VOTE YA
Di jam istirahat meeting Sunan melihat Clavin kembali membalas pesan kemudian menyingkir untuk menerima telepon dari wanita. Sunan sengaja tidak bertanya meski biasanya Clavin tidak pernah menutupi hubungannya dengan wanita manapun.Clavin tipe laki-laki setia tidak punya banyak teman wanita karena itu Sunan ikut hapal siapa-siapa saja yang pernah dekat dengan Clavin sejak jaman masih SMU. Clavin sempat pindah di Singapore paska ia berpisah dengan Elice karena sejatinya dia juga pria yang susah untuk mengakhiri hubungan. Apalagi Clavin dan Elice sudah mulai berkencan sejak Elice masih kuliah dan Clavin mengambil gelar paska sarjana. Sunan cuma penasaran apa Clavin masih tidak tahu jika Elice baru keguguran.Saat Clavin kembali duduk ternyata Sunan masih memperhatikan, tatapannya tenang tapi serius sampai akhirnya Clavin menyerah."Baiklah aku akan jujur ...." Clavin menghela napas pasrah, melemaskan bahunya sambil balas menata Sunan. "Aku sedang bersama seorang wanita tapi untuk kali i
Sunan kembali bertemu Clavin untuk lanjutan meeting mereka kemarin. Sunan melihat Elice menelpon tapi sengaja tidak Clavin jawab padahal mereka sedang dalan sesi istirahat."Itu Elice kenapa tidak kau jawab?" Sunan melipat tangan di dada sembari mengedipkan alis pada ponsel Clavin yang kebetulan terletak di depannya."Oh, sudah mati!"Kebetulan panggilan Elice berhenti ketika Clavin hendak meraih ponselnya. Sunan masih curiga jika Clavin memang sengaja mengabaikan."Dia menelpon lagi!"Ponsel Clavin kembali bergetar dan muncul foto serta nama Elice di layarnya. Bukanya mengangkat panggilan tersebut Clavin malah terlihat gugup menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Baiklah aku akan jujur ..." Akhirnya Clavin menyerah, menurunkan garis alisnya yang semula tegang untuk menatap Sunan dengan pasrah."Tapi tolong rahasiakan ini dari Elice." Clavin menunggu sampai Sunan mau mengangguk."Ada apa denganmu?" Sunan semakin curiga jika menilai sifat Clavin yang tidak pernah macam-macam."Berjanji
Sejak sebelum meeting, di jam istirahat, sampai meeting mereka selesai, Sunan melihat Elice beberapa kali menelpon Clavin tapi tetap tidak dijawab sama sekali. "Mungkin dia sibuk," komentar Sunan begitu melihat Elice kembali meletakkan layar ponselnya yang baru padam ke atas meja."Mungkin." Elice cuma balas mendesah pasrah.Sebenarnya Sunan tahu alasannya tapi dia juga sedang tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya bersimpati. "Apa kau akan langsung pulang?" tiba-tiba Sunan bertanya. "Aku tahu temat makan yang enak jika kau tidak ada acara.""Oh ..." Elice terlihat berpikir sebentar kemudian menatap Sunan. "Oke, aku juga sedang tidak ada urusan penting.""Biar aku yang menyetir, pakai mobilku saja." Sunan sudah berdiri, menunggu Elice merapikan beberapa file yang baru mereka bahas ke dalam laci mejanya.Mereka keluar bersama menggunakan mobil Sunan dan sempat terjebak macet hingga membuang waktu hampir satu jam."Aku tidak tahu bakal semacet tadi." Suan meminta maaf begitu menghen
