“Sepertinya Anda bukan penduduk asli sini,” kata Christine seusai pertemuan Roy dengan Goulart.
Jorge Saverin jalan sambil bercakap-cakap dengan Belchior Marques Goulart mendahului Roy. Sedangkan Roy yang sedang menimbang situasi berikutnya harus bersabar menghadapi pertanyaan Christine, sekretaris Goulart yang ternyata penuh rasa ingin tahu.
“Aku penduduk asli yang suka bekerja di balik layar,” sahut Roy, memaksakan seulas senyuman. Dia tiba di Guarulhos dengan setelan jas berwarna cokelat tua dan dasi berwarna krem dengan penjepit berlapis emas. Christine memandangnya seakan tak pernah melihat pria dengan setelan jas sebelumnya.
“Bolehkah aku menghubungimu nanti?”—Christine menunjuk mejanya—”aku melihat nomor kontakmu di sana,” ucap Christine.
Roy menggaruk dagunya dengan tangan kanan seraya menatap Christine. Bibirnya sedikit mengerucut s
“Dad, inikah sebab Sergio keluar dari rumah?” Anna memandang Sahara. Lucio Spencer mengangguk. “Aku ingin bertemu dengan Talita sebelum aku mati. Umurku pasti tak akan lama lagi, Anna. Aku semakin sulit tidur dan tak memiliki selera makan.” “Tak boleh mengatakan hal seperti itu. Mmm … Dad, bolehkah aku lihat video itu sekarang?” tanya Anna, memandang ayah mertuanya. “Kau yakin mau melihatnya sekarang? Aku juga tak ada bayangan video itu tentang apa,” kata Lucio Spencer. “Itu tentang hal mengerikan, Papa. Mungkin akan sulit bagi iparku,” kata Sahara, memandang ayahnya. Anna mengangguk, “Aku siap,” ucapnya, berdiri dan berjalan ke balik meja kerja kecil. Ada komputer tua dengan CPU sangat besar yang sudah lama tak pernah dinyalakan. “Kuharap ini masih bisa menyala,” gumam Anna, menyambungkan kabel ke sebuah steker di dinding bagian bawah. “Anna—”
Selama ini, Anna mencoba mengabaikan soal Thomas yang hanya sesekali pulang sejak mereka ribut. Anna bertahan berada di rumah untuk mempertahankan hak anak-anaknya akan kebutuhan sebuah keluarga. Tapi melihat video kejahatan masa lalu Thomas, membuat darahnya mendidih.Ditambah dengan telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa seorang pria mengambil mobil yang biasa dipakainya karena itu masih beratasnamakan Thomas. Hatinya sakit luar biasa. Kenapa pria yang sudah hidup belasan tahun dengannya tega melakukan hal itu.Bukan soal harga, karena dia sanggup membeli mobil sepuluh kali lebih baik dari yang digunakannya sekarang. Dalam jangka waktu dekat, Thomas menunjukkan amarahnya dengan mengambil sesuatu yang pernah diberikannya.“Padahal mobil itu kupakai untuk menjemput dan pergi bersama anak-anaknya. Tega sekali kau, Thomas," isak Anna, di luar pintu ruang kerja Lucio.Sudah larut malam, Sah
“Thomas, sebentar lagi matahari terbit. Anak-anakmu akan bangun mencariku. Mereka akan sarapan dan berangkat sekolah. Setidaknya temuilah mereka. Mereka sangat merindukanmu,” ucap Anna dengan suara bergetar. Thomas menggeleng. “Tidak—tidak, Anna! Kau pasti sudah mengatakan hal-hal buruk tentangku. Mereka pasti membenciku,” kata Thomas, berdiri dengan tangan menunjuk sofa agar Anna dan Sahara kembali duduk. Langit di luar terlihat mulai menyemburatkan cahaya keemasan dari balik kaca jendela. Terdengar suara pintu dan seorang pria berbicara. Tak lama terdengar suara langkah kaki mengetuk lantai terburu-buru. Sahara menarik lengan Anna agar cepat-cepat duduk. Khawatir kalau Thomas kembali melemparkan sesuatu pada mereka. “Pelipismu berdarah,” lirih Anna, menunjuk wajah Sahara. Sahara hanya mengangguk dengan wajah pucat. Dia tak berani membayangkan luka di pelipisnya. Sedik
