Pipi Hanum masih bersemu merah saat dia keluar dari lift dan berjalan menuju bagian oprasional. Dia masuk dan menuturkan apa yang sudah diperintahkan sebelumnya.
“Permisi, saya Hanum dari tim 3 marketing. Saya ingin melaporkan bahwa salah satu komputer rusak dan butuh untuk diganti secepatnya.”
“Atas nama siapa komputernya?” tanya wanita berkacamata dengan tampang angkuh dan diperkirakan umurnya sekitar pertengahan tiga puluhan.
“Atas nama Titan.”
“Oke, nanti akan diantar oleh staff. Ada lagi?” tanya wanita itu tak sabar.
“Saya mau meminta kartu identitas sementara.”
Wanita itu menurunkan setengah kaca matanya, lalu mendongak dan menatap Hanum seolah Hanum ini adalah benalu yang harus segera disingkirkan detik itu juga. Sorot matanya juga seolah mengatakan bahwa dia membenci manusia-manusia ceroboh seperti Hanum.
“Ck!” decak wanita itu dengan wajah yang semakin menunjukan sikap ketidaksukaan terhadap Hanum yang ceroboh ini. “Atas nama?” tanya wanita itu singkat.
“Hanum Pelita dari tim 3 marketing,” jawab Hanum. Dia berbicara sangat lembut dan suaranya amat kecil. Dia takut dengan aura kuat yang terpancar dari wanita ini.
Hanum sudah berdiri cukup lama, sekitar sepuluh menit. Dia bahkan tidak dipersilahkan untuk duduk untuk menunggu. Hanum lebih terlihat seperti seorang siswa yang sedang dihukum berdiri oleh gurunya daripada seorang pekerja kantoran. Posturnya pun tegap dan kedua tangannya ia istirahatkan di belakang.
“Ini kartunya. Ini hanya berlaku untuk satu hari. Pastikan besok jangan sampai lupa untuk selalu membawa kartu identitas saat bekerja,” kata wanita itu dengan ketus.
“Baik, Terima kasih!” Hanum tersenyum manis. Dengan kartu ini dia bisa melaksanakan tugas lainnya dengan benar.
***
“Kalian sudah dengar kalau Kevin dari tim 1 marketing ternyata sudah punya pacar dan mau tunangan?”
“Kevin yang paling tampan itu?” seru wanita lainnya. Postur tubuh Kevin yang tingginya mencapai 180cm dan dengan fitur wajah yang terbilang paling tampan dalam jajaran laki-laki dari bagian pemasaran memang selalu menjadi pusat bahan obrolan. Hal sekecil apapun itu jika menyangkut Kevin, mereka akan mengobrol dengan sangat antusias.
Hanum yang saat ini sudah berada di ruang fotokopi menghentikan gerakan tangannya saat mendengar nama yang familiar disebut. Debaran jantungnya tiba-tiba meningkat. Dia merasa takut dengan apa yang akan ia dengar selanjutnya. Namun dia juga diam-diam tersenyum senang mengingat tadi dia bertemu dengan Kevin.
“Hei! Kamu ngalamun, gimana itu fotokopiannya berjatuhan!” tegur salah satu wanita yang berdiri di dekat mesin fotokopi dan sedang begosip dengan rekan lainnya.
“Maaf, Kak! Saya tidak konsentrasi.” Hanum buru-buru merapikan dokumen yang ia pegang. Mencoba untuk menstabilkan detak jantungnya yang berdetak cepat.
“Siapa ceweknya? Satu kantor?” lanjut mereka yang membuat Hanum juga penasaran. Bagaimana reaksi mereka jika mereka tahu kekasih Kevin ini sedang berdiri di depan mereka? Hanum membatin.
“Iya. Dari tim marketing juga.”
Brukk
Hanum tak sengaja menjatuhkan tutup mesin fotokopi dan menimbulkan suara yang cukup keras. Dan hal itu membuat tiga karyawan yang sedang bergosip tadi menoleh secara bersamaan dan menatap dengan penuh tanda tanya.