Hari ini Riko pulang lebih cepat dari kantor, tapi sejak dia tiba, apa yang dilakukan semua orang di rumahnya seperti tidak ada benarnya di mata Riko. Riko marah-marah dengan satpam yang cuma sedikit lambat membukakan pintu gerbang, Riko juga menendang tempat sampah di samping garasi yang tidak tahu salahnya apa."Kenapa dengan suamimu?" bisik ibunya Novie. "Apa kalian bertengkar lagi?""Tidak." Novie menggeleng ikut bingung melihat tingkah Riko."Sudah sana bujuk dia, jangan lupa berikan lagi kopi yang kemarin ibu bawa dari kampung."Novie mengikuti saran ibunya. Kemarin ibunya Novie baru pulang untuk meminta resep jampi-jampi dari orang pintar. Keluarga Novie memang masih sangat percaya hal-hal klenik dalam menyelesaikan masalah. Novie curiga Riko sedang berselingkuh. Karena itu ibu Novie gencar mencari dukun untuk mengikat anak menantunya.Sedikit-demi sedikit Novie memang akan terus menuai karmanya terhadap Nabila. Sekarang Novie tahu seperti apa rasanya dibalas dengan daun teling
Satu minggu paska kehilangan janinnya, Elice sudah mulai kembali aktif bekerja aktif seperti biasa. Kali ini Elice sedang memimpin meeting dengan para pimpinan perusahaan rekanan untuk projek besarnya bersama Marko dan Sunan. Seperti biasa Sunan cuma ikut menyimak bagaimana wanita cerdas itu sudah mondar-mandir di depan mereka semua yang mayoritas laki-laki. Selain cantik dan cerdas, Elice memiliki wibawa sebagai pemimpin.Ketika memperhatikan Elice yang seperti itu, dia memang sangat berbeda dengan wanita yang Sunan lihat kemarin malam bernyayi di kafe. Sunan sempat beberapa kali kehilangan konsentrasi karena lebih fokus meperhatikan Elice secara personl."Bagaimana Mr. Syarif?" Tiba-tiba Elice menunjuk Sunan untuk meminta pendapatnya.Elice akan memanggil nama belakang sunan dengn awalan Mr jika mereka sedang meeting dengan para pemimpin dari perusahaan asing seperti ini."Ya, aku setuju." Sunan langsung mengangguk kemudian mengitarkan padangan pada semua orang di sekeliling meja ya
"Jam berapa ini?" Elice baru menggeliat terbangun lelah dalam pelukan Sunan yang tidur melilit tubuhnya.Sunan ikut terbangun dan segera mengulurkan lengan untuk meraih ponselnya dari atas meja nakas.Sunan membaca tulisan kecil di sudut layar dengan mengeryitkan dahi karena silau. "Jam setengah delapan.""Oh!" Elice langsung terjingkat bangun. "Aku bisa terlambat, aku harus menghadiri pernikahan Nabila!"Elice serta Sunan sama-sama bangun kesiangan, masih bugil, dan cuma sekedar terbelit selimut kusut di atas tempat tidur berantakan. Mereka bertempur semalaman, berulang kali tumbang bersama dan bangkit lagi karena Sunan sepertinya juga masih belum kenal lelah untuk menyetubuhi Elice sampai menjelang pagi.Rasanya masih pedih tapi Elice tetap harus buru-buru bangun."Jam berapa acaranya?" tanya Sunan ikut bangkit."Jam sepuluh!" Elice sudah sibuk memunguti pakaiannya yang bercecer di lantai sambil kembali dia pakai dengan terburu-buru."Biar kuantar," Sunan menawarkan diri."Tidak! ak
"Coba kau lihat pengantinnya!" Moy buru-buru mengalihkan perhatian Elice dari meneliti ukuran pinggangnya."Kau sangat luar biasa," Elice beralih memuji Nabila.Nabila memang terlihat sangat cantik dan seketika berbeda saat mengenakan kebaya putih, anggun degan deskripsi yang sulit untuk diungkapkan."Aku ikut tegang mekipun kau yang akan dinikahi Marko Alexander!" Elice menggenggam kedua telapak tangan Nabila dengan gemas.Elice adalah orang yang ikut berjuang untuk hubungan Nabila dan Marko, wajar jika dia jadi yang paling antusias. Elice sampai lupa dengan urusannya bersama Sunan dan ingin mengabaikannya sejenak di hari sepesial sahabatnya ini."Aku ikut sangat bahagia Nabila. Akhirnya kau yang paling dulu melepas predikat janda." Elice masih terharu tapi kali ini sambil menggetarkan tawa."Terima kasih sudah mempertemukan kami."Elice mengangguk-angguk sambil menyeka benih air mata harunya. "Marko laki-laki yang baik, dia akan sangat mencintaimu, dan akan bertanggung jawab padamu s
