Huaaaaaaaaaa, sediiiiiiih...
Author POV Greet melamun menatap jendela, sudah tiga hari dia terbaring di ranjang rumah sakit. Hidupnya berubah sejak kemarin, dia mengelus perutnya yang sudah kosong. Dua hari setelah dirawat, Greet kembali pendarahan dan mengalami kontraksi hingga akhirnya harus dilakukan tindakan kuret oleh dokter kandungan. Greet merasa jiwanya mendadak hilang, dia menyalahkan diri sendiri karena tidak menyadari kalau sedang mengandung anak Tristian. Walau semua orang termasuk kedua orangtuanya bilang itu bukan kesalahannya, tetapi tetap saja wanita itu merasakan penyesalan teramat dalam. Suara pintu terbuka tidak membuatnya menoleh, tapi kemudian jejak langkah terdengar dan remasan dibahunya membuat lamunannya buyar. "Hei ..." Tristian tersenyum menatapnya. Pria itu meletakkan bungkusan makan malam untuknya lalu kemudian mengelus pelan sepanjang lengan Greet. "Kenapa ga dimakan makanannya?" Tristian menatap ke meja dorong dimana ada piring berisi makan malam yang RS berikan. Greet menggele
Author POVLuna menahan senyumnya, dia membiarkan tangan besar Pierce bergerilya di perutnya, pria itu juga berkali-kali mengecup perut telanjangnya yang belum sepenuhnya membuncit. Luna berselonjor di kursi panjang, Pierce tanpa ragu mengangkat kaus wanita itu sebatas perut untuk langsung merasakan kulit halus Luna dengan telapak tangannya."Hey there, my baby boy.." sahut Pierce."Not necessarily this baby is a boy." jawab Luna sambil mengulum bibirnya."I'm sure it's a boy." dia mendongak menatap wajah Luna sambil tersenyum lebar.Pierce terus melakukan itu tanpa peduli pandangan tidak suka yang bu Tiara tujukan padanya saat memandang mereka berdua yang sedang bermesraan di patio belakang rumah dari balik jendela kamarnya.Sejak Luna mengakui kalau bayi yang dikandungnya itu anak Pierce, pria itu tidak sungkan setiap hari datang ke kediaman keluarga alm.Yose Oetama, hanya untuk mem'bonding'kan dirinya dengan sang jabang bayi, terutama juga dengan ibunya. Dan Luna juga membuka hatin
Tristian masuk ke dalam mobil, pikirannya kacau. Greet menghilang dan bagian terburuknya adalah, wanita itu tidak membawa ponselnya, hanya dompet yang Greet bawa, entah sengaja atau tidak.Tristian tidak tahu harus ke mana. Sepertinya Greet turun melalui pintu darurat sehingga Tristian tidak bertemu di lift towernya, atau wanita itu memutar melalui lift selatan. Tristian mengusap kasar wajahnya, tidak habis pikir mengapa Greet menghilang begitu saja.Kemana kira-kira Greet pergi?Baru sepuluh menit Greet menghilang, seharusnya dia belum terlalu jauh, tapi Tristian bingung harus memulai mencari ke mana. Dia melanjukan mobilnya dan bingung harus pergi ke arah mana, siapa yang bisa dia tanyakan. Dia mencoba meyusuri jalanan yang menuju ke halte bus, tapi rasanya tidak mungkin Greet naik bus, dia pasti naik taksi.Apa yang membuatnya tiba-tiba pergi?Tristian mengambil ponselnya tapi tetap bingung harus menghubungi siapa. Lagipula Greet tidak membawa ponsel, kemungkinan wanita itu tidak me
