Andika menepuk pundak sang istri lalu pergi meninggalkan Renata yang mematung di tempatnya.Dengan mata yang membasah dia menatap punggung Andika yang pergi menjauh, dia tak tau harus bagaimana lagi agar semua kembali seperti semula."Maafkan aku mas," ucap Renata.Air mata Renata terus jatuh tanpa mau berhenti, dirinya terus menangis tanpa dia sadari waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi yang artinya dia harus segera ke kantor.Di sisi lain, Dion yang sudah datang terlebih dahulu nampak heran karena Renata belum ada di mejanya."Kemana dia, kenapa belum datang," gumam Dion.Dion mulai mengerjakan pekerjaannya terlebih dahulu hingga satu jam kemudian dia baru sadar jika Renata masih belum datang. Dirinya yang panik mencoba menghubungi sang kekasih namun Renata tidak mengangkat panggilannya."Come on sayang, kamu dimana? kenapa belum datang." Dion bermonolog dengan dirinya sendiri.Tak ingin berperang dengan prasangka-prasangka buruk Dion memutuskan untuk pergi ke rumah Renata, dia
Berbeda dengan pak Ferdi, pak Rangga nampak tidak yakin jika Andika adalah anak yang dicari pak Ferdi tapi meksipun begitu dirinya tetap mencari info terkait Andika.Saat menyelidiki latar belakang Andika, pak Rangga sangat kaget karena Andika adalah suami dari sekertaris Dion."Astaga Dunia sempit sekali," gumam Pak Rangga.Selain itu pak Rangga juga menemukan fakta jika Andika bukan anak kandung dari kedua orang tuanya, karena menurut info kedua orang tua Andika tidak bisa memiliki keturunan."Apa mungkin dia Andika yang selama kami dicari?" gumam Pak Rangga.Pak Rangga terus mencari informasi bahkan beliau pergi ke desa dimana Andika dibesarkan tapi sayang rumah masa kecil Andika telah dijual sehingga dia tidak bisa menemukan petunjuk dari sana.Karena lelah pak Rangga memutuskan untuk pulang dan dia melaporkan sedikit info yang dia dapat kepada Pak Ferdi."Andika adalah suami sekertaris Tuan muda pak, selain itu Andika juga bukan anak kandung dari kedua orang tuanya," lapor pak Ra
"Apa yang harus aku lakukan Mir," tanya Renata.Mira menggenggam erat tangan Renata, dia ingin menenangkan temannya tersebut."Kalau saran aku mending kamu akhiri pernikahan kamu dengan Andika."Sontak Renata menatap Mira dengan tatapan yang tak biasa, dia merasa heran dengan Mira yang memintanya untuk berpisah dengan Andika."Kenapa bisa begitu? bukankah seharusnya hubunganku dengan Dion lah yang harus diakhiri," Protes Renata."Justru itu yang salah," tukas Mira.Renata semakin heran dan bingung, bukankah itu adalah pilihan yang benar? mengakhiri hubungan dengan Dion dan menjalani hidup dengan Andika seperti dulu."Hati Andika ibarat sebuah gelas, kamu telah menghancurkannya dan sampai kapanpun hati itu tidak akan kembali utuh seperti sedia kala," jelas Mira.Renata masih bingung dengan penjelasan Mira yang menurutnya ambigu."Maksudnya Mir?" tanya Renata."Kalau kamu mempertahankan pernikahan kamu, apa kamu yakin akan bahagia? apa kamu yakin Andika mau menerima kamu? setelah skanda
Andika mundur selangkah, matanya membola menatap Renata yang duduk sambil menangis.Mendengar kehamilan sang istri benar-benar membuat Andika shock berat."Istri saya hamil Dok?" tanya Andika dengan lirih."Iya istri anda hamil, untuk lebih jelasnya nanti kita akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan USG," jawab Dokter.Andika sangat bingung, seharusnya ini adalah berita yang bagus karena selama ini dia mengharapkan istrinya hamil tapi mengingat apa yang dilakukan sang istri membuat dia tidak tahu harus senang atau sebaliknya.Di dalam kandungan sang istri, entah itu benih milik siapa, milik dirinya atau milik Dion?Tak hanya Andika Dion juga nampak bingung, dia ingin sekali bertanggung jawab tapi apa anak yang dikandung Renata adalah miliknya?Renata yang melihat Andika dan Dion bingung tak kuasa menahan air matanya, mungkin ini pelajaran berharga bagi Renata karena sejatinya wanita tidak bisa berbagi tubuh dan cinta."Kalian tenang saja, aku tidak akan meminta pertanggungjawab
