“Kapan kalian akan menikah?”Hanum dan Kevin yang baru saja sampai bahkan masih belum mendudukan diri sudah ditodong dengan pertanyaan yang membuat keduanya terdiam dan saling memandang.“Nenek. Nenek belum tidur?” tanya Hanum mencoba mengalihkan perhatian dan menghindar dari pertanyaan sang nenek.“Bagaimana bisa tidur jika sampai jam segini kamu belum juga tiba. Kamu membuat aku khawatir dan takut sesuatu yang buruk mungkin saja terjadi padamu. Ternyata datang terlambat karena sedang bersama kekasih,” sindir Ningsih dengan senyuman. Sedari tadi dia tidak bisa memejamkan mata barang sedetik pun karena Hanum masih belum juga mengunjunginya. Bukan berarti dia selalu membutuhkan orang lain untuk membantunya, tidak, dia hanya khawatir akan keselamatan cucunya. Maka dari itu, saat dia melihat Hanum masuk dengan semburat merah di pipinya, lalu diikuti oleh seorang lelaki yang sudah ia kenal, Nenek dengan sengaja menggoda mereka dengan pertanyaan itu.“Maafkan aku, Nek.”Ningsih hanya terse
“Ponsel, cek! Kartu karyawan, cek! Uang, cek!”Pagi ini Hanum memastikan dia tidak menjatuhkan kartu identitasnya. Dia mengecek barang-barangnya dengan sangat teliti. Dia tidak akan membiarkan kejadian memalukan kemarin terulang kembali.“Kok kayaknya kamu ribet banget, Num.” Nenek yang juga sudah terbangun merasa heran melihat Hanum yang sibuk berkali-kali mengecek isi tasnya.“Iya, Nek. Kemarin Hanum lupa membawa kartu identitas karyawan. Sekarang Hanum ngecek lagi takut ketinggalan kaya kemarin,” ujar Hanum berbohong. Padahal kartu identitasnya tidak tertinggal, melainkan terjatuh dan itupun yang memungutnya adalah bosnya sendiri. Hanum bergidik ngeri saat mengingat momen yang sangat langka di hidupnya. Berhadapan dengan bosnya lagi? Ugh, dia tidak mau kejadian kemarin terulang lagi. Menampar atasannya jika di perusahaan lain mungkin sudah dipecat secara langsung. Tapi dia cukup beruntung karena bosnya tidak memecatnya.Mungkin karena bosnya sebenarnya orang yang baik? Entahlah, Ha
“Hanum, kamu sama Riyan yang bertanggung jawab untuk bertemu dengan Ariana ya,” kata Geo langsung membuka rapat mereka dengan pembagian tugas dan tidak perlu repot bertele-tele. “Kok diserahin ke anak baru, sih?” kata Azila dengan nada tak suka. Semenjak Hanum dipanggil ke ruangan direktur, Azila sudah benar-benar mendeklarasikan perang dan dia tidak segan-segan menunjukan sikap tidak Sukanya terhadap Hanum.“Diserahkan ke anak baru biar mereka pada belajar. Kamu dulu waktu jadi anak baru juga seperti mereka, kan? Banyak diberi tugas untuk belajar berkembang.” Stefani yang tidak suka melihat tingkah Azila yang dengan jelas memperlihatkan permusuhan itu mencoba menengahi perdebatan yang bahkan belum dimulai.“Tapi aku juga pengin ketemu sama aktris Ariana. Serahin ke aku aja.” Jasmine menimpali.“Benar!” kata Azila setuju. Ini adalah pertama kalinya mereka berada di kapal yang sama. Biasanya mereka juga saling bermusuhan meski tidak terlalu ditunjukan.“Tidak. Selain Riyan dan Hanum,
