Share

Bab 5

Penulis: Pena_yuni
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-30 20:20:04

GADIS KECIL DI PELAMINANKU 5

Aku menepis pikiran burukku. Segera aku masuk ke kamar mandi, dan membersihkan diri. Jika Mas Daffa tidak ada di rumah, aku pun lebih baik pergi ke butik saja. Daripada diam di rumah, hanya akan membuatku terus mengingat bunga tidur yang membuat hatiku terasa hancur.

Lima belas menit setelah kepergian Mas Daffa, aku pun pergi dan bertemu dengan teman-temanku.

"Hahahaha!"

Tawa mereka pecah saat aku menceritakan tentang mimpiku semalam.

"Jadi gimana reaksi suami lo, saat lo, nampar dia?" tanya Salsa.

"Ya, kagetlah, secara gue nampar pake tenaga batin gitu. Tapi, ya ... untungnya dia baik, jadi dia gak marah sama gue."

Mas Daffa memang baik, dan tidak pernah marah, meskipun aku suka berbuat hal di luar batas. Seperti kejadian pagi tadi, saat aku menamparnya.

"Cieee, yang pengantin baru." Viona mencubit pipiku gemas.

"Masih baru, masih hangat-hangatnya. Ditampar pun berasa di elus, ya 'kan? Beda kalau sudah lama, apalagi sudah punya buntut. Hmm .... Lo nampar dia, sudah dipastikan lo yang akan ditendang."

"Hahahaha!" 

Tawa kami kembali pecah saat Salsa berucap.

Saat ini, aku tengah berada di salah satu kafe, bersama kedua temanku. 

Sengaja aku mengajak mereka bertemu untuk menghilangkan penat, juga untuk berbagi cerita kepada mereka. Kebetulan, hari ini hari pertama Mas Daffa masuk kerja, jadi aku pun memutuskan untuk ke butik. Dan setelahnya, aku pergi bersama teman-temanku.

"Na, suamimu gak marah kamu pergi ke luar?" tanya Viona.

"Enggaklah, dia juga kerja, gak ada di rumah."

"Pulangnya?" tanyanya lagi.

"Paling sekitar jam tiga, atau jam empatan gitu."

Salsa dan Viona mengangguk tanda mengerti. Aku kembali menikmati green tea milk yang sudah tinggal setengah.

Di tengah obrolan kami, aku terpaksa pamit ke toilet karena kandung kemihku yang terasa sudah penuh. 

"Aku ke belakang sebentar, ya?" ucapku pada keduanya.

Mereka mengangguk, mempersilahkan aku untuk pergi. Aku meninggalkan mereka dan masuk ke toilet yang berada di kafe itu.

Setelah menuntaskan keinginanku, aku pun keluar dan hendak kembali ke meja di mana teman-temanku berada. Namun, saat aku melangkah, tiba-tiba saja mata ini melihat seseorang yang tidak asing bagiku.

"Sepertinya aku pernah melihat dia?" ujarku dengan pelan.

Di sana, di meja paling ujung, aku melihat seorang anak kecil yang sedang duduk berdua dengan ibunya. 

"Anak itu, kok seperti yang ada dalam mimpiku?" lirihku pelan. 

Ini aneh. Tidak mungkin aku bertemu dengan orang yang hanya ada di dalam mimpi. Aku menggelengkan kepala seraya mengusapnya pelan. Itu hanya bunga tidur, tidak untuk dipikirkan.

Kakiku kembali melangkah, namun terhenti kembali saat melihat seorang pria menghampiri mereka.

'Pria itu?'

Gadis itu bertepuk tangan riang saat pria itu melambaikan tangan pada keduanya. Wanita yang aku pikir ibunya mengambil tangan si pria dan menciumnya. Hal yang sama pun dilakukan oleh gadis itu. 

'Ayahnya, kali, ya?' gumamku lagi.

Namun, aku merasa aneh. Pria itu sangat tertutup. Dia memakai jaket kulit, juga memakai masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Pria itu juga memakai kaca mata serta topi. 

