Ketika perubahan besar terjadi dalam hidup seseorang, maka berbagai emosi menyertai. Bila perubahan yang terjadi adalah kebahagiaan, maka senyum dan tawa akan menghiasi hari. Namun, bila perubahan itu seperti yang dirasakan Enrico saat ini, tidak bisa berjalan lagi, entah apa yang kemudian bisa terjadi.
Setiap malam ia tidak bisa tidur. Rasa nyeri yang kerap membersamai ditambah hati telah hancur berkeping membuat pikiran tidak tenang. Harga diri kini dirasa berserakkan dan sudah hilang terbawa angin senja.
Di sana, dalam khayalnya, sesosok wanita gemulai sedang tersenyum manis. Rambut dan matanya berwarna hitam, namun terlihat begitu terang bercahaya. Ketika ia akan menghampiri, sosok itu menjauh dan tertawa terbahak-bahak.
Kakinya yang cacat tak bisa lagi berjalan diolok-olok oleh wanita itu. Pandang merendahkan, suara yang mencibir, dan lambaian tangan mengakhiri perjumpaan mereka. Enrico hanya mampu tergeletak tanpa daya di atas lantai.
Sementara itu,
Suasana di kamar Enrico semakin terasa semrawut sejak kedua perawat berhenti. Elena sebelumnya berjanji akan merawat kini hanya bisa kebingungan. “Iya, pakaikan bajunya Enrico. Lengannya belum terlalu kuat untuk memakai pakaian sendiri. Kenapa? Kamu kesulitan?” ulang Lynea. “Eh, bukan kesulitan. Aku hanya tidak tahu harus memulai dari mana?” tanggap Elena berkilah. “Dimulai dari mana? Ya, Tuhan! Kenapa jadi sulit sekali?” Lynea sungguh kesal. “Sudah! Keluar semuanya! Aku yang akan mengurus semua ini!” lanjutnya setengah berteriak. Elena segera keluar mendengar ucapan Lynea tersebut. Tanpa menunggu perintah kedua kalinya ia langsung menjadi orang pertama yang sampai di pintu kamar. “Aku bisa memakai baju sendiri! Tinggalkan aku!” ucap Enrico ketus. Ia berusaha memposisikan dirinya untuk duduk bersandar tetapi terus gagal. Kedua lengan yang masih lemah ditambah rasa nyeri area punggung membuat semuanya semakin sulit. “Tidak usah
Elena menemani Enrico fisioterapi seperti biasanya. Dalam perjalanan lelaki itu menceritakan kedatangan Charles kemarin. Keharusan muncul di perusahaan menemui para direktur, direksi, dan pemegang saham adalah sesuatu yang terlalu berat.Bagaimana mungkin mengatur perusahaan sedemikian besar bila ia tidak mampu mengatur dirinya sendiri? Memakai celana saja tidak bisa apalagi membuat strategi memenangkan pasar?Berbagai pikiran negatif ia ceritakan kepada Elena. Bersama kekasihnya ini, entah mengapa ia tidak terlalu mementingkan harga diri. Enrico merasa nyaman untuk terlihat rapuh bahkan lemah. Seakan apa pun adanya diri, wanita itu tidak akan peduli atau berubah pandang kepadanya.“Aku tidak mau ke kantor menampakkan diri dalam kondisi seperti ini. Aku malu!” seru Enrico di dalam mobil.“Kenapa malu? Kamu pemilik perusahaan. Ada yang menghinamu, pecat saja!” sahut Elena santai masih terus memainkan ponselnya.“Mereka
Pepatah jaman dahulu mengatakan, ada beberapa hal yang sebaiknya dibiarkan saja untuk tidak diketahui. Seandainya Lynea menuruti pepatah tersebut, hari ini tentu tidak akan menjadi hari terberat dan paling menyedihkan dalam hidupnya. Ketika tangannya membuka pintu mobil dengan cepat, apa yang ia lihat di dalam sana membuat jantungnya berhenti berdetak. “Aaaa!” jerit Elena ketika pintu terbuka dan mengekspos tubuh telanjangnya yang masih berada di atas pangkuan Enrico. “Enrico ka-kamu …,” gagap Lynea tak mampu berkata apa-apa lagi. Napasnya seketika itu tersengal. Pemandangan di hadapan seperti mimpi buruk dan menakutkan. Bahkan lebih mengerikan daripada orang yang disiksa ketika ia lihat di restoran. Tubuh membeku dan wajah terkejut telah berubah datar. Ekspresi benci, muak, dan mual menjadi satu terpancar dari sorot mata Lynea yang sedang beradu pandang dengan suaminya. Enrico tidak bisa berkata apa-apa ketika mata polos sang istri memandangi