Beberapa saat sebelum sebuah dump truk escavator masuk bertamu ke rumah keluarga Spencer. "Rin, tanyakan pada dokter jam berapa aku bisa keluar dari rumah sakit ini? Aku memerlukan peralatan lengkap. Ini mendesak. Pak Roy membutuhkan kita stay online di depan komputer. Dia belum tidur barang sepicing pun sejak tiba di Brasil." Novan memasukkan semua perlengkapannya ke dalam tas dengan tergesa-gesa. Kepalanya masih terbalut perban, namun langkahnya dengan gesit berjalan ke sana kemari di dalam ruang rawat. Rini memasukkan semua pakaian yang digunakannya selama menemani Novan di rumah sakit dengan tergesa-gesa. Tak sempat menjawab kerewelan Novan yang rasanya sudah diulang puluhan kali dalam tiga puluh menit terakhir. "Rin ...." "Kamu sendiri tadi sudah dengar kalau perawat mengatakan, dokter akan ke sini sebentar lagi. Sabar," ketus Rini. "Kita tak akan terlambat. Lebih baik bantu
Ramos baru saja kembali ke kamarnya saat mendengar suara pintu berdebam dari ruangan depan. Seperti yang dipesankan Roy padanya, dia harus mengamati keadaan rumah itu lebih cermat sejak Sahara tiba di sana.Roy menekankan sangat penting untuk tidak memprovokasi Thomas dengan menunjukkan keberadaan dirinya di sana. Thomas akan murka kalau sadar Roy sudah mengirimkan kaki tangannya jauh-jauh hari ke tempat itu. Ramos yang sudah tua dan sendirian tidak akan menang melawan orang gila seperti Thomas. Terlebih, itu adalah tempat di mana semua orang akan mematuhi Thomas dan ibunya.Ramos merapatkan tubuhnya ke dinding dan menyusuri ruangan sampai tiba di perbatasan antara ruang dansa dan ruang tamu yang besar. Di ruangan itu juga terdapat kamar yang ditempati istri Roy.Saat Thomas mulai bertengkar dengan istrinya, Ramos sudah menghubungi Roy. Pesan lainnya yang diterima Ramos adalah Roy meminta Sergio untuk menyingkirkan anak-
“Berengsek! Kenapa si berengsek itu bisa masuk negara ini? Ibu tak becus mengurus soal sepele seperti itu!” sergah Thomas pada ibunya.Rebecca sedang sibuk berkutat dengan ponsel. Ucapan Thomas dan suara bangunan hancur di luar tidak singgah masuk ke telinganya.“Mana gadis itu?” tanya Thomas menoleh berkeliling. Dia hanya bisa melihat Anna yang mengguncang-guncang pintu. Lalu matanya menangkap sosok Sahara yang tengah berdiri di dekat jendela.“Nyonya Rebecca, istriku bukan lawan yang sepadan untuk Anda. Harusnya Anda bertemu dengan ibuku. Kudengar Anda menyukai publikasi soal keluarga bahagia. Aku mengirimkan reporter yang akan membuat siaran langsung yang terjadi hari ini.” Suara Roy kembali terdengar.Thomas dan ibunya saling berpandangan. Wajah Thomas semakin merah padam. "Akan kubunuh perempuan itu. Si berengsek akan kembali gila karena kematian
“Thomas, kau terlalu lama bengong. Kau harus meninggalkan tempat ini. Kau harus pergi meninggalkan tempat ini secepatnya! Kau harus memastikan bahwa ruangan rahasia yang kau banggakan itu tetap aman. Aku punya pikiran kalau saat kau berada di sini, orang suruhan si berengsek itu sudah menyelinap ke kantormu.” Rebecca berbicara dari balik tiang seraya memandang Thomas yang bertukar pandang dengan Roy. Thomas melirik Rebecca, kakinya beringsut mundur selangkah dengan perlahan. “Kurasa tak bijak kalau kau meninggalkan tempat ini,” kata Roy. Dump truk dinaiki seorang petugas proyek dan dibawa mundur. Sejurus kemudian seorang staf khusus masuk mendekati Sahara. “Kami keluar sekarang,” ucap pria muda itu saat berada di sebelah Sahara. Roy mengangguk memandang Sahara yang sepertinya enggan diajak keluar. “Sekarang,” pekik Rebecca tiba-tiba. Bersamaan dengan itu, Thomas berbali
