"Hah?" Mulut Shasa dan Brian menganga lebar melihat apa yang Keynan lakukan barusan. Mereka benar-benar tidak menyangka Keynan mau mengantar Dara pulang. Padahal cowok itu terlihat tidak peduli dengan Dara.
"Sumpah, aku nggak nyangka Keynan mau nganter Dara pulang."
Brian sontak menatap gadis yang duduk di sebelahnya. "Memangnya kenapa?"
"Keynan kan, dingin banget, Bie. Kok, dia mau sih, nganter Dara pulang?"
Brian malah tersenyum. "Cowok memang kayak gitu, Sha. Mereka bersikap dingin cuma ke cewek yang berhasil menarik perhatian mereka."
"Berarti Keynan tertarik sama Dara, dong?" Shasa menatap Brian dengan pandangan tidak percaya.
Brian mengangguk. "Bisa jadi."
"Astaga! Dara beruntung banget ditaksir cowok ganteng kayak Keynan."
"Bukan cuma Dara yang beruntung. Kamu juga beruntung kok, Sha." Brian menatap Shasa dengan penuh perasaan karena gadis itu berhasil menarik perhatiannya di awal pertemuan mereka.
Namun, sampai sekarang dia belum mempunyai keberanian untuk mengungkapan perasaannya karena Shasa pernah bilang kalau dia tidak ingin pacaran sebelum lulus kuliah.
"Maksud kamu?" tanya Shasa tidak mengerti.
Brian malah tersenyum lalu mengusap puncak kepala Shasa dengan gemas. "Nggak ada maksud apa-apa. Aku pulang dulu, ya? Titip salam buat ibumu."
***
Keynan melepas tangan Dara dari genggamannya ketika tiba di luar. Suasana pun mendadak terasa sangat canggung. Dara yang biasanya banyak bicara, entah kenapa tiba-tiba mendadak diam karena masih tidak menyangka cowok dingin seperti Keynan mau mengantarnya pulang. Sementara Keynan bingung harus bicara apa karena merasa gugup berada di dekat Dara.
"Nih!"
Kening Dara berkerut dalam melihat jaket yang Keynan ulurkan pada dirinya. "Buat aku?" tanyanya sambil menunjuk diri sendiri.
"Iya."
"Terus kamu pakai apa? Udaranya dingin banget, loh."
"Dari pada kamu nanti yang kedinginan."
Dara tanpa sadar tersenyum mendengar ucapan Keynan barusan. Di balik sifatnya yang dingin, Keynan ternyata cowok yang sangat perhatian.
"Terima kasih banyak, Key."
Keynan mengangguk lantas meminta Dara untuk naik ke atas skuternya. Dara pun segera duduk di jok belakang dan memegang handle belakang skuter Keynan dengan erat karena takut jatuh.
"Jangan lupa pegangan."
"Iya, ini udah pegangan." Dara mempererat genggaman tangannya karena takut jatuh. Apa lagi dia jarang sekali dibonceng naik motor.
Keynan tanpa sadar tersenyum melihat Dara yang memegang handle belakang skuternya lewat kaca sepion. Sepertinya gadis itu takut jatuh tapi merasa sungkan kalau memegang pinggangnnya.
"Eh ...?" Dara terkejut karena Keynan tiba-tiba meraih kedua tangannya lantas melingkarkan ke pinggang. Jantung Dara seketika berdegup kencang, begitu pula dengan jantung Keynan.
"Key ...." Dara ingin menarik tangannya, tapi Keynan malah menahan kedua tangannya agar tetap memeluk pinggangnya.
"Biar kamu nggak jatuh," ucap Keynan membuat kedua sudut bibir Dara tertarik ke atas. Dia pun memberanikan diri memeluk pinggang Keynan dengan erat.
Keynan pun melajukan skuternya setelah memastikan Dara duduk dengan aman. Dia melajukan motornya dengan hati-hati membelah jalanan ibu kota yang ramai lancar.
Dara memejamkan kedua matanya erat-erat merasakan dinginnya angin malam yang menerpa kulit wajahnya. Gadis itu tidak pernah menyangka naik motor ternyata rasanya sangat seru dan menyenangkan karena Tama selama ini selalu melarangnya menaiki kendaraan roda dua.