'Ribet banget tuh cowok,' batinku berbisik.

Jika diperhatikan, aku merasa tidak asing dengan pria itu. Tingginya, postur tubuhnya dia seperti ... ah, mungkin hanya kebetulan saja. Tidak mungkin dia orang yang aku kenal.

Setelah memperhatikan keluarga kecil tadi, akhirnya aku memutuskan untuk kembali saja ke mejaku.

"Lama banget, Say. Ngeluarin apaan, lo? Beranak di toilet?" cecar Viona padaku.

"Apaan, sih. Ngantri," ujarku berbohong. Mereka tidak harus tahu jika aku baru saja melihat gadis yang semalam singgah di mimpiku. Bisa ditertawakan lagi aku oleh mereka.

"Yum, ceritain dong, gimana pengalaman malam pertamamu. Deg-degan, enggak?" tanya Salsa antusias.

Bukannya menjawab, aku malah mendelikkan mata seraya melemparkan tisu bekas pakai padanya.

Apa yang mau aku ceritakan, aku pun sama sekali belum menjalaninya. 

"Apaan, sih nanya gituan. Gue enggak tahu," ujarku membuat kedua mata temanku itu melotot.

"Tidak tahu? Jangan pura-pura!" Salsa melemparkan tisu yang aku lemparkan padanya tadi.

"Serius gue, enggak tahu. Pas waktu selesai acara, gue dapet jatah bulanan, jadinya gagal malam pertama, deh."

"Sumpah demi apa, lo belum ngasih dia jatah, tapi sudah lo kasih dia tamparan di pipinya? Istri durhaka, lo!"

Aku dan Viona tertawa terbahak. Bukan mentertawakan nasib suamiku, tapi mentertawakan Salsa dengan gaya bicaranya yang bisa mengocok perut.

Saat aku tengah tertawa dan bergurau, aku melihat keluarga kecil tadi berjalan ke arah kami. Sepertinya mereka akan keluar dari kafe ini.

"Minum, Yumna. Malah bengong." Viona menggeser gelas berisikan minumanku. Aku hanya mengangguk.

Semakin mereka mendekat, dadaku semakin berdetak kencang. Aku tidak mengerti, kenapa ini bisa terjadi padaku.

Pria dewasa itu menggendong gadis kecil berambut ikal dengan satu tangan. Sedangkan sebelah tangannya, dia gunakan untuk menggandeng wanitanya. 

'Pasangan yang romantis.'

Saat dia melewati mejaku, aku bisa melihat dia melirikku dari kacamata putih yang ia kenakan. Jika dilihat dari belakang, dia begitu mirip dengan suamiku.

'Mungkin hanya mirip,' ucapku dalam hati.

Di dunia ini memang banyak orang yang mirip dengan kita. Apalagi jika dilihat dari belakang.

Pukul empat lebih, aku sudah sampai di rumah. Ternyata suamiku pun sudah pulang. Terlihat dari mobilnya yang sudah terparkir di depan rumah. Aku pun buru-buru masuk ke dalam rumah dan dengan setengah berlari, aku menaiki anak tangga untuk sampai ke kamarku.

"Mas, kamu sudah pulang? Maaf, ya aku pulangnya telat," ucapku menekuk wajah saat melihat dia baru keluar dari kamar mandi.

"Tidak apa-apa, Sayang. Aku memang sengaja pulang cepat hari ini. Kamu itu, masih sama kayak dulu. Suka lupa waktu, kalau sudah jalan sama Viona dan Salsa. Bahas apaan, sih?"

Aku menyipitkan mata melihat suamiku yang santai menggosok rambut basahnya.

"Kok, kamu bisa tahu kalau aku jalan sama mereka? Aku, 'kan tidak cerita sama kamu." 

Mas Daffa menghentikan tangannya. Dia berjalan mendekatiku dan menangkup kedua pipiku.

"Aku hanya nebak, Sayang. Tapi, tebakkanku benar, 'kan?" ujarnya semakin mendekatkan wajahnya padaku.

