Tiba-tiba kedua mata Prita membelalak lebar. Dia lantas memiringkan tubuhnya dan mendapati Ray tidak berada di sampingnya. Prita langsung menyalakan lampu tidur yang ada di sebelah ranjangnya lalu menatap layar ponsel. Ternyata sudah lewat tengah malam.
Dengan perasaan sedikit gelisah, Prita menghubungi ponsel suaminya itu. Namun teleponnya tidak dijawab. Dia berdecak kesal sambil bersandar di kepala ranjang.
“Kemana dia?” pikirnya dalam hati. Seketika benaknya mulai dihantui oleh prasangka buruk. Terlintas di pikirannya bahwa Ray berselingkuh. “Tidak! Itu tidak mungkin.” Prita menggeleng cepat. “Sebentar lagi kami akan segera punya anak. Dia tidak mungkin melakukan itu.”
Kemudian, Prita mengirim pesan pada Ray. Namun lagi-lagi, pesannya bahkan tidak dibaca. Prita menggeram kesal dan mulai menghubungi ponsel suaminya lagi. Setelah berkali-kali tak terjawab, akhirnya Prita melempar ponselnya ke atas kasur. Kedua tangannya menge
Mulut Nabila menganga lebar. “Jadi, kalian terpaksa mengundang Keluarga Djaya?”Gian mengedikkan bahunya. “Begitulah. Sebenarnya kami juga nggak sudi, tapi mereka adalah salah satu rekanan bisnis keluarga gue.” Gian lantas menyendokkan fetucini ke dalam mulutnya.Kali ini, Kiara, Nabila dan Gian menyempatkan untuk brunch sebentar di sebuah restoran Itali sebelum mereka kembali pada aktivitas masing-masing.“Ha, tapi itu bakalan jadi pukulan telak buat mantan suami lo, Ki.” Lanjut Nabila sambil mengunyah bruschetta. “Tapi gue rasa mereka nggak akan berani hadir. Nggak tahu malu banget kalau sampai ada salah satu anggota Keluarga Djaya yang dateng.”“Mudah-mudahan aja begitu,” Kiara mendesah panjang setelah menyeruput kopinya. Dia sendiri tidak bisa membayangkan jika Ray ada di tengah-tengah pernikahannya.“Lantas, udah sejauh apa persiapannya?” Tanya Nabila lagi dengan penasaran
Musik yang menghentak keras membuat semua orang yang ada di lantai dansa menggerakkan tubuh mereka. Sementara itu, Ray merangkul tubuh Alisa dari belakang. Kedua tangan Alisa bergerak bebas di udara sambil sesekali meliukkan tubuh seksinya.Ray menyesap wangi wanita itu, menciumi leher jenjang Alisa. Semua yang Alisa lakukan begitu membuatnya bergairah. Dia merasa seperti kembali muda, merasakan nikmatnya nafsu yang membara.Alisa mendesah manja. “Ray, geli ah.” Ucapnya, membelai dagu Ray. Pengaruh alkohol serta sentuhan tubuh mereka membuat gairah Alisa memuncak, apalagi sudah seminggu penuh mereka terpisah. Alisa membalikkan tubuhnya, merengkuh dan menciumi bibir Ray.Ray begitu menikmatinya sementara tangannya mulai membelai bokong Alisa yang padat. Seminggu tidak merasakan tubuh Alisa membuatnya begitu merana ditambah istrinya yang terus-terusan menaruh curiga padanya.Hah, semua itu membuatnya sangat tertekan!Sampai akhirnya kesem
Siang itu, awan hitam menggantung di langit. Sesekali gemuruh geluduk terdengar dari kejauhan.“Kami turut berduka,” Alex menepuk pelan pundak adiknya itu. Ray hanya bisa mengangguk pelan sambil menghela napas panjang.“Apa yang sebenarnya terjadi, Ray?” tanya Utami tidak percaya. Dia memandangi sosok putra bungsunya dengan iba. Lingkaran hitam di bawah mata Ray nampak jelas dengan rambut yang mencuat kesana-kemari.Ray hanya bisa bersandar pada tembok selasar rumah sakit yang dingin. Sesekali dia menyugar rambutnya, tatapannya terpaku pada ujung sepatunya. Dia tidak berani memandang mata Mamanya itu.Hatinya begitu berkecamuk. Dia tidak bisa membayangkan apa yang bakal terjadi ketika Prita sadar nanti.Ray mengigit bibir bawahnya keras-keras. Seharusnya, dia tidak meninggalkan istrinya yang sekarat begitu saja. Seharusnya dia tidak mengikuti saran bodoh dari wanita yang dikenalnya dengan nama Jessica itu. Tapi apa daya, pik
