"Tidak aku tidak akan pergi kemanapun, dan kau tidak bisa terus memaksaku!" tegas Geby yang masih berdiri di samping rak buku dan sama sekali tidak mau mendekati Jeremy. "Kita sudah punya kesepakatan dan kau tidak menepatinya sama sekali!"Jeremy menutup pintu di belakangnya dan berjalan menghampiri Geby yang sudah kembali waspada."Aku tahu kau mencintai tempat ini karena itu aku memberikannya kepadamu, dan aku juga bisa memberikan apapun padamu.""Aku hanya menginginkan kebebasanku!""Lalu apa kau akan kabur dengan menunggangi kuda?" sarkas Jeremy ketika sudah berdiri di depan Geby."Ya!" Geby balas menatap Jeremy Loghan dengan tatapan dinginnya yang tetap tidak mau kalah.Geby memang tidak pernah sadar dengan semua yang dia ucapkan ketika dalam pengaruh obat terkutuk yang diberikan Jeremy tempo hari tapi bukannya Geby tidak sadar jika pria itu telah memanfaatkanya dan tidak akan pernah segan mengambil keuntungan darinya."Aku akan berterus terang padamu," ucap Jeremy. "Aku tidak aka
Jeremy kembali menjatuhkan tubuh Geby ke atas rumput dan menindihnya lagi, mengais lenguhan wanita itu dengan lidah dan bibirnya yang saling terbuka untuk merasakannya bersama.Bibir dan lidah Jeremy Loghan terasa panas bercampur dengan lenguhan Geby yang juga semakin berat dan dalam untuk menanggungnya. Benar-benar sebuah pergulatan yang pekat, Geby tidak hanya dicumbu tapi juga merasa diserang. Rasanya sangat gila, pria itu bukan hanya seperti monster yang telah berhasil memburunya di lereng bukit, tapi dia juga mahluk tanpa belas kasihan yang dapat membelenggunya tanpa pengampunan.Jeremy Loghan baru saja melepaskan Geby dan ikut berbaring menghempaskan punggungnya ke atas rumput bersama sisa napasnya yang masih memberat."Aku tidak bisa seperti ini!" tegas Geby sambil berinsut membenahi pakaiannya.Jeremy hanya menoleh pada wanita di sampingnya tapi tidak bicara apa-apa, dadanya masih panas dan berdebar. Rasa yang mengejutkan untuk bisa dirasakan lagi oleh pria seperti dirinya."
Jeremy hanya mulai merasa tidak sehat karena menikmati bercinta dengan wanita yang sedang menangis. Sekali lagi ia membelai pipi Geby yang masih lembab kemudian merunduk untuk menciumnya sebentar sebelum kemudian menguraikan ikatan di pergelangan tangan Geby. Jeremy juga mencium jejak kemerahan di pergelangan Geby karena wanita itu terlalu banyak bergerak menyentaknya."Kau butuh mengunjungi beberapa tempat, karena tidak akan memperbaiki apapun jika kau hanya berdiam di sini," ucap Jeremy yang masih menaungi tubuh Geby."Aku ingin di sini bukan untuk diriku sendiri tapi untuk Lily.""Bantu dirimu sendiri dulu sebelum kau pikir bisa mengurus orang lain!" tegas Jeremy dengan otot lengannya yang mengeras kaku bertumpu di masing-masing sisi tubuh Geby. Tatapannya dingin walaupun beberapa detik lalau mereka baru seperti terbakar bersama.Geby juga masih berbaring tak berdaya setelah menangis di depan seorang Jeremy Loghan. Geby bukan wanita yang mudah menangis apa lagi di depan seorang pria
Hampton memang tempat yang sempurna untuk musim panas, musim teramai untuk para wisatawan. Hampton menawarkan berbagai fasilitas kesenangan untuk mereka yang makan di restoran bintang lima ataupun di pinggir jalan. Dulu Geby juga sering ikut menikmati keramaian di pantai umum yang bisa didatangi oleh siapa saja. Tapi sekarang Geby berada di mansion super mewah dengan pantai privat yang bisa dia nikmati sediri. Lebih bersahabat untuk yang sedang mencari ketenangan seperti dirinya namun akan kurang memuaskan untuk yang ingin lebih bersenang-senang.Geby sedang menikmati sapuan ombak ringan di kaki telanjangnya yang tak berjejak lagi di atas pasir. Sudah hampir satu jam Geby berjalan sendirian di tepi pantai. Jeremy sedang menelepon dengan seseorang ketika dirinya keluar tadi, Geby cuma melambai untuk berpamitan karena tidak mau mengganggu pembicaraan mereka yang kedengarannya penting.Melihat pantai tiba-tiba juga membuat Geby kembali rindu dengan masa-masa dirinya masih tinggal di Manha
