Share

Ayo buat yang ada gajahnya!

Penulis: Liya Mardina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tok! Tok! Tok!

Buku-buku jari kecil itu beberapa kali terlihat mengetuk pintu sebuah ruangan. Hingga beberapa saat kemudian, pintu yang sebelumnya tertutup, perlahan terbuka lebar.

"Naura? Ada apa? Ini sudah malam sekali. Sudah melewati jam tidurmu. Kenapa kamu belum tidur?" tanya Sean yang kebingungan melihat gadis kecilnya berdiri di depan pintu kamar.

"Papa, Naura datang untuk meminta maaf atas sikap Naura tadi siang," ucap Naura dengan tertunduk lesu. Wajahnya tak berani mendongak, menatap Sean yang tengah berdiri di ambang pintu.

Pemuda itu seketika menghela nafas panjang, sebelum berjongkok untuk mensejajarkan diri dengan Naura yang tengah memeluk boneka kesayangannya.

"Tidak apa-apa, Papa tidak marah, kok," lirihnya seraya mengusap lembut puncak kepala sang putri.

"Papa Sean akan pergi besok kan?"

Pemuda itu lantas mengangguk pasti tanpa keraguan.

"Bolehkah Naura tidur dengan Papa Sean malam ini?" Tanyanya dengan ragu, seraya mengayun-ayunkan kedua tangannya untuk beberapa kali
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Telur buatan Papa Sean

    Keesokan harinya."Naura, ayo bangun, Sayang."Suara berat itu menjadi sambutan hangat bagi Naura setiap pagi. Dengan kecupan ringan yang mendarat di dahi kecilnya untuk beberapa kali. Nampaknya Naura akan merindukan sambutan itu setelah hari ini berganti.Nampak gadis kecil itu mengerjap sesaat, sebelum melihat dengan jelas wajah malaikat yang menjadi penyemangat hidupnya. "Papa, apa ini sudah pagi?" tanya gadis itu dengan suara serak, seraya beberapa kali mengusap kedua matanya."Iya, ayo cepat bangun!" ucap pemuda itu lembut. Setelahnya membantu sang putri untuk terduduk di atas tempat tidur.Melihat Sean yang telah berpakaian rapi, dengan balutan jaket jeans yang menandakan ia akan pergi, membuat Naura dengan cepat memeluk tubuh kekar itu."Naura, ada apa? Ayo cepat mandi!" pinta Sean dengan memegangi tangan Naura yang merasa enggan untuk melepaskan pelukan dari tubuhnya.Gadis kecil itu pun sontak menggeleng cepat.Sean tertegun untuk sesaat, setelah merasakan rembesan air mata y

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Selamat jalan, Papa Sean

    Sampai pada akhirnya, waktu yang tak ditunggu-tunggu itu tiba.Dengan berat hati, keluarga kecil itu mengantarkan Sean ke bandara untuk segera terbang mewujudkan mimpinya.Terlihat raut penuh kekecewaan dari gadis kecil yang tengah duduk di pangkuannya."Naura, kenapa cemberut begitu? Ayo senyum," ucap Sean yang menyadari hal itu.Namun Naura sama sekali tidak menggubris ucapannya. Gadis kecil itu menatap ke arah luar jendela mobil dengan harap-harap cemas. Ia tak ingin segera sampai di tempat tujuan.Namun harapan itu mustahil akan terjadi. Kini mobil mewah berwarna putih yang mereka tumpangi akhirnya berhenti di depan bandara.Keempatnya mulai terlihat beranjak turun dengan berat hati. Tak ada kebahagiaan sedikit pun mengiringi kepergian itu."Sean, kami akan mengantarmu sampai kamu memasuki pesawat, setelah itu kami akan pulang," ucap Aksa dengan tatapan sendu."Tidak usah, Om. Sebaiknya kalian segera pulang. Jika kalian tetap di sini, aku takut akan berubah pikiran," jawab Sean de

