Share

Bab 147.

Penulis: BayS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-19 15:24:33
"Hahh..! K-kamu punya perusaahaan..?!" sentak terkejut Hesti, seolah tak percaya.

Ya, walau memiliki sebuah perusahaan ternama, penampilan Lidya memang terkesan biasa saja. Lidya memang tak suka menunjukkan perhiasan atau pun gemerlap pakaian, yang biasa dikenakan oleh orang-orang kelas elite.

Padahal jika Hesti dan Darma berkesempatan melihat semua perhiasan yang dimiliki Lidya di lemari koleksinya. Niscaya mata mereka akan katarak dan buta seketika..!

Karena saking berkilau, langka, dan banyaknya koleksi perhiasan Lidya..!

"T-tapi perusahaannya harus ternama. Minimal kami mengenalnya Lidya..!" seru gagap Hesti, tak mau menyerah begitu saja.

"Ayah..! Kenapa Ayah mempermalukan Tari di depan orang-orang..?! Tari bukan barang dagangan, Ayah..!" sentak Tari, yang merasa malu sekali, terhadap prilaku kedua orangtuanya. Di depan Iwan dan kedua pendampingnya itu.

"Kamu diam dulu Tari..! Ini untuk kebaikkanmu sendiri, dan juga nama baik keluarga..!" hardik Darma, seraya membelalakkan mat
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 148.

    "Hebat Mas Iwan. Kalau begitu Mas Iwan akan Lidya tempatkan di divisi pengawasan anggaran proyek saja ya. Jadi Mas Iwan bisa langsung terjun ke lapangan proyek nantinya," jelas Lidya. "Terimakasih Mbak Lidya. Saya siap ditempatkan dimanapun itu. Saya akan mencurahkan seluruh daya, kesetiaan, dan kemampuan saya pada perusahaan Mbak Lidya. Dan saya berterimakasih sekali atas bantuan dan pertolongan Mbak Lidya dan Mas Bimo. Rasanya sampai mati pun, saya tak akan bisa membalas hutang budi saya pada kalian berdua," ucap Iwan, dengan suara serak penuh rasa haru dan terimakasih. "Tak perlu terlalu dipikirkan Mas Iwan. Besok datanglah dengan membawa CV Mas Iwan ke kantor saya. Temuilah kepala personalia di sana. Ini kartu saya, perlihatkan saja pada kepala personalia. Selanjutnya Mas Iwan tinggal ikuti saja arahannya ya," ujar Lidya, ikut merasa terharu dan senang mendengar ucapan Iwan. "Benar Mas Iwan. Tak perlu terlalu dijadikan beban pikiran. Hanya saja, jika melihat orang disekitar M

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 149.

    Bruaghhk..! Braaghk..!! Ciittt...!! Gedubraghhk..!! "Arrghk..!!" terdengar teriakkan orang-orang dalam dua kendaraan itu. Dua APV hitam itu pun langsung miring dan terguling ke arah ladang singkong di seberang jalan. Taph..! Yoga mendarat ringan di dekat kedua mobil pengangkut yang terguling itu. Dan dengan cepat dia keluarkan pistol dari balik pakaiannya. Lalu... Darr..! Darr..! ... Darr..!! Dua pengemudi mobil dan dua rekannya yang mendampingi di dalam mobil pengangkut itu. Keempatnya tewas seketika dengan kepala berlubang, diterjang timah panas yang dilepaskan Yoga dengan tanpa ampun. Cittt...!! Tiga pengendara motor segera injak rem motor mereka dengan tiba-tiba dan berseru kaget dan marah ke arah Yoga. "Heii..!! S-siapa.. Dor, dor, ... Dorr..!! Namun rentetan tembakkan dari para anak buah Yoga langsung menjawab, dan menembus tubuh ketiga pengendara motor yang mengawal mobil pengangkut itu. "Ahkss..!!" Brugh..! ... Brugh..! Ketiga security pengawal itu pun ikut tewas

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 150.