Ketika Geby menyusul ke dalam rumah ternyata Jeremy malah sedang berada di ruang gym untuk memukuli samsak. Nampaknya bukan waktu yang tepat untuk mengajaknya bicara. Geby segera pergi ke kamarnya untuk mandi dan berendam sambil memikirkan lagi masalahnya baik-baik. Seharusnya dirinya dan Jeremy memang harus bicara, tidak bisa seperti ini. Mereka berada di Amerika di mana kebebasan menjadi hak semua orang, mustahil Geby membiarkan dirinya berada dalam genggaman seorang pria tanpa diberi kesempatan untuk ikut berpendapat. Geby mendengar suara langkah kaki Jeremy di lorong dan tak lama kemudian pintu kamar mereka terbuka. Geby masih duduk di ujung ranjang hanya dengan mengenakan jubah mandi karena sambil mengeringkan rambut panjangnya yang masih setengah basah mengunakan handuk kecil. Geby langsung meletakkan handuk kecil te
"Apa harus kupanggilkan dokter? " tanya Geby tapi Jeremy langsung menggeleng kaku. Mereka berdua masih berada di dalam bathtub dengan Geby yang sedang menggosok punggung Jeremy mengunakan spon membersihkan kembali lukanya yang sudah tidak berdarah tapi bekasnya masih terlihat menyakitkan. Ada beberapa luka di buku-buku jari Jeremy yang tersayat pecahan kaca, luka di telapak kakinya yang paling mengerikan dan luka bekas gigitan Geby di punggungnya yang nampaknya akan meninggalkan bekas permanen. "Maafkan aku, " ucap Geby sambil mengecup punggung tangan Jeremy walaupun pria itu lebih banyak diam setelah mereka selesai bercinta di lantai kamar mandi. Bagaimanapun Geby tidak buta untuk sekedar melihat jika Jeremy adalah pria yang sangat sakit hati. Dia memang marah, sangat marah h
Untuk yang menginginkan kehidupan privat dan komunitas ekslusif, The Hamptons adalah tempatnya. Lingkungan sosial kelas atas yang tersohor dengan berbagai gaya hidup mewah, pesta-pesta sosialita, acara amal, golf, pertandingan polo, dan semua basa-basi kaum elite yang hidup serba makmur ada di lingkungan mereka. Agar bisa diterima di tengah lingkungan sosial macam itu tentu tidak hanya cukup dengan kaya raya, tapi juga harus bisa mengikuti level obrolan mereka, dan yang pasti berpakaian lah seperti gaya mereka yang serba ekslusif dan mahal. Geby sedang berenang ketika melihat Jeremy baru keluar dari dalam rumah dengan rambutnya yang masih setengah basah dan hanya mengunakan jubah mandi yang dia ikat longgar di pinggang. Sepertinya dia memang baru selesai mandi karena saat Geby bangun tadi pagi Jeremy masih berada di ruang gym sedang memukuli samsak dengan tubuh bercucur keringat. Kali ini pria itu sudah terlihat lebih segar, netra birunya juga lebih cemerlang menandakan sua
Semua terlihat sempurna, jemari Geby yang tidak pernah terlepas dari genggaman seorang Jeremy Loghan. Tidak sedikit pasang mata yang iri ketika tertuju pada mereka berdua, seorang Harlot yang sangat beruntung. Jeremy Loghan tentu sebuah tangkapan yang sangat luar biasa. Jeremy Loghan tidak hanya kaya, muda dan tampan, dia juga memiliki nama keluarga bangsawan terhormat. Geby dan Jeremy terlihat duduk berdampingan dengan Sky Adington yang hari itu juga datang bersama seorang gadis muda yang dia perkenalkan sebagai Alizia Moris. Nampaknya Geby juga langsung terlihat akrap dengan gadis muda tersebut mereka terlihat beberapa kali memberi semangat untuk Tobias Harlot yang sedang memimpin pertandingan. Meskipun masih dengan sikapnya yang agak kaku tapi Jeremy tetap berusaha untuk ikut menikmati pertandingan tersebut dengan ikut bertepuk tangan pada saat Tobias mencetak angka dua kali berturut-turut untuk tim South Hamptons. Seusai pertandingan
