Dari gelapnya malam, Adrian dan Wandi melihat ada sorot lampu kendaraan dari jauh. Rasa bahagia tak terkira mengingat perut sudah mulai bunyi keroncongan. Terbersit ingatan waktu makan bersama dengan Hesta beberapa waktu lalu di rumah misteri itu. Rasa mual tiba-tiba menyerang Adrian mengingat makanan yang masuk ke dalam perutnya. Wandi melirik sahabatnya matanya menyipit dengan rasa penasaran di hatinya. Namun hal itu tidak berlangsung lama saat kendaraan yang telihat sudah mulai mendekat ke arah mereka. "Semoga yang datang bukan makhluk astral lagi ya? Gue udah panas dingin lagi nih." "Bukan, gak mungkin hantu bisa nyetir. Jangan buat gue ganti baju lagi!" dengus Adrian dengan kesal. Teringat dia sampai pipis di celana karena ketakutan melihat hantu seram. Tidak lama kendaraan datang, keduanya segera melambaikan tangannya dan bergerak agak maju ke tengah jalan. Bunyi rem kendaraan terdengar keras, membuat kedua anak itu menutup telinga. Perlahan mobil berwarna hitam dengan tulis
Mobil yang ditumpangi oleh keempat orang itu menabrak pohon yang ada di tepi jalan. Beruntung laju kendaraan tidak kencang, sehingga tidak menimbulkan bahaya untuk penumpang yang ada di dalamnya. Riyadi berusaha untuk membuka puntu mobil yang terhimpit dengan pohon. Sedangkan supirnya sudah keluar terlebih dahulu dengan tergesa. Gerimis malam tidak mereka hiraukan. Sementara Adrian dan Wandi terbangun akibat guncangan yang cukup keras membuat keduanya terbentur kursi mobil bagian depan.“I-ini ada apa?” tanya Adrian sambil mengguncang tangan Wandi yang masih bengong.Terlihat kedua anak itu belum menyadari jika mereka sedang mengalami musibah. Hingga suara Riyadi menyadarkan mereka untuk segera turun dari mobilnya. Saling dorong kedua pemuda itu turun dengan tangan berdesekap di dada. Hawa malam memang sangat dingin kali ini. Mereka hanya mengenakan baju tipis yang pendek. Berbeda dengan Riyadi dan supirnya yang mengenakan jaket tebal.Supir yang saat ini berada di samping Riyadi memb
Adrian yang menyadari ada bayangan hitam berada di sebelahnya berteriak dengan kencang demikian juga dengan Wandi. Keduanya merapatkan tubuhnya ke samping badan mobil hingga menempel di pintu. Mereka menutup wajah dengan kedua tangan. “Gila, ini setan ngapain ngikutin kita? Ndiii ... lu tadi lupa kagak pamit ama dia?” teriak Adrian kepada Wandi masih dengan menutup matanya. “Astaga ... kenapa kagak lu aja? Ini setan demenan elu, Yan! Lupa kalau dia tertarik ama kolor elu itu?” Adrian membuka tangannya dan sadar dia sudah memakai kolor dari rumah berhantu itu. “Ehh ... busyeeett, napa ini masih nempel di tubuh gue?” ucapnya sambil menarik karetpada kolornya yang berwarna kitam. Dia lupa jika sejak tadi tidak memakai dalaman sehingga rasa dingin menyeruak di bawah sana. “Waduhh ... gue lupa tadi ngompol, hihihi ...,” tawanya lirih. Tapi matanya bersinar melihat sosok bayangan hitam sudah tidak ada lagi di dekatnya. Kembali membuka mulutnya dengan lebar membuat tawanya terdengar dal
Jumari masih bengong melihat anaknya datang dalam keadan utuh tidak kurang satu apapun. Kemudian dia berjalan mendekat dan memutar badan Adrian. “Kamu beneran Adrian? Bukan setan?” “Ye elah, masak kagak percaya ama anak sendiri. Tuh lihat, pegang apa pukul sekalian. Kaki gue juga nyentuh tanah,” ucap Adrian meraih tangan Jumari untuk dan diletakkan di tubuhnya. “Busyett, kamu emang punya nyawa rangkap. Keren amat anakku ini.” ucap Jumari sambil menggelengkan kepalanya. Kedua anak itu terlihat saling memandang dengan melihat ke arah Jumari yang masih tersenyum misterius. Mereka tidak lama teriam mematung di teras kemudian masuk ke lama rumah dan melihat bapak Adrian tetap berada di luar. “Yah, amang berapa lama mau tetap di luar?” kata Adrian agak kencang supaya Jumari mendengarnya. “Astaga, kalian tidak ada sopannya. Bapak malah ditinggal,” ucapnya lantas masuk dan mengunci pintu dari dalam rumah. Jumari langsung masuk ke dalam dapur menemui istinya yang baru saja keluar dari ka