Seorang lekaki “gentleman” tidak akan mengambil keuntungan dari seorang wanita yang sedang mabuk atau patah hati. Itulah yang sedang dilakukan Gabriel saat ini. Berusaha sekuat mungkin untuk menundukkan nafsunya. Sungguh, melihat dada Lynea dengan ukuran yang lebih besar dari kebanyakan wanita terpampang nyata di hadapannya membuat darah terasa berdesir lebih cepat. Perasaan panas menjalari wajah, leher, dan terus turun sampai ke benda di antara pusar dan paha. Namun, rasa sayang tidak harus ditunjukkan dengan cara bercinta seperti ini. Hati Lynea yang ia ketahui terluka -kemungkinan besar karena Enrico- sedang rapuh. Ia tidak ingin membiarkan kerapuhan itu mengarah pada tahap selanjutnya dalam percintaan mereka. “Kenapa selalu kamu kaitkan dengannya?” kesal Lynea. Hem yang masih terbuka memamerkan dada seksinya segera ia kancingkan. “Kemarilah, Lyn.” Gabriel merangkul pundak wanita cantik di sampingnya. “Aku tidak mau melakukan ini ka
Ruangan rapat dewan direksi terasa sunyi dan mencekam dengan berbagai kenyataan yang baru saja terbuka. Mulai dari kondisi Lynea yang sedang hamil juga mengenai hubungan Enrico dan Elena dimana semua orang pasti menganggap mereka sepasang kekasih.Alonzo melirik tajam pada Elena dengan maksud agar wanita itu menutup mulutnya saja daripada berbicara lebih banyak dan membongkar segala sesuatunya. Namun, Elena tidak peduli akan tatapan itu. Ia justru semakin merasa jumawa untuk melawan siapa saja yang duduk di ruangan itu dan menatapnya sinis.“Memangnya kami tidak boleh berteman? Bukankah Alessia sendiri masih suka jalan dengan Patrick? Kalian ingat bukan? Mantan Alessia yang hanya seorang pemain teater itu?” cibir Elena mengejek sahabat yang kini telah menjadi musuh.“Diam kamu!” bentak Alessia malu juga takut. Hubungannya dengan lelaki itu adalah rahasia karena Belezza sangat tidak menyetujuinya.Tanpa butuh waktu lama, ibunya tela
Menggapai sisi ruang batin memang tidak mudah. Kadang hati tak mampu memahami sesuatu yang tidak ditampakkan. Namun, rasa tidak akan berbohong. Sebuah cinta bisa saja dipendam sampai ke dasar bumi sekalipun dan tetap saja getarannya akan terasa ketika dua insan itu bertemu kembali.Enrico dan Lynea sama-sama duduk di kursi belakang mobil Maybach biru tua keluaran terbaru. Tatap mata dibuang ke luar, enggan untuk menyorot kedekatan diri masing-masing. Penyesalan di bait asa sang Pangeran De Luca terlihat di raut wajahnya. Sementara Lynea, menatap hanya pada kenang dan bayangan akan apa yang telah hilang dari mereka.Tak ada sepatah kata pun terucap selama lebih dari tiga puluh menit perjalanan. Hanya ketika perut Lynea kembali terasa nyeri dan ia reflek mengaduh, baru terjadi percakapan di antara keduanya.“Lyn? Kamu baik-baik? Lebih cepat lagi, Kevin!” Enrico menghardik supirnya.Alonzo menoleh ke belakang. Gurat kekhawatiran jelas terpampang
