Setelah lama menunggu akhirnya sepupu dari Kairo akhirnya menghampiri, lelaki bernama Ervan itu begitu terkesiap melihat Kairo bersama seorang wanita.
“Calon, kakak ipar?” Lelaki itu lantas langsung menembakin Kairo padahal belum bertegur sapa.
Sebuah lengkungan tipis terbit di bibir Kairo,“ Kenanalin, Dinda teman saya.”ucap Kairo membuat Dinda memberikan anggukan untuk membenarkan ucapan Kairo.
Lelaki itu masih saja tersenyum penuh artia seakan tidak mempercayai itu, “Baiklah, terserah apapun itu,” Ervan mengulurkan tangannya, “Saya Ervan sepupu Khai, ayah saya dan ayah Khai adik kakak.”
Dinda pun menymbut uluran tangan Ervan, “Saya Dinda.”
Segera Kairo melepaskan tangan Ervan dari Dinda.“Dinda masih sangat muda, tidak cocok dengan pria kelebihan lanjut usia, ini tolong kerjakan.”
Dinda pun mengulas senyuman pada Ervan,“Mohon bantuannya Mas...” ucapan Dinda membuat Ervan tertawa.
“Mas, iya Mas...seminggu ya Mas ini selesai.”
Dinda bersemu malu diperolok seperti itu, hingga Kairo menyudahi, “Baiklah, segera kerjalan saya kembali sekarang.” Kairo kembali melihat pada waktu.
“Iya, Eh jangan lupa, besok acara keluarga di rumah tante Miranda, kau akan datang ‘kan?”
“Lihat besok.” Kairo pun melambaikan tangan menyudahi untuk segera pergi dan Dinda pun mengikuti dibelakang menenteng sepatuh basahnya.
Dinda memilih jalan sedikit lebih dibelakang Kairo, enggan mengimbangi serasa beda kasta dan kelas, penampilanya saja sudah beda, Dinda yang hanya memakai kaus dan jeans sementara Kairo serba formal dan mengkilap dari bawah, hingga atas.
Ervan dari jauh masih tertawa kemudoan mengambil potret kedua orang itu diparkiran yang mana Kairo membukakan pintu untuk Dinda. Lagi-lagi Dinda dibuat tersipu malu mendapati perlakuan Kairo padahal hanya hal sepele.
“Terimkasih, Mas...” Bibir Dinda melengkungkan senyuman tipis berbasa-basi lalu masuk dalam mobi.
Lagi dan lagi suasana didalam mobil kembali hening, Dinda tidak tahu harus berbicara apa dan Kairo sepertinya memang lelaki yang banyak berbicara atau berbual. Hingga mereka pun sampai disebuah tempat selanjutnya yaitu sebuah bank.
Saat akan sampai Dinda pun menoleh, “Mas, nanti tinggali Dinda saja, temen Dinda yang jemput.” Dinda merasa tidak nyaman membuat Kairo menunggu yang mana pasti antrian di Bank sangat lama.
“Di jemput teman?”
Dinda pun memberikan anggukan iya meyakinkan, hingga mobil Kairo berhenti didepan area Bank, Dinda pun menoleh lagi. “Terimakasih banyak Papanya Edgar, maaf merepotkan, sandalnya nanti Dinda pulang, Dinda balikin ya...” Dinda pun melambai membawa kantung wedges kotor miliknya kemudian berlalu dari sana.
Kairo masih berhenti sesaat disana memastikan Dinda masuk dengan aman, hingga ia lihat Dinda sudah masuk kedalam sana dan Kairo pun pergi berlalu untuk segera berangkat ke rumah sakit.
***
Saat Dinda fikir dia akan lama di Bank nyatanya tidak hanya 1 jam saja dia sudah selesai dan Dinda pun memutuskan untuk segera kembali pulang, teman mana yang jemput?
Dinda tertawa yang ada hanyalah tukang ojek online siap menghantatkan Dinda kembali ke kos-kosan, akan apa dia dikosan hari ini? Dinda fikir ia akan selesai hingga sore, Dinda bahkan sudah izin tidak bekerja dan tidak ke kampus hari ini.
