Home / Romansa / Head Over Heels / 44. Sepertinya Bahaya

Share

44. Sepertinya Bahaya

Author: Snora
last update Last Updated: 2021-12-09 04:15:49

Rena menggeliang tak nyaman di tempat tidur, merasakan sinar matahari terlalu menyilaukan mengusik kantuknya. Ia paham hal ini akan lazim terjadi karena letak kasur tempatnya berbaring saat ini hanya berjarak lima atau enam langkah dari jendela lebar menghadap ke arah timur matahari. Tentu saja jika ia terlelap terlalu lama hingga cahaya pagi makin tinggi menapaki langit---Astaga!

Seperti ditarik langsung dari ambang kesadaran, Rena sontak membelalak lebar ketika keadaan ruangan di sekelilingnya berubah drastis dari apa yang sempat tertanam diingatannya semalam. 

Otak gadis itu langsung mereka ulang tiap kejadian yang menari-nari di kepala, tentang bagaimana ia yang terbangun di penghujung malam atau mungkin lebih tepatnya disebut dinihari, berniat memanggil kembali rasa kantuk dengan secangkir teh hangat, lalu niat itu harus terurungkan karena mendapati keberadaan Andreas yang terbaring demam di sofa ruang santai. Hingga berujung pada perdebatan sengit yang ter

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Head Over Heels   45. Tetap Menyebalkan

    Rena tak pernah bisa mengerti jalan pikiran manusia-manusia langka sejenis Andreas ini. Mengeluarkan kocek sampai setebal itu hanya untuk bayaran perawatan demam yang bahkan menggunakan lap dapur sebagai kain kompresnya, sungguh di luar nalar yang bisa diterima rakyat jelata seperti dirinya. Meskipun tentu saja uang yang diberikan Andreas bagaikan durian runtuh yang tak mungkin bisa ditolak Rena. Apalagi di tengah kondisi palit keuangan keluarga dan kebutuhan biaya berobat sang ibu. Hanya saja otaknya benar-benar tak sampai kalau dipaksa menyelami isi kepala seorang Andreas Pramoedya. Gadis itu mengambil ponselnya untuk menimbang-nimbang apa perlu meninjau langsung bahwa yang terjadi ini bukan ilusi semata, atau lebih parahnya lagi semua hanya bentuk cara lain Andreas membalas dendam dengan mengerjainya seperti sekarang. Cukup lama Rena tenggelam dalam kecamuk pikirannya sendiri, sampai akhirnya suara ketukan pintu kamar menyentak halus lamunannya. Mbok Irma berd

    Last Updated : 2021-12-09
  • Head Over Heels   46. Sama-Sama Buta

    Rena menatap ponselnya yang menampilkan layar kontak Andreas. Ia sedari tadi berkutat bimbang antara kata hati dan ego saling bergantian mempengaruhi isi kepalanya. Banyak pertimbangan yang ia lakukan untuk memantapkan niat menghubungi Andreas. Selain ingin membahas masalah cek tunai yang pria itu berikan, di sisi lain ada kekhawatiran diam-diam menggerakan nuraninya untuk memastikan bahwa kondisi tubuh lelaki itu cukup mampu dibawa bekerja setelah demam tinggi semalam. Apalagi Mbok Irma sendiri yang mengatakan bahwa Andreas memang tidak terlihat baik-baik saja sewaktu berangkat dari sini pagi tadi. Rena berdecak ketika menyadari kebodohan apa yang baru saja ia lakukan. Kenapa pula ia harus memusingkan apa yang bukan menjadi bagiannya? Kesehatan Andreas atau apapun tentang kehidupan pria itu sama sekali tidak ada urusan dengannya. Benar, tidak seharusnya Rena dipusingkan oleh sosok asing yang bahkan baru dikenalnya secara pribadi kurang dari satu

    Last Updated : 2021-12-11
  • Head Over Heels   47. Luka dalam Kata

    Derit pintu yang bergesekan dengan lantai terdengar nyaring di telinga Rena, sesaat tangannya mendorong kayu penghalang tersebut hingga benar-benar terbuka. Ruangan remang yang hanya diisi oleh titik-titik sinar matahari sore dari ventilasi di atas jendela, menyapu pandangan Rena ketika kakinya beranjak masuk. Udara pengap begitu terasa menyentuh indra penciumannya, khas ruangan yang terkunci rapat dalam jangka waktu lama. Menyalakan mode senter pada ponsel, Rena mengarahkan cahaya bantuan itu pada sisi dinding di dekatnya untuk mencari saklar. Begitu berhasil menemukan apa yang ia cari, ruangan terang benderang oleh nyala lampu kamar sontak menyingkirkan keremangan sekitar. Rena pun mengamati sudut ruangan secara keseluruhan. Tempat ini jauh terlihat lebih mirip gudang penyimpanan barang bekas ketimbang kamar yang ia bayangkan. Di sisi kiri dari jarak pandangnya, Rena bisa melihat benda-benda berukuran besar saling bertumpukan berantakan tepat di sampi