“Apa Thomas benar kembali ke kantornya, Sergio?” tanya Lucio dengan suara bergetar.“Dari jalan yang diambilnya, Thomas memang sedang menuju kantornya, Tuan.” Sergio menjawab sambil terus mengamati mobil Thomas yang meliuk-liuk di depan menghindari kendaraan lain dan melesat cepat.“Kau lihat Sergio? Anak Jonathan tak mungkin melakukan hal itu kalau Thomas tak mengganggunya. Semua ini memang berawal dari kesalahanku. Andai dulu aku langsung bertanggung jawab atas kematian Jonathan, anaknya tak perlu mencariku. Thomas mengganggunya karena mengira anak Jonathan akan memenjarakanku. Oh, Sergio.” Lucio menangis dan tangannya meraba-raba tangan Sahara yang duduk menatapnya dengan sorot setengah sedih dan setengahnya lagi bingung.“Papa, apa yang akan Papa lakukan? Biarkan Roy menyelesaikan masalahnya dengan Thomas. Aku akan meminta maaf soal masa lalu Papa dengan Roy. Dia pasti menger
Suatu tempat di Pulau Bali. Roy baru saja menginjak usia empat puluh tujuh tahun saat itu. Matahari baru saja melorot dari puncak kepala saat Roy baru saja tiba dari Jakarta setelah hari terakhir rapat evaluasi tahunan. Pagi tadi dia mengunjungi kantor hanya untuk menutup agenda tahunan itu dengan sebuah pidato singkat, lalu kembali terburu-buru menuju airport untuk pulang ke rumah. Siang itu Novan melepasnya di airport dengan senyum simpul berkata, “Senang bisa melihat Anda dalam balutan jas setelah sekian lama. Saya benar-benar merindukan pemandangan ini.” Roy ikut memandang tubuhnya dari atas ke bawah. Memang benar. Dia sendiri terkadang merindukan saat-saat menyimpul dasinya dengan simetris dan meletakkan penjepit emas di bagian tengah. “Aku juga merindukan saat-saat harus berdandan rapi dan mentereng hanya untuk ke rapat harian. Tapi setelah lima hari di kota ini, aku lebih merindukan anak istriku,” sahut Roy tersenyum tipis. “Anda lebih santai dan terlihat lebih bahagia,” u
Roy mendorong paha Sahara agar membuka untuk dirinya. Lalu jemarinya tiba lebih dulu di bawah sana.Sahara memejamkan mata. Jemari Roy menuntunnya untuk terus membuka diri. Dia menikmati bagaimana jari Roy mengusapnya, menekannya dan membuatnya seakan terbang sejenak. Sahara menggeliat. Lalu tubuhnya menegang sejenak saat merasakan puncak kemaskulinan Roy mengusapnya. Mulut Sahara setengah ternganga menantikan dan tak lama lenguhan halus meluncur keluar dari bibirnya. Roy masuk perlahan, mendorong dan mengisi tubuhnya perlahan-lahan. “Mmmm,” lirih Sahara, menarik napas dan semakin melengkungkan tubuh untuk menerima Roy sepenuhnya.Telinga Sahara bisa mendengar napas Roy yang keras dan kasar. Seakan Roy merasakan kenikmatan yang sangat kuat hingga pria itu terlihat seperti kesakitan.Sahara memekik tertahan ketika jemari Roy kembali terjulur dan memijat di mana tempat mereka bersatu. Dia memang ingin disentuh di bagian itu. Sahara merintih. Tak lama serbuan kenikmatan itu berkumpul da