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Ibu panti telah meninggal

    "Sayang, jangan bicara sembarangan!" bisik Adira seraya mencubit pelan lengan sang suami yang tengah tertawa ria.Aksa nampak memutar kepala menghadap ke arah sang istri dengan tersenyum kecil, sebelum kembali mengedarkan pandangan matanya ke segala penjuru ruangan."Bu Idah, sebenarnya kedatangan saya hari ini untuk bertemu dengan Ibu Jasmine. Tapi kenapa sejak tadi saya tidak melihatnya? Ke mana dia?" tanya Aksa dengan wajah berbinar.Namun, raut kebahagiaan yang terpancar dari wajah keriput wanita itu seketika sirna. Kala mendengar kembali nama almarhumah sahabatnya yang merupakan kepala panti kembali di sebut."Bu Idah, ada apa?" tanya Aksa kala menyadari kesedihan yang seketika menghiasi wajah keriput itu.Penggalan demi penggalan ingatan masa lalu kembali terlintas di kepala Aksa. Bahkan kalimat terakhir yang ibu kepala panti ucapkan sebelum dirinya pergi masih terngiang-ngiang dalam kepalanya."Le, jadilah orang sukses setelah keluar dari tempat ini. Jika kehidupan di luar sana

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Kecelakaan

    "Benar apa kata Istrimu, Aksa. Tidak baik terlalu bersedih dengan kepergian seseorang yang telah berbahagia di surga. Dia tidak akan bisa tenang jika melihatmu seperti ini," timpal ibu Idah yang mencoba ikut menenangkan pria itu.Belum sempat air mata itu kering karena kepergian Sean untuk hari ini, ia kembali dibuat terkejut dengan kepergian sang ibu panti yang begitu berpengaruh besar terhadap hidupnya.Selama berada dalam panti, Aksa tak sekali pun pernah melihat ibu Jasmine sakit. Yang ia lihat adalah wanita paruh baya yang sehat dan murah senyum. Bahkan tak jarang Aksa mendapatkan kasih sayang dari wanita yang telah ia anggap sebagai ibu kandungnya sendiri, sebab wanita itu tak memiliki anak dari pernikahannya.Kini pria tampan dengan mata sembab itu terlihat mulai mengatur nafas. Dengan air mata yang mulai berhenti mengalir. Sekuat tenaga ia berusaha tegar menghadapi kenyataan yang begitu pahit. Tak ada alasan baginya untuk tetap larut dalam kesedihan yang mendalam, sementara ke

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Hal ganjil

    "Sayang, sadarkah kamu siapa wanita yang menjadi korban tabrakan tadi?" tanya Adira memastikan jika sang suami menyadari keberadaan Mayang yang dinilai ganjil.Namun wajah terkejut dari pria itu nampaknya tidak menyadari keberadaan Mayang, yang sedari awal seolah dengan sengaja menyebrang kala mobilnya melintas."Entahlah, benturan itu membuat kepalaku terasa sakit, jadi tidak bisa mengenali seseorang dengan sekali pandang," jawab Aksa seraya memegangi kepalanya yang masih mengeluarkan darah.Tak ingin mengambil resiko sebab terlalu banyak berpikir, Adira segera menuntun sang suami masuk ke dalam rumah sakit untuk segera mendapatkan perawatan. "Kita masuk sekarang!" tegas Adira.Setelah itu, "Mari ikut saya, Tuan!" Salah seorang petugas medis nampak dengan sigap mengambil alih peran Adira, yang tengah kesusahan berjalan akibat Naura yang masih berada dalam gendongannya seraya menuntun sang suami yang terlihat berjalan tak tentu arah.Tubuh atletis itu terlihat kelimpungan untuk sesaat

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Target Mayang adalah Aksa?

    "Kalau begitu saya permisi, Nona." Kalimat itu secara tidak langsung menunjukkan jika sang dokter hendak keluar dari dalam ruangan.Adira sontak melepaskan alas kakinya dan segera berlari menjauh dengan putri tercinta yang masih berada dalam gendongan. Hal itu ia lakukan agar langkah kakinya tidak menimbulkan banyak suara yang akan membuat sang dokter menaruh curiga.Adira segera bersembunyi di balik tembok yang menjadi sudut lorong. Detak jantungnya terasa tidak beraturan, mengiringi nafasnya yang memburu hebat. Perasaan takut ketahuan seketika sirna, kala mendapati sang dokter yang berjalan berlawanan arah dengan keberadaannya saat ini."Huh ... Akhirnya ...." Tubuh wanita itu merosot jatuh dengan rasa penasaran yang amat sangat.'Sebenarnya, apa motif di balik ini semua? Apa alasan Mayang melakukan hal seperti ini? Apakah selama tiga tahun ia menghilang, ada beberapa hal besar yang terjadi di luar dugaannya?'Kepala Adira terasa sesak sebab dipenuhi pertanyaan yang menjadi dugaan s

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Mari lihat, seberapa kuat kamu!