Hanum yang ditatap seperti itu langsung meminta maaf kembali dan dengan cepat memberesi dokumen-dokumen yang sudah di fotokopi. Hanum masih berdiri di posisinya. Dia masih ingin mendengar kelanjutan obrolan mereka. Apa hubungannya dengan Kevin sudah di ketahui? Bertunangan? Apa Kevin akan segera melamarnya?
Hanum terkekeh kecil. Dia tidak pernah menyangka kalau kekasihnya akan membuat kejutan besar seperti ini. Hanum yang baru tiga hari bekerja belum pernah sekalipun bertemu Kevin selain pertemuan tidak sengaja tadi di lift. Mereka sama-sama bekerja di bagian marketing, hanya berbeda tim saja. Hanum berada di tim 3 marketing dan Kevin berada di tim 1 marketing.
Selama menjalani hubungan ini, mereka sudah semakin jarang bertemu dan itu membuat Hanum sedikit khawatir akan hubungannya. Tapi dia mendengar kabar mengejutkan ini? Apa benar Kevin akan segera melamarnya untuk bertunangan? Ingin sekali dia mengkonfirmasi langsung, tapi tidak mungkin karena kalau berita ini adalah sebauah kejutan yang tidak boleh dia ketahui dulu, maka nanti Hanum akan merusak rencana kejutan Kevin.
Hanum tidak ingin terlalu memikirkan masalah ini. Sekarang tugasnya sudah selesai, dia harus segera pergi ke ruang rapat. Hanum memberesi berkas dan memastikan kalau lembar fotokopiannya tidak tertukar dan tidak terbalik. Setelah memastikan semua benar, dia kembali ke kantornya yang berada di lantai 25.
“Gimana? Udah semua?” tanya Riyan langsung.
Hanum mengangguk sebagai jawaban. “Udah, tinggal ngecek PPT aja nih. Yang lainnya ke mana?” tanya Hanum saat dia melihat hanya ada dirinya dan Riyan di kantor.
“Senior yang perempuan semua ke kamar mandi. Kamu nggak ikut ke kamar mandi juga?”
“Haa? Ngapain?” tanya Hanum bingung.
“Dandan, lah! Kamu tidak dengar tadi Kak Titan bilang apa? Nanti bakal ada Direktur langsung yang ikut rapat.”
“Terus apa hubungannya?” tanya Hanum lagi masih tak paham dengan maksud Titan.
“Hanum! IQ mu berapa sih? Gimana kamu bisa lolos masuk kerja di perusahaan ini coba? Jangan-jangan kamu curang, ya?” tuduh Riyan yang sudah merasa lelah hanya mengobrol dengan Hanum.
“Enak saja! Aku ini orang yang jujur.” Hanum melanjutkan, “Jadi kenapa? Apa hubungannya sama kedatangan direktur?”
“Kamu sudah tahu direktur kita belum sih? Dia itu direktur termuda yang paling sukses di usia 29 tahunan. Orangnya gagah dan rupawan. Masih single, dan para karyawan di perusahaan ini tuh berlomba-lomba mencoba menarik perhatian Si Pak Bos ini. Akan tetapi meskipun bos kita tampan, temperamennya itu berbanding terbalik sama ketampanannya. Orangya strict. Kita harus selalu bisa menyamai semua yang bisa dia lakukan. Orangnya galak intinya. Sampai sini paham?” cerocos Riyan Panjang lebar.
“Oh! Jadi begitu.” Hanum mengangguk paham.
“Terus yang cowok ke mana?”
“Kak Titan sama Kak Geo kayaknya udah ada di ruang rapat deh.”
Tim 3 marketing terdiri dari 8 orang, diantaranya ; Stefani, Diva, Jasmine, Titan, Azila, Geo, Riyan dan Hanum.
Ponsel Hanum dan ponsel Riyan bergetar secara bersamaan. Itu adalah pesan yang mengharuskan mereka segera pergi ke ruang rapat karena direktur sudah berada di dalam ruangan.