Geo menatap Hanum dan Riyan secara bergantian. Permintaan mereka cukup lucu. Geo terkekeh kecil, memang sepertinya tugas ini sangat berat bagi mereka yang masih belum terbiasa dengan dunia kerja.“Kalian sudah buat janji dengan agensinya belum?” Suara Geo terdengar sangat lembut. Jarang ada manajer yang tidak suka marah-marah kepada bawahannya. Apalagi Geo ini masih terlihat sangat muda dan sudah menjabat sebagai manajer. Prestasinya patut dibanggakan.“Belum.”“Belum.”Jawab Hanum dan Riyan bersamaan. Mereka kemudian saling memandang dan kemudian menahan tawa mereka agar tidak pecah di depan manajer mereka.Geo kembali terkekeh. Kali ini kekehannya berubah menjadi tawa yang menertawakan kelucuan Hanum dan Riyan. Geo seolah diingatkan masa magangnya yang hampir mirip dengan mereka, bedanya dulu manajer Geo sangat galak, oleh karena itu kini dia tidak bersikap galak pada bawahannya atau memarahi tanpa dasar, dia menerapkan prinsip bekerja dengan santai namun tegas dan tepat waktu. Jara
“Saat ini Ariana sedang syuting apa?” tanya Hanum.“Saya tidak bisa memberitahukan dia syuting apa. Rahasia perusahaan, maafkan saya.”“Cobalah untuk membaca kontrak yang kami tawarkan terlebih dahulu,” bujuk Hanum. Pasalnya, manajer Ariana ini atau Lala ini saat datang tadi, dia belum sempat membaca kontraknya. Bahkan dia sudah menolak sebelum dia mendudukan dirinya di kursi.Lala menyetujui dan membaca kontraknya. Matanya melebar saat membaca deretan angka yang akan dibayarkan sebagai upah menjadi BA sekaligus juru bicara dari produk skincare dari Perusahaan Giandra.Itu jelas jumlah yang sangat banyak dan wajah Lala langsung berubah seketika. Tapi tetap saja dia kekeh dengan pendiriannya untuk menolak kerja sama ini. Lala perlahan meletakan kontraknya dan tersenyum tulus meminta maaf, ada penyesalan di matanya tapi dengan cepat ia ubah pandangannya.“Maaf kan kami. Kami tetap tidak akan bekerja sama dengan Perusahaan Giandra.”“Apa jumlah pembayarannya kurang? Kita bisa mendiskusik
Hanum menggeleng tidak tahu. Jelas dia tidak tahu, dia kemari kan ingin mencari tahu keberadaan Ariana.“Ada di lantai empat, ruangan khusus buat Ariana latihan acting. Kamu cari saja ruangan yang ada nama Ariana di pintu,” jelas salah satu staff itu.“Siap, Kak!” jawab Hanum semangat. Akhirnya dia tahu di mana Ariana berada. Dia dengan senang hati mendorong stand hanger yang dipenuhi baju itu ke lantai empat melalui lift.Tak lama setelah dia keluar dari lift, ruangan itu tepat berada di depan. Satu-satunya ruangan yang cukup besar dan di pintu terdapat tulisan Ariana dengan huruf kapital.Hanum memasuki ruangan itu tanpa ragu. Pertama-tama dia mengetuk pintu dan membukanya sedikit mengintip keadaan di dalam ruangan itu. Ruangan yang begitu terang tempat untuk Ariana berlatih aktingnya. Dinding ruangan ini semua dilapisi kaca. Sepertinya deretan kostum ini untuk latihan Ariana.Di dalam ruangan terdapat beberapa orang. Ada sekitar lima orang yang tidak termasuk Ariana. Mungkin merek
Senyuman Hanum memudar. Apa? Bertemu dengan Abian? Bosnya? Dia tidak salah dengar, kan? Orang yang pernah ia tampar? Sungguh? Mata Hanum membulat kaget. Dia langsung teringat momen memalukan yang ingin dia kubur sedalam palung lautan itu. Memori menampar atasannya kembali berputar di benak Hanum. “A-anu … apa ada syarat yang lainnya? Apapun itu selain bertemu dengan direktur kami,” kata Hanum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Tidak. Aku hanya akan menandatangani kontrak jika direktur kalian yang membujuku,” kata Ariana dengan angkuh. “Baiklah. Saya akan mengusahakan hal tersebut. Apa syarat ini bisa kami diskusikan bersama manajer mu?” “Ya, terserah.” “Baik, saya permisi.” Hanum berbalik dan keluar ruangan. Dia berjalan dengan lesu. Tak lupa, ia juga memasukan kontraknya ke dalam tas. Saat sampai di lantai di mana Riyan berada, dia langsung dihadiahi tatapan tajam dari Riyan dan juga tatapan penuh tanya dari Lala. “Apa Anda benar-benar ke kamar mandi?” tanya Lala l