Setibanya di kos-kosan tampak lantai 3 rumah besar itu sepi, ya sebab semua penghuni kosan sudah pada berangkat beraktivitas, Dinda pun segera masuk kekamarnya, hari ini dia putuskan untuk benar-benar istirahat saja tidak kemanapun, jarang-jarang Dinda bisa punya waktu seperti ini.
***
“Dindaaaa!!”
“Dindaaaaa!!!”
“Dindaaaa!”
Bughhh....Bugh....Bugh....
“Dindaaa...buka Din!”
Dinda terkesiap, segera ia melompat dari tempat tidur, suara-suara berisik terdengar sangat mengusiknya, Dinda menatap bingung ada apa? Kenapa?
GEDEBRUUUUUUUUKKKKKKKk.....
Hingga suara dobrakan pintu kuat dan cahaya terang dari pintu yang terlepas bembuat Dinda semakin bingung, netra Dinda membola, ada begitu ramai orang dan seketika Melana memeluknya.
“Dindaaa, kamu kenapaaa?” Melana begitu panik dengan mata yang berkaca-kaca beberapa orang tetangga kosan pun tampak disana, dan bahkan Kairo juga ada bahkan dia yang membuat pintu terlepas dari kunci.
Dinda masih kebingungan mengumpuli nyawa belum mencerna apa yang terjadi dan rasanya dia baru saja tidur tadi, kini ia lihat langit sudah gelap, Dinda lihat pada jam di dinding sudah pukul 9 malam.
Tangisan Melana semakin mengada-ngada. “Mas Dokter coba tolong periksa teman saya, mungkin dia sakit, Dinda kamu kenapa? Aku sudah 1 jam teriak-teriak didepan sudah ratusan kali hubungin kamu.”
Dinda terus diam membisu menatap heran atas apa yang dikatakan Melana sungguh dia tidak mengerti, dia baik-baik saja dan tidak sakit apapun, namun dia juga bingun kenapa tiba-tiba sudah malam saja dan bahkam tidak mendengar apapun sedati tadi.
“Maaf saya masuk,” Lelaki itu pun masuk meminta izin dengan sangat sopan membuka sepatunya masuk kedapam kamar kosan Dinda dan Melana, Kairo datang membawa stetoskopnya segera merendahkan tubuhnya sejajar dengan Melana dihadapan Dinda.
Sontak saja Dinda semakin kebingunan, “Ada apa sih, Mel?”
“Kamu yang kenapa? Papanya Edgar periksa Dinda...”
“Maaf— Saya tidak membawa alat pengukur suhu.” Kairo menyentuh punggung tangan Dinda dengan punggung tangannya, kemudian dia meminta maaf lagi untuk memeriksa dengan stetoskopnya memeriksa detak jantung atau suara-suara lain dalam tubuh Dinda.
Dinda tidak menyangkal apapun, dia malah seperti membisu pada semuanya yang mana jarak Kairo begitu dekat lelaki itu memeriksanya menyentuh dengan alat didada atas Dinda, seketika Dinda menahan nafas terhidu olehnya aroma manly lelaki itu.
Dinda omg...
“Kenapa tahan nafas?” Lihat Kairo pada wajah Dinda.
Tuhan, bayangin baru melek sudah lihat yang beginian didepan mata siapa yang tidak bingung dan tahan nafas.
“Ah, Tidak...” Dinda menggeleng samar.
Kairo pun melepaskan alat pemeriksaanya,”Kamu punya gangguan tidur?”
“Gangguan tidur?” Dinda diam sejenak, “Hemmmm sepertinya tidak, hanya saja jika tidur saya selalu lama dan susah bangun.”
“Makan jangan sering telat, makanannya di jaga kurangi junk food, istirahat yang cukup kalau waktunya tidur segera tidur jika sulit tidur minumlah air-air rempah seperti jahe dan sejenisnya, usahain berolah raga dan kena matahari.” Kairo berangsur bangkit merapikan alat pemeriksaanya.
Jelas saja ucapan Kairo membuat Dinda terperangah dia hanya tidur bukan sakit atau dalam kondisi tubuh yang mengalami sakit semacamnya.
Tapi kalau seperti ini yang meriksa terus perhatian, sudah deh aku sakit aja.
“Iya Nih Dinda, makannya 1 hari sekali, malam orang tidur dia nggak tidur-tidur, boro-boro olah raga dan kena matahari, keluar rumah saja tubuhnya di bungkus habis, sensi amat sama matahari, nemu Dinda keluar rumah itu siang sama pagi buta.”