Setelah membaca pesan itu, baik Hanum maupun Riyan langsung berdiri panik. Mereka bahkan belum menyiapkan dan meletakan materi yang akan di bahas di atas meja rapat, tapi malah bos sudah berada di sana dan tim belum berkumpul semua. Akan jadi apa tim 3 marketing di mata direktur? Hal inipun berlaku bagi tim 1 dan 2 marketing. Mereka semua masih belum bersiap-siap karena masih ada kira-kira 15 menit sebelum rapat di mulai. Mereka semua berlari panik menuju lantai 26 tempat pertemuan akan diadakan.
Hanum orang pertama yang sampai di lantai 26, dengan berlari menaiki tangga dia tidak bisa menahan kecepatannya dan menabrak seseorang di pintu masuk. Dia mendongak dan mulutnya ternganga lebar dan matanya langsung membulat sempurna.
“Kamu!”
“Kamu!”Hanum terkejut saat melihat laki-laki yang ia tampar di lift rumah sakit tiba-tiba bisa ada di depannya dengan tampilan yang berubah seperti ini. Sosok tinggi yang dibalut dengan pakaian resmi. Memakai jas hitam yang terlihat sangat cocok dengan temperamennya yang terlihat dingin. Rambutnya pun tersisir rapih ke belakang, jelas sangat kontras dengan laki-laki yang menggunakan jaket kulit dan celana ketat hitam terlihat bad boy yang Hanum temui pagi ini.“Direktur, maafkan kam-“ Titan menggantung ucapannya saat melihat Hanum dan bosnya berdiri berhadapan di ambang pintu. Niatnya ingin meminta maaf karena sudah membuat orang dengan posisi tertinggi dalam perusahaan malah menunggu para karyawannya, tapi dia urungkan saat melihat Hanum. Dia menghela napas lega. Akhirnya salah satu anggotanya terlihat, tidak terlalu memalukan bagi tim 3 marketing dan imej mereka mungkin akan sedikit lebih unggul daripada t
Saat mendengar perintah Abian, Hanum seperti mendengar petir di siang bolong. Kepala Hanum terasa dingin. Di otaknya sudah terpikirkan bahwa dirinya pasti akan dipecat.Berbeda dengan Hanum yang membeku di tempat, semua orang yang mendengar perintah Abian menatap Hanum penasaran. Ada hubungan apa bos mereka dan karyawan baru ini. Sepertinya mereka sudah saling kenal. Bahkan mereka dengan berani dan secara terang-terangan berbisik-bisik membicarakan topik ini sambil melirik Hanum penuh berbagai macam arti. Ada yang penasaran, ada yang langsung mengaktifkan mode waspada terhadap saingan cinta mereka. Bahkan ada yang mengira kalau Hanum adalah salah satu keluarga Damanta Grup yang bekerja dan menyamar di perusahaan ini seperti cerita klise anak orang kaya kebanyakan yang digambarkan dalam novel.“Kamu kenal sama pak bos?” tanya Stefani.“Wih, Hanum! Ternyata Hanum kita kenal sama Si Pak B
Mulut Hanum ternganga lebar dan matanya membulat sempurna. Dia tidak salah dengar, kan? Menampar bosnya lagi? Ayolah, hanum tidak segila itu untuk menampar atasannya lagi.“Jika kamu menamparku lagi, aku akan meminta maaf padamu,” kata Abian. Kini dia bangkit dan perlahan berjalan menuju Hanum. Sedangkan Hanum yang melihat Abian berjalan mendekatinya, dia mulai berjalan mundur.“Oke! Kamu bisa berhenti berjalan mundur,” kata Abian sambil menghentikan jalannya dan memilih untuk duduk di ujung mejanya. Menyedekapkan kedua tangannya dan menatap mata Hanum meminta kepastian. Dia ingin ditampar lagi untuk membuktikan tebakannya. Tadi pun saat dia mendekat, saat hidungnya mampu menghirup aroma Hanum meski jaraknya tidak dekat, matanya sudah mulai terasa berat.Hanum menatap Abian ngeri. Permintaan yang sangat aneh dan dia tidak tahu harus menerima atau menolaknya. Hanum kembali terdiam. Dan mereka berdu