"Rumahmu di mana?"
"Kamu tanya apa?" Dara malah balik bertanya karena tidak mendengar suara Keynan dengan jelas.
"Alamat rumahmu?" ulang Keynan.
"Cloud Nine apartemen."
Keynan mengangguk lantas mengendarai skuternya menuju apartemen Dara. Ternyata jarak apartemen Dara dan rumah Shasa lumayan jauh. Butuh waktu sekitar satu jam untuk tiba di sana.
"Makasih banyak ya, Key," ucap Dara ketika Keynan menghentikan skuternya tepat di depan apartemennya.
Keynan memperhatikan gedung yang berdiri kokoh di hadapannya. Cloud Nine merupakan salah satu apartemen mewah yang berada di ibu kota. Orang-orang yang tinggal di sana pun bukan orang biasa. Mereka kebanyakan dari kalangan bergengsi seperti artis, pengusaha, bahkan pejabat negeri.
Rasanya sangat aneh Dara rela bekerja paruh waktu untuk menyambung hidupnya sepulang kuliah jika tinggal di apartemen mewah seperti ini.
"Mau mampir sebentar, Key?" tawar Dara.
Keynan menggeleng lalu menyalakan kembali mesin motornya. Namun, hujan tiba-tiba turun dengan sangat deras.
"Sial!" Keynan berdecak kesal karena tidak membawa jas hujan. "Kamu punya jas hujan?"
Dara menggeleng. "Maaf, aku nggak punya. Bagaimana kalau kamu menunggu di apartemenku sampai hujan reda?"
Kening Keynan berkerut dalam. Lebih baik dia pulang meskipun harus menerebos hujan dari pada menunggu di apartemen Dara hingga hujan reda.
"Aku pulang saja."
"Jangan!"
Alis Keynan terangkat sebelah karena Dara melarangnya pulang.
"Hujannya deres banget, Key. Kamu bisa sakit kalau nekat pulang. Lebih baik kamu nunggu di apartemenku saja sampai hujan reda."
Keynan mengembuskan napas panjang karena ucapan Dara memang ada benarnya. Lagi pula dia harus menjaga kesehatannya dengan baik agar bisa menjaga sang ibu yang sedang dirawat di rumah sakit.
"Baiklah."
Dara tersenyum lega karena Keynan menerima tawarannya. Keynan pun memarkirkan skuternya di basement sesuai arahan Dara. Setelah itu mereka pergi ke apartemen Dara yang berada di lantai dua belas.
"Selamat datang di rumahku, Keynan," ucap Dara sambil membuka pintu apartemennya lebar-lebar.
Keynan hanya mengangguk lantas mengikuti langkah Dara di belakang.
Apartemen Dara ternyata berukuran cukup besar untuk ditempati gadis itu sendirian. Dindingnya didominasi cat berwarna ungu muda yang terlihat manis saat dipandang. Di setiap sudut ruangannya terdapat tanaman hijau yang membuat ruangan terlihat segar.
Satu kata untuk menggambarkan apartemen Dara. Nyaman.
"Aku mau mandi dulu. Kalau kamu ingin mandi, ada kamar mandi di sebelah sana." Dara membawa secangkir kopi dari dapur lantas meletakkannya di atas meja ruang tamu untuk Keynan.
Keynan mengangguk setelah melihat kamar mandi yang ditunjuk Dara.
"Jangan lupa diminum ya, Key? Aku tinggal mandi dulu nggak papa, kan?"
Keynan mengangguk lantas kembali memperhatikan apartemen Dara. Rasanya sangat aneh kalau gadis itu bekerja paruh waktu sepulang kuliah jika tinggal di apartemen mewah.
Apa mungkin Dara menyewa?
Keynan tanpa sadar menggeleng karena gaji yang Dara dapatkan tidak mungkin cukup untuk menyewa apartemen semewah ini.
Lantas dari mana gadis itu mendapatkan uang?