“Sok tahu!” Dinda memajukan bibirnya meliri Melana.
Kairo pun berdehem, “Jaga kesehatan mumpung masih muda, jaga kulit sih bagus tapi kena matahari juga perlu tidak usah lama-lama minimal jalan pagi depan belakang.”
“Tanpa pakai jaket kan ya?” Melana menimpali.
“Saya sakit?” Tanya Dinda.
Kairo menggeleng samar, “Tidak, siapa bilang sakit? Kamu mungkin kelelahan jarang istirahat, perutnya kosong belum makan pasti seharian, mau ikut saya dan Edgar akan makan didepan.” Lelaki itu sudah berjalan menuju keluar.
Melana yang mendengar itu pun sumringah seketika, belum ia bertanya tentang pagi tadi kenapa bisa Dinda di hantarkan Kairo dan kini lelako itu didepannya mengatakan itu kepada Dinda.
“Kamu juga jika mau ikut ayo! Edgar suka keramaian, sebab di tempat Omanya ramai orang.” Ajak Kairo pada Melana kemudian
“Ah nggak terimakasih...saya makan di kosan saja.” Dinda menolak enggan membuat dirinya menjadi orang yang terlalu rendah dan gampangan.
“Iya bener, lain kali aja.” Timpali Melana paham akan Dinda yang segan.
Bibir Kairo melengkungkan senyuman memancarkan aura yang seakan bersinar dan menyilauka membuat Dinda salah tingkah dan seakan menyesal menolak ajaknya.
“Saya permisi...” ucap Kairo.
“Terimakasih Mas, Maaf merepotkan.” Adinda berusaha tidak terhanyut harus menetralkan dirinya.
“Thanks Papa Edgar.” Melana pun bersuara besar mengakhiri interaksi mereka dan Kairo pun pergi dari sana, penguni di kos-kosan lain pun tampak tidak terlihar lagi dibalkon sana.
Adinda mendengkus kesal sekarang, “MELANA! Apa-apanan sih, orang tidur pakai di gedor dan di dobrak segela!”
“Bagus-bagus ya Dindaa! Satu jam aku sudah teriakin kamu, teleponin kamu! Siapa yang tidak khawatir, siapa yang tidak berfikir macam-macam.”
Sejenak Dinda diam ia melihat sesuatu, “Ponsel kamu baru?”
Melana membola, “Ponsel? Ha sepertinya punya Kairo...gih Dindaaa, buruan hanterin.”
Dinda pun mengeleng, “Dih, Ogah kamu aja!” Dinda pun bangikit meninggalkan Melana menuju ke tempat lain.
Seketika ponsel itu berdering, “Dindaaaaa! Hapenya bunyi, Dindaaaa!” Melana sedemikian hebohnya.
“Astaga!” Dinda pun bergegas cepat meraih ponsel Kairo ditan
gan Melana segera berlari-lari keluar, ia lihat dari Balkon Kairo sudah siap pergi bersama sang anak, langkah Dinda pun begitu cepat melompati beberapa anak tangga dan memanggil, “Tunggu!”
“Kakak Dindaaaaa?” Edgar begitu antusiasnya, “Mana jajanan buat Edgar?” Teriak Edgar dari kaca jendela mobilnya.
Dinda yang sudah berdiri didepan mobil mereka pun mematung, “Ah i-iya kakak lupa, besok ya...”Dinda merasa tidak enak ternyata Edgar benar menunggu itu.
“Yah lama banget...”Edgar mengeluarkan nada kecewa.
Kairo yang masih diluar mobil pun mengulas senyuman, “Lama? Edgar mau sekarang? Ayo kita beli sekarang, ajak Kak Dinda!”
Dinda terperangah, “Eh...” Dinda menjadi bingung, menggaruk wajahnya “Ka-kakak cuma mau kembaliin ini ponsel Papa Edgar jatuh.”
“Ponsel Papa jatuh? Papa yang jatuhin?” Tanya bibir polos Edgar.
Kairo sedikit terkesiap mendapati perkataan menohok Edgar,”Papa jatuhin?” Kairo menahan tawa memijat pangkal hidungnya.