"Bagai mana acaranya?" tanya Sunan begitu Elice masuk ke dalam mobilnya."Nabila sangat cantik." Elice menoleh pada Sunan sengaja ingin melihat reaksi lelaki itu.Elice belum hilang ingatan bagaimana Sunan mengejar-ngejar Nabila."Kau juga cantik." Sunan belum juga menjalankan mobilnya, dia malah balas menatap Elice."Jangan bicara seperti itu, kau membuatku merasa aneh!"Bagaimana tidak aneh, sedangkan kemarin mereka masih rekan kerja profesional dan tiba-tiba sekarang mereka jadi teman berbagi ranjang."Bayangkan bagaimana jika ada yang mengetahui hubungan kita?" Sungguh Elice masih ingin kembali menenggelamkan mukanya di permukaan bantal. Dirinya dan Sunan benar-benar sesuatu yang tidak pernah terbayangkan bakal jadi seperti ini.Sunan mulai menjalankan mobilnya untuk mengantar Elice pulang."Sebenarnya waktu janji pertama kencanmu di grup, aku sudah datang.""Apa maksudmu?" Sunan kaget, di menoleh sebentar pada Elice karena masih sambil mengemudi."Sebenarnya aku yang memakai nam
Ketika Sunan masuk, dia syok melihat kehebohan tangis dua bayi sekaligus. Sunan malihat Elice sudah menggendong bayinya demikian pulan dengan Marko. Elice melahirkan di atas ranjang dan Nabila melahirkan di sofa."Apa yang terjadi?""Nabila ikut melahirkan karena stres melihat kondisi Elice." Moy yang menjawab sementara Marko masih gemetaran menggendong bayinya."Oh Tuhan!""Dia sehat." Elice tersenyum menunjukkan bayinya dan ternyata Sunan menangis meski tanpa suara isakan.Sunan segera memeluk Elice serta bayinya yang masih kemerahan."Biarkan Nabila yang memberi Nama.""Ya." Sunan terus mengangguk karena tidak perduli dengan apapun asal istrinya selamat."Bagaiman ini?" Marko bingung melihat bayinya menangis masih dengan tali plasenta yang membuat dia takut."Berikan padaku!" Moy meminta bayinya untuk dibawa pada bidan.Setelah memberikan bayinya pada Moy, Marko segera memeluk Nabila dan menciuminya sejadi-jadinya. Rasanya masih sulit dipercaya jika dia sendiri yang baru membantu pe
Nabila sedang melakukan panggilan video dengan Moy dan bayinya yang sekarang sudah berumur tiga bulan. Bayi cantik yang Elice beri nama Moza itu sudah pintar tersenyum dan membalas suara orang dewasa dengan dengungan. Nabila benar-benar gemas hingga tidak sabar menunggu kelahiran bayinya sendiri."OH ... anak perempuan memang mengemaskan!" Nabila melayangkan kecupan pada bayi montok yang menyeringaikan tawa di layar ponselnya."Tapi sepertinya ini laki-laki." Marko meraba perut Nabila yang kebetulan ada di sampingnya."Ini anak perempuan, aku bisa merasakannya!" Nabila ngotot.Setelah memiliki Bagas, sangat wajar jika Nabila sedang sangat menginginkan anak perempuan meski sampai sekarang Nabila sengaja belum mau mengetahui jenis kelamin bayinya."Apa Moza sudah bisa tengkurap?" Nabila melanjutkan obrolannya dengan Moy walaupun Marko terus mengganggu."Baru miring belum bisa terbalik.""Lihat Marko dia tersenyum padamu!" Nabila menghadapkan kameranya ke arah Marko yang sedang memangku l
