Di Ruang Lila.Ceklek!Pintu terbuka menampilkan dua orang lelaki, Zicko datang bersama Julio."Maaf mengganggu waktunya Nyonya Catlyn dan tuan Marco. Ada yang ingin saya sampaikan,"ucap Zico.Julio maju mendekati Catlyn."Nyonya Catlyn, Tuan Marco, maafkan aku karena menuruti permintaan nona Lila dan aku tidak tahu jika Lila adalah anak Anda dengan Tuan Marco."Mendengar semua penjelasan Julio, Catlyn dan Marco tak bisa berkata apa-apa dan tak bisa menyalahkannya.Jika Lila tak memaksa, mungkin Julio tak akan berani melakukannya.Catlyn memandang Julio dan berkata, "tidak apa-apa Dokter Julio".Julio menganga tak percaya dengan ucapan Catlyn. Dirinya sungguh tak menyangka mendapat maaf dari Catlyn, tak habis pikir jika keluarga Marco seperti itu. Meski kekuasaan bisa menumbangkan segalanya, tapi Marco masih mempunyai hati nurani untuk memaafkan dan menghargai, serta memandang orang lain dari sudut pandang orang tersebut.Seperti contoh kasus Alex dan Lila. Marco bisa saja menggunakan
Seorang sedang duduk bersandar di bawah pohon yang begitu besar di sebuah taman. Dia sibuk mencari data di laptop agar bisa menyelesaikan tugas akhir dari Dosen killer di Universitas tempatnya menimba ilmu. Dirinya begitu fokus dengan beberapa data di layar sehingga tak menyadari jika ada seseorang mendekati dirinya. Begitu dekat hingga keberadaannya seolah tak terlihat.Dengan jahil orang itu menutup mata si lelaki dengan kedua tangannya, membuat si lelaki tersentak dan reflek memegang tangan orang tersebut."Lepaskan. Siapa kamu? Jangan bertindak murahan seperti ini. Lepaskan?" teriaknya marah.Di kampus, lelaki itu memang terkenal jutek dan angkuh. Tak ada satu wanita pun yang berani mendekatinya. Kali ini ada yang berani menutup matanya. 'Siapakah dia? Jika wanita, siapa yang berani melakukannya? Jangan jangan …,' batinnya sambil meraba tangan seorang yang usil padanya, memastikan dia lelaki atau perempuan.“Nicho,” bisik si pemilik tangan, membuat ngeri. Ya, lelaki itu adalah N
"Nona, apa Anda di dalam?" tanya Wilson membuyarkan aktivitas Nicho.ShiiitNicho sungguh kesal, sedangkan Lily segera memakai lagi kaosnya."Kak, aku harus keluar," ucap Lily berjalan, tapi Nicho menghentikan langkahnya dan … kembali menyesap sekilas bibir Lily.Lily mendelik tajam dan segera keluar ruang ganti."Dasar!" umpat Lily melangkah pergi."Ada apa, Nona?" tanya Wilson.Lily menggeleng dan berjalan pergi diikuti Wilson. Empat pengawal setia mengikuti sampai sampai Lily kesal. Lily berhenti membuat kelima pengawal ikut menghentikan langkah. "Bisakah kalian mengikuti dari jauh saja? Aku sungguh tak nyaman diikuti seperti ini," ucap Lily berkacak pinggang.Wilson mengangguk dan memberi instruksi kepada pengawalnya untuk mundur ke belakang. Lily kembali berjalan dan kembali melangkah cepat. Entah ke mana perginya Nicho tadi, yang jelas Lily ingin pergi ke apartemen saat ini dan beristirahat. Setelah turun pesawat, dia tak istirahat sama sekali.Srekh.Tiba-tiba tangannya di ren