Kedua mata Prita membelalak lebar. Pandangannya sedikit kabur namun perlahan dia bisa menangkap dengan jelas kondisi di sekitar. Dia mendapati dirinya terbaring dengan infus yang menggantung. Kedua lubang hidungnya dialiri selang oksigen sementara itu telinganya menangkap bunyi jantungnya yang berdetak perlahan.Tak lama setelah itu, Prita mendengar suara pintu yang mengayun diikuti dengan derap langkah yang mendekati dirinya.Sudut matanya menangkap sesosok wanita yang kini berdiri di sebelah ranjangnya.“Hai, Prita.” Ucap wanita itu dengan suara yang dingin. “Aku turut bersedih dengan kejadian yang menimpa dirimu.”Prita memalingkan wajahnya dan mendapati Kiara yang menatapnya dengan tajam. Tenggorokannya begitu tercekat. “Untuk apa dia ada di sini?!” pekik Prita dalam hati.Kiara mengembuskan napas panjang. Jari-jarinya yang lentik itu membelai pundak Prita dengan lembut. “Sungguh malang, kalian
#53Gian mengecup punggung tangan Kiara. “Kamu sungguh cantik malam ini.” Pujinya sembari kedua matanya memandangi penampilan Kiara.Dengan Gaun merah selutut tanpa lengan serta rambut Kiara yang digelung ke atas, membuatnya nampak begitu elegan. Sebuah kalung perak melingkar di lehernya yang jenjang.“Makasih, Gi. Tapi aku begitu gugup.” Balas Kiara. Dia bisa merasakan dentuman jangtungnya sendiri yang berdebar keras. “Ini kali pertamanya aku menghadiri acara di kantormu.”“Tenang saja, karyawanku nggak gigit kok.” Gian berusaha mencairkan suasana. Lantas, dia mengaitkan lengannya pada lengan Kiara, menuntunnya memasuki ballroom hotel yang mewah.Malam ini merupakan perayaan hari jadi perusahaan yang dipimpin Gian. Seluruh karyawan hadir beserta orang-orang penting. Itulah mengapa Kiara begitu cemas. Dia tahu bahwa semua mata akan tertuju padanya sebagai calon istri sang CEO. Apalagi pernikahan merek
#54Mobil Ray berhenti di pelataran parkir Apartemen Sunny Hill. Jantungnya berdentum keras. Dia akan mengendap masuk ke dalam unit tempat tinggal Jessica untuk memastikan kebenaran identitas wanita itu.“Ah, sungguh bodoh. Aku nggak tahu kata sandi apartemennya!” tukas Ray dari balik kemudi. Dia mengigit bibirnya keras-keras. “Apa yang harus kulakukan?”Tiba-tiba mata Ray menangkap sosok Jesica yang berjalan tergesa melintasi pelataran parkir. Ray segera turun dan menghampirinya.“Jess!” seru Ray.“Astaga, mau apa si bodoh itu ada di sini?” batin Alisa kesal.“Jess, kebetulan.” Ujar Ray begitu dia berada di depan Alisa yang kali ini mengenakan rok mini dan tank top hitam. Alisa mengapit tas tangan cokelat.“Sepertinya dia habis dari kelab Madam,” pikir Ray dalam hati.“Oh, hai Ray. Gimana istrimu? Dia selamat kan? Nggak ada yang mencurigai kamu kan?&
#55Lampu mobil Ray membelah jalanan yang gelap. Jalan yang dia lewati kini tidak beraspal. Di kanan kirinya terdapat beberapa bangunan kosong, tanah luas yang terbengkalai serta pepohonan yang lebat.Jantungnya berdentum cepat. Pikirannya begitu pening. Di kepalanya terlintas fakta bahwa memang benar wanita yang dia kenal selama ini bernama Jessica itu adalah mantan kakak iparnya. Lantas, Kiara yang dalam bahaya dan soal pembalasan dendam Alisa dan pria asing yang sedang dia untit ini.Untungnya, Ray masih sempat melihat Bobby di pelataran parkir dan berhasil mengikutinya sampai ke sini. Dengan menjaga jarak aman, Ray terus mengikuti mobil Bobby dari belakang.Ray menghentikan mobilnya di depan tanah kosong. Dengan kaki yang gemetar, dia berjalan menembus kegelapan. Ditemani cahaya senter dari ponselnya, Ray menerangi jalanan tanah yang basah. Samar-samar, dia melihat cetakan ban mobil yang menuntunnya ke sebuah gudang kosong yang gelap gulita.Ra
#56“Kiara!” Gian berlari ke arah tunangannya yang duduk di ranjang rumah sakit. Gaun yang dipakainya lusuh dan robek serta ada luka-luka di sekujur tubuhnya. Namun, kondisinya tidak begitu parah.“Gian…” Kiara memeluk kekasihnya itu dengan erat. Air mata langsung mengalir dari matanya. “A..aku…”“Sudahlah, Kiara.” Sergah Gian cepat, menghapus air mata yang membasahi pipi Kiara. “Aku sudah mendengar semuanya dari polisi. Yang penting kamu selamat, Sayang.”“Ray.” Tukas Kiara. “Dia yang menyelamatkanku, Gi.”“Aku tahu.”“Lantas, gimana keadaaannya sekarang?” tanya Kiara dengan suara yang agak gemetar.“Dia…dia sedang ada di ruang operasi. Dokter berusaha mengeluarkan peluru yang bersarang di perutnya.” Terang Gian. “Dia sepertinya banyak kehilangan darah juga.”Kiara kembali ter