Hanum menghela napas lega saat dia keluar dari ruangan Abian. Sebuah ruangan yang sangat mencekik baginya. Dia kini berjalan dengan riang seolah tanpa beban. Saat bertemu dengan Fitra pun dia malah menyunggingkan senyuman yang sangat manis dan terlihat Bahagia. Hal itu membuat Fitra dan sekretaris lain yang kebetulan sedang bertugas menatap Hanum dengan tatapan penuh tanda tanya.“Apa sudah selesai?” tanya Fitra penasaran.“Sudah! Terima kasih, Kak! Hehe.” Hanum terkekeh seperti orang bodoh.“Eum … apa kamu tidak apa-apa?”“Saya?!”“Iya. Kamu.”“Memangnya saya kenapa?” Hanum balas bertanya yang membuat Fitra malah menatapnya bingung. Bukannya Hanum melakukan sesuatu yang fatal sampai membuat dirinya dipanggil ke ruangan direktur.Ah! Fitra baru tersadar, kenapa
“Hei, bohong!” sangkal Devi tidak percaya. “Masa hanya itu saja. Tidak mungkin lah seorang direktur memanggilmu hanya karena mengembalikan kartu identitas.”“Benar! Yang mengembalikan bukan Pak Abian, tapi sekretarisnya,” bohong Hanum.“Oh, kalau itu sih baru mungkin.” Devi kembali menatap layar komputernya.Hanum yang tadi berdiri di depan pintu persis saat ditanyai, dia langsung berlari kecil menuju mejanya. Namun saat dia duduk, sepertinya ada yang janggal. Ya, itu adalah Azila. Tingkah ramah Azila tidak Hanum dapatkan. Biasanya, Azila ini adalah orang yang paling ramah. Namun sekarang dia malah diabaikan oleh Azila. Hanum tidak tahu mengapa Azila bersikap seperti ini.“Kak Azila, Riyan ke mana?” tanya Hanum mencoba mencairkan suasana.Azila yang duduk di sebelah kanan Hanum tiba-tiba menggeser kursinya menjauhi Hanum
“Abian, dengar ibu bicara tidak? Pokoknya nanti kamu harus mengajak Ariana makan malam.”Abian berjalan dengan lunglai menuju kamar tidurnya yang berada di dalam kantor. Hari masih siang dan dia merasakan lelah yang teramat. Berkat tamparan dari Hanum, dia merasa mengantuk dan dia harus segera memanfaatkan momen ini untuk segera tidur.Matanya terasa pegal dan kepalanya semakin pusing saat mendengar perintah ibunya dari balik telepon. Kencan dan kencan adalah topik yang selalu dia bahas saat ibunya menghubunginya. Tidak pernah ada sapaan lain atau sekedar basa-basi menanyakan apa anaknya sudah makan atau belum. Tidak! Seorang Jeina-ibu Abian-tidak akan pernah menanyakan hal itu.“Bu-““Pokoknya sudah ibu pesankan di hotel kita. Jam tujuh. Jangan lupa pakai baju yang menarik.” Jeina tidak akan memberikan kesempatan anaknya untuk menolak. Omongannya berarti titah yan
Para karyawan menunduk hormat saat Abian melewati mereka dan berjalan menuju lobi. Abian balas menganggukan kepalanya sebagai tanggapan penghormatan yang diberikan oleh karyawannya.Abian yang ditatap penuh kekaguman dari salah satu karyawatinya merasa sangat risih. Emosinya kembali naik dan dia langsung memerintahkan Fitra untuk memecat mereka “Pecat para pegawai yang memandangku dengan intens tadi. Dan bawakan aku obat pereda nyeri, kepalaku serasa mau pecah.”“Tidak bisa, Pak. Nanti perusahaan kami bisa dilaporkan pada badan pengawas jika memecat pegawai tanpa alasan yang jelas.” Fitra merasa kewalahan jika emosi atasannya ini kumat. Dia bisa memecat orang tanpa pikir panjang dan tanpa pandang bulu. Kesalahan kecil saja bisa membuat hati abian terasa penuh dengan emosi yang tidak bisa disalurkan lewat tinju. Karena itu, Abian lebih sering menunjukan emosinya lewat kata-kata yang kasar.“A