2 minggu sebelumnya.Lila pergi kontrol rutin di rumah sakit. Dokter yang kini menanganinya adalah Evelyn, spesialis kandungan dan juga psikolog.Lila diantar Catlyn ditemani 4 buah pengawal baru dan tak begitu dekat dengan Catlyn karena Wilson menemani Lily berangkat ke Kanada.Marco sendiri sedang ada meeting di London bersama Diego, sang asisten.Alex yang mendengar kabar tersebut tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini.Dia segera mengerahkan anak buahnya untuk menghadang Lila."Aku telah memeriksa organ intim Anda dan hasilnya sudah normal, Lila. Satu hal yang harus Anda tahu, tolong jangan dibuat berhubungan badan dahulu. Rasa sakit saat bersenggama akan terjadi. Bisa juga timbul masalah baru nanti jika Anda tetap memaksa berhubungan badan," jelas Evelyn.Lila hanya diam, menyimak semua penjelasan Evelyn. Sedangkan Catlyn berkonsultasi banyak hal kepada Dokter cantik itu. Mengeluarkan semua unek-unek dan ketakutannya saat ini.Evelyn memandang Lila sekilas dan mendekatinya. "Lila
Catlyn tersadar dari pingsan."Di mana aku?"Auwh.Catlyn mengaduh, merasakan sakit kepala yang begitu hebat."Tenanglah Catlyn. Kamu ada di rumah sakit milikku," ucap Alexa.Bertahun tahun bekerja di rumah sakit orang lain, Alexa ingin membangun rumah sakit miliknya sendiri. Dan hal itu diwujudkan seorang Diego belum lama ini."Alexa?""Iya." Alexa tersenyum mendekat. "Ada orang yang menemukanmu pingsan di mobil dan segera membawa ke rumah sakit terdekat yaitu rumah sakit milikku. Tak kusangka wanita itu adalah kamu Catlyn.""Lila," lirih Catlyn mengingat kejadian yang menimpa anaknya."Lila? Ada apa dengan Lila?" tanya Alexa bingung."Seseorang telah menculik Lila. Bagaimana, ini?"Catlyn mencari ponselnya, ingin menghubungi Marco. Namun, Alexa menghentikan aksinya."Alexa, ada apa denganmu? berikan ponselku. Aku ingin menghubungi suamiku."Alexa menggeleng. "Catlyn, dia sedang meeting penting bersama suamiku. Kamu istirahat saja. Setelah meeting, aku akan menghubungi Diego."Catly
Evelyn datang dan memeriksa keadaan Lila, memberi kesaksian jika Lila mengalami tindakan kekerasan dari Alex.Marcosegera memerintahkan polisi menangkap Alex.Saat ini Alex sedang syuting terakhir filmnya. Baru saja merebahkan diri, Polisi datang dengan dua orang ajudannya, menemui seorang Alex.Mereka membawa surat perintah penangkapan atas kasus pelecehan seksual yang dilakukan Alex kepada Lila."Maaf, Tuan Alex, dengan berat hati kami harus menangkap Anda."Atas dasar apa kalian menangkapku?" tanya Alex."Atas pengaduan kasus kekerasan seksual yang Anda lakukan kepada saudara Lila."Alex tersenyum smirk dan berkata, "cepat sekali surat penangkapan ini datang kepadaku."Polisi mengkode ajudannya untuk segera menangkap Alex.Tanpa perlawanan, Alex membiarkan tangannya diborgol."Boss."John berusaha menghentikan aksi ajudan dengan menarik tubuh mereka."Biarkan saja mereka menangkapku John. Kamu tenang saja, Aku tak akan lama ditahan di sana," ucap Alex penuh kesombongan.Alex dibawa
"A- apa maksudmu Nicho?"Nicho memandang laut lepas. "Sebenarnya aku adalah anak Diego yang diasuh Daddy and Mommy Catlyn sejak bayi karena ibu kandungku meninggal setelah melahirkanku.""Apa?" teriak Wilson. "Benarkah itu, Nicho?"Nicho mengangguk. "Apa kamu tidak ingat kejadian pada ulang tahunku saat umurku sepuluh tahun?""Sepuluh tahun?"Wilson berusaha mengingat masa di mana dirinya berperan penting dalam menyelematkan seorang Nicho dari maut.Ya, Wilson mengingat semuanya sekarang.Flashback 12 tahun lalu."Tolong!""Tolong!"Hal itu bermula saat Nicho ikut Alex pulang setelah menginap di rumah Dilon semalam."Nicho, ayo kita ke kota. Aku antar kamu pulang sekalian paman mau ke rumah sakit," ucap Alex setelah sarapan.Nicho dan Alex kemudian berpamitan kepada Sienna."Bibi di mana Dilon? sehabis sarapan aku tak menemukannya."Sienna memandang sekitar mencari keberadaan Dilon."Entahlah sayang mungkin dia di toilet. Kalian pergilah nanti aku bilang kepada Dilon," jawab Sienna ber