    "Ta-tapi, Nona ... tunggu dulu!" Dokter itu masih mencoba menghentikan langkah Adira yang terlihat tak menghiraukannya sama sekali.Dan saat berpapasan dengan tenaga medis lain. Adira pun segera menghentikannya. "Tunggu dulu, Tuan. Bisakah Anda berhenti sebentar?""Ya, ada yang bisa saya bantu, Nona?" ucap perawat wanita muda itu dengan tersenyum ramah, kala menghentikan aktivitasnya mendorong troli yang berisikan cairan infus menuju salah satu ruangan."Ada Pasien yang mengamuk di salah satu ruangan. Dia berkali-kali mencoba mencabut paksa jarum infusnya. Dan Dokter ini sepertinya juga kualahan. Jadi tolong segera datang dengan membawa suntikan bius dan peralatan infus yang baru," jelas Adira tanpa sedikit pun keraguan terlihat dari sorot matanya.Dan dokter itu terlihat mulai gelagapan dengan kecemasan luar biasa yang terlihat dari raut wajahnya. "Tu-tunggu, bu-bukan seperti itu ...." Belum sempat dokter itu menjelaskan, Adira kembali menyela. "Cepat, Sus! Pasien benar-benar mengamu

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Kecemburuan Aksa

    "Nyonya, syukurlah, ternyata Anda berada di sini." Suara bariton yang terdengar dari luar ruangan seketika membuat Adira terkesiap. Wanita itu lantas memutar kepala menghadap pintu untuk memastikan.Terlihat Gavin yang tengah menggendong Naura, berjalan perlahan memasuki ruangan. "Sejak Nona Muda bangun, dia terus mencari Anda," lanjutnya.Namun langkah berat itu seketika terhenti, kala mendapati tubuh wanita yang tengah terbujur di samping Adira. "Di-dia ...." Pria dengan kacamata itu terlihat terkejut hingga tak mampu melanjutkan kalimatnya."Sttt!" Adira segera meletakkan telunjuknya di dekat bibir, seolah tengah melarang Gavin untuk bersuara.Pria itu pun lantas mengangguk cepat saat mengerti maksud dari majikannya."Mayang, aku pergi dulu, ya. Jika ada waktu luang, aku akan menjengukmu lagi," pamit Adira dengan sengaja mendekatkan wajahnya ke telinga Mayang untuk memperjelas ucapannya. Setelahnya, Adira kembali menarik diri dan nampak menyeringai kecil, sebelum beranjak dari temp

Bab terbaru

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Kelahiran anak kedua

    ***Sembilan bulan kemudian. Tepat di saat hari perkiraan lahir sang anak yang masih berada dalam kandungan. Namun hingga hari itu terlewati tak ada tanda-tanda kelahiran akan tiba.Kediaman Aksa Adhitama. Pukul sembilan pagi."Sayang? Kenapa tidak berangkat bekerja hari ini? Bukankah Gavin baru saja memberi tahumu jika akan ada Klien yang akan membuat janji temu di perusahaan?" tanya Adira yang tak sengaja mendapati sang suami masih berada di ruangan kerja, saat hendak membersihkan ruangan itu.Namun alih-alih langsung menjawab, Aksa terlihat masih sibuk dengan layar pada laptopnya.Adira yang tak kunjung mendapatkan respon seketika merasa dongkol. Melipat kedua tangannya di depan dada dengan wajah tertekuk."Kamu mau apa? Berhentilah bersih-bersih! Cepat pergi istirahat!" tegas Aksa dengan nada lembut. Namun pandangan matanya tak berpaling sedikit pun dari layar laptopnya."Aku harus bergerak aktif, agar persalinan nanti bisa berjalan normal. Orang yang tidak pernah berolahraga sepe

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Tebakan bapak tua

    "Kita bisa pulang sekarang?" tanya Aksa meminta persetujuan dari sang istri untuk segera meninggalkan makam.Sontak Adira yang tengah sibuk mengeringkan sebagian bajunya yang terkena tetesan air hujan segera mengangguk pasti.Tangan Adira spontan meraih rambut sang suami untuk segera dikeringkan dengan handuk di tangannya. Ia tak ingin Aksa jatuh sakit setelah melewati beberapa peristiwa berdarah akhir-akhir ini, yang sangat menguras energi."Sayang, bolehkah setelah ini kita mampir membeli sate ayam? Aku lapar," ucap Adira seraya menyengir. Nampaknya tak ada sedikit pun raut kesedihan yang kembali muncul setelah prosesi pemakaman tersebut. Sontak hal itu membuat Aksa tersenyum bahagia, kini tak ada lagi yang ia khawatirkan tentang kondisi sang istri yang akan merasa bersalah seperti sebelumnya."Baik, Nyonya Adhitama," jawab Aksa dengan sedikit bergurau. Ia tak ingin membuat sang istri kembali berekspresi tegang hingga membuat seulas senyum tak mampu sedikit pun menghiasi bibirnya.S