    Klik.! "Ya, halo Mbak Ratri,” sahut Bimo. “Pagi Bimo. Sedang sibukkah sekarang?” tanya Ratri. “Aku baru saja mandi Mbak. Bagaimana kabarnya nih?” sahut Bimo bertanya. " O ya Bimo. Tak lama setelah kamu pergi A' Rahadian meminta bantuanku, untuk mengirim dana ke rekeningmu sebesar 5 miliar. Semoga sudah kau terima ya Bimo." Ratri mengabarkan.“Lho, darimana Mbak Ratri tahu nomor rekeningku?” tanya Bimo heran. “Bukankah saat Bimo membawa A'a Rahadian ke rumah sakit, kamu yang membayarkan biayanya Bimo? Dari situlah aku mengetahui nomor rekeningmu,” sahut Ratri tenang. “Oh iya, hehe. Kalau begitu, sampaikan terimakasihku pada Mas Rahadian ya. Tapi sebetulnya tak perlu berlebihan Ratri. Mas Rahadian seharusnya bisa menggunakan uang itu untuk pengembangan bisnisnya saja." “Tidak Bimo. Bahkan menurutku kamu pantas menerima yang lebih dari itu." “Ahh, kalian ini. O iya, bagaimana kabar si Desi kecil Mbak?” “Wahh, dia sekarang jadi fans beratmu Bimo. Dimana-mana dia bercerita soal k

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 151.

    "Huhh..! Kebetulan sekali kalau begitu..! Ayo Bu, kita bicara langsung saja dengan Bimo..!" seru Baskara, seraya mengajak istrinya ikut menemui Bimo. Dan memang benar Bimolah yang datang berkunjung ke kediaman Baskara saat itu. Klekh..! "Wah..! Mas Bimo jadi juga datang ke sini. Silahkan duduk Mas," sambut Devi tersenyum gembira, melihat kedatangan Bimo. Kendati hatinya juga diliputi rasa was was akan sikap orangtuanya terhadap Bimo nanti. "Lho..! Ada tamu kok disuruh duduk di teras Devi. Persilahkan saja Bimo masuk ke ruang tamu sini. Kami juga hendak bicara dengannya," ujar Baskara dingin dari dalam pintu. Ya, Bsaskara dan Rini merasa enggan ikut keluar menyambut Bimo. Walau mereka juga agak terkejut, saat melihat Bimo datang dengan mengendarai mobil yang cukup berkelas. "Hmm..! Apakah itu mobilnya atau pinjaman ya Bu..?" bisik Baskara di dekat telinga Rini. "Entahlah Mas. Yang jelas kita tanya saja padanya, apa sebenarnya yang bisa dia tawarkan pada putri kita dengan bekerja

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 1. Awal Yang Kelam

    Klaghk!“Aiihh..! Brengsek kau..!” seru terkejut marah seseorang di dalam kamar toilet. Saat seorang OB membuka begitu saja pintu kamar toilet itu. “Hahh..! Ma-maaf Bu Devi..!” Klekh!Bimo berseru terkejut bukan main, saat sepasang matanya melihat tubuh mulus setengah polos Devi, yang juga nampak buru-buru menarik celana bahannya ke atas.Namun tentu saja Bimo sempat melihat sepasang paha jenjang mulus, dan juga belahan belakang yang menonjol kencang menggoda milik Devi tadi.Cepat Bimo menutup kembali pintu kamar toilet itu dan melepas kedua earphone dari telinganya.Ya, karena mendengarkan musik di earphone itulah, telinganya jadi tak peka mendengar suara seseorang di dalam kamar toilet itu.“Celakalah aku..!” desis lirih Bimo dengan wajah panik dan cemas. Namun dia merasa harus tetap menanti Devi di luar kamar toilet, untuk menjelaskan kejadian yang tak disengaja itu.Klekh!Akhirnya Devi pun keluar dari kamar toilet itu dengan sepasang mata berkilat marah menatap Bimo.“Bimo..!