    Last Updated : 2021-12-11
  • Head Over Heels   48. Penangkal Mimpi

    Andreas mengetuk-ngetukan jemarinya pada daun pintu bagian dalam mobil, menatap guyuran hujan menerpa kaca di sampingnya. Satu jam lagi dari sekarang konferensi pers akan diadakan, tapi Lukman sudah menjemputnya lebih dulu ke apartemen karena kondisi tubuhnya belum cukup pulih sepenuhnya diajak menyetir sendiri. Jalanan licin dan kepadatan lalu lintas Jakarta mungkin akan sedikit membuat perjalanan mereka terhambat. Untuk itu Lukman mempercepat kedatangan setengah jam lebih awal, karena si personal asistennya itu juga harus memastikan bahwa semua persiapan yang ada telah berjalan sebagaimana mestinya. "Pak Komisaris Utama tadi menghubungi saya, dia minta alamat tempat konferensi pers anda dilangsungkan, karena ponsel anda yang sedari tadi susah dihubungi. Kemungkin Beliau juga akan menyusul hadir di sana." Lukman membuka pembicaraan setelah keheningan melingkupi seperempat perjalanan mereka. Ia diam-diam melirik wajah Andreas yang masih terlihat sedikit pucat, meskipun demam

    Last Updated : 2021-12-13
  • Head Over Heels   49. Dia yang Hancur

    Rena menatap dreamcatcher yang berayun pelan dicumbu semilir angin sore. Tergantung pada jendela terbuka tak jauh di depannya. Ia merasa cukup puas walaupun tampilan benda itu tak secantik yang biasa ia temukan di toko-toko. Lagipula untuk ukuran pemula seperti dirinya, penangkal mimpi itu cukup terlihat mengagumkan meski hanya didesain ala kadarnya dengan alat dan bahan seadanya. Benang rajut, lingkaran kayu, solasi warna, lem tembak, gunting, dan bulu kemoceng, tidak sulit baginya menemukan kumpulan benda itu dengan sedikit bantuan Mbok Irma. Rena memeluk tubuhnya sendiri sembari merapatkan jarak pada jendela berkusen lebar di hadapannya. Membiarkan gerakan rumbai-rumbai piringan penangkal mimpi itu menyapu kepalanya saat kembali tertiup angin. Berbanding terbalik dengan kamar yang ia tempati, ruangan ini tidak memiliki balkon luar dan hanya dihiasi empat jendela besar berdampingan menghadap langsung ke arah barat mata angin, memungkinkan sinar mataha

    Last Updated : 2021-12-13
  • Head Over Heels   50. Keputusan Tanpa Penyesalan

    "Saya mohon maaf atas semua kekacauan yang terjadi. Pemberitaan yang terlanjur menyebar luas dan menciptakan berbagai keresahan massa, murni sebagai kelalaian saya. Ke depannya hal serupa saya janjikan tidak akan terulang kembali." "Terkait kecelakaan dan kematian Istri saya, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan kejadian ini. Harap untuk tidak menebarkan kabar menyimpang demi menghargai privasi rumah tangga kami dan juga nama baik almarhumah." "Dalam hal ini saya kembali menegaskan bahwa perihal kesalahan yang terlanjur menjadi konsumsi publik, semuanya adalah murni kelalaian saya. Pihak lain manapun yang terlibat ke dalam pemberitaan, tidak lebih dari korban yang ikut terseret ke dalam masalah yang saya ciptakan. Kasus ini akan saya jadikan cerminan diri dan perenungan agar tidak lagi bersikap gegabah di waktu mendatang." Rena mengakhiri cuplikan terakhir video klarifikasi berdurasi 20 menit dari link yang dikirimkan Mala melalui aplikasi pesan pribadi. Ia menyanggakan pung