Salju mulai menebal di pertengahan Desember dan sampai puncaknya di bulan Januari. Padang rumput yang luas sudah sempurna diselimuti salju. Meskipun para kuda termasuk hewan yang paling tahan terhadap cuaca dingin, tapi biasanya justru para pekerja yang semakin enggan membawa kuda keluar istal. Cuma Jared yang terlihat tetap tidak keberatan untuk berkeliaran di cuaca yang sudah semakin membeku, menurutnya kuda-kuda tersebut tidak hanya cukup di beri tumpukan jerami kering, mereka perlu bergerak utuk terus bugar dan mempertahankan panas tubuhnya. Mateo memperhatikan Jared yang sudah beraktifitas sejak pagi, seolah sama sekali tidak mengenal rasa dingin meskipun napasnya terlihat berkabut. "Kubuatkan minuman panas untukmu!" Mateo mengangkat segelas coklat panas utuk dia tunjukkan pada Jared yang masih sibuk membawa kuda-kuda berputar di sekitar istal. "Sebentar lagi Paman!" Jared berputar sekali lagi sebelum kemudian memasukkan kuda-kuda ke dalam istal. Paling tidak dua jam dalam se
Semua pekerja istal ikut berkumpul di beranda samping rumah utama mengelilingi meja besar di area dapur kekuasaan Carolina. Jadi jangan heran jika juru masak bertubuh subur itu jadi yang paling jumawa jika ada yang berani melanggar aturannya. Carolina sudah menyiapkan bebagai menu masakan dan seperti biasa para pria-pria tua itu selalu rakus. "Kemari, Jared. Sudah kuambilkan sup untukmu." "Karena dia masih muda dan tampan jadi kau paling memanjakannya?" "Diam kau, Kakek Tua! " Carolina tidak menghiraukan dia tetap menarik lengan Jared yang kebetulan terakhir tiba. Anelies sudah ikut duduk di tengah meja makan bersama mereka semua dan ikut menertawakan entah lelucon apa karena Jared memang sudah tertinggal. Anelies menoleh padanya dan tersenyum. "Ingat anak muda jangan coba menggoda nona kami, cukup Carolina saja. " Carolina langsung memukul punggung sepupunya itu dengan spatula. Selain sepupunya, paman Carolina dulu juga bekerj
Anelies duduk di atas batu agak datar di antara semak rumput tidak terlalu tinggi, gadis itu menyingkirkan sisa terakhir pakaiannya, membiarkan Jared melihatnya. Tungkai rampingnya yang lembut terlihat sepeti kaki peri ketika Anelies menjejak ke tepian batu tempatnya sedang duduk setengah berbaring. Jared langsung melompat turun dari punggung kuda, menyambar pakaian Anelies untuk menutupi tubuh gadis itu. "Satu minggu yang lalu usiaku sudah genap tujuh belas tahun aku sudah cukup dewasa untuk berbuat apa saja, dengan siapa saja. Kau tidak perlu khawatir, aku juga sudah pernah melakukannya," ucap Anelies pada Jared yang masih coba menutupi tubuh Anelies sekenanya. "Aku tidak akan apa-apa." Anelies mencekal tangan Jared yang hendak berdiri dan gadis itu masih menengadah se
Jared kembali melihat daun pintu kamar yang sedikit terbuka, dia tahu apa ayang akan terjadi jika dirinya tetap melangkah, tapi setiap kali rasa penasaran itu selalu tumbuh lebih besar untuk menenggelamkan sisa kewarasannya. Dirinya juga akan hancur tak tertolong dan tidak bisa dihentikan, dia bisa mengubah erangan kenikmatan menjadi jeritan bersimbah darah. Tubuhnya akan mulai bergetar meningkat semakin panas, terus bergolak seolah nadinya memang dialiri magma. Jared akan meregang dan mengerang sendiri dalam rasa kejang yang menyiksa dengan sangat luar biasa sampai akhirnya ia akan tersentak dari tidurnya dan terduduk dengan sisa jantung berdentam-dentam.Sudah lewat tengah malam, ketika Jared kembali terbangun dengan telapak tangan bergetar dan mengepal. Napasnya berderu kasar dan sama sekali belum bisa menjinakkan ritme jantungnya yang liar. Mimpi mengerikan itu kembali menerjang beru
Anelies tidak menyangkan jika bibir seorang pria akan terasa seperti ini. Hangat dan tebal bertekstur tapi tetap lembut ketika menakup dan mengaisnya dalam lumatan. Gairahnya berbeda, tidak seperti ketika dia sekedar 'flirting' bersama teman laki-laki di sekolah.Napasnya pria dewasa lebih panas merongrong untuk terus dipenuhi kemauannya. Lidahnya bisa disebut lembut tapi juga kasar dengan caranya menjerat mangsa dengan tepat. Pria itu liar, besar, panas bergemuruh penuh nyali.Jared masih menakup pipi Anelies dengan kedua telapak tangannya yang hangat sampai gadis itu cukup menengadah untuk menyambut hisapannya.Entah kemana perginya udara yang tadi nyaris membeku karena kali ini atmosfer di sekitar mereka tiba-tiba menjadi panas seperti uap sup jamur mereka yang terlupakan.Anelis merasa tengkuknya mulai dicengkeram, cukup keras tapi tidak tahu kenapa sepertinya dia juga tidak mau pria itu berhenti memperlakukannya seperti itu. Bibirnya kembali digigit