"Kau tidak akan percaya jika sebenarnya sudah sejak lama aku menatapmu!"Elice berhenti mengunyah makanannya untuk balas menatap Sunan."Aku hanya tidak pernah berani berpikir kau akan mau menikah dengan pria sepertiku, mengandung darah dagingku, dan menghabiskan sarapan bersamaku."Dari dulu Sunan hanya standar, tidak sejenius Clavin yang dapat menahlukkan Elice."Kenapa kau berpikir seperti itu?" Elice juga masih kaget."Aku merasa bukan tipemu.""Siapa yang perduli!" tegas Elice persis seperti gayanya dari dulu.Elice memang tidak akan bertele-tele seperti kebanyakan wanita yang suka main perasaan. Tapi bukan berarti hati Elice tidak tersentuh dengan perhatian tulus yang selama ini diberikan Sunan. Elice hanya tidak pernah membahasnya.Mereka masih saling menatap sampai kemudian Elice kembali bicara lebih dulu."Boleh aku minta brokolimu?" Elice menunjuk potongan brokoli di piring Sunan yang belum dimakan."Kemari, biar kusuapkan." Sunan tersenyum sambil menepuk pahanya agar Elice d
Kehamilan Moy sudah memasuki bulan ke sembilan dengan perut bulat besar dan buah dada makin memadat kencang. Kehamilan anak perempuan ternyata justru membuat wanita terlihat semakin cantik. Moy sedang berbaring lembut di atas ranjang ketika Clavin bantu menarik melepas sisa gaun malamnya yang berbahan ringan. Mereka sedang disarankan untuk lebih banyak berhubungan intim mendekati masa-masa persalinan. "Apa kau tidak kesulitan bergerak?" Clavin ikut merangkak naik ke atas ranjang kemudian menyentuh lembut pada gumpalan buah dada wanitanya yang sedang membengkak penuh. "Tidak, ini masih nyaman." Moy juga mempersilahkan lelaki itu membuka kakinya untuk direntangkan. Clavin memperhatikan Moy sejenak, kemudian membelai ke lipatan lembutnya yang semakin hari semakin sesak untuk dimasuki pria. Clavin terus mengulas-ngulas puncak wanitanya sampai melembut hangat dan tiba-tiba menurunkan kepala untuk menyesap puncak kecilnya hingga mengejang. "Oh ...." Moy melenguh panjang. Rasanya sangat
Kehamilan Moy membuat kedua orang tua Clavin yang sudah lama menunggu keturunan dari putra tunggalnya ikut sangat bahagia dan tidak sabar. Kehamilan Moy sudah memasuki bulan ke enam dengan jenis kelamin bayi perempuan. Setelah resmi menikah bersama Clavin Moy juga selalu dimanja oleh keluarga suaminya. Moy merupakan anak tunggal yang dibesarkan oleh seorang janda, ayah Moy sudah tidak pernah perduli dengan kehidupan sulit mereka sejak bercerai dengan ibunya. Ibu Moy meninggal beberapa tahun lalu, Moy tidak punya sanak saudara lagi di ibukota. Moy berjuang sendiri untuk menjadi wanita mandiri meski dia cuma lulusan SMU dan berhasil sukses. "Istirahatlah jika kau capek." Clavin tahu Moy sudah sibuk dengan keluarganya sejak siang. "Biar aku saja yang menemani tamu." "Aku mau menunggu Nabila dulu." "Apa masih lama?" Clavin menengok arloji di pergelangan tangannya. "Sebentar lagi mereka sudah di jalan." "Jangan terlalu capek." Clavin menggosok puncak perut Moy yang makin membulat besa
"Bagaimana?" Marko sudah tidak sabar menunggu dua garis merah pada benda pipih yang sedang dipegang Nabila."Tunggu sebentar."Mereka sama-sama tegang setelah usaha keras siang dan malam penuh perjuangan."Ya!" Nabila segera menunjukkan dua garis merah yang langsung membuat Marko melompat untuk mengangkatnya."Oh, Tuhan ... terima kasih .... terimakasih ..." Marko terus menciumi perut Nabila yang dia angkat cukup tinggi seperti benda enteng kemudian membawanya berputar."Hentikan Marko! nanti anakmu pusing!"Marko masih terlalu bahagia hingga tidak bisa berhenti tersenyum bangga dengan dirinya sendiri."Terima kasih karena telah menjadikanku seorang ayah." Marko menurunkan Nabila untuk dia cium."Dia masih jentik kecil," Nabila mengingatkan."Berapa kira-kira usianya?" marko meraba perut Nabila."Mungkin sudah memasuki bulan ke dua."Nabila sudah terlambat satu bulan sejak menikah dua bulan lalu."Bagas harus tahu jika akan punya adik!" Marko menangkup pipi Nabila kemudian menciumnya