“Jadi, bagaimana hasilnya?” tanya Geo.Baru saja Riyan dan Hanum sampai di kantor dan belum sempat beristirahat sudah dimintai laporan oleh manajer mereka.Semua orang menatap ke arah Hanum dan Riyan. Mereka lagi-lagi menjadi pusat perhatian. Meskipun hari sudah sore, tapi mereka seolah lupa kalo sebentar lagi waktu jam kantor untuk pulang. Bagi mereka, topik soal Ariana Si Aktris terkenal itu lebih utama daripada pulang.“Setuju, Kak.” Hanum mengangguk.“Kerja bagus!” kata Jasmine.“Kalian hebat,” kata Titan.Sementara itu Geo hanya tersenyum bangga dan Azila yang terlihat murung karena kesal atas keberhasilan Hanum. Dia masih sedikit tidak suka dengan Hanum karena persoalan dia yang bisa bertemu dengan Abian.“Tapi ….” kata Hanum menggantung. Dan hal itu membuat semua orang langsung siaga dengan apa yang akan Hanum katakan selanjutnya.“Tapi dengan satu syarat, yaitu Ariana ingin Pak Abian atau direktur kita untuk membujuk dia langsung!” serobot Riyan langsung menjelaskan tanpa menu
Tapi bukan Hanum namanya jika dia menyerah begitu saja. Dia kembali mencoba membujuk Ariana.“Dengarkan kami dulu, Kak-““Saya bilang pergi! Dengar tidak, sih?”“Saya akan membantu Kak Ariana untuk mencari kalungnya!” ucap Hanum cepat dalam sekali hembusan napas.“Kalung?”Hanum menganggukan kepalanya seperti ayam yang sedang mematuki makanannya.“Kau mendengar perkataanku tadi?”Hanum kembali menganggukan kepalanya tidak sadar bahwa pertanyaannya adalah sebuah jebakan. Ariana bangkit dan perlahan berjalan ke arah Hanum. Sedangkan Hanum hanya berdiri di tempatnya tidak tahu apa yang akan Ariana lakukan.Ariana mendekat ke arah Hanum dan membisikan kata, “Rahasiakan kejadian barusan. Atau kamu akan mendapat masalah jika menyebarkannya. Apa kamu juga ikut melihatnya?” Kini Ariana beralih ke Riyan. Riyan juga menganggukan kepalanya membenarkan perkataan Ariana.“Aku tidak takut dengan ancaman seperti ini. Jadi, daripada membuang-buang waktu untuk menyebarkan perlakuanku barusan. Mending
“Natapnya biasa aja kali,” protes Hanum saat melihat Riyan tak kunjung menyudahi ekspesi kagetnya serta mulutnya yang masih ternganga lebar.“Ini serius?” Riyan masih tidak percaya. Pasalnya, image yang dibangun perusahaan selama ini adalah Ariana yang sangat anggun dan murah senyum serta baik hati.“Serius! Coba aja tuh lihat sendiri.”“Mana?” Yang Riyan lihat adalah sosok Ariana yang sedang duduk dengan nyaman sambil bersedekap.“Ariana lagi duduk?” tanya Riyan lagi.“Bukan! Coba lihat ekspresinya.”“Tidak kelihatan. Mataku kan minus.”Hanum menepuk dahinya cukup keras hingga meninggalkan bekas merah, “Ya Tuhan. Pantesan.”“Ayo samperin,” ajak Riyan yang kini mulai berdiri dan bersiap untuk menghampiri Ariana. Tapi sebelum sempat melangkah, kakinya tertahan oleh suara keras yang ia dengar dari arah Ariana.“Belum ketemu juga? Gimana sih? Pokoknya harus dicari sampai ketemu!” tanya Ariana dengan nada tinggi.“Lapor Ariana, semua set dan staff sudah selesai menyiapkan keperluan pemotr