Edgar menganggap sang papa sengaja menjatuhkan, membuat Kairo dan Dinda menjadi salah tingkah, dan seketika disergap kebisuan.
“Ini ponselnya.” Dinda pun menyudahi suasana kaku ini, segera mengulur ponselnya pada sang anak.
“Kakak ikutkan kan, ikut papa hanterin Edgar beli jajan?” Edgar tampak memohon sebab biasanya sang papa tidak mau menawarkannya membeli jajan dan di larang keras makan jajanan. “Nanti Edgar beliin kakak Dinda, please! Papa lagi baik ” Edgar berucap pelan meletakkan kedua tangannya dibibir menutupi pembicaraanya.
Next »
Akhirnya Dinda pun menuruti ajakan Edgar, Dinda duduk dibelakang kemudian Edgar pun meminta berpindah pula ketempat Dinda.Sebenarnya atas ajakan Edgar atau aku saja yang ganjen pakai ikut segala, Dinda menggeleng samar atas sikapnya.Edgar tampak sangat akrab sekali dengan Dinda, dia mengutarakan banyak hal dengan Dinda padahal mereka baru beberapa kali bertemu namun entah bagaimana dia begitu cepat akrbabnya.“Apakah hanya karena aku tawari jajan kemarin?” Dinda mengendikkan bahunya bingung, ia terus mendengarkan Edgar bercerita panjang lebar.“Kakak sekolahnya jauh? Sekolah Edgar dekat rumah Oma, disana dijauh...”“Sekolah kakak deket, Cuma jalan kaki sudah sampai.” Dinda mengusap pipi chubby Edgar.“Kak
Edgar menyudahi bermainnya ia pun kembali ke meja yang mereka pesan bersamaan dengan makanan yang dipesan juga sudah datang, Edgar memilih duduk disebelah Dinda dan Kairo diseberang mereka. “Wah, Kakak Dinda sama papa sama ya suka makan nasi goreng salted egg?” Dinda terperangah,beneran dipesan sama-samaan sama dia? Telur asin? Astaga mana nggak bisa makan yang asin-asin lagi,Dinda mencoba untuk suka, ia pun melengkungkan senyuman. “Hemmm...kenapa? Edgar nggak suka?” Edgar menggeleng seraya menjulurkan lidahnya, “Nggak enak, Edgar sukanya chesse, ayo kita makan.” Iya emang, nggak enak! Seleranya bapak-bapak apakah seperti ini? Mengacuhkan Kairo didepan mereka, Edgar dan Dinda tampak terus saling bercanda sembari menyantap makan
“Mel, Melanaa!” Teriak Dinda didepan kelasnya saat melihat Melana yang berlalu bersama teman-temannya, mereka beda jam kuliah juga beda jurusan membuat keduanya memang jarang bisa sama ke kampus.Melana pun berhenti saat Dinda berlari mendekat, “Masuk pagi Din? kata kamu cuma ngikutin mata kuliah Pak Ronal nanti siang?”“Aku ambil yang pagi nanti siang kakak mau jemput ke kampus, aku nginap ditempat kak Nancy ya dua hari ini dia mau pergi, bawa baby sama anak balitanya susah kalau nggak adababy sitterlagian juga besok libur kan.”“Jadi nginap ni ceritanya, Mas Khai dan anak sambung nanti cariin!”Dinda bersemu malu, “Apaan sih, sudah sana pergi! Aku cuma mau laporan itu aja, mau kemana kalian?”“Mau kerumah sa
Di tempat ini Dinda bisa melihat jelas bagaimana sosok Kairo menjadi sorotan banyak wanita muda, para ibu-ibu yang tertarik untuk jadi calon anak mereka, Dinda masih menatapi Kairo dari jauh dan sang ibunda Kairo sangat bangga pada anaknya itu.Banting bukan Din? Kamu siapa hanya bocah ingusan?Lihat yang menggandrungi dia, sesama dokter, bisnis women, model, nah ituOMGitu anak pengusaha terkenal itu kan? Lihat Dinda pada seorang gadis yang sedang menyodorkan makanan pada Kairo.Dinda mengendikkan bahunya,Whatever... Dinda merasa memang bukan siapapun, kenal juga karena Edgar dan semua karena Edgar yang mulai membuat Dinda merasa nyaman menjadi pendengar dan teman baik untuk Edgar.Dinda pun mengacuhkan Kairo disana ia masih menggandeng Kennan sang keponakan untuk berjalan ke tempat lain mencari Edgar.