Sebentar lagi akan menghadapi musim dingin dan beberapa tahun belakangan ini musim dingin bisa menjadi lebih ekstrim, bahkan tahun kemarin sampai mencapai titik terendah minus 10 derajat celcius di bulan Januari. Dari sekarang semua pengurus istal harus bersiap agar dapat bertahan sampai musim semi tahun depan. Semua penghangat di istal harus dipersiapkan dan memastikan semua mesinnya berfungsi dengan baik. Karena sudah lama tidak digunakan kali ini juga menjadi pekerjaan tambahan Jared untuk memastikan semua penghangat masih berfungsi normal. Sebenarnya kemarin Mato sudah hendak memanggil tukang servis tapi Jared melarangnya dan menawarkan diri karena itu kadang hanya Mato yang menemaninya bekerja sampai malam ketika harus melembur pekerjaan tersebut. Sebagai kepala pengurus istal Mato juga merasa ikut bertanggung jawab dan tentunya dia juga menyukai Jared yang tidak pernah pilih-pilih pekerjaan. Dia mau memegang pekerjaan apa saja
"Jared ..!" pekik gadis yang sedang ia himpit ke sudut istal. Tangan rapuhnya mencengkram erat pada pagar tiang pengait kuda, berusaha mencari pegangan apa saja ketika tubuhnya semakin bergoncang-goncang. Jared terus mendesaknya meskipun tau gadis itu sudah sangat kesakitan dan berulang kali memohon agar dirinya berhenti. "Kau sakit ...." pekiknya sekali lagi "Oh ...!" "Hentikan! kau menyakitiku .... " Tapi Jared tetap tidak bisa berhenti, dia senang melakukannya dan justru semakin terpacu untuk menumbukkan pingulnya lebih keras lagi. Dirinya sangat besar keras dan kejang, sekujur tubuhnya panas seperti api ketika sedang terbakar seperti ini. Sebenarnya Jared sangat membenci kek
Jared sudah kembali memakai celana panjangnya meskipun tubuh dan rambut di kepalanya masih basah menetes-netes ketika menghampiri gadis muda yang sedang merintih kesakitan di atas rumput. "Maaf apa kau tidak apa-apa?" "Kakiku terkilir." "OH, Tuhan!" Jared segera mengangkat tubuh gadis itu utuk dia bawa ke dalam pondok. Jared mendorong daun pintu dengan kaki panjangnya kemudian mendudukkannya di tepi ranjang. "Bagian mana yang sakit?" Jared buru-buru memeriksa karena gadis itu mulai menangis disertai air mata. "Ini sakit sekali..." dia masih merintih sambil memegangi lututnya sampai tidak terlalu perduli dengan pria yang sedang berjonkok di depannya. "Tarik napasmu pelan-pelan biar kuperiksa." "Kau tidak bisa!" buru-buru dia mencegahnya. " Aku memakai celana!" baru kemudian gadis itu sadar jika dia juga tidak mengenal pemuda yang coba menolongnya itu. "Apa kau mau aku memanggilkan seseorang?" Jared juga terlihat
Jared pergi tanpa berpamitan dengan siapapun bahkan paman dan bibinya pun juga tidak tahu. Jared pergi hanya dengan membawa ransel seperti biasanya ketika dia berangkat bekerja. Cuma ada beberapa lembar pakaian di dalam benda tersebut. Jared bukan tipe pria yang bakal mau repot mengurusi penampilannya, baginya yang terpenting tubuhnya bersih rambutnya pun selalu kelewat panjang untuk bercukur. Sampai Jared pergi kemarin, paman dan bibinya juga tidak tahu jika ia sudah di usir dari bengkel Norton dan sedang jadi pengangguran. Meskipun kemarin Josephine mengatakan bahwa ayahnya ingin dirinya bekerja lagi, tapi Jared yakin itu juga cuma kerena Josephine yang memohon lagi kepada ayahnya. Jared kenal sifat tuan Norton, mustahil dia mau menarik ucapannya kembali hanya untuk pemuda tak berguna seperti dirinya meskipun ia terbukti tidak bersalah.