“Tapi itu tidak bekerja. Saat aku memejamkan mata pada momen mengantuk, aku tetap tidak bisa tidur.”“Oke, lupakan soal tidak bisa tidur. Dari tadi aku penasaran akan satu hal, kenapa kamu meminta untuk ditampar lagi?” Daniel masih bisa melihat dengan jelas bekas merah di pipi Abian. Sepertinya tamparannya sangat keras dan jangan tanyakan soal rasanya. Sudah bisa dipastikan itu pasti sangat sakit.“….”Abian menatap Daniel lama.“Berhenti menatapku, tatapanmu itu seolah berkata ‘Apa maksudmu? Sudah jelas untuk memastikan rasa kantuk’ begitu, bukan?” Daniel mencoba menerjemahkan tatapan tajam Abian.“Tapi apa kamu tidak memikirkan kalau rasa kantuk itu tidak hanya bisa dirasakan lewat tamparan? Misalnya, lewat sentuhan anggota tubuh lain. Bukankah kehadiran sosok Hanum ini juga aneh dan kebetulan? Seolah tubu
Tapi bukan Hanum namanya jika dia menyerah begitu saja. Dia kembali mencoba membujuk Ariana.“Dengarkan kami dulu, Kak-““Saya bilang pergi! Dengar tidak, sih?”“Saya akan membantu Kak Ariana untuk mencari kalungnya!” ucap Hanum cepat dalam sekali hembusan napas.“Kalung?”Hanum menganggukan kepalanya seperti ayam yang sedang mematuki makanannya.“Kau mendengar perkataanku tadi?”Hanum kembali menganggukan kepalanya tidak sadar bahwa pertanyaannya adalah sebuah jebakan. Ariana bangkit dan perlahan berjalan ke arah Hanum. Sedangkan Hanum hanya berdiri di tempatnya tidak tahu apa yang akan Ariana lakukan.Ariana mendekat ke arah Hanum dan membisikan kata, “Rahasiakan kejadian barusan. Atau kamu akan mendapat masalah jika menyebarkannya. Apa kamu juga ikut melihatnya?” Kini Ariana beralih ke Riyan. Riyan juga menganggukan kepalanya membenarkan perkataan Ariana.“Aku tidak takut dengan ancaman seperti ini. Jadi, daripada membuang-buang waktu untuk menyebarkan perlakuanku barusan. Mending
“Natapnya biasa aja kali,” protes Hanum saat melihat Riyan tak kunjung menyudahi ekspesi kagetnya serta mulutnya yang masih ternganga lebar.“Ini serius?” Riyan masih tidak percaya. Pasalnya, image yang dibangun perusahaan selama ini adalah Ariana yang sangat anggun dan murah senyum serta baik hati.“Serius! Coba aja tuh lihat sendiri.”“Mana?” Yang Riyan lihat adalah sosok Ariana yang sedang duduk dengan nyaman sambil bersedekap.“Ariana lagi duduk?” tanya Riyan lagi.“Bukan! Coba lihat ekspresinya.”“Tidak kelihatan. Mataku kan minus.”Hanum menepuk dahinya cukup keras hingga meninggalkan bekas merah, “Ya Tuhan. Pantesan.”“Ayo samperin,” ajak Riyan yang kini mulai berdiri dan bersiap untuk menghampiri Ariana. Tapi sebelum sempat melangkah, kakinya tertahan oleh suara keras yang ia dengar dari arah Ariana.“Belum ketemu juga? Gimana sih? Pokoknya harus dicari sampai ketemu!” tanya Ariana dengan nada tinggi.“Lapor Ariana, semua set dan staff sudah selesai menyiapkan keperluan pemotr