Kedua anak yang baru bangun itu tentu saja bingung, melihat Jumari dan Jamilah berselisih dan membuat ribut di kamar mereka. Rasa capek yang menyerang keduanya membuat meraka marah dan merasa terganggu. Adrian mengusir kedua orang tuanya dengan halus. “Hallo bapak, emak gue yang paling baik sedunia. Anaknya baru datang, sekarang capek ye ... mau tidur. Jangan ganggu! Udah, sana pergi dulu, kita mau lanjutin mimpi,” ucap Adrian menatap bergantian ke arah Jumari dan Jamilah yang masih berdiri mematung di pinggir ranjangnya. “Sik, bentar. Lu dapet kolor dari mana? Kita heboh sejak tadi gara-gara kolor lu, yang kayak lampu disco, gatin-ganti warna,” ucap Jamilah jujur sambil berkacak pinggang. “Hahh ... masa, mana ada, Mak?! Jangan ngarang, gue sejak tadi anteng tidur. Kagak ada yang gangguin. Nih, kalau kagak percaya!” ucap Adrian seketika berdiri dari ranjang dan melepas celana kolornya dengan cepat. Ketiga orang yang ada di sana tentu saja terkejut menganga mulutnya lebar-lebar meli
Suasana rumah mendadak kacau akibat ulah Adrian. Anak yang baru saja pulang setelah berhari-hari menghilang membuat kesal ibunya. Namun mereka tidak berani memarahi Adrian. Takut kejadian aneh datang dan merasuki tubuh Adrian kembali. Sudah sejak lama mereka mencari orang pintar untuk memulihkan kondisi anak mereka agar normal kembali. Jumari dan Jamilah duduk ngobrol di teras rumah. Rencananya mereka akan mengobatkan Adrian dan Wandi yang sudah mulai berubah semenjak mengenal Hesta gadis hutan itu. Wujud yang belum pernah mereka temui selama ini, hanya mendapatkan cerita dari kedua anaknya. Apalagi setelah hilang, tidak tahu jejak mereka sama sekali. Sudah putar keliling kampung sampai luar kampung, belum mendapatkan orang yang bisa menyembuhkan anak-anak mereka. “Kita seperti punya anak yang punya gangguan mental aja, Dik. Lu ngerasa nggak kalau rumah kita ini auranya sudah beda semenjak Adrian bersama gadis yang bernama Hesta?”“Beda piye to Bang? Aku nggak ngerasa apa-apa tuh. Ap
“Ya ampun, Andrian! Itu bantal udah kayak pulau,” teriak Jamilah melihat Adrian setiap hari seperti orang pingsan kalau tidur. “Biarin lah, Dek! Lagian dia juga baru sembuh, jangan marahin. Takutnya nanti balik ilang lagi ke hutan gimana?” sahut Jumari “Ya udah, kita buat adek lagi untuk dia. Biar nggak sepi rumah ini,” ucap Jamilah menarik tangan suaminya Jumari keluar dari kamar. “Ayok, gasss!” "Cinta berawal dari pandangan mata, kemudian turun ke hati dan hilang tanpa ada yang mengetahuinya, bagai kentut yang tersembunyi." *** Suasana pagi yang dingin membuat dua orang yang ada di bawah selimut makin tenggelam dalam dengkuran keras. Tidak perduli ada suara berisik di sekitar rumah Andrian. Penghuni rumah tetap nyaman berada di alam mimpi. Bahkan Andrian dengan nyaman memeluk guling yang dianggapnya cewek. Semenjak kejadian hilangnya Andrian dan Wandi di dalam hutan beberapa bulan yang lalu, kedua orang tua Adrian dan Wandi membawanya ke orang pintar. Mereka menyelamatkan Andr
“Wandi, lo kagak apel ke rumah Tina?” ucap Adrian sambil mengunyah roti jawa rasa singkong di teras rumah.Semenjak kejadian hilangnya Adrian, Wandi semakin dekat dengan Tina. Gadis yang awalnya menyukai Adrian kini berbalik arah, nengok ke temannya karean merasa diabaikan oleh Adrian. Meskipun wajah Wandi pas-pasan, tetapi Tina nyaman jalan bersama dengan Wandi. Keduanya sangat kompak dan sering jalan bersama, hingga melupakan Adrian yang belum punya pasangan.“Lo tadi kayaknya bilang mo pergi ama Emak. Emang mau ke mana? Udah punya gebetan baru, kayaknya?” tanya Wandi mengunyah roti yang rasa singkong dengan lahap.“Suntuk di rumah, apa-apa diawasin terus. Udah kayak satpam 24 jam tuh Emak sama Bapak. Yuk kita ke mana gitu? Ada pasar malem kagak? Mumpung malam minggu, sepi di rumah. Emak ama Bapak, lagi sibuk di kamar.”Wandi tertawa,”Lo makanya cari cewek! Jangan inget demit itu lagi. Yuk, cabut!”Sementara di rumah Adrian terlihat sangat tenang. Kedua orang tuanya membiarkan anak