Keynan tanpa sadar berdecak kesal. Untuk apa dia repot-repot memikirkan hal yang bukan urusannya. Membuang-buang waktu saja. Lebih baik dia fokus memikirkan tugas kuliahnya dan sang ibu yang masih dirawat di rumah sakit sampai sekarang.
Ponsel Keynan yang berada di saku celana tiba-tiba bergetar karena ada pesan masuk. Keynan pun cepat-cepat mengeluarkan ponselnya.
Ayah:
[Kamu di mana, Key? Kenapa sampai sekarang belum pulang?]Keynan tanpa sadar mengembuskan napas panjang setelah membaca pesan dari sang ayah. Ternyata ayahnya sekarang sedang berada di rumah, tapi dia malah terjebak hujan di apartemen Dara. Padahal dia ingin sekali bertemu dengan sang ayah.
"Kamu nggak mandi, Key?"
Aroma vanilla yang menguar dari tubuh Dara seketika menyeruak di indra penciuman Keynan. Aroma yang menenangkan sekaligus membuat jantungnya berdebar. Keynan tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya.
Apa dia sedang jatuh cinta?
"Key, Key!" Dara melambai-lambaikan telapak tangannya tepat di depan wajah Keynan karena cowok itu mendadak diam.
"Ah, ya?"
"Kamu nggak mandi?"
"Aku nggak ada baju ganti."
"Oh, iya juga." Dara menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Gadis itu pun cepat-cepat kembali ke kamar lalu mengambil baju milik Tama untuk Keynan.
"Kamu bisa pakai baju ini."
Keynan mengerutkan dahi melihat kaos hitam polos dan celana pendek yang Dara ulurkan pada dirinya.
"Baju ini milik kakak aku," ucap Dara tanpa perlu Keynan bertanya.
"Kalian tinggal bersama?"
Dara menggeleng. "Tidak, kakak hanya datang sesekali."
"Oh," sahut Keynan lalu menerima baju yang Dara berikan untuknya.
Kening Keynan berkerut dalam melihat baju yang Dara berikan pada dirinya. Kaos hitam tersebut mirip sekali dengan kaos milik ayahnya, wanginya pun sama. Apa baju tersebut milik sang ayah?
Ah, tidak mungkin.
Mungkin saja kakak Dara dan ayahnya mempunyai selera parfum yang sama.
Ya, mungkin karena itu.
***
Keynan menggosok rambutnya yang sedikit basah dengan handuk kecil saat keluar dari kamar mandi. Tubuhnya terasa jauh lebih segar setelah mandi. Kening Keynan berkerut dalam karena mencium aroma lezat yang berasal dari dapur.Apa Dara sedang memasak?"Kamu sudah mandi, Key?""Iya," jawab Keynan sambil mendudukkan diri di meja makan lantas memperhatikan Dara yang sedang sibuk mengaduk-aduk sesuatu di penggorengan."Perutku tiba-tiba lapar, untung saja masih ada spageti sisa tadi pagi. Sepertinya spageti ini cukup untuk kita makan berdua." Dara mematikan kompor lantas membagi spageti tersebut menjadi dua bagian."Ini buat kamu, selamat makan."Keynan hanya diam menatap sepiring spageti yang tersaji di ha
Sedetik kemudian lampu kembali menyala. Dara segera menjauhkan wajahnya dari Keynan setelah menyadari apa yang baru saja dirinya lakukan. Suasana seketika berubah sangat canggung.Entah setan apa yang sudah merasuki pikiran Dara hingga berani mencium Keynan, apa lagi tepat di bibir."Ma-maafkan aku, Key," ucap Dara tanpa berani menatap wajah cowok yang baru saja dia ambil ciuman pertamanya.Keynan menarik napas panjang. Berusaha menormalkan detak jantungnya yang berdetak tidak karuan.Ciuman pertama.Seperti inikah rasanya?Rasanya sangat manis. Bahkah lebih manis dari cotton candy yang sering dia makan saat kecil.Rasanya sangat lembut. Bahkan lebih lembut dari cheesecake buatan sang ibu.Dan ....Ah, Keynan bingung menjelaskan bagaimana perasaannya sekarang. Tetapi yang jelas jantungnya sekarang berdebar kencang