Perasaan yang timbul tenggelam karena kebodohan diri sendiri menghadirkan banyak penyesalan. Dunia tidak terasa indah lagi dan tidak tahu apa yang harus diperbuat untuk merubahnya. Semakin tenggelam tanpa bisa naik lagi ke permukaan. Entah gengsi, entah harga diri. Apa pun itu telah membuat berbagai kebodohan terlempar ke luar. Begitu sulit untuk menyatakan cinta pada Lynea dan memohonnya kembali. Namun, begitu sulit pula melepaskannya dalam pelukan lelaki lain. Berbagai pikiran kelam mulai menghampiri. Mulai ingin menghilang dari kancah dunia De Luca sampai keinginan untuk menghilangkan nyawanya sendiri perlahan melintas. Kini, ledakan emosi mengakibatkan serpihan kaca mobil melukai tangannya. Bagaikan singa yang sedang terluka, matanya tajam menusuk ke arah lawan. Napas memburu siap untuk mengaum sekencang mungkin. Tubuhnya condong pada istrinya. Wajah mereka berdekatan sampai Lynea bisa merasakan napas kasar sang suami. Kalimat terakhir dari Lynea menambah
Sejauh mana pikiran manusia bisa menampung segala permasalahan hidup? Saat semua dirasa terlalu sulit dan sempit, mekanisme apa yang kemudian dilakukan oleh tubuh untuk melindungi diri sendiri? Acap kali, secara otomatis atau secara reflek, tubuh akan men-shut down diri sendiri. Begitulah yang dilakukan oleh tubuh Lynea saat ini. Pikirannya sudah tak mampu lagi menampung senua kegilaan yang terjadi dalam hidupnya selama setengah tahun terakhir. Tanpa disadari, ia jatuh pingsan. Lebih baik begini, daripada ia harus terus melihat kengerian dari bangkai dua ekor anjing di meja kamar. Bryant segera membopong tubuh kakaknya ke dalam kamar Enrico. Sesuai perintah sang suami. Alonzo memanggil beberapa pelayan untuk membuang bangkai itu sejauh mungkin. Membakarnya juga kalau perlu. Bersama Felix dan Kapten Abrahm, ia menuruni tangga menuju gerbang terdepan. Asal usul datangnya kotak teror itu harus segera diselidiki. Dugaan adanya pengkhianat mulai mencuat kembali ke
Sudah hampir satu tahun sejak Lynea menandatangani surat perceraiannya. Ia tetap tinggal di rumahnya yang berada di desa kecil, kota San Aguira. Bryant memilih untuk tetap bekerja di kota San Angelo dan menjadi kepala keamanan untuk kantor utama Maximo Corporation. Setiap dua atau tiga minggu sekali ia selalu pulang menemui Lynea dan keponakannya. Kabar tentang Enrico sering diceritakan oleh Bryant. Namun demikian, Lynea tidak pernah terlalu bersemangat untuk mendengarkannya. Bagaimana ia masih menyimpan luka dan harapan yang tak pernah pudar terhadap hubungan mereka, kadang membuat hatinya semakin sakit. Enrico pun masih sering menanyakan pada Bryant bagaimana kondisi Lynea dan David. Setiap Bryant kembali ke desa, Enrico selalu membawakan hadiah-hadiah mahal untuk anaknya. Kata Bryant, Enrico selalu menanyakan apakah kini Lynea sudah memiliki tambatan hati yang baru? Setiap mendengar bahwa Lynea masih sendiri, Tuan Besar De Luca hanya terdiam kemudi
Dalam temaram kendaraan menuju kantor polisi, Lynea menatap tak percaya pada selembar kertas di tangannya. Enrico setuju untuk bercerai dengannya.“Apakahah dia bersalah? Kamu yang memaksa bercerai, padahal dia hampir gila karena kamu pergi!” Kembali Romario menyindir secara terang-terangan.“Paman, ayolah bantu aku! Lalu sekarang aku harus bagaimana?” rengek Lynea kesal. Sampai kapan ia dan Enrico harus seperti ini.“Aku tidak tahu. Aku hanya pengacara. Kalian yang menikah. Berbicaralah satu sama lain, hati ke hati.”“Kenapa dia tidak datang malam ini? Apa dia tidak tahu kalau aku hampir mati? Apa dia tidak sadar pacarnya mau membunuhku, dan kini pacarnya itu sudah mati?” gusar Lynea.“Telepon saja langsung. Tanyakan sendiri,” jawab Romario santai. “Aku teleponkan Enrico untukmu saat ini juga.”Hati Lynea berdetak lebih cepat. Debaran rindu atau rasa bersalah menjadi sa