    Last Updated : 2021-12-13
  • Head Over Heels   51. Bandul Matahari

    "Selama satu minggu di sana, Pak Remond akan secara langsung memenuhi semua akomodasi dan kebutuhan anda. Jika memerlukan sesuatu, anda hanya perlu mengontak Beliau.""Terkait masalah akses jaringan yang cukup sulit, akan ada petugas penginapan yang bersedia mengantarkan anda ke pemukiman lebih ramai yang cukup ramah signal kalau diperlukan.""Saya akan selalu rutin melaporkan perkembangan perbaikan mesin produksi pabrik di Tangerang melalui laman surel, dan bisa anda pantau dari sana setiap rinciannya ketika mendapatkan akses jaringan memadai.""Vitamin dan obat dari dokter kemarin-kemarin, sudah saya sisipkan ke salah satu kantung bagian dalam koper. Anda mungkin masih membutuhkannya, mengingat kesehatan anda juga belum pulih sepenuhnya.""Ada tas kecil serbaguna berisi perlengkapan P3K juga yang sudah saya masukan tadi ke dalam koper sebagai pertolongan pertama kalau ada kecelakaan kecil tak disengaja. Atau buat jaga-jaga kalau misalnya---"

    Last Updated : 2021-12-14
  • Head Over Heels   52. Yang Dia Butuhkan

    "Nggak usah ditunggu, Neng. Si Aden nggak akan datang. Mbok baru dapat kabar dari Den Lukman waktu kemarin berkunjung, pas ngambil pakaian kerja Den Andreas yang Mbok cuci minggu lalu." Rena sedikit tersentak saat suara Mbok Irma yang muncul dari arah belakang, menyela lamunannya. Dengan gelagapan dan pipi bersemu merah, ia tersenyum canggung. "Sa-saya nggak nunggu siapa-siapa, Mbok. Cuma pengen ngadem di teras sini aja." "Oalah, Mbok pikir Neng Rena yang keseringan nongkrong di teras depan tiap sore akhir-akhir ini, memang karena lagi nunggu si Aden yang sudah satu minggu nggak muncul-muncul." Rena sontak menggeleng cepat. Bahkan terlalu cepat sampai Mbok Irma mengerutkan dahi. "Mana mungkin." Ia kembali tertawa canggung. "Saya memang butuh udara segar sehabis seharian kerja di kamar, Mbok." Wanita paruh baya itu manggut-manggut pertanda paham. Meskipun Rena sempat menangkap seulas senyum kecil terukir di bibirnya. Membuat gadis itu mer

    Last Updated : 2021-12-14

Latest chapter

  • Head Over Heels   64. Rasa yang Tak Terhindarkan

    "Sejak awal Ciputra dibangun oleh Pak Mateo Pramoedya dan Pak Tama Hudoyo, kakek saya, branding kuat terhadap kepercayaan masyarakat dan kepercayaan investor tidak dipungkiri adalah salah satu kunci utama bagaimana Ciputra bisa bertahan sejauh sekarang.""Sudah menjadi tugas mutlak bagi setiap eksekutif mengemban tanggung jawab itu tanpa cela. Kegagalan dalam memisahkan kehidupan pribadi dan profesionalitas pekerjaan, adalah kesalahan yang tidak boleh ditoleransi dengan mudahnya. Apalagi jika hal tersebut sudah berdampak besar merugikan perusahaan, seperti menghadirkan pemberitaan buruk media dan kehebohan masyarakat yang merusak citra perusahaan, serta penurunan saham yang cukup signifikan di pasar modal.""Maka dari itu, tanpa bermaksud mengurangi rasa hormat terhadap pimpinan, keputusan pemberhentian sementara ini saya rasa harus juga mempertimbangkan keadilan yang lebih merata. Dan tentunya dengan sanksi setegas-tegasnya, agar ke depan dapat menjadi pembelajaran bagi kita bersama.

  • Head Over Heels   63. Kesalahan yang Sama

    Taman samping dengan saung kayu jati dinaungi pohon-pohon flamboyan berbunga cukup rindang, selalu menjadi tempat ternyaman Mateo menghabiskan sisa senja untuk mengusir suntuk. Entah hanya sekedar membaca beberapa lembar halaman buku falsafah hidup, mengikuti perkembangan berita terbaru dari layar mini tablet miliknya, atau sekedar memberi pakan pada kumpulan koi dalam kolam berundak batu alam seperti apa yang bisa Andreas lihat ketika ia mengayun langkah mendekat.Sebuah cerutu dengan asap mengepul terselip di bibir keriput lelaki tua itu, satu kebiasaan yang sulit hilang sekalipun paru-paru rentanya berteriak kewalahan. Andreas tak perlu heran darimana ia mewarisi kebiasaan candu menyecap batang nikotin setiap kali ia merasa kalut, mengingat kakeknya sendiri adalah pencetus nomor satu menurunkan kebiasaan memuja racun karsinogen itu.Derit kayu terdengar sesaat setelah Andreas ikut mendaratkan diri ke atas saung tempat Mateo masih bergeming duduk. Dirogohnya bungkusan rokok yang sel