Tatapan Keynan tertuju pada seorang gadis yang baru saja memasuki kelas. Aroma vanilla yang menguar dari tubuh Dara tercium jelas di indra penciumannya saat gadis itu berjalan melewatinya. Aroma yang menenangkan sekaligus membuat jantungnya berdebar. Apa lagi ketika mengingat ciuman mereka semalam. "Kalau lihat Dara, biasa saja kali, Key!" Keynan melirik Brian yang duduk di sebelahnya dengan tajam, tapi cowok berkulit tan yang menjadi sahabat barunya itu malah menertawakannya. Menyebalkan! "Kamu suka sama Dara, ya?" Keynan tersentak, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat mendengar pertanyaan Brian barusan. Apa terlihat sangat jelas kalau dia menyukai D
Dara menarik napas dalam-dalam agar perasaannya menjadi lebih tenang sebelum menemui kembali ketiga temannya untuk mengerjakan tugas.Namun, bayang-bayang ciuman panasnya bersama Keynan beberapa menit yang lalu terus menari-nari di pikirannya.Sialan!Seharusnya dia menghentikan Keynan agar berhenti menciumnya. Tapi apa yang dia lakukan? Dia malah membalas ciuman cowok itu dan menikmatinya.Dara berjalan sambil menundukkan kepala untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah lantas duduk di kursi kosong yang berada tepat di samping Shasa. Dia merasa sangat malu setiap kali mengingat apa yang baru saja dirinya lakukan bersama Keynan. Namun, cowok itu terlihat biasa saja seolah-olah tidak terjadi sesuatu di antara mereka."Kamu ke mana saja sih, Ra? Masa ngambil buku satu aja lama banget," gerutu Shasa."Em ...." Dara menggigit bibir bagian bawahnya karena bingung menjawab pert
"Anda manajer di kafe ini?" tanya Melisha pada seorang lelaki berbaju biru yang berdiri tepat di samping Dara."Iya, Nona. Apa ada yang bisa saya bantu?""Tidak ada, Pak. Maaf kalau saya dan teman saya membuat sedikit keributan," ucap Dara menjawab pertanyaan sang manajer untuk Melisha.Dara berani bersumpah. Dia malas sekali berurusan dengan Ferdy karena lelaki berusia akhir tiga puluh tahunan itu sangat mesum dan suka menggoda karyawan Dalcom Cafe seperti dirinya."Enak saja tidak ada apa-apa!" Melisha mendelik karena Dara lancang menjawab pertanyaan yang Ferdy tujukkan pada dirinya. "Saya mau komplain karena dia tidak becus bekerja dan membuat pelanggan seperti saya merasa dirugikan.""Maaf sebelumnya, Nona. Apa saya boleh tahu kesalahan yang dilakukan Dara?" Ferdy mencoba bersikap profesional untuk menarik perhatian Dara.Sejak awal dia memang tertarik pada Dara dan me
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Dara karena Keynan datang ke tempatnya bekerja.Bukan karena memiliki rasa percaya diri yang terlalu tinggi, tapi Dara yakin sekali kalau Keynan sengaja datang ke Dalcom Cafe kerena ingin menemuinya."Aku ingin makan.""Hanya itu?" Dara kembali bertanya karena Keynan pasti mempunyai tujuan lain.Keynan mengangguk lantas menyeruput Iced Americano-nya dan memakan Spagetthi Bolognese yang tersaji di hadapannya tanpa memedulikan tatapan heran bercampur curiga yang Dara tunjukkan pada dirinya."Kamu nanti pulang jam berapa?""Hah?" Dara malah tercengang seperti orang bodoh mendengar pertanyaan Keynan barusan.Keynan terkekeh karena ekpresi Dara terlihat sangat lucu. "Kamu nanti pulang jam berapa, Dara?"Dara tergagap. "Jam sembilan
Dara tidak bisa bernapas dengan tenang setelah berciuman dengan Keynan untuk yang kedua kalinya. Bahkan ciuman mereka di perpustakaan terasa sangat panas. Dia bahkan seolah-olah masih bisa merasakan betapa lembutnya bibir Keynan ketika menyentuh bibirnya."Aku pasti sudah gila." Dara tanpa sadar menarik rambutnya kuat-kuat untuk melampiaskan kekesalan karena bayangan Keynan ketika mencium bibirnya enggan enyah dari ingatannya.Cowok itu bahkan mulai berani menemuinya saat bekerja di di Dalcom Cafe dan menawarinya untuk pulang bersama. Dara bukan gadis bodoh. Dia bisa melihat dengan jelas jika Keynan tertarik pada dirinya.Namun, kenapa Keynan malah memilihnya dari sekian banyak gadis cantik di Sand Box University?Apa gadis-gadis cantik itu tidak ada yang berhasil menarik perhatian Keynan?Ting!Lamunan Dara buyar ketika mendengar bunyi pemberita