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 2. Kotak Warisan Leluhur

    Bimo pun menghampiri kotak jati warisan itu dan langsung menjamahnya. “Ahks..!” Bimo berseru terkejut, saat merasakan tangannya bagai terkena setrum dan di jalari oleh ribuan semut.Namun sekuat tenaga Bimo bertahan tetap memegang erat kotak jati ukir itu. Hingga akhirnya hawa hangat bercampur dengan hawa sejuk yang menenangkan, terasa menggantikan rasa mengejutkan itu.‘Aku hampir saja lupa dengan kotak warisan leluhur warisan Kakek! Tak ada jalan lain lagi! Aku akan memakai warisan ilmu leluhurku ini! Tak peduli apapun resikonya..!’ batin Bimo bertekad.Klagh! Clapsh..!Bimo langsung membuka kotak jati ukir seukuran kotak sepatu itu, dan seberkas cahaya merah terang pun langsung memancar dari dalam kotak itu.Aroma kayu akar wangi dan cendana pun seketika menguar semerbak, di dalam kamar Bimo. Sungguh menebarkan hawa mistis yang kental, namun damai dan menenangkan bagi Bimo.Nampak sebuah benda bulat sebesar kelereng yang berpijar merah terang, berada di tengah sampul kitab tebal y

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 3. Sanksi Dan Kejutan

    “Masuk..!” seru Budi dari dalam ruang kerjanya, setelah Bimo mengetuk pintu ruangan itu.“Selamat Pagi Pak Budi. Bapak memanggil saya?” ucap Bimo sopan.“Duduklah Bimo! Ada peringatan yang harus kaudengar dan perhatikan baik-baik!” ucap tegas Budi, dengan tatapan tajam ke arah Bimo.“Bimo! Aku mendapat laporan dari Bu Devi, tentang perilakumu yang ceroboh dan tak senonoh dalam bekerja! Karenanya aku langsung memberikan peringatan kedua padamu!”“Ahh! Langsung peringatan kedua Pak Budi..?” desah tegang Bimo bertanya.“Ya! Dan kau tahu artinya peringatan kedua itu Bimo..?! Sekali lagi kau membuat kesalahan, maka tak ada pilihan lain selain kau dipecat dan keluar dari kantor ini! Paham Bimo..?!”“Paham Pak Budi,” sahut Bimo, seraya memberanikan diri balas menatap wajah kepala personalia itu. Dan sebuah lintasan tentang Budi pun langsung tergambar jelas di benak Bimo.“Ahh..!” seru Bimo tanpa sadar. Hal yang tentu saja mengejutkan bagi Budi, pria berumur 39 tahun itu.“Kenapa kau terkejut

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 4. Tulah Dan Perkenalan

    Pertanyaan bernada sindiran dan juga senyum mengejek, nampak jelas di wajah para rekan OBnya itu.“Aman..!” seru Bimo seraya tersenyum, untuk membuat keki para rekan OB yang pastinya berharap dia celaka bahkan dipecat itu.“Kalau begitu, sekarang cepat kau bersihkan ruang toilet lalu pel lorong lantai 2 sekalian..!” seru Luki dengan nada kesal dan wajah tak senang.“Lho? Bukankah tugas mengepel lantai 2 adalah tugas Paul, Kak Luki..?” ujar Bimo heran dan bernada protes.“Ya, hari ini kau yang mengerjakannya Bimo! Karena aku dan Paul akan keluar untuk membeli perlengkapan logistik! Kerjakan saja, jangan banyak tanya!” seru Luki bertambah kesal.“Banyak omong kau Bimo! Hihh..!” Blaakh! Paul ikut memaki marah, seraya menyepak betis Bimo. Karena dia merasa cemas tak jadi di ajak Luki keluar kantor, dan urung mendapatkan uang lebihan belanja.“Aihh..!” seru kaget semua rekan OB di ruangan itu, saat mendengar kerasnya suara sepakkan kaki Paul membentur betis kaki Bimo.Namun Bimo sendiri tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02

Bab terbaru

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 151.