"Hmm, tanganmu dingin, Mas." Aku melepaskan kedua tangan Mas Daffa dari wajahku.

"Masa, sih? Aduh, aku kedinginan, Sayang. Sini, dong, peluk." Mas Daffa merentangkan kedua tangannya. Dengan senyum malu tapi mau, aku pun maju dan berhenti saat pipiku sudah menyentuh dadanya.

Hanya sebatas ini yang bisa kami lakukan setelah menikah. Aku yang sedang mendapatkan tamu bulanan, terpaksa menunda malam bersejarah kami.

"Oh, ya Sayang. Aku ... aku harus pergi ke Bogor, besok."

Seketika aku melepaskan diri dari pelukan Mas Daffa. Aku terduduk di pinggir ranjang dengan menekuk wajah.

Jujur, aku tidak mau ditinggal pergi olehnya.

"Kita masih pengantin baru loh, Mas, masa mau ditinggal pergi," protesku membuat Mas Daffa serba salah.

Aku tahu ini pekerjaannya. Tapi, bisakah jika tidak sekarang?

"Maafkan aku, Sayangku Yumna. Aku juga maunya gitu. Tapi, ya gimana lagi, aku harus pergi besok. Perkebunan teh yang di sana sedang masa panen, dan aku sangat dibutuhkan di sana."

"Aku mau ikut."

"Jangan!" ujarnya cepat.

"Kenapa?"

"Karena ...."

Bab terkait

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 6

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 6 "Karena apa, Mas? Kita bisa sambil bulan madu di sana," ujarku merengek. Mengambil bantal, lalu meletakkan di pangkuan. Mas Daffa merendahkan tubuhnya dengan berlutut di depanku. Kedua tangannya menggenggam kedua tanganku. "Sayang, kamu lupa, ya kalau kamu 'kan, sedang datang tamu bulanan. Jadi, kita belum bisa bulan madu. Hmm, gini aja deh, gimana kalau nanti saja. Saat tamu bulanan kamu sudah selesai, kamu boleh, kok susul aku ke sana. Sekarang, jangan dulu, ya?" "Ya, enggak apa-apa, bulan madunya nunggu aku selesai saja. Tapi, berangkatnya kita tetap barengan. Ya, Mas, ya?" rengekku lagi. "Jangan, dong. Nanti aku tidak kuat iman, loh. Apalagi punya istri cantik begini, aku tambah geregetan jadinya." Aku mengerucutkan bibirku seraya mencebik, "tapi nanti kalau udah selesai, boleh nyusul, ya?" tanyaku. "Jelas boleh, dong. Nanti aku simpan alamat vila tempat aku

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01
  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 7

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 7"Daffa baru saja berangkat ke sana. Jangan kamu repotkan dia dengan hal-hal yang tidak penting."Aku mengurungkan nitaku yang ingin menemui Mama Arum. Rupanya dia sedang berbicara lewat telepon. Karena tidak mau mengganggu, aku pun memutuskan untuk masuk ke kamarku saja.'Bila,' gumamku.Nama itu beberapa kali disebut di rumah ini. Namun, aku tidak tahu siapa dan yang mana orang yang bernama Bila itu. Apakah saudaranya?Apa baiknya aku bertanya saja sama Mama tentang nama itu? Ah, tidak. Sepertinya itu bukan ide yang bagus.Beberapa saat termenung memikirkan nama yang disebutkan Mama Arum, aku pun memutuskan untuk pergi ke rumah mama dan papaku.Sebelum aku pergi ke rumah Mama dan Papa, aku merapikan kamarku yang masih berantakan. Menata bajuku yang sudah disetrika dan memasukkannya ke dalam lemari. Begitu pun dengan pakaian milik Mas Daffa."Akhirnya selesai juga,"

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-24
  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 8