Keynan menghentikan skuternya tepat di depan sebuah kos-kosan khusus untuk laki-laki yang berada tidak jauh dari Sand Box University. Setelah dari Dalcom Cafe Keynan tidak langsung pulang ke rumah, dia malah pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan sang ibu.Wajahnya seketika berubah sendu karena Hana tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. Wanita itu masih setia memejamkan kedua matanya. Hidup Hana bergantung penuh pada alat-alat yang menempel di tubuhnya.Dokter pernah memberi saran pada Tama untuk melepas alat-alat yang menempel di tubuh Hana karena wanita itu tidak mempunyai harapan lagi untuk hidup. Namun, Keynan dengan tegas menolak karena dia yakin sekali suatu hari nanti sang ibu pasti sadar dari koma.Keynan menaiki tangga menunuju ke lantai atas. Untung saja kos-kosan yang dia datangi bebas dikunjungi selama 24 jam. Jika tidak, dia pasti akan diusir oleh pihak keamanan karena datang saat ham
Dara tertegun, sepasang mata caramell miliknya terpaku pada lelaki berkacama mata yang berjalan menghampirinya. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi lelaki tersebut. Dara tidak pernah menyangka Dirga datang ke pernikahannya dan Keynan karena dia tidak mengundang lelaki itu demi menjaga perasaan suaminya. Dirga menarik napas dalam-dalam untuk mengurangi sesak yang menghimpit dadanya. Tangannya tanpa sadar menggenggam jemari wanita berkerudung merah muda yang menemaninya menghadiri resepsi pernikahan Dara dan Keynan dengan erat karena bagaimana pun juga Dara pernah mengisi ruang kosong di dalam hatinya. "Kamu baik-baik saja?" tanya Sabrina terdengar penuh perhatian. Dirga kembali menarik napas panjang lantas mengangguk samar. "Ya, aku baik-baik saja," jawabnya. Sabrina menatap Dirga dengan lekat. Sepertinya lelaki itu belum benar-benar bisa melupakan Dara dan berpura-pura terlihat tegar di depan banyak orang. "M-Mas Dirga ...?" Keynan memeluk pingga
"Kamu kan, sudah dapat kue sendiri, Ayes. Kue ini punya kakak.""Tapi Ayes masih mau kue lagi.""Kakak tidak akan memberikan kue ini padamu.""Dasar pelit!""Biarin."Kening Keynan berkerut dalam karena mendengar suara Ayes dan Keysha. Hari Minggu yang seharusnya dia gunakan untuk beristirahat sepertinya hanya akan menjadi angan-angan belaka karena Ayes dan Keysha sangat berisik. Mereka benar-benar mengganggu waktu istirahatnya.Keynan beranjak meninggalkan tempat tidurnya lantas menghampiri Ayes dan Keysha yang sedang memperebutkan sepotong kue brownies."Kenapa kalian berisik sekali?" tanya Keynan dengan wajah mengantuk karena dia baru bisa tidur jam satu semalam. Beberapa hari ini dia memang sengaja lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya karena lusa dia akan menikah dengan Dara."Ayes, ini, Pa. Udah punya kue sendiri tapi masih minta punya Keysha.""Ayes cuma minta sedikit, Dad. Tapi Keysha nggak mau ngasih. Dasar pelit!"Kedua mata Keysha sontak membulat mendengar ucapan Ayes bar