“Aww!”Hanum tersandung properti yang menghalangi jalan. Sebenarnya yang Hanum lewati itu bukan jalan luas, melainkan tempat seperti gudang yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan alat-alat syuting. Areanya cukup berdebu dan setiap kali Hanum menginjakan kakinya, pasti akan menimbulkan kepulan debu yang berterbrangan.Logika Hanum mengatakan bahwa jika Ariana tidak terlihat di set pemotretan, maka satu-satunya tempat yang menjadi tujuan adalah ruangan make up Ariana. Berhubung Hanum tidak hapal dan tidak tahu letak ruangannya, jadilah dia acak berjalan. Dia berniat akan bertanya pada seseorang jika dia bertemu salah satu kru pemotretan nanti.PLAKK!Hanum tidak percaya dengan apa yang barusan ia lihat dan dengar. Dia terus berdiri di tempatnya saat ini dan tidak bisa berkata-kata.“Sudah berapa kali aku bilang kalau kalung itu sangat penting. Kenapa hilang?” teriak Ariana pada salah satu asisten yang bertugas mendampingi Ariana.Barusan ia menampar wajah salah satu asistennya. Arian
Hanum dan Riyan kembali mengunjungi kantor agensi Ariana. Kali ini mereka langsung menghubungi manajer Ariana di lobi. Tak lama kemudian manajer Ariana datang dengan tampang kecutnya. Sepertinya manajer Ariana sedang dalam suasana hati yang tidak mengenakan dan hal itu membuat Hanum sedikit ragu. Dia takut akan membuat misi kali ini kembali gagal.“Jadi bagaimana? Apa direktur kalian setuju untuk bertemu dengan Ariana,” tanya Lala langsung tanpa basa-basi. Dan mereka masih berdiri di lobi kantor membuat mereka dilihat oleh orang-orang yang lewat. Mereka bahkan tidak disuruh untuk duduk di suatu ruangan. Sikap ini sedikit membuat Hanum kecewa terhadap perlakuan dari karyawan agensi Ariana ini.“Eum … jadi begini … tujuan kami datang adalah untuk menegosiasikan persyaratannya kembali.” Hanum berbicara langsung pada intinya.Hanum melihat perubahan wajah Lala yang sudah terlihat seolah tidak senang dengan kedatangan mereka menjadi tambah terlihat dingin.“Kalau begitu kalian bisa pergi d
“Azila, kamu ada masalah apa, sih sama kita berdua? Kayaknya kok sinis banget. Ini tuh tugas bersama. Bukan cuma aku dan Riyan,” jawab Hanum yang membuat suasana tambah runyam.“Tapi kan ini kemarin ditugaskan ke kamu,” jawab Azila dengan tampang tidak berdosanya.“Ini tugas bersama. Kemarin kita serahkan ke Hanum dan Riyan karena kami pikir pekerjaan ini mudah. Tapi ternyata malah diluar dugaan. Begitu sulit. Malah kalau sebenarnya ini harus dikerjakan sama senior,” kata Stefani yang langsung membuat Azila bungkam seribu Bahasa.“Tapi kan-““Sudah. Jangan dibahas. Sekarang kita fokus memikirkan jalan keluarnya bersama-sama,” kata Geo memotong pembicaraan Azila. Dia harus melakukan ini supaya tidak ada lagi pertengkaran di dalam tim tiga marketing. “Jalan satu-satunya ya kita minta tolong sama Pak Abian,” kata Riyan sesuai fakta tapi membuat rekan-rekannya diam dan tidak tahu harus merespon seperti apa. Memang benar mereka harus meminta bantuan pada Abian, itu memang syarat yang Aria
“Apa benar-benar tidak bisa dilakukan dalam waktu sembilan hari?”Jelas tidak! Ingin rasanya orang-orang di divisi marketing berteriak dan memaki Abian. Mereka ingin Abian sendiri mencoba merampungkan proyek di waktu yang sangat singkat ini.“Tidak, Pak. Kami memerlukan waktu setidaknya satu bulan paling cepat.” Bagi divisi marketing, Kevin ini sudah seperti pahlawan yang melawan penjahat terberat bagi mereka.“Baiklah. Saya beri kalian waktu satu bulan yang berarti ini sama saja dengan bukan proyek hadiah ulang tahun ibuku.” Abian memutuskan untuk mengikuti apa kata para bawahannya. Padahal, jika itu dirinya, dia yakin bisa menyelesaikan dalam waktu sembilan hari. Jelas, mereka berbeda level dalam bekerja dan ketepatan waktu. Abian ini seperti tidak menyadari kalau dirinya itu berbeda dengan para karyawannya yang jelas tidak memiliki relasi seluas Abian yang dapat mempermudah segala urusan dan pekerjaannya. Abian nampak kecewa, namun pertemuan rutin tahunan itu selesai dengan tambah