“Papaaaa!”Dinda lantas terbangun, ketiganya tertidur diatas sebuah ranjang, Dinda memeluk Kairo dan Edgar berada dikaki Dinda nyaris terjatuh.“Edgaaar!” Dinda segera duduk membuat Edgar ketengah dan tidur lagi, Dinda menatap heran bagaimana dia bisa dikamar ini.Cklak“Khai bangun sudah pagi—“Suara pintu yang terbuka tiba-tiba dan panggilan seorang ibu yang masuk membuat Dinda yang tengah kebingungan semakin bingung.“Kairo?” Wanita itu terperangah melihat Dinda disana diranjang, Kairo berposisi ditengah jelas sekali pasti mereka tadi tidur dalam posisi yang sangat intim tadi, sementara sang anak dibawah sana.Dinda segera bangkit ia menggeleng tidak mengerti namun
Dinda tidak bisa keluar kamar, seluruh keluarga Kairo yang ada dirumah tante Miranda benar-benar membuat Dinda tidak berkutik, dia tidak dihardik hanya saja menjadi santapan dakwaan didepan anggota keluarga Kairo, tante Miranda juga dua adik Kairo lainnya.Dinda introgasi banyak hal mulai tentang, orang tua, keluarga, kuliah hingga keadaannya dikos-kosan, sungguh Dinda sangat takut memberitahukan bahwa dia punya kakak di Jakarta.Dinda terpaksa berbohong banyak hal, tentanag dia hanyalah anak rantauan dan hanya tinggal dikos-kosan, malam tadi dia datang bersama Indah rekannya ikut-ikut saja.Dinda tidak mungkin menghubungi mama atau kakaknya, belum mampu bahagiakan Mama malah sudah membuat hal buruk seperti ini, pasti mama akan sangat terpukul mendengar kabar Dinda dan bisa-bisa ia serangan jantung mendadak.Berkali-kali Dinda
Kairo meminta Dinda diam dengan jemarinya yang ia letakkan dibibir, “Tunggu sebentar!” liriknya pada orang-orang yang baru saja menikahkan mereka masih berbicara tidak mungkin meninggalkan begitu saja.“Saya sudah telat ke kampus.” Sergah Dinda menekankan kalimatnya masih dengan suara berbisik.“Kamu fikir saya tidak?” Balas Kairo lagi, masih sama dengan bisikan, Dinda pun diam, sungguh dia mendadak ilfeel dengan semuanya pun tentang lelaki ini.Dinda hanya enggan berlama-lama, jika tidak segera pergi keluarga Kairo terutama Mama dan tantenya berulah lagi.Dinda terus diam tampak disana Kairo menerima kertas-kertas berkas entah apa dia tidak peduli itu sepertinya bukti pernikahan semacamnya.Dinda tidak mau tahu, Kairo sudah berjanji tidak akan ada apapu
Dinda enggan merespon ucapan perkataan Kairo, walau tidak munafik selalu saja ucapan lelaki itu sering sekali membuat dia terbawa perasaan, tersenyum atau salah tingkah.Namun sungguhrasa kekaguman itu mendadak hilang entah kemana berganti denganelfeeldan membencinya, sebab sudah membuatdiajatuh dalam sebuah masalah, terperanjat dalam sebuah kejadian yang tidak mengeenakan,memalukan,rumit dan seriusitu.“Saya akan keluar, terimaksih sudah membantu saya, padahal saya tidak meminta, kamu yang memaksa,” Dinda bangkit menarik tas kecilonya melewati Kairo.Sebuah senyuman terbit di bibir Kairo, “Jangan lupa obatnya di ambil, olesi salapnya sampai lukanya benar-benar kering.”Dinda yang akan keluar pun menoleh dan melampirkan senyuman yang terpaksa, &ldq
Beberapa bulan kemudian. “Assalamualaikum, Papa pulang!” Suaran Kairo didepan pintu rumah menggema hingga keseluruhsisi rumah besar itu. Segera mungkin Adinda dan Edgar bersembunyi, mereka inginmemberikan Kairosurprisedi hari ulang tahunnya ini, Kairo merasa aneh biasanya saat dijam-jam dia akan pulang bekerja istri dan anak-anaknya sudah menunggunya didepan pintu namun hari ini tidak ada sambutan apapun. “Mamaaaa! Edgar…Putih…” Mereka pun tertawatertahanmendapati Kairo mencari mereka, namun Putihbayi5 bulanyang belum mengertiitubergemingmengeluarkan suara centilnya, “Papaa papa…” Ssssst…