Keynan tampak begitu serius membaca berkas yang ada di tangannya padahal jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Semenjak satu minggu yang lalu lelaki itu memang sengaja menyibukkan diri dengan bekerja karena ingin mengalihkan pikirannya dari Dara dan Ayes.Namun, pekerjaan ternyata tidak berhasil membuatnya berhenti memikirkan Dara dan Ayes. Sehari begitu tiba di Indonesia, dia langsung menghubungi Dara untuk menanyakan kabar Ayes.Dara mengatakan kalau Ayes baik-baik saja. Namun, entah kenapa perasannya mengatakan kalau Dara sedang membohonginya. Sebagai seorang ayah yang memiliki ikatan darah dan batin dengan Ayes, dia seolah-olah bisa merasakan kalau Ayes sedang bersedih karena kepergiannya. Apa lagi dia tidak berpamitan pada Ayes."Kau belum pulang?"Keynan mengalihkan pandang dari berkas yang ada di tangannya sekilas agar bisa menatap Brian yang sedang berjalan menghampirinya."Kau sendiri kenapa masih di sini? Bukankah aku sudah memintamu untuk pulang dari tadi?""Aku tadi s
Tidak ada yang membuka suara sejak lima belas menit yang lalu. Dara hanya diam sambil meremas kesepuluh jemari tangannya tanpa berani menatap Dirga yang duduk tepat di hadapannya. Dara sepenuhnya menyadari Dirga pasti marah dan kecewa karena dia tidak memberi tahu jika dia bertemu lagi dengan Keynan. Dirga kembali meneguk segelas air putih yang ada di tangannya. Amarah dan kekecewaan tergambar jelas di wajah tampannya. Dirga merasa sangat marah sekaligus kecewa karena Dara tidak memberi tahu jika Keynan datang. Sepupunya itu bahkan tinggal di apartemen calon istrinya. Entah apa yang sudah Dara dan Keynan lalukan selama mereka tinggal bersama. Membayangkannya saja sudah membuat dadanya terasa sesak. Apakah ada hal yang lebih menyakitkan lagi dari pada ini? "Sudah berapa lama?" "Maksud, Mas?" Dara malah balik bertanya karena tidak mengerti dengan maksud Dirga. Dirga melirik Keynan dan Ayes yang sedang asyik bermain ular tangga di ruang tengah. Melihat mereka yang begitu dekat, memb
"Bagaimana undangan ini, Nona?"Dara menatap undangan yang terdapat bibit tanaman pada kertasnya. Kertas undangan tersebut akan tumbuh dan berbunga sangat indah jika diberi air lalu ditanam. Selain itu di dalam undangan tersebut tertulis doa agar rumah tangga calon memperlai pengantin berjalan harmonis.Namun, menurut Dara undangan tersebut terlalu rumit dan harganya lumayan menguras kantong."Apa ada contoh undangan lain?""Sebentar, Nona." Wanita berambut pirang yang duduk di depan Dara mencari beberapa contoh desain undangannya untuk direkomendasikan pada Dara."Bagaimana dengan yang ini, Nona?" Wanita itu menunjukkan contoh udangan pilihannya pada Dara. Sebuah undangan dress code yang dilengkapi dengan aksesoris seperti pita atau bros yang bisa digunakan tamu undangan saat menghadiri resepsi pernikahannya dengan Dirga."Undangan ini cukup populer dikalangan calon pengantin akhir-akhir ini. Apa Anda tertarik dengan undangan ini?""Em ...." Kedua alis Dara tampak menyatu jika dia se
Dara hanya diam. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya meskipun di kepalanya tersimpan berbagai pertanyaan untuk Keynan. Selama tiga puluh menit yang dia lakukan hanya diam sambil mengusap keringat dingin yang membasahi tubuh Keynan. Enam tahun lebih dia mengenal Keynan, dan baru pertama kali ini dia melihat lelaki itu mengerang kesakitan hingga nyaris pingsan. Obat yang dia temukan beberapa hari lalu ternyata milik Keynan. Setelah mencari tahu lewat internet, akhirnya dia tahu kalau obat tersebut adalah aspirin. Obat bagi penderita penyakit jantung. Kenapa Keynan minum aspirin? Apakah lelaki itu menderita penyakit jantung? Keynan melirik Dara lewat ekor matanya. Dia yakin sekali Dara pasti ingin menanyakan banyak hal pada dirinya. Namun, Dara malah menahannya sampai kondisinya kembali membaik. Wanita itu sangat pengertian. Sepertinya dia harus menyiapkan jawaban yang tepat agar Dara tidak khawatir. "Key ...." "Ya?" "Apa aku boleh tanya sesuatu?" "Tentu saja, Dara.