Abian menghadiri dan memimpin acara hari ini. Meski ini adalah acara evaluasi tahunan Perusahaan Damanta, nyatanya ini juga dilakukan untuk membahas kegiatan ulang tahun Perusahaan Damanta bersama para karyawan.“Tahun lalu sudah melakukan acara mendaki gunung bersama-sama. Tahun ini acara ulang tahun tidak akan diadakan di luar, maksud saya tidak akan diadakan di alam terbuka karena mengingat kami juga memiliki proyek yang harus segera dirampungkan. Proyek itu kalian pasti tahu sendiri, kan? Iya proyek untuk ulang tahun ibu saya yang masih berkaitan dengan produk skincare. Saya harap sebelum hari ulang tahun Perusahaan Damanta, proyek produk skincarenya sudah rampung. Apa kalian mengerti?” tanya Abian pada karyawannya yang langsung dijawab serempak dan kompak kalau mereka mengerti maksud Abian.Abian sesekali melihat Hanum. Wajah dan semangat Hanum hari ini sepertinya sudah terkuras habis. Dia bahkan tidak terlihat terlalu memperhatikan selama evaluasi berlangsung. Tingkah itu tak se
Hanum menepuk jidatnya saat dia menyadari bahwa dia sudah membuang kesempatan untuk membujuk Abian. Dia baru teringat kalau dia belum mendapat persetujuan dan belum membahas perkembangan soal Ariana dengan Abian. Di sepanjang jalan menuju ruangan neneknya dia merutuki dirinya sendiri. Rasanya ingin berbalik dan berbicara dengan Abian tapi tidak mungkin Hanum berani. Dia tadi sudah bersikap tidak sopan dan membuat Abian menungguinya yang tertidur. Dan kemungkinan Abian juga sudah pergi itu tinggi.“Kenapa?” tanya Denta yang melihat Hanum berhenti di depan pintu kamar neneknya dan malah menepuk jidatnya sendiri bukannya masuk ke dalam.“Lupa!” kata Hanum heboh sendiri.“Apanya yang lupa?”“Hehe.” Jujur saja dia sangat malu kalau mengingat dia sudah berkali-kali berbuat hal yang memalukan di depan Abian. Dia ingin sekali melupakan kejadian-kejadian itu dan menguburnya agar tidak pernah lagi mengingat momen memalukan di dalam hidupnya. Haruskah dia bercerita ke pada Denta?“Malah cuma ket
“Tadi juga yang mengangkat telepon itu suara perempuan. Lagi ngapain coba malem-malem begini sama cewek. Maksudku, kenapa cewek itu bisa pegang ponselnya Kak Kevin.” Hanum kembali menangis. Kali ini dia menumpahkan keluh kesahnya pada sahabatnya. Mulai dari masalah adiknya hingga masalah bersama bosnya.“Mungkin aja lagi ada acara alumni? Atau ada acara apa mungkin.” Denta mencoba membantu Hanum untuk perpikir positif.“Oh, iya. Kamu benar juga,” kata Hanum yang langsung duduk tegak dan menghapus sisa air matanya.Denta memandang Hanum dengan tatapan aneh. Dia tidak percaya sahabatnya ini sangat mudah dibujuk untuk tenang. Denta pikir dia akan membutuhkan waktu lama untuk membujuk Hanum supaya tidak menangis lagi.“Udah nangisnya? Cuma segitu?” Denta dibuat melongo oleh tingkah konyol Hanum.Dengan polosnya Hanum menjawab, “Udah. Kan tadi nangis karena aku numpahin sambel banyak banget.”“…”“Tahu tidak, Den.”“Tidak.”“Kan aku belum ngomong. Gimana, sih!” Suasana hati Hanum berubah d