Boom.DuarMobil seketika meledak membuat Alex dan Wilson terpental. Untung saja ambulance segera datang dan membawa semua korban ke rumah sakit terdekat. Sepanjang perjalanan, Catlyn menangis, dirinya sungguh menyesal membiarkan Nicho menginap di desa."Cepat bawa anak ini ke ruang ICU!" perintah Dokter jaga.Nicho segera di bawa masuk dan mendapat penanganan medis. Baru lima menit berselang, dokter keluar ruangan dan meminta Catlyn mendonorkan darahnya untuk sang anak. “Kami butuh pendonor darah untuk anak Anda!”Catlyn menggeleng, membuat Wilson bertanya tanya. Ibu macam mana yang tak mau mendonorkan darah untuk anaknya yang sedang kritis."Maaf Dokter, darah saya tidak sama dengan Nicho," jawab Catlyn. Dia segera mendekati Wilson. "Wilson darah Nicho, Ab+, apakan kamu sama?" tanya Catlyn, membuat Wilson terkejut."I- iya darah saya Ab, Nyonya.""Syukurlah Wilson, aku mohon selamatkan Nicho, karena saat ini darah yang sama hanya Diego.""Diego?”Nicho yang mendengar pembicaraan ters
Jam sudah siang, tapi dua insan di sebuah penginapan itu belum juga terbangun. Lily mengerjapkan mata, melihat sekitar. Dirinya bangun dan berjalan ke ruang tamu, ada Nicho tertidur di sofa.Lily mendekat dan duduk di lantai berada tepat di depan Nicho, memperhatikan wajah sembab yang di usir semalam.Lily menatap intens detail wajah Nicho, dari lentiknya bulu mata untuk ukuran lelaki. Alis mata yang indah, hidung mancung dan bibirnya sensual.Melihat pergerakan Nicho, Lily segera berdiri dan berlari ke kamar mandi, menghilangkan penat dengan mengguyur tubuhnya. Nicho sendiri membelalakkan mata terkejut melihat jam sudah menunjukkan jam 11.00 siang. "Kenapa Lily berada di kamar mandi dapur?" gumam Nicho tak paham, segera mengambil pakaian ganti dan mandi di toilet kamar.Karena tadi gugup, Lily tak sempat mengambil baju ganti. Dirinya segera melilitkan handuk di tubuh dan berjalan pelan menuju kamar. Lily mengendap-endap layaknya pencuri yang akan mengambil barang berharga orang lain.
"Apa yang kamu lakukan di sini Lila?" tanya Stevani bergerak hendak bangun membuat ranjang empuk itu bergoyang dan membuat Alex membuka mata.Alex mengucek mata dan terduduk seketika saat melihat Lila ada di depan matanya saat ini. "Lila!"Lila hampir saja menangis, tapi ditahan. Sungguh tak bisa menjelaskan suasana hatinya saat ini, antara sakit, sedih, kecewa dan dikhianati."Dia masuk tanpa izin dan mengganggu kita, Sayang," ucap Stevani, membuat Alex seketika melotot."Stevani, aku tak membutuhkanmu lagi, sekarang kamu bisa keluar," ucap Alex tegas."A-apa?""Tapi aku masih ingin melakukannya, Alex?" rengek Stevani."Cukup!" bentak Alex, membuat Stevani ketakutan.Aakh!Tiba-tiba Lila mengerang kesakitan, memegang perutnya."Lila!"Alex memegang tubuh Lila dan menggendongnya ala bridal ke ranjang."Lila, kamu tak apa-apa?”Lila segera menepis tangan Alex.Melihat itu semua membuat Stevani sungguh muak. Dirinya seperti j*l*ng saja. Habis manis sepah dibuang. Stevani segera memakai