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 8"Memangnya ada apa, sih kamu kok ngebet banget mau ke rumah orang tuamu. Papamu sakit?" tanya Mama Arum saat aku minta izin untuk pergi ke rumah orang tuaku."Enggak, Ma. Aku pengen aja main ke sana. Gak boleh, ya, Ma?""Boleh, sih, tapi beneran mau ke rumah orang tuamu 'kan? Bukan mau nyusul suamimu ke Bogor?"Aku terpaku dengan pertanyaan Mama Arum. Kenapa dia jadi mencurigaiku? Kalaupun iya, aku menyusul Mas Daffa, lalu salahnya di mana?"Enggaklah, Ma. Ngapain aku nyusul Mas Daffa sekarang. Aku beneran mau ke rumah Mama dan Papa," kataku lagi."Yaudah, ayo Mama anter kamu." Mama Arum menyimpan majalah yang sedang ia baca. "Sebentar, Mama ambil kunci mobil dulu," ucapnya lagi seraya bangkit dan berjalan ke kamarnya.Ya ampun, dia sampai mau mengantarkanku hanya karena takut jika aku menyusul putranya ke luar kota.Kecurigaanku semakin besar

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-24
  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 9

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 9Dengan sekuat tenaga aku menutup pintu yang telah aku buka tadi.Demi Tuhan, apa yang aku lihat barusan membuat jantungku berdegup kencang. Astaga, mataku telah ternoda."Mama!" Aku berteriak sekencang mungkin.Mama dan Papa buru-buru menghampiriku. Wajah panik kedua orang tuaku begitu kentara terlihat."Ada apa, Yumna. Kenapa berteriak?" tanya Mama."Ma, Pa. Tolong jelaskan, kenapa ada Surya di kamarku?" Meskipun aku melihatnya dari belakang, aku begitu yakin jika pria yang aku lihat tadi adalah Surya.Pintu terbuka dari dalam, memperlihatkan Surya dengan wajah klimis khas orang yang sudah mandi."Maaf, Non, ini memang kamar saya sekarang," ucapnya membuat mulutku menganga."Ma, jelaskan. Kenapa kamarku jadi kamar, Surya?" Dengan napas yang memburu menahan amarah, aku kembali bertanya."Aku tahu, Papa sudah menganggapnya anak, tapi tidak

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-24
  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 10

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 10Mama Arum. Dia berdiri seraya berkacak pinggang. Kemudian, ibu mertuaku itu berjalan mengakhiri mobilku dan mengetuk kaca seraya menyuruhku turun.Dengan sangat terpaksa, aku pun keluar menemui mertuaku itu. Sial, aku ketahuan oleh Mama Arum."Turun kamu!" sentaknya saat aku membuka pintu."Iya, Ma, ini juga mau turun.""Ayo ikut Mama!" ujar Mama Arum dengan menarik tanganku hingga aku berada di samping mobilnya. "Masuk!" ujarnya lagi sembari membukakan pintu untukku."Tapi, Ma ....""Masuk, Mama bilang! Kalau kamu tidak mau masuk, Mama laporkan kamu ke Daffa!" Mama Arum mengancamku. Aku meneguk ludahku dan masuk ke dalam mobilnya.Tidak ada gunanya aku melaw

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-24
  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 11

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 11"Aduh, aku jatuh gak, nih?" tanyaku dengan kaki yang bergetar.Kalau aku jatuh, bukan Mas Daffa yang aku temui, melainkan malaikat maut yang menjemput.Astaghfirullahaladzim!"Kalau jatuh, kita akan ketahuan. Makanya hati-hati, dan jangan berisik." Surya berucap dengan sangat pelan.Surya mabantuku memakaikan full body harness ke pinggangku. Entah dari mana dia mendapatkan ini, aku tidak tahu. Sepertinya ini memang sudah ia persiapkan sebelum datang ke mari.Setelah mengaitkan tali pada salah satu railing balkon, Surya menyuruhku untuk turun.Demi Tuhan aku takut jatuh dari sini."Ya, sakit kalau jatuh.""Tali ini, tidak akan sampai tanah, Non. Paling kaki Non Yumna saja yang akan menyentuh tanah. Jadi, non tidak akan jatuh. Loncat juga gak akan buat tubuh Non terhempas ke tanah," bisik Surya.Aku melihat ke bawah dengan menelan ludah yang semakin