Cinta, sebuah rasa sejuta cerita Madu pelepas dahaga Racun pembunuh jiwa Hidup mati karenanya Cinta, mendatangkan obsesi Untuk saling memiliki Tak rela bila harus berakhir Sabit kalam menjelma tahir “Kamu baik-baik saja, Lyn?” Gabriel terengah-engah datang, langsung memeluk kekasihnya. Belum bisa mengucap apa-apa karena rasa shock yang bergulir sepanjang hari, yang ditanya hanya terdiam berlinang kepedihan. “Semua sudah berakhir, Lyn. Besok kita akan pergi meninggalkan ini semua. Hanya kamu, aku, dan anak-anak kita,” lanjut Gabriel mendekap erat. Tubuh yang bergetar, hati yang dingin, dan kunci kebahagiaan yang telah entah kemana. Lynea tertegun menatap sang dokter dengan hampa. “Aku … ti-tidak bisa … ikut de-denganmu,” gumamnya datar, ringan, dan gamang. “Apa maksudmu? Kita sudah berjanji untuk saling setia dan bersama selamanya! Baru tadi pagi kamu dan aku menyusuri sungai masa
Pandang Lynea mengabur. Rasanya semua ini terlalu berat untuk dijalani dalam waktu satu hari. Apakah penderitaan akan berakhir? Mengapa dunia begitu kejam padanya?Dimanakah bahagia itu? Apakah memang benar ada wujud nyata dari sebuah kata tersebut? Kalau memang hidupnya berhak merasakan, kenapa semua sulit sekali didapatkan?“Ga-Gabriel sudah memiliki i-istri? Sejak ka-kapan kalian me-menikah?” Terbata-bata dan bergetar ia bertanya.Lagi, air mata mengalir begitu saja. Rasa itu bahkan seperti sudah mati. Hancur berkeping, terserak di atas tanah begitu saja menunggu gersang.“Sejak lima tahun lalu, Nyonya,” jawab Avril mulai berkaca-kaca pada matanya.“Hai, Kristin. Ayo, ikut Tante. Kita lihat adek bayi, mau?” Jenna mengajak gadis cilik itu menjauh dari dua wanita dewasa yang akan segera runtuh bersamaan.Kristin melirik pada ibunya. Ketika sang ibu menganggukkan kepala, ia menerima uluran tangan Jenna dan
Ombak tenang menghiasi sungai kecil. Dua anak Adam menyusuri perlahan. Sang wanita membiarkan tangannya digenggam erat oleh teman prianya. Wajah mereka berseri, tidak kalah indah dengan gaung alam dan udara senja.“Kamu bahagia atau tidak, Lyn?” tanya Gabriel menatap begitu lembut.“Bersamamu? Aku bahagia. Selama ini aku sudah salah arah,” jawab Lynea tersenyum lalu mengacak-acak sedikit rambut teman masa kecilnya.Tiba-tiba Gabriel berlutut di hadapannya. Tangan kanan mengambil sesuatu dari kantong jaket. Sebuah kotak kain mungil berwarna biru tua.“Aku tahu kamu masih menjadi istri orang dan sedang dalam proses cerai, tetapi aku begitu terobsesi dan jatuh cinta padamu,” ucap Gabriel. Perlahan ia membuka kotak itu.Sebuah cincin emas putih dengan berlian mungil berbentuk hati di tengahnya dipersembahkan untuk Lynea.“Maukah kamu menikah denganku? Be my wife, for all eternity,” pintanya memberi
Enough is enough, begitu kata pepatah. Cukup sudah semua ini membuat hidup Lynea begitu kacau dan naik turun seperti roller coaster. Tidak ada lagi yang harus dipikirikan. Dua kali sudah Enrico bercinta dengan Elena saat masih menyandang status sebagai suaminya. “Terima kasih karena telah membuka mataku, Elena. Kini aku mengetahui, seperti apa suamiku sebenarnya. Kamu bisa mengambilnya. Aku tidak butuh lelaki yang tidak setia padaku.” Lynea menegakkan kepala, berbicara dengan anggun dan tegas. Jika harga diri adalah satu-satunya yang tersisa dari dirinya, maka ia akan menjaganya dengan sebaik mungkin. Tidak ada yang boleh menghancurkan seutas harga diri tersebut. “Lyn, aku minta maaf,” pinta Enrico berniat mengikuti langkah istrinya yang mulai meninggalkan ruangan. Lynea tidak menoleh sama sekali, apa lagi menjawab. Baginya keberadaan Enrico tidak lebih dari sebuah kisah usang. Terus saja berulang tanpa ada akhir bahagia. “Kamu! Wanita ular!”