"Kamu sudah gila?" pekik Dara ketika menyadari kalau Keynan ingin tinggal bersamanya dan Ayes."Biaya sewa hotel sangat mahal, Dara. Karena itu aku memutuskan untuk tinggal bersama kalian."Dara memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa penat. Wanita itu benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Keynan. Bagaimana mungkin Keynan ingin tinggal bersamanya dan Ayes padahal lelaki itu tahu kalau dia sebentar lagi akan menikah dengan Dirga.Apa Keynan sudah kehilangan akal?"Keynan, jangan gila!""Kamu sudah mengatakan itu dua kali. Terima kasih."Kedua tangan Dara mengepal kuat di sisi tubuhnya. Ucapan Keynan barusan membuatnya semakin geram karena lelaki itu menganggap remeh ucapannya."Keynan, dengar. Kamu memang ayah kandung Ayes, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya tinggal bersama kami. Lagi pula aku sebentar lagi akan—""Sstt ...." Dara sontak berhenti bicara karena Keynan menaruh jari telunjuk tepat di bibir."Aku tahu kalau kamu sebentar lagi akan menikah dengan kak Dirga. Ta
'Aku tahu karena Brian harus meng-handle semua pekerjaan Keynan.' Dara lupa kalau Shasa pernah memberi tahu kalau Brian menjadi sekertaris sekaligus orang kepercayaan Keynan. Sepertinya Brian terpaksa meng-handle semua pekerjaan Keynan karena lelaki itu sedang berada di Sidney sekarang. 'Aku benar-benar kesal dengan Keynan. Sejak dulu mantan kekasihmu itu suka sekali membuat Brian kerepotan,' gerutu Shasa seperti nenek-nenek. Dara tanpa sadar tersenyum karena yang Shasa katakan benar. Keynan memang egois dan keras kepala. Akan tetapi anehnya dia malah tertarik dengan lelaki itu. Ada satu hal istimewa di dalam diri Keynan yang bethasil membuat Dara jatuh cinta. Dan hal itu tidak dimiliki oleh Dirga meskipun lelaki itu sangat baik dan perhatian pada dirinya. Cinta memang rumit. 'Dara kamu masih di situ, kan?' Pertanyaan Shasa berusan membuat Dara tergagap. "Iya, Sha." Terdengar helaan napas panjang di seberang. 'Aku punya firasat buruk tentang hubunganmu dan kak Dirga.' "Maksud k
"Mommy, jangan tata rambut Ayes seperti ini." Ayes selalu tidak suka jika Dara membelah rambutnya ke samping karena jidatnya yang agak sedikit lebar menjadi kelihatan. "Biar rapi, Ayes." Dara tidak menyerah menata rambut Ayes sesuai dengan keinginannya. Lagi pula Ayes harus tampil rapi ke sekolah. Ayes mengerucutkan bibir kesal. Menurutnya tatanan rambut yang Dara buat tidak cocok untuknya dan menurunkan sedikit kadar ketampanannya. "Nah, kalau begini kan, kelihatan tampan." Dara membetulkan dasi Ayes yang sedikit miring sebelum mengajak putra semata wayangnya itu sarapan. "Ayes, kenapa?" tanya Keynan heran karena melihat muka Ayes yang masam. "Bukan urusanmu." Dara menjawab ketus pertanyaan Keynan kemudian menyiapkan pancake untuk Ayes. Keynan menghela napas panjang, sepertinya Dara masih marah karena dia sudah mengecup bibir wanita itu sembarangan. "Anak ayah kenapa cemberut?" tanya Keynan terdengar penuh perhatian membuat telinga Dara mendadak terasa gatal. Apa lagi ketika me