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-24
  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 12

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 12"Mau pergi, atau tetap di sini?" tanyanya menghentikan ucapanku.Aku mengangguk dan bersiap untuk turun. Tidak ingin gagal lagi dan dengan tekad yang kuat aku memberanikan diri untuk melepaskan tanganku dari besi.Mau jatuh, mau sakit itu urusan belakangan. Yang penting, aku kelaur dari sini.Tubuhku melayang setelah pegangan tanganku terlepas. Aku tidak berani membuka mata sebelum tali ini berhenti mengayun.Akhirnya aku membuka mata saat sebelah kakiku mulai merasakan menyentuh tanah. Aku selamat dan masih sadar menyentuh tanah.Di luar dugaan, Surya turun dengan tangan kosong. Tidak menggunakan pengaman seperti yang dia berikan padaku. Dengan menggunakan kekuatan tangan dan kakinya, Surya turun dari balkon kamarku dengan beg

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-24
  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 13

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 13Wanita yang pernah aku lihat di kafe dengan seorang anak kecil, dia ada di sini. Lalu, apa hubungan dia dengan suamiku?Sepertinya dia terkejut melihat aku ada di sini. Terlihat dari mimik wajahnya yang berubah pias."Mas, dia siapa? Kenapa dia ada di sini denganmu?" Aku bertanya setelah melepaskan diri dari pelukan suamiku.Mas Daffa bergeming. Begitu pun dengan wanita itu."Mas, jawab dong. Kenapa diam saja. Apa jangan-jangan, kalian—""Saya sepupunya Mas Daffa, Mbak. Mbak pasti istrinya, 'kan?" Wanita itu memotong ucapanku dengan cepat.Dia menghampiriku yang masih berdiri di ambang pintu. Dengan senyum yang manis, dia mengulurkan tangan dan menyebutkan namanya."Nabila."'Nabila?''Apa dia Bila yang Ibu maksud?'Meski ragu, aku pun membalas uluran tangan itu."Mas Daffa sering bercerita tentang

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-24

Bab terbaru

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 72 ENDING

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 72Dalam kebingunganku, tiba-tiba Azzam melepaskan sabuk pengamannya, ia menarik tanganku dan memeluk tubuhku. Menyandarkan kepalaku di dadanya."Maaf, ya tadi aku teriak di depanmu, dan bikin kamu takut," ujarnya seraya mengusap kepalaku.Oh, ternyata dia mengerti kegelisahanku. Aku pun membalas pelukannya dengan menganggukkan kepala.Setelah mengecup kepalaku singkat, Azzam kembali memakai sabuk pengamannya, dan melajukan mobil."Mau mampir dulu, enggak?" tanyanya."Ke mana?""Ke mana aja. Kamu maunya ke mana, aku ikutin," ujarnya melirikku seraya tersenyum.Mendadak aku teringat pada Nabila. Sejak mengantarkan dia ke madrasah, aku tidak pernah tahu lagi keadaan dia. Juga tidak pernah bertukar kabar dengannya.Rasanya aku ingin sekali melihatnya. Bagaimana keadaan dia sekarang, dan kehidupan dia sesudah keluar dari rumah Mama

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 71

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 71"U—Umi?""Jangan seperti itu, Yumna." Umi berucap dengan manatapku lekat."Maaf, Umi.""Ayo, ikut Umi."Umi menuntunku ke belakang rumah. Hatiku jadi tidak karuan, pastinya Umi akan memarahi aku karena niatku jailku tadi."Kamu mau mengerjai Rahma, 'kan?" tanya Umi."Maaf, Umi. Yumna, tidak suka karena tadi dia mendekati Bang Azzam," jawabku pelan."Iya, intinya tadi kamu mau ngerjain Rahma, 'kan?"Aku mengangguk lemah."Bukan pakai itu, caranya." Umi mengambil bubuk cabe dari tanganku. "Tapi, dengan itu," tunjuk Umi pada ulat bulu yang berada dalam toples.Aku membulatkan mata, tidak percaya dengan apa yang Umi lakukan."M—maksud Umi?""Kita kerjain dia pakai itu. Ini memang salah, tapi Umi sudah empet banget sama Rahma. Beberapa kali sudah Umi bilang, kalau datang ke sini harus