  • Head Over Heels   62. Hantu Masa Lalu

    Rena mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar yang sudah menjadi tempatnya bermalam selama dua pekan belakangan. Menikmati momen-momen terakhir sebelum nanti ia kembali bergelung di kamar kontrakannya yang sempit, serta berbaur menghadapi kesibukan monoton dari balik meja kubikel kantor di keesokan hari. Rena mungkin akan sangat merindukan tempat ini. Bagaimanapun juga, waktu dua minggu yang ia habiskan, lebih dari cukup meninggalkan bekas nyata untuk ia ingat di kemudian hari. Mengembus napas panjang, gadis itu melipat selimut sebagai penutup dari usahanya membereskan kamar dan mengepak keperluannya untuk kembali ke Jakarta malam ini. Tidak banyak hal yang ia bawa, selain laptop bersama peralatan kerja lain dalam tas selempang kecilnya. Pakaian yang ia miliki pun hanyalah satu-satunya apa yang melekat di badan sewaktu hari pertama ia menginjakkan kaki ke villa ini. Di luar dari itu, mungkin hanya ada beberapa potongan baju yang sempat dibelikan Andreas se

  • Head Over Heels   61. Menjadi Egois

    Penolakan bukan hal baru dalam hidupnya. Beberapa belas tahun lalu, ia pernah berada di titik serupa, bahkan dengan rasa sakit yang jauh lebih besar. Saking hebatnya goresan luka tak terlihat itu, ia nyaris tak bisa merasakan lagi apapun. Termasuk untuk sebuah penyesalan dan amarah sekalipun. Dan satu-satunya hal yang tersisa hanya perasaan hampa dan kosong. Jadi seharusnya semua berjalan baik-baik saja bukan? Belasan tahun tidur diselingi semua mimpi buruk itu, buktinya ia masih bisa bertahan sejauh sekarang. Terbiasa berkawan dengan kehilangan dan perasaan tak diinginkan bukanlah sesuatu yang akan membunuhnya. Ya, Andreas sudah cukup familiar dengan kesakitan seperti itu. Hanya saja kenapa kali ini rasa tak nyaman yang datang sukar sekali memilih sirna? Mematikan puntung rokok kedua, ia menyandarkan diri ke kursi penumpang tanpa melepaskan pandangan dari biasan lampu hilir-mudik kendaraan di luar sana. Embusan napas beratnya terdengar samar. Nyaris setengah j

  • Head Over Heels   60. Menepati Janji

    Rena terbangun dengan keadaan ruang terlampau gelap. Ia tidak yakin selama apa dirinya jatuh tertidur sampai baru kembali terjaga saat langit di luar telah menghitam menyongsong malam. Beringsut bangun, hal pertama yang ia lakukan adalah meraba dinding dan mencari saklar untuk mendapatkan penerangan. Kemudian dengan perlahan membawa tubuhnya menuju kamar mandi membersihkan diri. Langkah Rena terhenti di depan cermin dinding berukuran sedang, menggantung di atas wastafel berhadapan langsung dengan pintu kamar mandi. Netranya terpancang pada jejak lembab dari bayangan wajah yang dipantulkan di depannya. Seulas senyum miris naik terukir membingkai raut yang memang sudah tampak kacau dan menyedihkan itu. Ah, rupanya tanpa sadar ia bahkan larut menangis dalam tidur. Bertumpu pada pinggiran wastafel, Rena memejam mata berusaha meluruhkan kembali gejolak sesak tersisa. Sejujurnya, ia mulai membenci diri sendiri. Perasaan lemahnya dan ketidakberdayaan dalam memegang