    "Huhh..! Kebetulan sekali kalau begitu..! Ayo Bu, kita bicara langsung saja dengan Bimo..!" seru Baskara, seraya mengajak istrinya ikut menemui Bimo. Dan memang benar Bimolah yang datang berkunjung ke kediaman Baskara saat itu. Klekh..! "Wah..! Mas Bimo jadi juga datang ke sini. Silahkan duduk Mas," sambut Devi tersenyum gembira, melihat kedatangan Bimo. Kendati hatinya juga diliputi rasa was was akan sikap orangtuanya terhadap Bimo nanti. "Lho..! Ada tamu kok disuruh duduk di teras Devi. Persilahkan saja Bimo masuk ke ruang tamu sini. Kami juga hendak bicara dengannya," ujar Baskara dingin dari dalam pintu. Ya, Bsaskara dan Rini merasa enggan ikut keluar menyambut Bimo. Walau mereka juga agak terkejut, saat melihat Bimo datang dengan mengendarai mobil yang cukup berkelas. "Hmm..! Apakah itu mobilnya atau pinjaman ya Bu..?" bisik Baskara di dekat telinga Rini. "Entahlah Mas. Yang jelas kita tanya saja padanya, apa sebenarnya yang bisa dia tawarkan pada putri kita dengan bekerja

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 150.

    Klik.! "Ya, halo Mbak Ratri,” sahut Bimo. “Pagi Bimo. Sedang sibukkah sekarang?” tanya Ratri. “Aku baru saja mandi Mbak. Bagaimana kabarnya nih?” sahut Bimo bertanya. " O ya Bimo. Tak lama setelah kamu pergi A' Rahadian meminta bantuanku, untuk mengirim dana ke rekeningmu sebesar 5 miliar. Semoga sudah kau terima ya Bimo." Ratri mengabarkan.“Lho, darimana Mbak Ratri tahu nomor rekeningku?” tanya Bimo heran. “Bukankah saat Bimo membawa A'a Rahadian ke rumah sakit, kamu yang membayarkan biayanya Bimo? Dari situlah aku mengetahui nomor rekeningmu,” sahut Ratri tenang. “Oh iya, hehe. Kalau begitu, sampaikan terimakasihku pada Mas Rahadian ya. Tapi sebetulnya tak perlu berlebihan Ratri. Mas Rahadian seharusnya bisa menggunakan uang itu untuk pengembangan bisnisnya saja." “Tidak Bimo. Bahkan menurutku kamu pantas menerima yang lebih dari itu." “Ahh, kalian ini. O iya, bagaimana kabar si Desi kecil Mbak?” “Wahh, dia sekarang jadi fans beratmu Bimo. Dimana-mana dia bercerita soal k

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 149.

    Bruaghhk..! Braaghk..!! Ciittt...!! Gedubraghhk..!! "Arrghk..!!" terdengar teriakkan orang-orang dalam dua kendaraan itu. Dua APV hitam itu pun langsung miring dan terguling ke arah ladang singkong di seberang jalan. Taph..! Yoga mendarat ringan di dekat kedua mobil pengangkut yang terguling itu. Dan dengan cepat dia keluarkan pistol dari balik pakaiannya. Lalu... Darr..! Darr..! ... Darr..!! Dua pengemudi mobil dan dua rekannya yang mendampingi di dalam mobil pengangkut itu. Keempatnya tewas seketika dengan kepala berlubang, diterjang timah panas yang dilepaskan Yoga dengan tanpa ampun. Cittt...!! Tiga pengendara motor segera injak rem motor mereka dengan tiba-tiba dan berseru kaget dan marah ke arah Yoga. "Heii..!! S-siapa.. Dor, dor, ... Dorr..!! Namun rentetan tembakkan dari para anak buah Yoga langsung menjawab, dan menembus tubuh ketiga pengendara motor yang mengawal mobil pengangkut itu. "Ahkss..!!" Brugh..! ... Brugh..! Ketiga security pengawal itu pun ikut tewas

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 148.

