Suara ketukan pintu membangunkan Bram di pagi hari. Ia membuka mata dengan malas dan refleks bangkit dari tidurnya, setelah menyadari kalau ia berada di Apartemen. "Kenapa aku bisa di sini?" tanya Bram kepada dirinya sendiri.Ia menurunkan kedua kaki dari tempat tidur, melangkah untuk membuka pintu."Tania," ucap Bram setelah membuka pintu, dan melihat orang yang mengetuk pintu adalah istrinyaTania tidak menjawab, ia menerobos masuk lalu mencari Amel ke setiap ruangan. Namun wanita cantik itu tidak terlihat di sana, bahkan lemari yang biasa dipakai Amel sudah kosong."Kamu mau ngapain, sayang?" tanya Bram yang berdiri di pintu kamar."Memastikan kalau wanita murah itu sudah pergi," jawab Tania.Bram bergegas menghampiri Tania, matanya membulat melihat pakaian Amel sudah tidak ada lagi di sana. Lemari kosong, menandakan kalau Amel sudah meninggalkan Apartemen.Di satu sisi, Bram bersyukur Amel meninggalkan Apartemen sebelum Tania datang ke sana. Di sisi lain, Bram sedih karena tidak
"Iya, aku baru mengetahuinya tadi pagi," tegas Friska."Mama tahu dari mana?" Bram semakin penasaran."Mama bertemu dengan dokter yang membantu Mama saat persalinan 20 tahun yang lalu. Dokter itu mengatakan kalau anak yang aku lahir berjenis kelamin perempuan, dengan kondisi sehat. Tetapi Tania mengatakan, kalau anakku sudah tiada sejak di dalam kandungan." Friska menjelaskan semuanya kepada Bram.Sungguh Bram tidak menyangka, kalau wanita yang paling ia cintai adalah seorang iblis yang tidak punya hati. Bram juga tidak kalah terkejut saat Friska mengatakan, Tania tidak pernah menemaninya di rumah sakit dan tidak pernah membayar tagihan rumah sakit.Friska membayar tagihan rumah sakit, hasil dari penjualan semua hartanya, yaitu rumah, kebun dan properti. "Mama berharap kamu bisa menemukan putriku. Aku mohon kepadamu Bram, tolong jaga dia dan jauhkan dari Tania." Friska memohon sambil berurai air mata. Setelah mengatakan itu, Friska langsung tidak sadarkan diri.Sebelum meninggalkan r
Amel terkejut, bagaimana dia tidak terkejut! Wanita cantik itu sedang meraih selimut dari lemari, tiba-tiba dua tangan kekar melingkar di pinggangnya."Lepaskan aku Om," ucap Amel dengan lembut.Bram bukannya melepaskan pelukannya, ia justru memutar tubuh Amel menghadap kepadanya. Kaki jenjangnya menuntun Amel melangkah mundur, hingga terjatuh di atas tempat tidur.Kini pria tampan itu mengungkung tubuh mungil Amel di bawah tubuh kekarnya. Bram menatap Amel sambil tersenyum seribu pesan."Apa kamu ingin lari dariku?" ucap Bram dengan lembut.Amel memalingkan wajah untuk menghindari tatapan Bram, "Tidak," jawab Amel."Terus kenapa kamu pergi tanpa memberitahuku?" Bram kembali bertanya."Untuk apa aku memberitahu Om, kita kan sudah tidak memiliki hubungan lagi," jawab Amel."Enak saja, emang kamu sudah menandatangani surat pembatalan kontrak?"Amel menggeleng, "Belum," jawab singkat Amel."Berarti kamu masih Suga Baby Bram Pratama Wijaya," ucap Bram."Tapi Om....."Amel tidak melanjutka
Alex menghidupkan semua lampu, dan meminta para wanita penghibur untuk ke luar dari sana."Bram, aku tahu perasaanmu saat ini. Tapi bukan berarti kamu mabuk-mabuk kan seperti ini!" ucap Alex dengan lembut."Aku kecewa Bro, kurang apa lagi aku?" jawab Bram dengan nada khas mabuk."Kamu tidak memiliki kekurangan, tetapi Tania lah yang tidak bersyukur memiliki suami seperti kamu.""Aku sangat mencintainya Bro, dia menghancurkan hidupku," ucap Bram."Sejak awal aku sudah katakan, jangan terlalu percaya kepada Tania. Tetapi kamu tidak pernah mendengarkan ucapanku, bahkan kamu selalu menuruti semua permintaan Tania." "Aku hancur, Tania benar-benar menghancurkan hatiku." Bram meraih botol, lalu memecahkannya. Dengan sigap ia menggoreskan pecahan botol ke tangannya, untung saja Alex segera menepis tangan Bram, sehingga lukanya tidak terlalu dalam. Namun pria tampan itu langsung pingsan dan terjatuh ke atas sofa.Bahkan ia sampai tidak sadar, Alex membawanya pulang ke Apartemen dan meminta