  • Head Over Heels   59. Pembuktian

    Benar. Mereka memang tidak lagi terbilang asing. Semua hal yang terjadi dua minggu belakangan, menjadi bukti nyata bahwa hubungan yang mengikat keduanya justru lebih dari itu. Apalagi saat nyatanya Rena sendiri sudah mulai menerobos batas-batas masa lalu Andreas yang jarang tersentuh siapapun. Melihat kepribadian sosok tersebut lebih dekat dari orang-orang kebanyakan. Menjadi saksi dari luka lama lelaki itu yang memilih terkubur rapat-rapat. Apa yang tidak akan mungkin dilakukan jika mereka benar-benar asing. Rena cukup tahu. Dan pada akhirnya ia juga menyadari alasan apa yang membuatnya merasa terusik ketika Andreas mengingatkan tentang waktu singkatnya di tempat ini. Awalnya ia pikir keengganan itu murni berasal dari perasaan tak rela karena harus berpisah dari Mbok Irma dan Pak Umar yang sudah ia anggap sebagai orang tua kedua. Atau perasaan keberatan setelah harus melepas suasana tenang dan damai villa ini. Bentuk kenyamanan yang mungkin tak akan ia jumpai di sudut padat

  • Head Over Heels   58. Bukan Orang Asing

    Rena melangkah menuju teras depan dengan kotak P3K melekat dalam pelukannya. Ia merasa seperti de javu karena mengulangi hal yang sama meski dengan situasi berbeda. Tapi tindakan spontannya kali ini murni didasari oleh kehendak hati sendiri, tak seperti sebelumnya yang dilatarbelakangi paksaan nurani. Di undakan tangga beranda, Andreas tampak duduk membelakangi pintu masuk. Tak lupa anak kucing yang sempat ia selamatkan di atas pohon tadi, ikut berbaring malas di sampingnya. Sesekali menyundulkan kepala berbulunya, ketika lelaki itu masih sibuk membersihkan bekas darah pada luka dan sisa-sisa rumput dengan selang dari keran air yang biasa digunakan Mbok Irma menyiram tanaman. Rena semakin merapatkan jarak. Ia bisa mendengar jelas bagaimana lelaki itu mendesis lirih karena sedikit rasa perih dari luka terbuka terkena sapuan air. "Apa cukup parah?" tanyanya, begitu sampai dua langkah dari posisi Andreas terduduk. Suara seseorang yang muncul tiba-t

  • Head Over Heels   57. Tak Ingin Berpaling

    "Saya belum sempat menyampaikan masalah ini sewaktu anda mendarat dari Makassar kemarin. Meskipun belum ada surat panggilan resminya, tapi beberapa anggota direksi mulai mendesak para komisaris untuk mengambil sanksi tegas atas tindakan konferensi pers anda minggu lalu, yang dianggap berpengaruh merusak nama baik perusahaan di mata masyarakat." Andreas membiarkan suara Lukman tetap terjangkau di telinganya seraya ia menuruni undakan tangga beranda. Berjalan menuju Alphard hitam miliknya yang terparkir di pekarangan. Semenjak turun dari mobil dengan terburu-buru semalam, ia sempat melupakan pengisi daya gawainya yang tertinggal pada dashboard di dalam sana. Selain itu, ada beberapa berkas penting dari hasil negosiasi sengketa tanah kebun kakao Sulawesi yang belum ia keluarkan dari mobil setiba di apartemen kemarin. "Para petinggi berencana sepakat melangsungkan rapat jajaran eksekutif untuk mengusulkan pemberhentian sementara anda sebagai Direktur Utama,

  • Head Over Heels   56. Tidak Seburuk Itu

    Rena tak mengerti. Ia sungguh-sungguh tak mengerti. Menghadapi segala perubahan sikap Andreas secara tiba-tiba dan tak terduga, terasa seperti mencemari logikanya. Mulai dari kemunculan dadakan lelaki itu semalam, pelukan mengejutkan yang ia berikan, tawaran gila untuk menjadikannya teman tidur, hingga perubahan sikap aneh lainnya pagi ini di meja makan.Semua menjadi sangat membingungkan untuk Rena cerna. Dan ia rasanya bisa mati berdiri jika menyimpan segala kemelut ini seorang diri. Untuk itu, mencari nama Mala di layar kontak adalah pelarian terbaik. Ia membutuhkan seseorang sebagai tempat membagi keresahannya. Tentu saja dengan sedikit improvisasi kebohongan agar tidak membocorkan identitas si sumber kekacauan."Ya apa lagi, Ren. Udah jelas, kan? Kalau sampai main peluk-peluk begitu, apalagi sempat nawarin buat bawa kamu ke ranjang, itu tandanya dia memang minat sama kamu."Rena mendengus kesal. "Aku udah bilang tawaran teman tidur yang dimaksud bukan

DMCA.com Protection Status