulu. Je Crois en mo, ucapan dari prancis yang pernah Aricia baca melalui buku-buku sastra asing di masa lalunya, perkataan yang jadi semboyan para bangsawan yang bertakhta tinggi untuk menjunjung tinggi kepercayaan diri dan mempercayai diri.Aricia kini berjalan memasuki koridor Markas usai mengabaikan Duke Ashkings. Aricia tertegun sejenak. "Aku bisa, pasti bisa melakukan semuanya sendiri," ucap Aricia dengan pipi memerah karena menahan
"Jadi ... setelah ini kau memutuskan untuk kemana, Ellis?" tanya Ksatria Rever disela-sela makan malamnya.Aricia bergerak tidak nyaman, tubuhnya yang kini dikenal sebagai Ellis tidak akan bisa bertahan lama karena ramuan tipuan ini akan hilang setelah tujuh hari. "Aku berencana menyelidiki Rimba," jawab Aricia.Ksatria Rever membelalakkan kedua matanya. "Kau gila!" jerit Pria itu. Aricia mendelik terkejut, ia sampai menghentikan aktivitas makannya. Di bangku antara meja ini terdapat Tabib Agung Gilovich yang memandangi interaksi Aricia dan Ksatria Rever, semula ia bahagia seolah menemukan nostlagia lamanya namun Aricia menjawab rencananya untuk menyelidiki Rimba yang membuat Ksatria Rever jadi naik darah. "Rever, hargai keputusan adikmu," sahut Tabib Agung Gilovich. "Itu sama saja cari mati!" bentak Ksatria Rever, Pria yang senantiasa ramah itu berubah jadi emosional. Aricia memahami tindakannya. Semua itu bukan tanpa sebab justur Aricia semakin yakin jika Ksatria Rever menyayang
Aricia tertegun sembari tersenyum haru. Ia memeluk gurunya itu kemudian mengangguk. "Terima kasih, Guru," ucap Aricia."Kalahkan Iblis, bawa kemenangan ... balaskan dendam kematian anakku, Gracewill," ucap Tabib melepas kepergian Aricia. Aricia mengangguk sembari beranjak berangkat melakukan perjalanan menuju rimba. Saat Aricia baru saja keluar dari Markas Penyembuh, ia terkejut dengan hamparan putih salju. Aricia tersenyum kecil, rambut pirang emasnya terdapat beberapa bulir saljut yang menyangkut. Tubuhnya yang kini menjadi Ellis Francielli pun melakukan perjalanan yang tak singkat, Aricia menaiki kudanya melalui jalanan bersalju. Saat menjelang malam ia mulai keluar dari Kerajaan Plumeria kemudian menuju hutan berkabut namun saat ini sedang badai salju membuat seluruh alam jadi putih. Aricia mulai kedinginan bahkan kudanya menolak berjalan maju. Aricia turun dari kudanya sembari menutupi lehernya dengan syal. Kedua tangannya sudah memakai sarung tangan tapi dingin masih menjalar
"Demammu tidak akan kunjung membaik jika bajumu basah terkena salju," ucap Duke sembari melemparkan jubahnya pada tubuh Ellis kemudian berdiri sembari membalikkan tubuhnya."Apa ... apa maksudmu?" Aricia memerah."Buka bajumu, setelah itu aku akan mengeringkan pakaianmu," jawab Duke yang masih memunggunginya. Aricia langsung menarik seluruh jubahnya ke sekujur tubuhnya, mendadak ia mengigil kedinginan dan tubuhnya jadi jauh lebih memanas. "Aku bisa dehidrasi jika seperti ini terus," ucap Aricia berusaha membangkitkan tubuhnya tapi berujung ia malah terjatuh kembali karena tubuhnya tidak memiliki tenaga.Duke yang sedari tadi memunggungi Aricia bergegas membalikkan badannya kemudian menghampiri Aricia yang semakin terasa panas. "Panasmu tidak kunjung membaik." Duke memengangi dahi Aricia. Ia pun dengan terpaksa melucuti pakaian yang Aricia kenakan meski berujung Aricia terus memberontak dengan tenaga seadanya. "Sungguh, kau seperti anak kucing yang marah," celetuk Duke yang kinisudah
Aricia tiba di hamparan rumput yang luas usai menuruni bukit, kedua mata emasnya menatap sebuah lorong dari jejeran pohon beringin yang rindang. Di dalam sana, tampak begitu gelap tapi Aricia yakin jika sesuatu di dalam sana jauh lebih gelap. "Kurasa dia ada di dalam sana," ucap Aricia sembari melangkah maju dengan tekat yang kuat.[Quest : Petak Umpet][Pemain harus mengikuti quest][Bertahan tanpa ditemukan selama satu jam dari Iblis][PInalti pemotongan usia jika menolak quest][Kegagalan quest ditanggung peserta berupa hukuman fisik][Ya/Tidak]Aricia menggengam kedua tangannya dengan kepalan yang keras. Rahangnya mengeras hingga Aricia mengigit bibir bawahnya sendiri. Perasaan murka jadi emosi dominannya saat ini. "Yang benar saja!" bentak Aricia menatap panel yang muncul dihadapannya itu.Dia merasa dipermainkan karena tidak ada kesempatan bagi Aricia untuk menghindari bencana ini. "Kau membuat seolah-olah aku tak ada lagi pilihan," ucap Aricia dengan geram. Ia langsung melangk
"Tidakkah Anda percaya jika wanita merupakan racun paling berbahaya di dunia?" Duke Ashkings mendengar pertanyaan dari Wanita itu. Wanita yang berdiri di dalam mansion dengan menggunakan gaun hitamnya. Dia adalah Ratu Clara yang sedang tersenyum misterius. Duke Ashkings yang baru tiba di mansionnya hanya terdiam memerhatikan Wanita itu. "Untuk apa Anda kemari?" tanya Duke dengan penuh selidik, kedua matanya bahkan bisa melirik keganjilan dari mansionnya terutama para pelayan yang tidak ada satu pun berkeliaran. "Sikap Anda yang sengaja mengancam itu sangat memalukan," ucap Duke lagi.Ratu Clara justru mendekati Duke sembari membelai dadanya dengan menggoda. "Ayolah Duke ini bukanlah ancaman melainkan penawaran, aku yakin ... kau mengerti maksudku," ucap Ratu Clara dengan nada seduktifnya. "Di mana Davis dan seluruh pelayanku?" tanya Duke mirip seperti gertakan. Ia menguarkan energi naga api sucinya sembari melangkah mendekati Ratu Clara. Ia mencoba mengintimidasi Ratu Clara agar ia
"Tapi kau sudah dalam perangkapku dengan jebakan kecil seperti naga malang itu," ucap Ratu Clara sembari menunjuk sosok Duke Ashkings itu. "Aricia aku tidak mengerti semua ini!""Oh sayangku ... semua ini hanyalah kebenaran, yang sulit diterima olehmu," ucap Aricia membalas Duke Victor, ia tersenyum kemudian menjentik jemarinya. "Maaf ... kau harus berada di tempat aman, karena aku seharusnya bukanlah seorang healer." Jentikan jemari Aricia membuat percikan kemudian membuat Duke terlepas dari jeratan sihir pengikatnya sekaligus melempar Duke yang berpindah keluar dari wilayah pertarungan."Aricia!" teriak Duke Victor dengan kedua pandangan mata membelalak karena ia sudah berpindah tempat. "Healer gila apa yang bisa sepertimu? menyembuhkan, sihir, dan bertarung ... kau punya kemampuan seluruh ras," ucap Duke terkekeh kecil. "Kau selalu begitu." Duke beranjak berdiri. Ia meretangkan kedua tangannya kemudian merubahnya jadi naga. "Tapi tetap saja, kau curang jika bertarung sendiri,"Se
"Dia ... Healer Gracewill yang gagal itu bukan?" tanya salah satu Healer pada Alfred yang membeku karena kembali menatap kehadiran Aricia itu. Temannya yang sangat menghargai Aricia. "Aricia ... kau ... kau kembali," gumam Alfred. Aricia sempat mendengar suara Alfred. Ia menoleh sembari tersenyum pada temannya itu. "Larilah! berlindung!" perintah Aricia. "Aku bilang pergi dari sini!" teriak Aricia lantang yang meminta teman-teman dari Markas Penyembuh itu bergegas menyelamatkan diri dari gerombolan monster-monster miasma yang mengerubunginya itu. Aricia menghadang serangan para monster seorang diri. Kekuatan absolutnya sebagai pendekar pedang dan healer menyatu. Sembari terus menebas ia juga memurnikan seluruh serangan monster. Aricia melompat cukup tinggi dengan helaian rambut hitamnya yang tersibak. "Hiyaaaaaaaa!" Aricia melambung tinggi kemudian menebas pedangnya. Ia berdiri diantara para monster yang berhasil ia habisi seorang diri. Dadanya naik turun karena napasnya memburu.