"Tapi bagaimana caranya Rangga, supaya kita bisa melakukan tes DNA tanpa sepengetahuan Andika?" tanya Pak Ferdi.Pak Rangga tersenyum, beliau sudah menemukan cara yang ampuh untuk bisa melakukan tes DNA tanpa Andika tau."Kita ambil saja sample rambutnya pak," jawab pak Rangga.Di jaman modern seperti ini apapun dari anggota tubuh bisa dijadikan sample untuk melakukan tes DNA.Pak Ferdi tersenyum, asistennya sungguh pintar sekali bahkan dia saja tidak berpikir ke arah sana.Pak Ferdi yang sudah penasaran meminta pak Rangga mengambil sample rambut milik Andika, kali ini Pak Rangga meminta Andika untuk mengantarnya ke rumah sakit tapi sebelumnya dia meminta Andika untuk merapikan rambutnya yang kelihatan acak acakan."Mari pak kita berangkat," ajak Andika.Sebelum berangkat pak Rangga meminta Andika untuk menunggu di mobil sedangkan dirinya pergi diam-diam ke kamar Andika, beliau ingin mengecek sisir milik Andika."Untung ada rambut yang ketinggalan di sisir," gumam Pak Rangga.Dengan h
Pak Ferdi duduk lemas di kursi kebesarannya saat pak Rangga memberikan amplop warna coklat. Air mata bahagia mengalir dari kedua matanya, akhirnya pria tua ini menemukan harta yang telah lama hilang. "Feeling aku nggak pernah salah Rangga, dari awal bertemu aku sudah merasakan sesuatu," kata Pak Ferdi. "Iya pak, selamat akhrinya anda bisa menemukan putra anda kembali," sahut Pak Rangga yang ikut senang. Pak Ferdi yang tidak sabar mengajak Pak Rangga untuk pergi ke rumah Andika, saat ini ingin sekali pak Ferdi memeluk Andika. "Pak, boleh saya memberi saran," kata Pak Rangga. Pak Ferdi mengerutkan alisnya beliau merasa heran dengan Pak Rangga yang tiba-tiba ingin memberinya saran. "Saran apa?" tanya Pak Ferdi. "Begini Pak, selama ini yang Andika tahu orang tuanya bukanlah anda, kalau anda langsung memberitahunya, saya takut kalau dia akan shock yang kemungkinan terburuknya dia tidak mau menemui anda lagi," jawab Pak Rangga. "Apa menurutmu aku harus diam saja dan tidak m
Renata hanya diam menatap Andika, dia cukup tau kalau sang suami menyindir dirinya.Meski merasa tak nyaman tapi Renata tetap tersenyum kemudian dia menyiapkan makanan untuk Andika."Makanan sudah aku siapkan," kata Renata lalu masuk ke dalam kamarnya.Hubungan Renata dan Andika seperti itu setiap harinya, tidak ada canda tawa seperti dulu.Tak hanya rumah tangga mereka yang merenggang hubungan asmara terlarang Renata dan Dion juga sama, mereka tak lagi janjian ke hotel seperti biasanya."Ini laporannya pak," kata Renata sembari meletakan laporan di meja Dion."Iya," sahut Dion dengan singkat.Saat bersamaan datanglah pak Ferdi dan juga pak Rangga, mereka ingin membicarakan hal penting kepada Dion."Papa,"Sontak Dion beranjak dari kursi kebesarannya, segera berjalan mendekati papa dan asisten papanya tersebut.Dion segera memeluk papanya, dia tak menyangka kalau papanya datang ke perusahaan."Kenapa papa dan om nggak bilang kalau mau datang," kata Dion sembari menggiring papa dan asi
Renata kembali ke meja kerjanya tanpa makan siang, hatinya yang sakit membuat nafsu makannya hilang begitu saja.Sesaat setelah Renata masuk Dion menyusul di belakangnya, dirinya yang masih kesal tidak menyapa maupun bertanya apapun pada Renata.Tak terasa jam kantor telah usai, sebelum Renata pulang dia menghadap Dion terlebih dahulu."Pak, saya ingin bicara," kata Renata."Bicaralah," sahut Dion tanpa mengalihkan tatapannyaDion sangat asik dengan laptop miliknya sehingga mengabaikan Renata yang ingin bicara.Renata yang merasa kalau Dion mengabaikannya tidak jadi bicara, dia langsung meletakan berkas yang tak lain adalah surat pengunduran diri yang baru dibuatnya.Dirinya sudah memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Dion, dia ingin mengakhiri semuanya. Renata sudah lelah dengan belenggu cinta Dion.Setibanya di rumah, Renata melihat Andika duduk di sofa sambil melamun tak ingin mengganggu Renata memilih masuk ke dalam kamar.Dia yang sudah memutuskan untuk hidup sendiri men
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da
Tanda tanya seolah berterbangan di atas kepala Arini, dia merasa ambigu dengan suami halu yang dimaksud oleh Aron."Suami halu apaan sih Mas!" protes Arini."Kamu kan suka melihat drakor pasti ada salah satu aktor yang kamu sukai," sahutnya."Nggak cuma satu tapi banyak." Mulai malam ini Aron melarang Arini untuk menyukai para aktor Korea, dia tidak suka jika istrinya memiliki suami halu seperti apa yang dikatakan oleh Arion."Kamu tuh keterlaluan sekali sih Mas! aku tuh memang ngefans sama mereka tapi aku tidak pernah mengidamkan mereka menjadi suami halu," maki Arini lalu masuk ke dalam kamar.Malam yang romantis harus menjadi malam yang menyebalkan, ini semua gara-gara tuduhan Aron terhadap Arini."Yang selalu menjadi suami halu aku, itu kamu! yang selalu aku mimpikan, itu kamu! bukan aktor Korea." Ucapan Arini membuat Aron senyum-senyum sendiri. Ternyata apa yang dikatakan Arion tidak terjadi pada istrinya hingga dia menyesal telah membuat sang istri kesal."Karena kamu telah me
"Iya Pa, kerja sama dengan salah satu negara yang saat ini terlibat perang sudah Aron batalkan, saham terus anjlok, pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat pengembalian barang, jika dibiarkan terus produk kita sendiri yang kena imbasnya," jelas Aron. Memang dalam kasus ini serba salah, putus atau lanjut tetap berdampak terhadap perusahaan, terlebih masyarakat sangat pro dengan negara yang mayoritas muslim. "Keputusan yang bagus, meski sulit di awal tapi papa yakin ke depan kita bisa mengembalikan itu semua dengan produk kita sendiri tanpa ada pembagian saham dengan negara lain." Keputusan Aron dan Arion didukung penuh oleh Dion. Setelah berbincang dengan Aron, Dion berencana menemui Andika, dia ingin mengajak sang adik untuk membantu anak-anak mereka. "Besok datanglah ke rumah Andika, ada yang ingin aku bicarakan." Pesan singkat Dion kirim untuk sang adik. Tak menunggu waktu lama bagi Andika untuk membalas dan balasannya pasti iya. Malam itu Aron sibuk di ruang kerjanya, di
Para pegawai yang sudah dinonaktifkan melakukan demo besar-besaran, mereka tidak terima jika mereka di rumah kan oleh perusahaan. Aron dan Arion merasa sangat pusing dengan masalah yang melanda perusahaan mereka, masalah internal belum juga menemukan solusi sekarang muncul lagi masalah eksternal. "Bagaimana kak ini?" tanya Arion yang mulai was-was dengan pendemo. "Entahlah, memangnya apa yang bisa kita lakukan, kerjasama dengan negara itu sudah terputus." "Tapi kalau terus didiamkan mereka mengganggu pekerja lainnya Kak." Arini yang datang untuk mengantar makan siang tampak terkejut dengan adanya pendemo di depan kantor. Dia bertanya kepada beberapa security yang berjaga. "Kenapa pada berdemo pak?" tanya Arini. "Mereka tidak bersedia di rumahkan Nyonya," jawab security. Hari ini nampak manggut-manggut dengan jawaban security, kemudian dia berjalan masuk ke dalam. "Mas Kenapa kalian diamkan saja para pendemo itu kan kasihan mereka berdiri di depan kantor terus menerus!" protes