“Aww!”Hanum tersandung properti yang menghalangi jalan. Sebenarnya yang Hanum lewati itu bukan jalan luas, melainkan tempat seperti gudang yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan alat-alat syuting. Areanya cukup berdebu dan setiap kali Hanum menginjakan kakinya, pasti akan menimbulkan kepulan debu yang berterbrangan.Logika Hanum mengatakan bahwa jika Ariana tidak terlihat di set pemotretan, maka satu-satunya tempat yang menjadi tujuan adalah ruangan make up Ariana. Berhubung Hanum tidak hapal dan tidak tahu letak ruangannya, jadilah dia acak berjalan. Dia berniat akan bertanya pada seseorang jika dia bertemu salah satu kru pemotretan nanti.PLAKK!Hanum tidak percaya dengan apa yang barusan ia lihat dan dengar. Dia terus berdiri di tempatnya saat ini dan tidak bisa berkata-kata.“Sudah berapa kali aku bilang kalau kalung itu sangat penting. Kenapa hilang?” teriak Ariana pada salah satu asisten yang bertugas mendampingi Ariana.Barusan ia menampar wajah salah satu asistennya. Arian
Hanum dan Riyan kembali mengunjungi kantor agensi Ariana. Kali ini mereka langsung menghubungi manajer Ariana di lobi. Tak lama kemudian manajer Ariana datang dengan tampang kecutnya. Sepertinya manajer Ariana sedang dalam suasana hati yang tidak mengenakan dan hal itu membuat Hanum sedikit ragu. Dia takut akan membuat misi kali ini kembali gagal.“Jadi bagaimana? Apa direktur kalian setuju untuk bertemu dengan Ariana,” tanya Lala langsung tanpa basa-basi. Dan mereka masih berdiri di lobi kantor membuat mereka dilihat oleh orang-orang yang lewat. Mereka bahkan tidak disuruh untuk duduk di suatu ruangan. Sikap ini sedikit membuat Hanum kecewa terhadap perlakuan dari karyawan agensi Ariana ini.“Eum … jadi begini … tujuan kami datang adalah untuk menegosiasikan persyaratannya kembali.” Hanum berbicara langsung pada intinya.Hanum melihat perubahan wajah Lala yang sudah terlihat seolah tidak senang dengan kedatangan mereka menjadi tambah terlihat dingin.“Kalau begitu kalian bisa pergi d
“Azila, kamu ada masalah apa, sih sama kita berdua? Kayaknya kok sinis banget. Ini tuh tugas bersama. Bukan cuma aku dan Riyan,” jawab Hanum yang membuat suasana tambah runyam.“Tapi kan ini kemarin ditugaskan ke kamu,” jawab Azila dengan tampang tidak berdosanya.“Ini tugas bersama. Kemarin kita serahkan ke Hanum dan Riyan karena kami pikir pekerjaan ini mudah. Tapi ternyata malah diluar dugaan. Begitu sulit. Malah kalau sebenarnya ini harus dikerjakan sama senior,” kata Stefani yang langsung membuat Azila bungkam seribu Bahasa.“Tapi kan-““Sudah. Jangan dibahas. Sekarang kita fokus memikirkan jalan keluarnya bersama-sama,” kata Geo memotong pembicaraan Azila. Dia harus melakukan ini supaya tidak ada lagi pertengkaran di dalam tim tiga marketing. “Jalan satu-satunya ya kita minta tolong sama Pak Abian,” kata Riyan sesuai fakta tapi membuat rekan-rekannya diam dan tidak tahu harus merespon seperti apa. Memang benar mereka harus meminta bantuan pada Abian, itu memang syarat yang Aria
“Apa benar-benar tidak bisa dilakukan dalam waktu sembilan hari?”Jelas tidak! Ingin rasanya orang-orang di divisi marketing berteriak dan memaki Abian. Mereka ingin Abian sendiri mencoba merampungkan proyek di waktu yang sangat singkat ini.“Tidak, Pak. Kami memerlukan waktu setidaknya satu bulan paling cepat.” Bagi divisi marketing, Kevin ini sudah seperti pahlawan yang melawan penjahat terberat bagi mereka.“Baiklah. Saya beri kalian waktu satu bulan yang berarti ini sama saja dengan bukan proyek hadiah ulang tahun ibuku.” Abian memutuskan untuk mengikuti apa kata para bawahannya. Padahal, jika itu dirinya, dia yakin bisa menyelesaikan dalam waktu sembilan hari. Jelas, mereka berbeda level dalam bekerja dan ketepatan waktu. Abian ini seperti tidak menyadari kalau dirinya itu berbeda dengan para karyawannya yang jelas tidak memiliki relasi seluas Abian yang dapat mempermudah segala urusan dan pekerjaannya. Abian nampak kecewa, namun pertemuan rutin tahunan itu selesai dengan tambah
Abian menghadiri dan memimpin acara hari ini. Meski ini adalah acara evaluasi tahunan Perusahaan Damanta, nyatanya ini juga dilakukan untuk membahas kegiatan ulang tahun Perusahaan Damanta bersama para karyawan.“Tahun lalu sudah melakukan acara mendaki gunung bersama-sama. Tahun ini acara ulang tahun tidak akan diadakan di luar, maksud saya tidak akan diadakan di alam terbuka karena mengingat kami juga memiliki proyek yang harus segera dirampungkan. Proyek itu kalian pasti tahu sendiri, kan? Iya proyek untuk ulang tahun ibu saya yang masih berkaitan dengan produk skincare. Saya harap sebelum hari ulang tahun Perusahaan Damanta, proyek produk skincarenya sudah rampung. Apa kalian mengerti?” tanya Abian pada karyawannya yang langsung dijawab serempak dan kompak kalau mereka mengerti maksud Abian.Abian sesekali melihat Hanum. Wajah dan semangat Hanum hari ini sepertinya sudah terkuras habis. Dia bahkan tidak terlihat terlalu memperhatikan selama evaluasi berlangsung. Tingkah itu tak se
Hanum menepuk jidatnya saat dia menyadari bahwa dia sudah membuang kesempatan untuk membujuk Abian. Dia baru teringat kalau dia belum mendapat persetujuan dan belum membahas perkembangan soal Ariana dengan Abian. Di sepanjang jalan menuju ruangan neneknya dia merutuki dirinya sendiri. Rasanya ingin berbalik dan berbicara dengan Abian tapi tidak mungkin Hanum berani. Dia tadi sudah bersikap tidak sopan dan membuat Abian menungguinya yang tertidur. Dan kemungkinan Abian juga sudah pergi itu tinggi.“Kenapa?” tanya Denta yang melihat Hanum berhenti di depan pintu kamar neneknya dan malah menepuk jidatnya sendiri bukannya masuk ke dalam.“Lupa!” kata Hanum heboh sendiri.“Apanya yang lupa?”“Hehe.” Jujur saja dia sangat malu kalau mengingat dia sudah berkali-kali berbuat hal yang memalukan di depan Abian. Dia ingin sekali melupakan kejadian-kejadian itu dan menguburnya agar tidak pernah lagi mengingat momen memalukan di dalam hidupnya. Haruskah dia bercerita ke pada Denta?“Malah cuma ket
“Tadi juga yang mengangkat telepon itu suara perempuan. Lagi ngapain coba malem-malem begini sama cewek. Maksudku, kenapa cewek itu bisa pegang ponselnya Kak Kevin.” Hanum kembali menangis. Kali ini dia menumpahkan keluh kesahnya pada sahabatnya. Mulai dari masalah adiknya hingga masalah bersama bosnya.“Mungkin aja lagi ada acara alumni? Atau ada acara apa mungkin.” Denta mencoba membantu Hanum untuk perpikir positif.“Oh, iya. Kamu benar juga,” kata Hanum yang langsung duduk tegak dan menghapus sisa air matanya.Denta memandang Hanum dengan tatapan aneh. Dia tidak percaya sahabatnya ini sangat mudah dibujuk untuk tenang. Denta pikir dia akan membutuhkan waktu lama untuk membujuk Hanum supaya tidak menangis lagi.“Udah nangisnya? Cuma segitu?” Denta dibuat melongo oleh tingkah konyol Hanum.Dengan polosnya Hanum menjawab, “Udah. Kan tadi nangis karena aku numpahin sambel banyak banget.”“…”“Tahu tidak, Den.”“Tidak.”“Kan aku belum ngomong. Gimana, sih!” Suasana hati Hanum berubah d