Dari ruang kerjanya di lantai satu, Roy tak lagi mendengar suara-suara dari luar. Ia baru saja membongkar lemari besinya dan mengambil beberapa lembar foto yang disukainya.“Akhirnya aku bisa meletakkan ini dalam pigura. Sungguh, aku baru sadar kalau aku sudah jatuh cinta padamu saat itu.” Roy memandang pigura foto berukuran jumbo yang baru saja disisipkannya foto Sahara. Foto ketika Sahara berulang tahun ketujuh belas sedang memeluk sebuket baby breath mengenakan blouse berwarna kuning. Dua hal yang paling disukai Roy sampai sekarang. Sahara mengenakan pakaian berwarna kuning dan tersenyum memeluk buket bunganya.Roy kembali memasukkan semua isi lemari besinya, lalu keluar ruangan itu dengan empat buah foto di tangannya. Tujuannya selanjutnya adalah kamar tidur. Sahara mungkin sudah terlelap kembali dan akan bangun tengah malam nanti. Dia akan memeluk istrinya seraya menunggu kantuk.“Lagi banyak pekerjaan, ya?” Sahara langsung menoleh saat pintu kamar terbuka.“Aku sengaja meningga
“Aku kira sudah tidur,” ucap Roy, membungkuk di atas pipi Sahara dan menenggelamkan hidungnya. “Jangan basa-basi. Kamu pasti tahu kalau aku sedang menunggu. Aku ngantuk, tapi mau tidur nanggung,” ucap Sahara, meletakkan telapak tangan kirinya ke pipi Roy. “Baiklah, aku mandi sekarang. Minggu depan aku sudah bersiap menyambut tangis bayi yang ingin menyusu di tengah malam.” Roy meninggalkan Sahara di ranjang dan pergi ke ruang ganti. Saat melintasi kamar dengan balutan bath robe, dia sengaja mengerling Sahara yang mengerjapkan matanya terkantuk-kantuk. Saat keran air menyala, Sahara mengeratkan pelukannya pada guling. Pandangannya cermat memperhatikan siluet tubuh Roy di balik dinding kaca yang beruap. Bahu yang lebar, lengan yang berisi dan pinggul yang kecil. Roy memang sangat seksi, pikirnya. Di tambah dengan lembaran rambut keperakan yang muncul di antara sisiran rambut Roy yang rapi. Rambut perak itu seakan disusun untuk memberi warna kedewasaan baru pada diri Roy. “Sudah tidu
“Kenapa dia jadi berubah begitu? Biasanya dia ramah denganku. Ramah dan santai. Sering cerita macam-macam soal pengalamannya kuliah di luar negeri. Tapi … tapi tadi terlalu kaku,” Sahara menoleh ke belakang tempat di mana seorang pria muda yang baru menyapanya dengan sebutan ‘Nyonya Smith’ menghilang. “Karena dia sudah memahami di mana posisinya sekarang. Bisa jadi ayahnya sudah menceritakan padanya bahwa mereka butuh untuk tetap bekerja sama dengan perusahaanku. Ini kelasmu, kan?” Roy menghentikan langkahnya di depan kelas yang bahkan Sahara juga lupa.Sahara menghentikan langkahnya di depan ruangan yang memang kelasnya. Di ruangan itu tak ada dua gadis yang dicarinya. Hanya ada teman yang tak bisa dikatakan benar-benar teman.“Mencari teman-temanmu? Mereka ada di kafetaria,” seru seorang gadis dari kursinya. Sahara tidak terlalu sering bicara dengan gadis itu. Dan gadis itu pun jarang bicara dengan siapa pun. “Hamil anak pertama? Kamu makin cantik, Ra.” Sahara sedikit terkesima. B
“Apa aku harus mengantarmu?" Roy meraih jas di tiang besi dan memakainya. “Kamu tidak boleh berangkat sendirian,” sambungnya.Sahara tak langsung menjawab pertanyaan suaminya karena masih sibuk mematut tubuh pada cermin besar di sudut kamar. Tangannya mengusap perut berkali-kali. Hal yang membuat bentuk kehamilannya terlihat jelas.“Perutku besar banget. Ya, Tuhan … kapan lagi aku bisa langsing,” gumam Sahara. Kali ini tangannya berada di bawah perut seakan menopang kehamilannya yang dalam waktu dua minggu lagi akan segera berakhir.“Oke, kalau begitu aku akan mengantarmu. Ayo, kita turun sekarang. Jangan bicarakan lagi soal kapan akan kembali langsing.” Sahara memandang Roy dari pantulan cermin dengan mulut mencebik. Sahara sudah cukup lama tidak datang ke kampusnya. Rini mengurus soal pembelajaran jarak jauhnya dengan baik sekali. Namun, untuk pengambilan nilai di akhir semester Sahara mengatakan ingin datang ke kampus menemui dua temannya. Dan dengan usia kehamilan yang bisa membu