Suara dering ponsel membangunkan Amel di pagi hari. Tubuhnya sedikit gentar saat melihat nama yang muncul di sana, dengan sigap Amel mengusap layar ponselnya."Iya Tia," ucap Amel setelah sambungan teleponnya terhubung."Kak, Ibu tiba-tiba pingsan, sekarang dalam perjalanan menuju rumah sakit."Tanpa menjawab, Amel langsung memutuskan sambungan teleponnya. Ia membangunkan Bram yang tertidur di sampingnya, lalu meminta izin untuk pulang kampung."Loh, kok pulang kampung lagi?" tanya Bram sambil bangkit dari tidurnya.Tentu Bram bertanya! Karena mereka baru dua hari tiba di Jakarta."Ibuku tiba-tiba pingsan Om," jawab Amel."Ha... kenapa bisa pingsan?" Bram kembali bertanya."Aku juga tidak tahu Om." "Yasudah, biar Om antar kamu ke kampung." Bram menurunkan kedua kaki dari atas tempat tidur, bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya."Enggak usah Om, biar aku pulang sendiri."Bram menghentikan langkahnya, kepalanya berputar untuk melihat Amel, "Kenapa? Apa kamu takut? Ata
Setelah berpikir satu malam, akhirnya Amel memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Ia menghubungi Bram untuk meminta sopir pribadi menjemputnya.Setibanya di Apartemen, Amel melihat semua barang-barangnya terletak di depan pintu. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Tania! wanita berambut pendek itu meminta pelayan untuk mengeluarkan semua barang-barang Amel dari sana."Kenapa barang-barang saya dikeluarkan?" tanya Amel yang berdiri di pintu.Ketiga wanita itu refleks memutar kepala ke arah datangnya suara, "Maaf Mbak, ini perintah dari Nyonya," jawab salah satu wanita."Tapi......" Amel belum selesai berbicara, tiba-tiba terdengar suara merdu dari arah punggungnya."Tapi apa?"Amel memutar tubuh, ia melihat Tania berdiri tepat di belakangnya, dengan posisi kedua tangan terlipat di dada sambil menatapnya sinis."Tapi apa?" Tania mengulang ucapannya."Tapi yang memberikan Apartemen ini kan, Om Bram." Akhirnya Amel membuka mulut.Tania melangkah menghampiri Amel, ia mendekatkan bibirnya ke tel
Setelah pengaitnya lepas, Amel bangkit dari sisi ranjang. Ia berdiri menghadap Bram, dan mempertontonkan seluruh tubuh mulusnya.Sebagai pria normal! Tentu Bram tidak sanggup menahan diri. Apalagi melihat kedua gunung kembar Amel yang begitu besar dan menantang. "Benar gak mau," ucap Amel sambil melingkarkan kedua tangannya di leher Bram.Dalam sekejap tangan kanan Bram menarik pinggul Amel dengan kasar, sedangkan tangan kirinya meremas gunung kembar wanita cantik itu.Amel tersenyum sambil seluruh jarinya meremas rambut hitam Bram. Namun kedua matanya berkaca-kaca, bahkan ia menggigit bibir untuk menahan, agar butiran bening itu tidak berselancar di pipi mulusnya."Ya Tuhan, semoga usahaku tidak sia-sia." Amel berdoa dalam hati.Sesungguhnya Amel tidaklah serendah itu, tetapi Amel sengaja melakukannya agar ia segera hamil. Jika dia hamil, Bram tidak akan meninggalkannya dan akan memperpanjang kontraknya. Jadi Amel memiliki waktu untuk menyelamatkan Bram dari niat busuk Tania."Owww
Setelah pintu tertutup, Amel meraih ponsel dari atas meja kecil, yang terletak di samping tempat tidur. Ia ingin menghubungi ibunya, menceritakan niat buruk Bram terhadapnya. Tetapi Amel mengurungkan niat, mengigat kondisi ibunya yang sedang sakit saat ini.Saat Amel akan menaruh ponselnya! Tiba-tiba ada yang mengirimkan sebuah pesan."Malam Amel, kamu sibuk gak? Ke luar yuk, aku butuh teman curhat ini," ucap Amel sambil membaca pesan dari Bryan.Tanpa berpikir, Amel langsung menerima ajakan Bryan. Ia menemui pria tampan itu dengan menaiki taksi, Amel tidak mungkin meminta Lukas untuk mengantarnya, ia takut jika sopirnya itu melihat Bryan.Setibanya di sana, seorang waiters sudah menunggu di depan pintu. Wanita berseragam hitam itu, mengantar Amel ke ruangan VIP di mana tempat Bryan menunggunya."Maaf, sudah membuat kakak lama menunggu," ucap Amel sambil melangkah dari pintu.Bryan memutar kepala ke arah datangnya suara, ia tersenyum lebar melihat Amel sudah tiba. Bryan bangkit dari k
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia