Temy melempar ponsel miliknya ke arah cermin, baru kali ini ia merasa memiliki musuh yang benar-benar membuatnya muak. Ia melucuti pakaiannya dan hanya menyisakan celana bagian dalam. Rencanya harus berhasil untuk mendapatkan sertifikat asli milik Nora. Dan saat ini ia tengah menunggu Lesia yang sedang berganti pakaian. Lesia membuka pintu secara perlahan, ia mengeluarkan segala aura lemah gemulai yang biasa ia lakukan untuk membuat pria itu sangat bergairah di atas ranjang. Temy tersenyum pias melihat bagaimana Lesia terlihat mengenakan G-string berwarna merah. Sebagai pria dewasa, ia mampu terangsang akan sikap Lesia yang mencoba menggoda keimanannya. Wanita itu bermain cantik dihadapan Temy, perlahan ia membuka setiap bagian yang ia kenakan. 'Heh! Murahan,' bisik Temy. Temy mendekati Lesia, jari jemarinya mengelilingi buah dada wanita itu. Tatapan matanya begitu tajam, sehingga ia mengecup pundak kiri wanita itu sebagai pemanis di dalam rencananya. Wajah yang tidak begitu can
Seharusnya kemarin malam ia sudah kembali ke rumah Atun. Namun tetap saja, rasanya begitu enggan baginya untuk meninggalkan Nora dalam kondisi yang masih belum pulih, apalagi ada rasa khawatir jika pria sombong bernama Temy itu akan datang menemui istrinya. Bagus terbangun setelah mendengar kicauan burung yang bersenandung yang hinggap di ranting pohon menjulang ke jendela ruangan Nora. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya lalu mengedarkan pandangannya ke arah Nora. Nora tersenyum manis, saat ini ia terlihat lebih segar dibandingkan sebelumnya. Bagus membalas senyum Nora, dan mengecup kedua tangan Nora. "Bagaimana keadaanmu?!"tanya Bagus. "Jika aku tersenyum manis seperti ini, itu tandanya aku membaik!" balas Nora. Bagus tertawa kecil. "Syukurlah, kalau begitu katakan apakah kau lapar? Haus?"Nora menggeleng pelan, membuat kening Bagus berkerut dan merasa heran. "Aku tidak lapar! Suster sudah membawakan ini semua, dan sudah habis!" jelasnya menunjuk ke arah bekas makan di
Langkah yang tertatih-tatih membuat Bagus tidak berani menghampiri Nora. Istrinya langsung menyeka air mata yang sudah terlanjur membasahi seluruh wajahnya. "Nora, aku ...!" "Hentikan kisah kita ini Gus! Seharusnya sebagai pria kau bisa melakukannya dengan cara yang bijak, jika kau berani mengatakan ini semua, a--ku bisa mengerti! Tolong Gus, ceraikan aku!" paksa Nora. Pandangan Bagus yang sedari tadi menunduk ke bawah, kali ini ia mendongak dengan tatapan sendu untuk Nora. Bulir air mata hanya sanggup menghinggap di pelupuk kedua matanya. "Jangan Nora, aku tidak sanggup kehilangan dirimu!" jelas Bagus. Nora terdiam, ia berusaha mentralisir rasa sesak yang begitu menganggunya saat ini. "Aku akan meninggalkan dia! Aku mohon jangan tinggalkan aku!""Lalu bagaimana denganku? Sebagai wanita apa rasanya pantas aku menyakiti wanita lain yang cintanya jauh lebih tulus kepadamu? Hidupku tidak akan tenang Gus! Aku pernah disakiti, aku pun tidak mau menyakiti.""Nora!" Panggil Bagus lirih
Tak pernah ada niatan dihatinya untuk menyakiti, kenyataannya takdir berjalan begitu saja. Bagaimana pun ia yang membuat keputusan sudah pasti akan ada balasan dari hasil pilihannya. Terluka, itu semua sudah terlihat jelas. Cintanya yang berlabuh membuai di dalam hati hanya bersandar dan menepi sejenak, kemudian pergi. Takdir mengatakan mereka tidak bisa bersama, takdir pun memberi kenyataan bagi pria yang masih terlihat menyesal. Furqon hanya bisa mengusap bahu karyawannya itu. Bagaimana pria ini bercerita, ia menyimak dengan baik, mencoba mencari kalimat-kalimat agar si pria ini mampu bangkit dan melihat ke sisi lain. "Gus! Coba saja kau cerita sejak awal, mungkin aku bisa memberimu solusi. Dan saat ini, yang terlanjur berjalan cukup kau terima! Memang tidak mudah, tapi ingat kau harus bisa bangkit setelah ini. Aku yakin istrimu itu akan baik-baik saja, dan coba kau tengok Atun, dia lebih membutuhkanmu saat ini. Berdoa saja Gus! Aku yakin suatu hari kau bisa bahagia dengan takdi
Setelah terlepas dari ikatan pernikahan, Nora bergegas untuk pulang ke rumah Bagus, mengambil barang-barang dan mencoba memberanikan diri untuk menemui ibu mertuanya. Kedua netranya melihat jelas seorang pria tengah duduk menunggunya di teras rumah. Temy tidak pernah lelah mengejarnya, entah apalagi tujuannya datang menemui Nora, padahal ia bisa menemui Nora di kantor. Temy tertegun melihat Nora datang menghampirinya. Pria itu segera berjalan ke arah Nora, melihat keanehan dengan pakaian yang dikenakan wanita itu, " Nora? Apa yang sudah terjadi padamu?" Nora terdiam, ia tidak ingin membahas sosok Bagus saat ini. Tanpa bersuara ia segera membuka pintu rumahnya yang tidak terkunci. Masuk ke dalam kamar, mencari semua barang miliknya. Tidak ada alasan kembali baginya untuk menetap disini. Bagus bukanlah suaminya. Temy masuk, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang tamu, rumah yang ditempati Nora. Entah mengapa ia merasa tidak asing dengan rumah ini. Temy melihat ke arah di
Pria berdasi merah ini masih menduga-duga, gejolak hatinya terus mengusik jika wanita tua itu berbohong. Nora melirik sekilas ke arah Temy yang tengah berusaha untuk fokus menyetir, namun pikirannya sibuk melayang entah kemana. Dibalik kesunyian Nora bertanya, "Kamu baik-baik saja Temy?" Temy bersikap aneh saat Nora bersuara, ia mulai fokus pada pekerjaan mengemudinya ini. "Bisa katakan apa hubunganmu bersama Bu Rusi?" tanya Nora, sempat ia tidak percaya jika Temy memiliki hubungan keluarga dengan Bu Rusi. "Dia adik dari almarhum ibu kandungku, saat keluargaku kecelakaan Bibi Rusi yang mencoba menolong adikku, setelah itu aku tidak tahu bagaimana kabarnya!" ucapnya mengingat masa lalu. Nora mengangguk, ia menoleh ke arah jendela kaca mobil, pohon yang tinggi seperti sedang berlari mengejarnya. Namun, ia menoleh kembali ke arah Temy. "Siapa nama adikmu?!" "Gasa Atama Atmajaya" ucapnya. "Gasa, nama yang unik! Lalu apakah kau sudah berusaha mencarinya?" tanyanya lagi. "Tentu, say
"Asal apa?" seru Nora lagi. Temy menahan senyumnya, jemarinya bermain membenarkan rambut Nora yang menutupi matanya. "Asal kita menikah!" jawab Temy, membuat Nora membisu dan tidak dapat bereaksi mendengar itu. Wanita itu melepaskan pelukannya, "Maaf, aku tidak sengaja!" ucapnya membuang pandangan. Temy mengusap lembut puncak rambut Nora. Melihat tingkah Nora membuatnya semakin merasa gemas untuk memilikinya. 'Kau harus sabar Temy, Nora masih mencintai Bagus! Aku yakin waktu akan membuat Nora jatuh cinta padaku!'"Jangan diam saja Nora, mari aku tunjukkan bagaimana kamarmu!" ajak Temy. Nora mengangguk saja, sejenak ia ingin melupakan kesedihannya bersama Bagus. Ia ingin kembali menata hatinya yang masih remuk redam. Penghianatan memang tidak akan membuat hubungan akan menjadi indah, sekali saja salah satu menggores luka, semua itu tidak akan kembali sama. ***"Bang, buka pintunya Bang! Apa Abang masih marah sama aku?" Atun mengetuk daun pintu kamar Bagus. Pintu kamar terbuka, A
Zainatun memiliki perasaan yang sangat dalam untuk Bagus. Impiannya adalah menjadi istri satu-satunya seorang Bagus. Namun, tak dapat ia sangka Bagus mampu menduakan dan menodai ketulusan cintanya. Pengorbanan yang sudah ia lakukan seakan sia-sia saja, bukan kebahagiaan melainkan kesalahan yang mungkin harus berulang kali ia memikirkan jawaban atas permintaan maaf yang diutarakan Bagus. Kedua matanya masih berkaca-kaca, suaminya terus menepuk kedua pipinya dan mengguncangkan tubuh Atun, agar ia tersadar dari tatapannya yang kosong. Bukan tatapannya yang sudah kosong, melainkan cinta dan jiwanya bersembunyi dibalik kesedihan yang ia rasakan. "Katakanlah sesuatu Tun! Jangan membuatku panik!" Bagus menyesali ucapannya, kejujurannya mampu membunuh hati Atun. Dengan sigap Bagus segera berlari kecil mengambil air minum dari dapur, dan menuangkannya di gelas kaca. Ia berlari kembali, dan menghampiri Atun yang masih mematung. "Minum dulu Tun!"Bagus mendekatkan bibir gelas yang ia bawa me
Semalaman Nora tidak bisa tidur, menjelang acara ijab qabul ia hanya mampu berdoa agar semua pelaksanaan pernikahannya lancar. Namun satu hal yang membuatnya merasa aneh saat ini. Temy tidak mengabarinya sama sekali sejak kemarin, dan hanya Rion yang rela menjaga dan menunggunya sampai malam. Jemarinya mengusap layar ponsel, ia akan mencoba menghubungi Temy sekali lagi, dan lagi-lagi hanya suara operator wanita yang menjawab panggilannya. "Kemana kamu Tem?" Rasa takut dan cemas menjadi satu dalam lubuk hatinya. Pasrah karena sudah lelah menghubungi Temy, akhirnya rasa kantuk menghampirinya dan membuatnya terlelap pagi hari ini. Sementara itu di tempat lain, Bagus baru saja menyelesaikan solat subuhnya. Kemarin Temy sudah pergi, pria itu benar-benar pergi ke Korea dan menyerahkan segalanya pada Bagus. Pakaian pengantinnya yang berwarna putih begitu indah bagi Bagus. Sekilas, ia mengingat bagaimana pernikahannya bersama Nora dulu, pakaian seragam sopirnya. Ia hanya tersenyum kecil
Pagi-pagi buta sekali Nora sudah bersiap untuk hari ini. Sudah tiga hari ini Nora tidak pergi ke rumah Temy. Ia terpaksa, karena dengan begini, ia bisa fokus pada Temy, calon suaminya. Dan dua hari lagi adalah hari pernikahannya bersama Temy, saat itu juga ia akan melepas statusnya sebagai seorang janda. Ia menatap dirinya di depan cermin, perlahan ia membuang napasnya. Walaupun Bagus hadir sebagai Rion, ia tidak mungkin meninggalkan Temy. Temy adalah pria yang selalu baik kepadanya, tiada salahnya jika ia pun berkorban demi membalas semua kebaikan Temy. Agenda hari ini adalah mencoba gaun pengantin di butik, dengan rancang desain terkenal. Temy sudah menyiapkan segalanya dengan cepat. Acara ijab qabul akan dilakukan di rumah Nora, dan Temy berjanji akan memberi kejutan pada pesta malam pernikahan mereka. Suara deru mobil terdengar jelas memasuki halaman. Nora bergegas untuk turun dan menemui Temy. Nora berlari ke pintu utama, di sana sudah terlihat Rion yang berdiri dengan tangan k
"Nora berhenti, dengarkan aku dulu!" teriak Temy. Nora terus berlari menjauh, ia tidak mau berhubungan kembali dengan Temy atau Bagus lagi. "Ini semua bisa kita bicarakan baik-baik, jangan pergi lagi Nora." Temy tidak putus asa, ia akan terus mengejar Nora dan tidak akan pernah membiarkannya menghilang. Nora berhenti dan napasnya tersengal, ia baru menyadari jika sudah berlari jauh sekali. Dan ia tampak terkejut melihat Temy tengah berlari mengejarnya. "Kenapa kamu mengikutiku?" Nora memandang kesal ke arah Temy, namun pria itu tetap tersenyum dan berjalan menghampirinya. "Aku ingin menjelaskan semuanya Nora! Maaf aku tidak memberitahumu sejak awal, tapi memang ia adalah adikku!""Kamu bohong, apa ini rencana kamu? Kamu mau membuat aku lebih tidak bisa melupakan dia?""Dengar dulu! Dia adikku Nora, bertahun-tahun kami berpisah. Apa kau lebih tega, membiarkan saudara kandungku terus menjadi orang lain, dia lupa siapa dirinya yang sebenarnya!"Nora terdiam, Temy pun terdiam."Kemba
Seperti kata dokter, sesekali Bagus menginggau dan berteriak dalam tidak sadarkan diri. Temy rasa, Bagus sedang bermimpi tentang masa lalu, hingga terkadang ia harus diberi obat penenang oleh perawat yang menjaganya. Nora tidak pernah bosan untuk menghubungi Temy, sayangnya Temy belum siap menceritakan tentang Bagus kepada Nora. Jemari Bagus bergerak perlahan, kedua matanya terbuka perlahan. Terlihat jelas langit-langit kamar berwarna putih. Temy bangkit dari duduknya, menyambut suka cita Bagus sudah siuman. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Temy, tak sabar. Bagus terdiam, ia menatap Temy dengan jelas. Senyumnya merekah, ia mengenali Temy dan berusaha bangun untuk melihat sekelilingnya. "Hati-hati!"Temy membantu Bagus, ia merasa bingung dengan sikap Bagus sesaat setelah siuman. "Dimana aku?" Bagus melihat ke sekelilingnya. "Kau di rumah sakit, kepalamu terbentur, dan kau merasakan sakit kepala yang begitu hebat, hingga membuatmu tidak sadarkan diri selama lima hari!""Kau tetap s
Temy memejamkan kedua matanya, lalu menghembuskan napasnya kasar. Kedua bahunya bersandar pada daun pintu ruangan di mana Bagus tengah di periksa oleh dokter. Kini segalanya harus bisa ia terima jika takdir mempertemukannya dengan Bagus, adik kandung yang selalu ia cari sejak dulu. "Tak ku sangka jika kamu adikku! Bibi Rusi membohingiku, entah mengapa sebabnya!"Temy mengambil ponselnya, senyumnya mengembang seketika melihat gambar Nora yang terlihat bahagia di layar ponselnya. "Haruskah aku membiarkan Nora bersama Bagus? Padahal, hubungan ini sudah lama ku nantikan!"Air mata Temy menetes perlahan, ia hanya ingin berkumpul dengan orang-orang yang ia cintai. Sampai ia harus bisa menerima pria yang ia anggap sebagai penganggu hubungannya kini adalah adik yang sangat ia rindukan. "Pak Temy!"Mendengar seseorang memanggilnya, Temy segera menghapus air matanya dan berdiri menghadap dokter yang menangani Bagus. "Bagaimana dengan dia?""Tenang saja, keadaan kini membaik, dia merasakan sa
Air matanya mengalir perlahan, memori indah bersama Bagus terulang jelas kini, ada rasa rindu menelusuk di dalam hatinya pada sang mantan suami. Air hujan perlahan membasahi gelapnya ibu kota malam ini. Lima jarinya menghapus air mata di pipi, dan tak lama senyum terukir ketika pria disebelahnya menatap penuh cinta. "Kau suka hujan Nora? Sejak tadi pagi sampai malam, kau tidak pernah lepas untuk melihat hujan deras ini!"Wanita berambut panjang itu menampilkan senyum manisnya. “Karena hujan mengingatkanku pada Bagus!” Suasana menjadi hening sekejap. "Nora, kamu melamun?""Oh, ya Tem! Aku menyukai hujan, terkadang cuacanya membuat hatiku tenang dan damai!"Temy mengangguk, secangkir cappucino ia berikan untuk calon istrinya. "Untukmu, supaya kau tetap hangat!""Terima kasih!"Nora tersenyum sipu, pandangannya menyelidik ke arah Temy, yang terlihat gagah dan berwibawa. Entah mengapa wajah dari dekatnya begitu persis dengan wajah Bagus. “Ayolah Nora, kau sudah berjanji untuk melupa
"Baringkan dia disana," perintah seorang pria bertubuh tinggi dan berbadan kekar yang berdiri di ambang pintu. Kedua pria yang membawa Bagus hanya mengangguk dan menuruti perintah sang atasan. "Lalu, apa yang akan kita lakukan Bang?" Salah satu pria yang merupakan anak buah Temy terlihat ragu, karena Bagus terlihat begitu lemah saat ini. "Biarkan saja dia! Kunci semua jendela, dan pintu ini, besok pagi Tuan akan datang!""Baik Bang!" jawab pria yang lainnya. Bagus membuka matanya perlahan, ia merasakan pusing yang kini tengah menderanya. Ia juga meringis kesakitan pada hidung yang masih mengeluarkan darah. "Sial! Siapa sebenarnya mereka? Apa salahku sampai aku dihukum begini?" desisnya. Pelan-pelan ia mengedarkan pandangannya ke arah sekeliling kamar yang luas dan besar. Ranjang yang empuk di kamar itu membuatnya sedikit nyaman untuk saat ini. Perlahan ia bangkit dan berusaha untuk menyeimbangkan diri. "Tempat siapa? Ah, kepalaku sakit sekali!" Bagus meringis kesakitan, nampak s
Pandangannya tertutup oleh kain berwarna hitam, lengan Nora mengapit pada lengan Temy. Semilir angin berhembus mengenai kulitnya. Malam ini entah Temy merencanakan hal yang akan menjadi kejutan untuk Nora. Suara desiran ombak membuat Nora terus menerka-nerka keberadaannya saat ini. "Satu, dua, tiga, buka mata mu!" Nora membuka perlahan setelah kain yang dipasangkan terlepas oleh Temy. Pemandangan laut pada malam hari mampu mengukir senyum Nora. Gaun hitam bermotif brukat semakin menambah aura yang terus membuat Temy memuji kecantikannya di dalam hati. "Wow Temy, apa semua ini kau yang membuatnya?" tanyanya. Nora begitu terpukau, ketika melihat dua kursi kayu dengan meja yang menyajikan beberapa makanan yang sudah disiapkan pria tampan itu. "Kamu suka? Syukurlah, jadi semuanya tidak sia-sia!" ujar Temy. Nora hanya membalas setiap perlakuan Temy dengan senyuman, pemandangan indah ini harus bisa diabadikan. Nora mengambil ponselnya, dengan malu-malu Nora meminta Temy untuk berpose m
Rasa penat dan duka masih terasa. Angin yang berhembus kencang mampu menemani kesendirian Bagus saat ini. Kedua bibirnya menyesap rokok kecil yang menyelip di tengah dua jarinya. Dua jam yang lalu ia sudah berusaha ikhlas mengirimkan doa agar Atun tenang dan bahagia di surga. Dan apapun itu, Bagus harus bisa melangkah lagi mencari jalan yang baru untuk kehidupannya kedepan. Meninggalkan segala suka dan dukanya tentang masa lalunya bersama Atun. Mengambil langkah panjang untuk mencari seperti apa kehidupan selanjutnya. Bagus kembali ke rumah miliknya. Harusnya di rumah itu masih ada sosok Nora. Namun, kisah mereka pun sudah kandas.Seperti biasa, ia akan bersiap untuk bekerja di tempat Furqon. Pekerjaannya sudah lama sekali terbengkalai, walaupun malam hari, ia harus bisa menyelesaikan pekerjaannya sebagai tukang kayu. Bagus berangkat menuju gudang Furqon, gudang Furqon saat ini sudah berpindah dekat dengan hutan, agar tidak terdengar suara bising yang menganggu tetangga sekitar ruma