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Pemakaman Betari

    Setelah selesai bersiap-siap, kini ketiganya mulai berkumpul di halaman dekat garasi mobil.Terlihat Gavin berjalan enggan ke arah sang atasan. Ketakutan itu masih terlihat jelas dari sorot matanya."Gavin? Apakah hari ini kamu kurang sehat? Kenapa wajahmu pucat sekali?"Rentetan pertanyaan yang sang atasan ajukan hanya mampu membuat pemuda berusia dua puluhan tahun itu tersenyum getir.Tak mendapati respon yang diinginkan, Aksa pun mulai berpikir keras. Mungkinkah Gavin tak ingin pergi dengannya hari ini?"Gavin, tetaplah di rumah! Urus keperluan sekolah Naura setelah dia bangun nanti," ucap Aksa pada akhirnya mengetes asumsinya sendiri. Dan benar saja, Gavin yang sebelumnya tertunduk lesu kini mendongak pasti dengan wajah berbinar cerah. "Baik, Tuan," ucapnya lantang dengan seulas senyum yang tertahan. Membungkukkan sedikit tubuhnya memberi hormat."Baiklah, aki akan pergi sekarang. Jika ada hal darurat, segera telepon!" ucap Aksa mengingatkan sebelum beranjak memasuki mobil yang te

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Kabar duka dari rumah sakit jiwa

    "Astaga ...!" Dokter itu pun sontak mengusap kasar wajahnya frustasi. Di saat-saat genting semacam ini pun malah tak ada yang langsung bertindak.Hingga pada akhirnya. Dengan berat hati dokter itu segera mengambil sebuah benda pipih di saku jasnya. Menggulir layar ponselnya beberapa kali hingga menghubungkannya dengan sambungan telepon."Halo, Polisi, cepat datang! Ada pasien rumah sakit jiwa yang mengakhiri hidupnya dengan gantung diri ...." Dokter itu berbicara panjang lebar dari sambungan telepon. Menjelaskan secara rinci kejadian yang ia lihat dan lokasi yang harus dituju oleh polisi tersebut. Hingga pada akhirnya sambungan telepon terputus."Cari data keluarga Pasien! Kita harus segera menghubungi keluarganya!" ucap dokter itu panik pada salah satu rekannya setelah selesai meletakkan kembali ponselnya di saku jas putih."Ba-baik." Meski dengan sedikit ketakutan yang masih terasa, namun salah satu perawat segera beranjak melakukan perintah yang ditujukan padanya. Jika dirinya tida

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Betari mengakhiri hidupnya

    ***Rumah sakit jiwa. Pukul satu dini hari.Di jam-jam istirahat kali ini sedikit berbeda. Suasana sunyi seketika terasa mencekam setelah salah satu ruangan dalam rumah sakit itu digunakan salah seorang pasien untuk mengakhiri hidupnya.Betari yang kini telah sedikit kembali mendapatkan kewarasannya sontak celingukan ke kanan dan ke kiri saat mendapati bunyi hentakan kaki di dalam ruangannya."Keenan? Apakah itu kamu?" ucap Betari yang masih menganggap sang putra masih hidup, dan berkhayal seolah sang putra tengah menemaninya setiap hari."Bu ...."Betari segera memutar kepala menghadap belakang, saat samar-samar telinganya menangkap suara Keenan yang tengah memanggilnya."Keenan? Kamu di mana? Jangan main-main dengan Ibu! Cepat keluar!" ucap Betari dengan wajah setengah panik. Pandangan matanya mengedar ke seluruh sudut ruangan, namun tak kunjung ditemukan siapa pun di dalam sana selain dirinya sendiri."Bu, aku di sini."Lagi, suara itu terdengar kembali dan semakin jelas. Betari so