"Sungguh? bagaimana diriku saat itu?" tanya Victor dengan santai."Anda ... salah satu cara keabadian dari Iblis yang gagal didapatkan," jawab Aricia. "Aricia kau tahu, aku benci dongeng ...," ucap Pria itu segera Aricia sela."Dan aku mencintaimu, di versi apa pun itu!" jerit Aricia sembari memundurkan langkahnya. Kedua matanya membelalak karena menatap hal yang tak dapat ia percayai, ia baru saja mengungkapkan perasaannya karena rasa rindu menghantui dirinya. Aricia terisak sendiri. "Aku menderita karena harus berpisah darimu meskipun semua ini karena kebodohanku," ucap Aricia. Aricia berlutut sembari terus terisak. "Meski kau menipuku, memakai wujud dan rupanya, berbicara dengan suaranya, tapi ... aku ....," ucap Aricia tertahan. Ia menyeka air matanya sendiri. "Kau tetap licik, menggunakan penderitaanku untuk menjebakku Iblis!" bentak Aricia. Wajah Aricia menanggah, ia menatap sosok Victor Katsh Braun yang sedang menyeringai tipis padanya. Bagaimana Aricia baru bisa menyadariny
"Memangnya kenapa?" "Jika benar maka kau tak dapat luput dari hadapanku,""Ya, kenapa?""Demi membuktikan jika dongeng turun temurun itu benar maka jika Healer Gracewill bereinkarnasi maka keluarga Katsh Braun bertanggung jawab atas keselamatannya," "Tidak perlu,""Kalau begitu bagaimana jika kita menikah saja?""Apa katamu?!" kedua mata Aricia melotot sempurna. Sudahlah kembali pada hidup yang tak diinginkan tapi ia dijebak lagi untuk menikah dengan Victor lagi. Sejenak saat itu Aricia terdiam, dia pernah menolak Victor meski bertolak belakang dengan perasaannya. "Beri aku waktu untuk memikirkannya," ucap Aricia. Victor Katsh Braun mengangguk. Ia beranjak berdiri untuk pergi dari ruang perawatan ini. Pria itu sempat menatap Aricia sejenak. Samar-samar benaknya menampilkan kilas sosok wanita yang mirip dengan Aricia meski ia sendiri yakin belum pernah bertemu dengan Aricia. "Tuan Braun?" tanya Aricia menatap Pria yang melamun di hadapannya itu.Victor menggeleng. "Maaf, aku akan p
"Aku mengenalmu, jauh sebelum kau bertemu denganku," ucap Aricia. Perasaannya bergemuruh tentu saja, sosok lelaki yang membuatnya cinta setengah mati dan juga membuat Aricia rela mengorbankan dirinya. Aricia sendiri meragukan arti perasaannya pada Victor tapi saat kehidupan itu ditinggalkan kemudian kembali, justru Victor kembali hadir pada sosok Pria ini.Victor Katsh Braun hanya memandangi Aricia dengan heran. Dia tak kenal Aricia sebelum Erika yang mengenalkan Gadis yang hendak bekerja sebagai perawat neneknya itu. "Jangan menatapku begitu, kau seperti orang patah hati padahal aku baru pertama kali bertemu denganmu," ucap Victor dengan nada dingin meskipun suaranya berat. "Lantas kenapa?!" sahut Aricia menginggikan suaranya. "Kenapa? apakah kau mau uang untuk membalas budi jasamu?" sahut Victor tak mau mengalah. Aricia malah menatap geram Victor. Di dunia yang ia kenal, Victor Frederick Ashkings memanglah pria yang arogan. Seharusnya ia terbiasa tapi ini dunia asalnya. Bagaimana