Seminggu sudah usia baby putih, Adinda dan Kairo kini masih menempati kediaman orang tua Kairo menunggu rumah baru mereka sedikit direnovasi, Rumah keluarga Kairo bertambah ramai dengan kehadiran bayi mungil itu sebab sudah sejak Edgar seusia sekarang dan dan anak-anak dari Bella dan Jasmine sudah besar juga, lama sekali tidak ada kehadiran bayi dirumah keluarga itu.Putih menjadi sesuatu yang menggemaskan diperebutkan disana, dia merupakan cucu perempuan paling kecil dari 6 cucu Rifandhiya yang kebanyakan adalah anak laki-laki kecuali anak Jasmine cucu petama Rifandiya. Di pagi hari yang cerah dengan matahari yang terbilang tidak terlalu terik lelaki setengah abad ayah Kairo itu sedang berkeliling kediamannya menggendong Baby Putih sembari sedikit berjemur.Lelaki itu hampir tidak pernah melakukan hal seperti ini sebab dia menetap diluar kota sebelumnya dan jarang sekali banyak waktu bersama para cucunya, namun saat ini anak-anakanya sudah melarang d
Meninggalkan semua masalah yang ada dirumahnya Kairo, dan mendapatkan izin, Kairo segera membawa Adinda kerumah sakit, dengan supir dan pembantu yang menghantarkan Adinda dan Edgar Kesana tadi, Adinda benar-benar merasakan kesakitan yang teramat sedari tadi ia merasakannya hanya saja kepanikan hilangnya Kairo membuat dia menepiskan rasa sakit itu.Sampai di mobil terus saja bibir Adinda menggerutu sembari menahan sakit, memarahi suaminya sepanjang jaloan tidak berhenti.“Kamu kebangetan tahu nggak! Ini semua karena kamu,” Adinda meremasi tangan Kairo yang memeganginya mengelukan sakitnya.“Sayang tahan dulu marahnya, fokus dulu...oh Tuhan kamu sepertinya sudah pembukaan ini.” Pahma Kairo akan itu.“Kamu buat saya strees! Kamu tahu nggak sedari tadi saya sudah nahani sakit! Ceritain ada apa di
7 Bulan kemudian. Kemeriahan acara baby shower yang di adakan oleh keluarga Dinda juga Kairo begitu meriah di sebuah resto berbintang lima, seluruh keluarga besar menghadiri acara keluarga itu, bertemakan putih-putih, Kairo dan Adinda masih merahasiakan jenis kelamin anak kedua mereka dan memang tidak ingin membagikannya hingga lahiran nanti namun yang terpenting adalah perkembangannya cukup baik. Tidak ada yang perlu dikeluhkan kata Kairo sikap istrinyalah yang terlalu banyak keluhan dan maunya, setiap hari ada saja keinginan anehnya yang ia sebut dengan mengidam. Meminta suaminya bekerja dengan kemeja Bunga-bunga, makan es kelapa muda langsung dibawah pohonnya, berenang disebuah sungai, memancing ikan, yang paling menyebalkan adalah selalu pergi ke salon dan meminta suaminya ikut juga melakukan perawatan seperti dia. Lebih tepatnya hanya dibua
Sebuah pantai nan Indah dibagian timur Indonesia menjadi tempat Kairo dan Adinda honeymoon sekaligus baby Moon, perkembangan bayi dalam kandungan Adinda cukup baik, dia pun tidak mengalami gejala morning sickness yang parah hanya saja memiliki mood swing yang selalu aneh dan menyebalkan, kerap kali menangis tanpa sebab, marah kejelasan dan mencemburui yang bukan-bukan.Meninggalkan Edgar merupakan rasa yang sulit untuk Dinda, dia merasa kasihan dan tidak tega sebab Adinda sudah berjanji kemanapun mereka bertiga akan selalu bersama-sama namun sang mertua melarang itu, bagaimanapun keduanya butuh waktu untuk berduaan.Bagaimana pun Adinda adalah ibu baru yang harusnya menikmati waktu berduaan yang banyak bersama suaminya apa lagi hamil muda, termasuk diluar mengasuh Edgar demi kewarasan jiwa dan emosional tidak ada yang tahu dalam kondisi hamil Adinda mengalami keluhan yang tertahan.