    "Hebat Mas Iwan. Kalau begitu Mas Iwan akan Lidya tempatkan di divisi pengawasan anggaran proyek saja ya. Jadi Mas Iwan bisa langsung terjun ke lapangan proyek nantinya," jelas Lidya. "Terimakasih Mbak Lidya. Saya siap ditempatkan dimanapun itu. Saya akan mencurahkan seluruh daya, kesetiaan, dan kemampuan saya pada perusahaan Mbak Lidya. Dan saya berterimakasih sekali atas bantuan dan pertolongan Mbak Lidya dan Mas Bimo. Rasanya sampai mati pun, saya tak akan bisa membalas hutang budi saya pada kalian berdua," ucap Iwan, dengan suara serak penuh rasa haru dan terimakasih. "Tak perlu terlalu dipikirkan Mas Iwan. Besok datanglah dengan membawa CV Mas Iwan ke kantor saya. Temuilah kepala personalia di sana. Ini kartu saya, perlihatkan saja pada kepala personalia. Selanjutnya Mas Iwan tinggal ikuti saja arahannya ya," ujar Lidya, ikut merasa terharu dan senang mendengar ucapan Iwan. "Benar Mas Iwan. Tak perlu terlalu dijadikan beban pikiran. Hanya saja, jika melihat orang disekitar M

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 147.

    "Hahh..! K-kamu punya perusaahaan..?!" sentak terkejut Hesti, seolah tak percaya. Ya, walau memiliki sebuah perusahaan ternama, penampilan Lidya memang terkesan biasa saja. Lidya memang tak suka menunjukkan perhiasan atau pun gemerlap pakaian, yang biasa dikenakan oleh orang-orang kelas elite. Padahal jika Hesti dan Darma berkesempatan melihat semua perhiasan yang dimiliki Lidya di lemari koleksinya. Niscaya mata mereka akan katarak dan buta seketika..!Karena saking berkilau, langka, dan banyaknya koleksi perhiasan Lidya..! "T-tapi perusahaannya harus ternama. Minimal kami mengenalnya Lidya..!" seru gagap Hesti, tak mau menyerah begitu saja. "Ayah..! Kenapa Ayah mempermalukan Tari di depan orang-orang..?! Tari bukan barang dagangan, Ayah..!" sentak Tari, yang merasa malu sekali, terhadap prilaku kedua orangtuanya. Di depan Iwan dan kedua pendampingnya itu. "Kamu diam dulu Tari..! Ini untuk kebaikkanmu sendiri, dan juga nama baik keluarga..!" hardik Darma, seraya membelalakkan mat

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 146.

    'Ahh..! Mas Bimo, Mbak Lidya..! Sebegitu besar bantuan kalian padaku..!' bathin Iwan tersentak kaget penuh keharuan. Dia pun menatap Bimo dan Lidya bergantian, dengan sepasang mata beriak basah. Dengan diam-diam Bimo menepuk pelan punggung Iwan, untuk mengisyaratkan agar Iwan tetap tenang dalam pembicaraan itu. Dan Iwan pun memahami isyarat menenangkan dari Bimo itu. "B-baik..! Kami akanmenghitung uang itu nanti," ujar Hesti seraya beranjak dari kursinya, hendak memanggil putrinya. Ya, Tari akhir-akhir ini memang lebih senang mengurung diri di kamarnya. Setelah peristiwa kekasihnya yang dipermalukan oleh kedua orangtuanya itu. Tok, tok, tok..! "Tari..! Keluarlah sebentar, ada tamu yang ingin bertemu denganmu Nak..!" seru sang ibu, setelah mengetuk pintu kamar Tari. Namun Tari yang berada dalam kamar itu merasa sangat enggan, untuk menyahuti seruan ibunya itu. Tari tetap tenggelam dalam lamunan dan kesedihannya. Dia tak ambil peduli dengan panggilan ibunya itu. Ya, perasaan Tari

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 145.