[Sistem akan melakukan reset pada protagonis]"Eh? apa maksudnya? apakah aku selesai?" tanya Aricia yang bergumam dalam kehampaan itu. Aricia terdiam mendapati dirinya di ruang hampa. Aricia menatap keheningan semua ini. Ia seorang diri kemudian beranjak berdiri. "Aku di mana?" Aricia bergumam seorang diri. Aricia menatap cahaya-cahaya yang berkilau ke sekitarnya kemudian berkumpul membentuk sosok seorang wanita yang bercahaya. Aricia bahkan tak bisa melihat jelas rupa wajahnya. "Siapa kau?" tanya Aricia."Aku selama ini membimbingmu," jawab Wanita itu.Kedua mata Aricia membulat sempurna. "Kaukah Sistem?" Aricia menunjuk Wanita itu. Sang Wanita hanya mengangguk pelan. Sekujur tubuhnya hanyalah cahaya, sampai ia mendekati Aricia kemudian menyentuh pipi kanannya. "Kau memilih Ending yang menyakitkan dirimu sendiri, Aricia." Sang Wanita berucap sembari membelai wajah Aricia. "Kalau begitu, apakah semua orang yang mengenalku sudah melupakanku?" tanya Aricia bernada sendu. Ia memikirkan
"Kalian datang berdua?" Ratu Clara bertanya dengan nada angkuhnya. Ia duduk di singasana hitam, istana yang sudah suram dan banyak monster besar yang menjadi bawahannya. Sekejab mata, Plumeria yang putih sudah jadi gelap. Aricia berdiri di sebelah Victor, Duke yang seharusnya tak perlu bersikap sejauh ini. "Aku berniat mati sendiri, asal kau tahu." Aricia berceletuk sembari tersenyum kecil. "Katakan, bagaimana cara memulihkan semua kekacauan yang kau buat, bedebah!" bentak Aricia yang langsung merubah raut wajahnya.Ratu Clara tertawa terbahak-bahak. Ia menertawakan Aricia yang berani menantang mautnya sendiri. "Clara sudah tiada, aku baru saja melahap habis jiwanya seperti yang ia inginkan ... dia hanya mau kematianmu!" bentak Ratu Clara sembari menuruni singasananya. Aricia langsung waspada. "Victor, aku tak mau kau yang berkorban," tegas Aricia.Duke Victor tertegun mendengar ketangguhan Aricia. Seorang Wanita yang berdiri lebih dulu di depannya bagaikan ksatria yang tangguh. Sek
"Tabib Agung ... Helian memberi sinyal meminta bantuan!" "Victor!" teriak Aricia panik. Ia mengabaikan deretan para bangsawan yang menatap Aricia. Saat itu Aricia merasakan jika tangannya digenggam oleh Tabib Agung Gilovich. Aricia langsung menoleh mendapati wajah cemas dari Pria Tua itu. "Guru, anggaplah aku manusia dari antah berantah ... yang telah siap mati," ucap Aricia tersenyum lembut. Tabib Agung Gilovich menggeleng. "Belati itu masih bisa menyegelnya tapi kekasihmu jadi kunci keabadiannya," sahut Pria itu."Aku tahu, aku tahu." Aricia menurunkan tangan Sang Tabib. "Aku tak akan mengambil takhta, aku tidak tahu apakah aku masih hidup usai berhadapan dengan Ratu kalian ... sebaliknya, carilah garis keturunan yang aku yakin masih ada," perintah Aricia dengan suara mengalun lembutnya. Aricia keluar dari Markas Penyembuh. Ia menghela napas, terasa penat karena semuanya tak kunjung usai. Aricia berhenti di depan gerbang Plumeria. Ia merasakan angin senja berhembus pelan membelai