Resepsi pernikahan Herbert dan Letta dilaksanakan di taman sebuah resor pinggiran kota. Roy mendanai lebih dari setengah biaya yang dikeluarkan untuk resepsi itu. Walau dia dengan tegas mengatakan akan menanggung semua, tampaknya Herbert dan Letta berusaha keras untuk meyakinkannya bahwa mereka juga punya tabungan. Malam itu Roy meminta staf khususnya untuk menjadi supir dan ajudan pribadi sebagai pengganti Novan dan Herbert. Dua orang babysitter turut menyertai langkah mereka saat memasuki venue. Sabina dan Elara melangkah ceria dengan gaun berwarna sama dengan Sahara, dalam genggaman tangan masing-masing pengasuhnya.“Cantik sekali dekorasinya,” ucap Sahara.“Kamu sedang memuji wanita yang membuatmu cemburu,” kata Roy mengingatkan.“Aku tidak terlalu buta melihat kelebihan orang lain meskipun aku tak menyukainya. Aku hanya mencoba realistis,” bisik Sahara.“Realistis,” ulang Roy.“Kalau aku tidak realistis, mungkin aku akan berpindah kamar saat mengetahui kalau wanita itu pernah ti
Novan melambatkan laju mobil saat tiba di jalan yang kanan-kirinya dipenuhi pohon jati. Mereka hampir tiba di gerbang besi tinggi. Setidaknya dia harus memberi waktu kepada atasannya untuk berpakaian dengan benar sebelum turun dari mobil nanti.Tiba di depan teras samping, Novan bahkan tak perlu turun untuk membukakan pintu mobil. Roy langsung keluar dan berjalan tergesa sambil memeluk Sahara yang terkikik-kikik dengan buket bunga dalam dekapannya. Keduanya langsung menuju anak tangga terbawah.“Seperti sepasang remaja jatuh cinta,” gumam Novan, lanjut melajukan mobil ke bagian belakang rumah.Langkah kaki Roy dan Sahara melambat di anak tangga paling atas. Keduanya kembali berciuman cukup lama. Sahara yang sedang mendekap bunga, membuka satu-persatu sepatunya tanpa melepaskan bibir dari pagutan Roy. Tubuh Sahara membelakangi pintu kamar dengan langkah kakinya yang mundur merangsek mendekati kamar yang dituju Roy.Malam itu, Sahara bahkan lupa dengan mualnya. Lupa bahwa biasanya pukul
Tak salah lagi kalau malam itu menjadi perjalanan pulang dari suatu tempat ke rumah yang terasa paling singkat dirasa Roy dan Sahara. Novan ternyata tak sampai menjemput atasannya ke dalam. Roy dan Sahara berada di depan lift lantai mezanin. “Tidak menunggu sampai selesai, Sir?” tanya Novan saat beradu pandang dari pintu lift yang terbuka. “Acara selanjutnya kuserahkan pada Herbert. Aku menjamin kalau Letta tak akan berani menolak lamaran itu. Letta pasti cukup sadar bahwa Herbert dipinjamkan nyaris seisi gedung hanya untuk melamarnya,” Roy memeluk pinggang Sahara dan membawa wanita itu masuk ke dalam lift. Novan mengangkat bahu. Benar juga. Saat atasan calon pengantin meminjamkan gedung untuk prosesi kebahagiaan mereka, apa salah satunya akan bertingkah? Mustahil, pikir Novan. Dia yang tadi keluar sejenak untuk menahan tombol lift, masuk kembali untuk membawa Roy dan Sahara kembali ke basement. Mobil yang ditumpangi mereka baru meninggalkan basement gedung. Roy mengatakan pada Nov