“Dindaa kenapa duduk dilantai semen seperti itu, itu dingin! Kenapa juga kamu makan nenas-nenas muda itu kamu nggak sayang anak kamu!” Hermita begitu marahnya saat ia lihat yang ditangan Adinda adalah potongan nenas muda, “Kalau Kairo tahu pasti kamu dimarahi!”Adinda terkesiap mendapatkan pekikkan dari Mama Kairo tersebut, ia begitu terperangah bahkan buah yang sudah di tangannya hendak masuk mulut pun menjadi jatuh, “Mama—““Ayo masuk kedalam,” Dengan menarik nafasnya Hermita mendekat pada Adinda lalu membantunya bangkit, Kini dia memang jauh lebih berisi dari sebelumnya dulu, “Widya bawain sedikit rujaknya untuk Dinda jangan kasih yang terlalu asam-asam apa lagi nenas itu tajam loh!” Hermita menuntun Adinda masuk kerumah.Para pekerja rumah disana saling berpandangan mereka tahu belakan
Pagi-pagi sekali Adinda bangun, ia segera mencari tas Kairo yang mana lelaki itu semalam membawa tespack untuk istrinya itu, Adinda segera bergegas turun mencari tas Kairo lalu segera kekamar mandi saat hari padahal masih gelap dan Kairo pun masih terlelap.Adinda memanjatkan doa ia mulai memasukan alat pemeriksaan itu pada urinnya dan ia pun menunggu sejenak hasilnya.Dinda merasakan jantung yang berpacu cepat, ia begitu deg-degan akan hasilnya menghitung detik waktu seperti yang ada tata cara pemakaian membuat beberapa detik saja terasa sangat lama.Hingga waktu yang ditunggu tiba, Adinda segera mengangkat hasil pada benda berbentuk digital itu dan hasilnya, seketika membuat dia berkaca-kaca.Adinda menangis, air matanya luruh, Adinda segera memeluk benda itueratdan bergegas keluar dari kamar mandi tidak sabar men
Hari beranjak sore, Adinda tengah menyiapkan makanan untuk keluarga kecilnya, sementara Kairo sedang berada diluar merapikan sedikit halaman kecil dirumah mereka dan Edgar bermain sepeda diluar sana.Tib-tiba saja dari pintu dapur Edgar muncul ia hendak kedapur untuk minum.“Ma!” Adinda terkesiap entah sejak kapan Edagr sudah disana, Ia yang sedang memasak kemudian menoleh melihat pada Edgar.“Ya sayang? Edgar bikin kaget ih!”Edgar pun sumringah tertawa lebar memperlihatkan gigi-gigi kelincinya, “Kata mama kalau manggilnya mama, nanti Edgar akan punya adik tapi mana adiknya.”Adinda seketika tertawa, “Hemm…Edgar sudah ingin punya adik?”“Kan mama bilang nanti Edgar kalau punya adik bisa punya tem
Setelah Adinda berhasil mengambil barang-barang milik Edgar secara paksa mereka pun segera pergi mencari penginapan, sebuah taksi sudah membawa ketiganya namun dalam keadaan yang bergitu histeris, Edgar menangis tidak berhenti ia begitu ketakutan terus meminta pada sang papa yang memeluknya agar mereka segera pulang ke Jakarta.Edgar merasa jika dia masih disana kemungkinan untuk kembali lagi bersama Renata cukup besar, “Papa Edgar mau pulang! Edagr mau pulang kerumah kita, Edgar nggak mahu kembali keLA! PAPA TOLONG!”Kairo menebak Renata pasti membuat Edgar tertekan hinga membuat dia seperti ini, “Tidak akan ada yang pernah bisa membawa Edgar dari papa, apa lagi mama Edgar.”Hiksss hiksss, “Edgar mau pulang…Edgar mahu pulang!”Adinda disebelah Kairo mencoba menena