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 70

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 70"Maaf, Umi. Yumna tidak bisa bantu menyiapkan sarapan," ucapku pada Umi pagi ini.Bagiamana aku bisa membantu Umi, kalau Azzam tidak membiarkanku keluar kamar setelah salat subuh tadi. Dia mengurungku dengan alasan kami adalah pengantin baru."Tidak apa-apa, Yumna. Ayo duduk, kita sarapan bareng."Aku mengangguk, mulai melayani suamiku di meja makan. Setelah makanan untuk Azzam sudah siap, aku duduk di samping Syila yang sedang menikmati sarapannya."Nda, yambutnya basah, ya? Tuh, keyudung Nda jadi ikutan basah."Sontak saja, semua mata kini tertuju padaku yang terkena serangan rasa malu. Jangankan untuk menjawab, menelan ludah pun rasanya sulit. Bibir Syila membongkar segalanya. Ketahuan juga jika aku baru saja mandi sebelum turun untuk sarapan.Jika Umi hanya tersenyum menanggapi celotehan cucunya, beda lagi dengan Azzam y

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 69

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 69Kakiku mendekati ranjang. Rasanya begitu berbeda dengan sebelumnya. Aku merasa gugup dan bingung harus berbuat apa.Haruskah aku loncat ke atas ranjang?Ah, memalukan!Apa aku harus pura-pura ke kamar mandi untuk menghilangkan kegugupan ini?Terlambat. lututku sudah mentok menyentuh ranjang.Ya Allah, bisakah malam ini mati lampu, agar dia tidak bisa melihat wajahku yang sudah terasa memanas ini?Pinggulku sudah menyentuh ranjang. Aku duduk dengan kaki yang masih menjuntai ke bawah. Sedangkan dia, dia terus saja menatapku tanpa berkedip.Itu mata emang gak pedih, ya?Detak jantungku bertalu-talu saat kurasakan ranjang di sebelahku bergoyang. Dia bergerak merangkak semakin dekat dan .... Azzam menyimpan kepalanya di pangkuanku.Aku bisa bernapas lega, tapi desiran halus kini kurasakan kembali saat dia mengambil tanganku lalu diletakkan di k

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 68

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 68"Dra, yang mau menjalani rumah tangga itu kamu, bukan Umi. Jadi, pandai-pandailah mengenali karakter dan sifat seseorang yang akan kamu jadikan istri. Umi tidak bisa menjawab pertanyaan kamu, karena Umi pun, belum mengenal Salsa itu. Mungkin nanti kamu bawa dia ke sini, kenalkan sama Umi," ujar Umi panjang lebar.Salsa itu orangnya baik, cuma memang bicaranya saja yang suka nyablak dan sesuka bibirnya kalau berucap."Sayang, sudah sarapannya? Kita jalan-jalan, yuk!"Azzam bicara padaku, aku pun mengangguk karena memang sarapanku sudah habis."Hadeuh ... terus saja terus, bikin ubun-ubunku tambah ngebul!" ujar Andra yang melihat kemesraan aku dan Azzam.Tanpa mendengarkan ledekan adiknya, Azzam menggandengku dan Syila untuk pergi. Setelah sebelumnya kita berpamitan kepada Umi terlebih dahulu.Aku tidak mau bertanya ke mana di