[Lusa aku akan kembali ke New York, apa malam ini aku boleh menginap?] pesan yang dikirim Noah untuk Elice tapi kebetulan Sunan yang membacanya. [Jangan ganggu istriku!] tegas Sunan dengan kalimat singkat. Mungkin karena kaget, Noah langung beralih menelpon. Sunan juga tidak segan untuk langung menjawab panggilan dari anak muda itu. "Di mana Elice?" tanya Noah begitu mendengar suara pria dewasa yang menjawab panggilan teleponnya. "Dia masih mandi." Sunan tidak berbohong. "Kau siapa?" Noah bertanya lagi karena masih penasaran. "Aku suaminya!" "Mustahil!" Noah tidak percaya. "Elice tidak pernah memberitahuku jika dia sudah menikah." "Sekarang aku yang memberitahumu!" Sunan terus mempertegas tanpa basa-basi. "Siapa?" tanya Elice yang baru keluar dari bilik kamar mandi dan melihat Sunan sedang menjawab panggilan teleponnya. "Keponakan Marko!" Sunan yakin Noah juga ikut mendengar percakapan mereka dari seberang telepon. "Berikan padaku?" Elice meminta ponselnya tapi tidak Sunan b
Tiba-tiba ponsel Nabila berbunyi dengan sebuah notifikasi pesan. "Moy, membubarkan grupnya!" Nabila terkejut. "Kenapa?" tanya Marko. "Aku tidak tahu, biar nanti aku telepon." Nabila memang tidak tahu dengan apa yang sedang bergulir, dia cuma terkejut jika Moy sampai membubarkan grup kesayangannya. "Bukankah kau ada meeting siang ini?" Nabila mengingatkan Marko. "Aku tidak akan lama dan akan segera pulang," Marko berbisik sambil memeluk Nabila dari belakang dan tidak berhenti menciumi sisi kening serta lehernya. Mereka berdua sedang berdiri di depan cermin meja wastafel setelah mandi bersama di tengah hari mumpung Bagas sedang tidur siang. "Cepatlah berpakaian, nanti kau terlambat." Nabil menoleh agar Marko bisa menggapai bibirnya. Mereka bertukar lumatan lembut saling mengais dan semuanya sedang terasa sangat manis untuk dinikmati. Marko dan Nabila adalah pasangan pengantin baru yang sedang lengket-lengketnya tidak ingin terpisah meski cuma sejengkal, tapi Elice tetap memaksa
Clavin benar-benar syok melihat Elice ada di apartemen Sunan, hari masih pagi, Elice kelihatan baru bangun dengan kemeja pria milik Sunan."Bagaimana kau bisa ada di sini?"Tatapan Clavin terus mengoreksi penampilan mantan istrinya sementara otak Elice sudah benar-benar padam tidak bisa berpikir. Clavin jelas melihat jejak cupang merah kemerahan bekas hisapan pria di kulit leher Elice. "Siapa yang datang?" tanya Sunan yang baru ikut menyusul ke depan dan langkahnya terhenti mendadak begitu melihat Clavin sudah berdiri di ambang pintu. Sunan masih menggenggam ponsel yang baru dia matikan dan cuma memakai celana pendek pria tanpa pakaian yang lain. "Apa yang kalian lakukan?" Elice dan Sunan benar-benar sudah tertangkap basah tidak bisa mengelak. Clavin segera menerobos masuk dan melihat celana dalam Elice yang masih tergeletak di samping sofa. Otak Clavin ikut padam membayangkan mantan istrinya telah dicumbu oleh sahabatnya sendiri. "Beri aku alasan yang masuk akal dengan semua in