"Apa yang sedang kau coba katakan?" tanya Aricia. "Berhenti membuatku penasaran.""Aku ... jantung seorang Naga Suci dapat membuat Iblis hidup abadi sekaligus mendapatkan tubuh manusianya," "Apa!" kedua mata Aricia membelalak. Ia mendadak melangkah mundur. Ternyata usaha kerasnya menghunus belati peninggalan Ellis Francielli sebuah kesia-siaan. "Rever tewas untuk harga yang sia-sia," ucap Aricia dengan suara yang bergetar. Penyesalan dan merasakan diri sendiri yang salah menjadi-jadi karena semua itu Aricia berlari keluar dari kediaman Ashkings. "Aricia!" teriak Duke Victor hendak menghentikannya tapi mengurungkan niatnya.Davis yang sejak tadi telah kembali hanya bisa menatap prihatin tuannya itu. "Sire ... alangkah lebih baiknya kita membiarkan Healer menenangkan dirinya, Ksatria Rever orang yang cukup dekat dengan Healer jadi wajar jika dia berduka," ucap Davis. Duke kembali duduk di kursi kayu kemudian menompang dahi dengan kedua tangannya sembari menunduk. "Seharusnya aku kata
Tiga hari seorang Aricia terbaring tak sadarkan diri. Pagi ketika matahari menaiki permukaan angkasa semesta sosok Aricia membuka kedua kelopak matanya. Ia terbangun dengan keadaan tubuh seutuhnya terasa nyeri. Gadis itu mengerang pelan sembari menduduki dirinya. Ia menyibak rambut hitam panjangnya."Seingatku rambutku itu masih pendek?" tanya Aricia seorang diri dengan suara serak paraunya. Tenggorokannya terasa sakit. "Aku haus, butuh air." Aricia berucap sembari beranjak berdiri. Tubuh rampingnya memakai gaun tidur dengan jubah yang menutupi kedua lengan polosnya. Aricia berjalan keluar dari kamarnya. Ia berada di kediaman Ashkings dengan tatapan heran. "Bukannya kediaman ini hancur oleh ulah Ratu Clara," ucap Aricia sendiri. Tak lama ia mendapati Duke tengah menyeduh teh. Aricia tersipu karena Pria itu yang biasanya berpakaian resmi dan formal kini menggunakan kemeja putih yang sebagian lengannya digulung hingga ke sikunya. "Duke ... aku," ucap Aricia tertahan."Oh, iya, selamat
Ratu Clara tiba di istana dengan wajah masamnya. Seisi istana masih belum menyadari jika Sang Ratu sudah terpengaruh oleh iblis termasuk Ksatria Rever. Ratu tiba menatap Ksatrianya yang sibuk karena penyeranga diseluruh penjuru kota yang ada di Plumeria. Pria itu langsung mendatangi Ratu kemudian menggengam tangannya."Ya Tuhan, kemana saja Anda sedari tadi yang mulia?" tanya Ksatria Rever dengan cemas.Ratu Clara sudah buta mengenali segalanya. Selain perasaan benci yang teramat sangat dengan Aricia. "Apakah kau mencemaskanku?" tanya Ratu Clara.Pria itu mengangguk kemudian mendekap Sang Ratu. "Clar bagaimana bisa aku tidak mencemaskanmu sementara Sang Iblis di luar sana sudah mulai memporak-porandakan Plumeria?" Ksatria Rever berbalik melontarkan pertanyaan dengan senyuman hangatnya. "Apa yang sudah kau lakukan?" celetuk Ratu Clara sembari menepis tangan Ksatria Rever. Ia mengamuk tanpa sebab sembari mengayunkan kedua tangannya yang telah berupa cakaran tajam. Ratu Clara yang kehil