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 67

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 67"TIDAK!!""Sssttt ... kok, malah teriak?"Aku menutup mulutku rapat-rapat dengan telapak tangan.Oh, ya ampun, ternyata aku hanya berhalusinasi! Ternyata kita belum melakukan apa-apa. Azzam yang tadi mengulurkan tangannya, kini menariknya kembali. Aku menoleh ke sampingku, melihat gadis kecil itu yang masih terlelap dalam tidurnya.Azzam bangkit dan menghampiriku, ia duduk di pinggir ranjang, tepat di sampingku yang tengah mengatur napas."Kenapa?" tanyanya."Jangan, Bang. Kita tidak bisa melakukannya sekarang, aku tidak mau apa yang ada dalam bayanganku jadi kenyataan. Serem, Bang."Azzam menautkan alis. Dia tidak paham dengan apa yang aku katakan."Maksudnya? Emang kamu membayangkan apa?"Aku pun menceritakan apa yang aku bayangkan tadi. Namun, diluar dugaan. Azzam malah tertawa. Ia sampai menutup mulut menggunakan telapak tangan agar tawanya

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 66

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 66"Maaf, Sayang. Mendingan, Syila sekarang bobok, ya. Udah malem, lho." Azzam membujuk putrinya.Syila menggelengkan kepala. Dia menolak untuk tidur, dengan alasan belum mengantuk.Sedangkan aku, aku hanya menjadi penonton drama antara anak dan ayah itu. Sesekali aku tertawa melihat Azzam yang berusaha membuat Syila tidur. Ia menggendong putrinya, dan mengayun tubuh kecil itu. Namun, bukannya tidur, Syila malah merengek ingin turun. Setelah diturunkan, Syila lari ke arahku dan memeluk tubuhku."Ayah, nakal, Nda." Syila mengadu sembari mengusap rambutnya yang menghalangi wajahnya."Nanti, Bunda jewer telinga, Ayah, ya? Sekarang, Syila bobok dulu, ini sudah malam," kataku dengan lembut.Syila mendongak, mata bulatnya menatapku. Perlahan, dia mengangguk dan berkata, "Tapi, boboknya sama Nda, ya?"Aku melirik ke arah Azzam. Dia memberik

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 65

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 65DUA BULAN KEMUDIANCinta bisa membuat manusia terlena, cinta menjanjikan hidup jadi kian berwarna. Namun, cinta juga bisa membuat hati kecewa dan terluka.Berwarna, kecewa dan terluka telah aku alami dalam mengenal cinta. Setelah luka itu sirna, kini aku kembali merasakan indahnya jatuh cinta. Bersama dia yang kini sedang menggenggam tanganku erat."Haus?" Dia bertanya.Aku menggeleng sebagai tanda jawaban."Mau makan?"Kembali aku menggeleng tanda penolakan."Terus, maunya apa?" Dia kembali bertanya.Mauku adalah, dia tetap seperti ini. Bersikap manis dan lembut disetiap waktu. Selalu menggenggam tanganku hingga kulitku kian mengendur."Loh, kok malah senyam-senyum." Dia mengusap pipiku yang tertutup hiasan make up.Bukan hanya saling senyum, kini kita malah tertawa bersama seolah telah menemukan sesua

  • Gadis Kecil di Pelaminanku   Bab 64

    GADIS KECIL DI PELAMINANKU 64"Maksudnya apaan, tuh kemping?" tanya Salsa penasaran."Eng–enggak, kok. Tasya memang suka ngaco. Tasya makan baksonya lagi, ya?" ujar Nabila pada anaknya.Seperti yang menghindar, Nabila malah memilih untuk memakan bakso yang tersaji di depannya, ketimbang menjawab pertanyaan Salsa.Anak kecil itu jujur, dan aku yakin jika jawaban Tasya tadi memang apa adanya. Tapi, apa yang dimaksud kemping? Apa jangan-jangan mereka tidur di emperan? Seketika dadaku berdenyut, membayangkan jika yang aku pikirkan memang benar adanya."Bil, kamu dan Tasya tidak tidur di emperan 'kan?" tanyaku membuat Nabila menghentikan suapannya."Tid—""Jangan bohong, jawab aja yang jujur. Kali aja kita bisa bantuin, lo." Salsa kembali berucap."Aku tidur di taman," jawab Nabila akhirnya."Hah! Lo, kagak salah? Kasihan anak, lo nanti dia keding

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status