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Penderitaan Mayang

    "Tutup mulut kalian ...!" teriak Mayang lantang dengan tatapan nyalang yang ia layangkan pada lima tahanan wanita yang satu sel dengannya.Sontak seluruh tahanan wanita menatap heran ke arahnya. Merasa bingung, dari mana asal keberanian yang Mayang milik untuk menantang mereka semua.Deru nafas memburu terdengar jelas saat Mayang membulatkan matanya dengan tatapan tajam mengintimidasi. Berdiri tegak dengan satu betisnya yang dililit oleh perban dengan darah yang masih merembes keluar."Cih! Kaki pincang saja masih berani meninggikan suara. Apakah ingin segera dihabis oleh kita?" cibir salah satu tahanan wanita yang memiliki tato di lengannya. Berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat rapi di depan dada dengan gestur angkuh.Sontak kalimat itu membuat Mayang bergidik ngeri. Dirinya melupakan kondisi kakinya saat ini. Meski begitu, dirinya juga tak memiliki pengalaman bela diri sekali pun untuk melawan. Lantas, apa yang harus Mayang lakukan saat ini? Bodoh sekali dirinya sampai meningg

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Hinaan para tahanan

    "Terima kasih, Tuan," ucap para pengawal serempak.Tak berselang lama, sebuah mobil mewah berwarna silver terlihat mulai memasuki halaman, membuat pagar rumah terbuka secara otomatis tanpa disentuh."Kebetulan sekali, Gavin kamu antar saya pergi ke kantor Polisi," ucap Aksa setengah berteriak saat pemuda dengan kacamata bening itu baru menjejakkan kakinya di atas lantai saat turun dari dalam mobil.Sontak Gavin hanya menatap sang majikan dengan beberapa pengawal yang tengah sibuk mengerjakan sesuatu. 'Apa yang terjadi?'Kini Gavin mulai beranjak turun dan menghampiri sang atasan yang masih berdiam diri di tempat semula."Tuan, apa yang telah terjadi? Untuk apa Anda pergi ke kantor Polisi? Apakah ada situasi darurat?"Rentetan pertanyaan itu membuat Aksa terdiam dengan perasaan kesal yang mulai menyertai.Jujur saja, kekhawatiran hebat seketika terbesit di dalam pikiran Gavin saat sang atasan menyebutkan kantor polisi.Melihat sang atasan yang tidak kunjung merespon apa pun, membuat pe

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Mayang di penjara

    Adira segera membuka kotak obat yang baru ia ambil. Mengeluarkan kapas, obat merah dan perban dari dalam sana.Setelah membersihkan luka Aksa dari sisa darah yang telah berhenti mengalir, Adira segera mengoleskan obat merah dan membalut lukanya dengan perban yang ia lilitkan di telapak tangan sang suami."Apakah sakit? Aku akan melonggarkannya jika itu terasa sakit untukmu," ucap Adira saat melihat wajah sang suami masih terpejam dengan suara pekikan yang tertahan."Tidak. Asalkan darahnya sudah tidak terlihat, tidak masalah untukku," jawab Aksa masih terdiam mematung.Hingga dua tangan terasa melingkar di pinggangnya. Sontak membuat Aksa segera membuka mata sebab terkejut."Terima kasih telah melindungiku dari tusukan pisau itu," ucap Adira seraya memeluk erat pinggang sang suami.Sementara Aksa yang merasa pundaknya basah sontak segera melepaskan pelukan Adira di pinggangnya.Terlihat mata Adira yang mulai sembab dan berair. Suara isak tangis terlihat berusaha mati-matian Adira reda

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Suami siaga

    Alih-alih langsung menyerang Adira dengan tangannya sendiri, Mayang justru mendekati Aksa yang tengah memicingkan mata menatapnya dari arah meja makan tanpa sedikit pun beranjak dari sana."Tuan Aksa ... lihatlah apa yang diperbuat Adira padaku!" ucap Mayang seraya merengek. Berharap Aksa akan bersimpati padanya.Namun alih-alih merasa iba, Aksa dengan cepat menutup hidungnya, dengan satu tangan lain menodongkan pisau buah yang ia raih sembarangan dari atas meja makan. "Mundur! Jangan mendekatiku! Baumu busuk sekali."Sontak kalimat itu membuat Mayang menghentikan langkah kakinya. Seraya menciumi tubuhnya sendiri.Aroma tak sedap yang datang dari bubur yang telah basi di pakaiannya teras begitu menusuk hidung. Pantas saja Aksa memintanya untuk segera pergi menjauh."Adira ...!" geram Mayang dengan nada meningkat. Melayangkan tatapan nyalang pada wanita yang tengah berdiri menghadapnya."Maafkan aku Mayang. Aku ketiduran tadi malam, jadi tidak sempat untuk mengambilkanmu baju ganti," u

DMCA.com Protection Status