Sekian pasang mata menatap cemas ketika pintu ruang operasi dibuka dan seorang perawat keluar memanggil keluarga Alonzo. Felix segera berdiri dan maju menghampiri sang perawat.“Saya kakaknya,” ucapnya.“Operasi Tuan ALonzo telah selesai. Ternyata ada tiga peluru yang masuk dalam tubuhnya.”“Apakah Alonzo hidup?” Enrico menyela.“Beliau telah melewati masa kritis selama dua jam terakhir. Tubuhnya menunjukkan repson yang baik terhadap obat-obatan yang kami berikan. Kini kondisinya sudah stabil, tapi masih dalam bius total sampai dua hari ke depan.”“Terima kasih, Tuhan!” jerit Lynea melompat dan memeluk Enrico.Dia lupa kalau sedang menjauhi sang suami. Semua kembali bernapas lega mendengar kabar baik ini. Ketegangan seketika menghilang. Felix menitikkan air mata bahagia, dan langsung di seka oleh jemarinya. Tidak ada air mata bagi lelaki tangguh yang melewati berbagai peperangan. Na
“Alonzo! Bangun, buka matamu! Alonzo, ayolah! Bangun, bangun! Kamu tidak boleh pergi dengan cara seperti ini!” Enrico menepuk-nepuk pipi orang kepercayaan dan sahabat terbaiknya. “Siapkan helikopter!” seru Felix kepada anak buahnya melalui speaker telinga. “Paramedik!” teriak Kapten Abrahm berulang. Orang-orang berbaju putih berlambang palang merah datang, membawa tandu dan kotak pertolongan pertama. Mereka segera menekan luka tembak di dada Alonzo dan menutupnya dengan perban. Tubuh yang sudah tidak sadarkan diri itu kemudian diangkat oleh empat orang ke atas tandu. “Parkir helikopter di halaman belakang saja! Adikku harus ke rumah sakit saat ini juga!” Felix terus memerintah anak buahnya. Ketika mereka melintas di antara kursi-kursi sidang, jenazah Viery sedang tergeletak di atas lantai dengan darah menggenang sangat banyak. Alessia berlutut di samping tubuh sang kakak yang sudah tidak bernyawa. Ia menangis dan berteriak, sangat memilukan.
“Enrico?” tanya Gabriel melirik ke ponsel Lynea.“Hmm, dia telah mencoba menghubungiku sejak kemarin.”“Kamu benar-benar masih cinta padanya? Orang seperti dia, Lyn?”Lynea terdiam. Ia sendiri tidak tahu jawaban dari pertanyaan itu. Ada sesuatu yang membuatnya begitu terikat pada sang suami, dan itu bukan hanya karena Enrico adalah ayah dari putranya. Seolah ada aura khusus yang membuat dirinya, dan juga ratusan wanita lain tidak bisa berhenti mencintainya.Ya, dia memang kaya raya, tapi Lynea tidak pernah memedulikan itu semua. Tampan? Sangat! Akan tetapi, Gabriel pun memiliki wajah baby face yang diidolakan para dokter wanita di rumah sakit.Enrico memiliki jiwa yang misterius. Di sana, ada kekerasan, tetapi juga kelembutan. Penuh dendam, namun juga mencari kedamaian. Serba kekerasan, hanya saja ia juga begitu mencintai istrinya.“Aku tidak tahu, Gabriel. Semua ini terlalu menyesakkan dan membingun