"Apa ini!?"Lila sangat syok melihat beberapa foto Zico menggendong seorang bayi dan seorang wanita yang tergolek lemah di atas ranjang, sepertinya si wanita habis melahirkan bayi yang digendong Zico. Di tunjukkan foto itu kepada Zico. "Bisakah kamu jelaskan padaku? Apa ini?"Zico terbelalak kaget. Tak menyangka jika ada photo dirinya di ponsel Lila."Ah itu. Itu foto adikku melahirkan dan aku mendampinginya."Catlyn dan Marco segera merebut ponsel dan melihat foto di dalamnya.Lila tersenyum. "Tapi kelihatan sekali jika kamu sangat bahagia, seperti seorang suami saja.""Jadi kamu berpikir jika aku sudah mempunyai anak dan istri, begitukah, Lila?" teriak Zico marah.Marco hampir saya memukul Zico jika saja Catlyn tak menghentikannya. Tangan mengepal erat hingga memutih, membuat Catlyn ketakutan."Maaf Zico, bukannya Lila menuduhmu, tapi seseorang dengan berani mengirimkan foto tak terduga kepada kami di saat momen sakral yang hendak kalian lakukan, jelas sekali jika dia mempunyai mak
Nicho segera mengambil nasi dan memotong ikan sebagian, mulai makan ditemani keheningan malam, makan dengan begitu lahap. Entahlah mungkin karena lapar atau karena masakan dari Lily, yang jelas Nicho sungguh bahagia sekaligus sedih, saat ini.Air mata menetes jatuh di makanan sehingga terasa asin. Namun, Nicho terus makan dengan lahap tanpa menghiraukan air mata yang kini semakin deras menetes.Uhuk. Uhuk.Saking semangat makan dalam tangis, Nicho sampai tersedak.Bugh.Bugh.Nicho memukul mukul dadanya sendiri dan segera minum jus yang dibuat Lily.BrakhNicho menggebrak meja, meluapkan semua amarahnya. "Brengsek kamu Dilon. Tega sekali kamu menjeratku, menodai sucinya persahabatan kita. Aku tak akan pernah memaafkanmu, argh," teriak Nicho kesal. Dirinya bangkit dan mulai mencuci piringnya dan sisa Zoya, membereskan semua sisa makanan.Memandang nanar pada pecahan gelas yang tadi sempat dijatuhkan Lily, Nicho segera mengambil sapu dan memungutnya ke tempat sampah. Dirinya terus fokus
"Kamu?" teriak Nicho."Kamu?"Dilon juga terkejut dengan adanya Zoya di tempat itu. Sungguh tak menyangka jika Zoya begitu nekat mengikutinya.Sebelumnya Dilon berpamitan pada Zoya, akan pergi menemui Nicho dan mengatakan perihal kehamilannya. Namun, Zoya malah mengikutinya dan berjalan satu langkah di depannya."Kenapa kamu ada di sini Zoya?" bentak Dilon."Jangan halangi aku Kak, aku mau mengatakannya langsung kepada Nicho," ucap Zoya mendekat.Nicho sendiri merasa linglung saat ini. Dia tak mengerti apa-apa, melihat ekspresi Lily yang sedih dan menghindar darinya. "Ada apa sebenarnya? Lily, katakan padaku?" pinta Nicho."Aku hamil anakmu, Nicho dan kamu harus bertanggung jawab," ucap Zoya lantang."Apa?"Nicho lebih syok dibanding Lily.Bagaimana tidak? dia tak menyentuh Zoya, tapi kini disuruh bertanggung jawab. "Kamu gila Zoya.""Ya, aku sudah tergila-gila denganmu dan kamu harus bertanggung jawab, Nicho.""Apa yang harus aku pertanggungjawabkan? Sedangkan aku tak pernah menyentu
Tok, tok.Lily memandang pintu penginapan yang kini di ketuk seseorang."Lily, buka pintunya, Sayang," ucap Nicho dari luar.Lily membuka pintu dengan lemas. Nicho segera memeluk Lily. Namun Lily mundur, menolak dipeluk sang kakak."Ada apa, Lily?"Belum sempat Lily menjelaskan dan Nicho sendiri dalam kebingungan. Tiba tiba suara seorang wanita mengejutkannya. “Kak Nicho!”Wanita itu tersenyum. "Halo, Nicho?"Mata Nicho melotot dengan kehadiran seorang wanita berdiri di antara dirinya dan Lily saat ini."Kamu?""Kamu?"Dilon tak kalah syok melihatnya. Tadinya Dilon hanya ingin mengantar Nicho ke penginapan. Namun, hal yang tak terduga terjadi.Satu jam yang lalu.Lily bosan menunggu Nicho jadi dia ingin memasak hasil ikan yang mereka tangkap tadi.Lily mulai mengikat rambutnya dengan mencepol di atas, memakai apron layaknya seorang chef yang siap mengeksekusi ikan. Mulai dari membuang sisik dan kotoran, membuat bumbu serta memanggangnya.Kenapa di panggang, tidak digoreng?Karena Nich