    "Hahh..! Kau lagi..! M-mau a.. Darma berseru keras pada Iwan, namun seketika seruannya terhenti di tengah jalan. Demi dilihatnya wanita cantik dan pemuda gagah penuh wibawa yang tersenyum di belakang Iwan. "Maaf Pak. Saya Bimo, kami datang menemani saudara kami Mas Iwan, untuk membicarakan sesuatu dengan keluarga Bapak," ujar Bimo tersenyum tenang. "Ohh..! Ehh..! I-iya Mas. I-itu mobil kaliankah..?" sahut gugup Darma, seraya menanyakan mobil berkelas yang parkir di depan rumahnya. "Benar Pak, itu milik kami," sahut Lidya tersenyum ramah. Kendati hati Lidya merasa jengkel, dengan cara Darma menerima kedatangan Iwan tadi. 'Hhh..! Bagusnya Iwan segera tinggal di rumah sendiri, setelah menikah dengan putrinya nanti', bathin Lidya.Ya, Lidya bisa membayangkan tekanan mental yang akan dialami Iwan, jika dia tinggal serumah dengan mertua yang berprilaku seperti Darma itu. "Ohh. Mari silahkan masuk..! Bu..! Ada Iwan datang..!" Darma segera mempersilahkan mereka masuk, seraya berseru mem

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 144.

    'Maafkan aku Tari. Susah kuupayakan sekuat dayaku mencari dana 250 juta itu. Namun rupanya kita memang belum berjodoh. Semoga kau mendapatkan jodoh yang terbaik dalam hidupmu', bathin Iwan pasrah sudah. Iwan kembali naik ke atas motornya, sebetulnya dia ingin langsung saja pulang ke kontrakkannya. Namun... 'Heii..! Aku sudah janji malam ini ketemuan sama Mas Bimo, di taman kota kemarin itu..!' bathin Iwan terkejut sendiri. Saat dia teringat janjinya dengan Bimo, teman barunya itu. Iwan pun langsung bergegas menstarter motor matic yang kreditnya masih berjalan itu. Dia sama sekali tak berpikir macam-macam, soal ucapan terakhir Bimo soal solusi yang dirasanya aneh itu. Ya, yang ada di benak Iwan hanyalah dia ingin bicara lebih lama dengan Bimo. Karena Iwan merasa, saat dia bicara dengan Bimo, semua masalah hidup yang dialaminya tersa terlupakan walau sejenak. 'Nanti aku akan minta nomor ponselnya ahh..! Terlalu sekali aku, sampai lupa bertukar kontak dengannya kemarin itu!' sungut

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 143.

    'Maha Kuasa Engkau Ya Tuhan. Tante Mira ternyata sedang mengandung..!' seru terkejut bathin Bimo. "Tante Mira. Bimo ikut berduka dengan kematian Tonny. Tapi kalau boleh Bimo menyarankan Tante jangan terlalu larut dalam kesedihan ya.Kasihan dengan janin di dalam rahim Tante nantinya. Karena dialah yang akan meneruskan bisnis Pak Donald nantinya." "Aihh..! A-apa Mas Bimo..?! A-aku hamil..?!" Terdengar seruan kaget tertahan Mira di sana. "Benar Tante. Tante bisa memeriksakan kandungan Tante nanti bersama Pak Donald ya. Jangan terlalu bersedih ya Tante. Pasti Tuhan akan memberikan yang terbaik buat keluarga Tante." "Ahh..! M-mas Bimo benar. T-terimakasih Mas Bimo. Aku tak akan tahu sedang mengandung, jika Mas tak memberitahuku..! T-terimakasih Mas Bimo, aku akan segera mengabarkan hal ini pada suamiku." Klikh! Entah harus bersedih atau gembira hati Mira saat itu, karena kabar buruk dan kabar bahagia datang di saat yang bersamaan dalam keluarganya.Namun Mira merasa harus memberitah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status