Saat ini, Lila berada di kamarnya. Dirinya hendak beristirahat namun ponselnya bergetar menandakan ada sebuah pesan.Di buka dan di baca isi pesan tersebut yang isinya sungguh membuat Lila tercengang."Ini,..."Dirinya tak bisa lagi berkata membaca semua yang Alex tuangkan lewat pesan.Air mata luruh membasahi pipi, tak bisa menjelaskan isi hati Lila saat ini. Antara sedih dan bahagia.Bukankah ini yang di harapkan?Harusnya dia bahagia karena terbebas dari jeratan seorang Alex?Namun mengapa membaca pesan itu, hati Lila teriris perih?Sangat sakit sekali.Tangannya gemetar dan tubuhnya berguncang hebat akibat tangisan yang Lila sendiri tak tahu alasannya.Di remas kuat ponsel dan dibanting ke kasur empuk serta dirinya ikut limbung di ranjang tersebut.Di sisi lain, Alex memandang setiap gerakan Stevani melepas sehelai demi sehelai gaun tipis di tubuhnya. Dengan satu hentakan, tubuh polosnya terpampang jelas menyapu kedua mata Alex.Siapapun akan tergoda dan bagian bawah mereka akan
Brakh.Nicho menutup pintu kasar dan segera memakai pakaian. Setelah itu beranjak ke kamar mandi dan Lily masih belum memakai pakaiannya, membuat Nicho menelan ludah. "Lily, kenapa belum berganti pakaian?"Lily diam saja. Dirinya masih terpaku mengingat pembicaraan penting dua orang tadi. "Siapa Kak yang datang?""Dilon.""Kenapa Kakak kesal dengan Kak Dilon? Bukankah dia sahabatmu?"Nicho menghindari tatapan Lily, membuat Lily yakin ada sesuatu yang disembunyikan Nicho. "Aku akan menyelesaikan masalah ini dan menceritakan semuanya kepadamu. Oke?"Lily mengangguk pasrah. Baginya saat ini adalah kepercayaan kepada Nicho yang terpenting."Baiklah aku pergi dulu."Cup.Nicho mencumbu bibir kenyal itu sekilas dan berbalik pergi.***"Boss, aku sangat bahagia. Anda sudah terbebas Bos," ucap John menjemput Alex.Ya, Alex telah bebas dalam waktu kurang sebulan. Sungguh politik yang luar biasa. Dengan kekuasaan yang dimiliki, Alex bisa keluar dengan cepat. Alex tersenyum dan merebahkan tubuh
Catlyn tak tahu harus berkata apa lagi selain mengikuti kemauan Lila."Baiklah jika semua sudah deal. Besok saya akan ke sini lagi," ucap Zico berpamitan pada keluarga Marco."Sweety siapkan semuanya," ucap Marco berdiri setelah kepergian Zico."Tapi Sweety, aku melihat bahwa Lila tak setuju dan bingung dalam keputusan ini.""Apa maksudmu?" tanya Marco tak mengerti."Lila, apa benar yang dikatakan Mommy-mu?"Lila terdiam membuat Marco marah.BrakhMarco menggebrak meja sebagai pelampiasan amarahnya. "Jawab, Lila?"Lila gemetar melihat ayahnya yang emosi. Dirinya tak tahu harus berkata apa. Namun, rasa takut terhadap emosi sang ayah membuatnya semakin gemetar. Mau tak mau Lila harus jujur kepada Marco. "Maaf Dad aku hamil lagi.""Apa??""Aku belum sempat memakai kontrasepsi saat Alex menculik dan memperkosaku lagi," jawab Lila disertai tangis yang menjadi."Ya Tuhan!?" keluh Marco terduduk di sofa sambil memegang kedua kepalanya."Maaf Dad, harusnya aku berkata jujur kepadamu, tapi aku