6 bulan kemudian ...Greet POVAku ikut mengangkat gelas tinggi-tinggi sesaat setelah ucapan selamat dan tepuk tangan diberikan para bridemaids dan bestmans yang duduk dis amping kedua pengantin serasi, luar biasa dan memukau itu. Setelah mengalami penundaan selama hampir setengah tahun karena masalah ijin kewarganegaraan, Rick dan Emma akhirnya bisa melangsungkan pernikahan hari ini di Greece, Santorini.Hanya keluarga dan kerabat dekat saja yang di undang, tapi Rick khusus menyiapkan tiket dan hotel untukku. Dia dan Emma bilang sangat penting untukku hadir dipernikahan mereka. Tapi Emma sempat-sempatnya berkelakar dan bertanya pada sang pendeta sesaat sebelum pengambilan sumpah pernikahan, katanya apakah boleh Rick langsung menikah dengan dua wanita yaitu dia dan aku? Aku menggeleng melihat kedua orang gila itu masih bisa bercanda dihari pernikahan mereka. Astaga ...Tapi aku ikut senang, akhirnya mereka bisa bersatu dalam sebuah ikatan istimewa. Dua orang sahabat baik dan penting d
Aku duduk di balkon menatap gelapnya langit dan hamparan lautan. Suara langkah membuatku menoleh, melihat Tristian membawa dua buah cangkir berisi coklat hangat."Thanks..." Sahutku dan dia duduk di depanku. Aku meniup minuman panas itu, tanpa sengaja pendanganku naik dan melihat Tristian sedang menatapku lekat. "Kenapa?" Tanyaku."Kamu cocok rambut pendek gitu." Sahutnya dan aku menyambut uluran tangannya. Dia menautkan jemari kami."Gimana kabar Mama dan Papa?" Tanyanya."Baik, terakhir kamu telepon Mama seminggu lalu, begitulah keadaannya. Papa kamu gimana?" Sahutku."Masih harus banyak istirahat, kadang dadanya suka sakit katanya.""Hmm..." Aku mengangguk.Kedua orangtua Tristian sementara waktu ini tinggal di Singapore, karena Om Tjandra berobat disalah satu RS terbaik disana."Aku pikir kamu ga akan dateng." Ucapku."Aku pikir juga ga akan sempat, tapi untung semua kerjaanku selesai tepat waktu. Aku juga cuma bisa dua hari disini." Jawabnya.Dua hari...Entah kenapa aku merasa ke
2 bulan kemudian..Tiba juga saatnya libur Natal dan Tahun baru akhir pekan ini, libur yang cukup panjang. Mba Luna sudah melahirkan satu bulan lalu, bayi mungil tampan bermata biru persis seperti Pierce, diberi nama Pieter Aaron Gilbert yang membuat mba Luna jatuh cinta katanya. Wanita itu terlihat bersinar saat aku menjenguknya, berbinar menatap calon suaminya dan juga putra kecilnya.Seolah disekelilingnya terdapat lingkaran cahaya, membuat aku juga tiba-tiba ingin menghabiskan waktu dengan orang yang ku sayangi. Tristian terus memintaku untuk datang ke Medan, tapi aku bilang kalau aku ingin menghabiskan liburan dengan kedua orangtuaku.Padahal..... aku sedang menatap tiket online yang sudah ku pesan dua jam lalu. Senyumku melebar, aku ingin memberi suprise untuk pria itu dipergantian tahun ini, aku tidak pernah memberikan apapun. Yah, mudah-mudahan kehadiranku bisa membuat dia senang.Dua hari lagi aku berangkat. Aku merapihkan sisa-sisa tugasku. Tidak banyak yang berubah sejak ke
"Pak." Asisten sekaligus sekertaris Papa, mas Gunawan menghampiri saat aku sedang berada di lokasi proyek."Kenapa mas Gun?" Aku kembali membaca daftar bahan bangunan yang di kirim dari Sumatera tadi siang."Jadi mau kirim apa ke rumah pak Gub selain parcel?"Aku melipat tangan didada. "Jangan terlalu mencolok pokoknya. Biasa Papa kirim apa?""Biasa sih Bapak yang bayarin catering-nya Pak.." Jawab pria itu sambil tersenyum kecut.Aku memijat pangkal hidung, diwaktu hendak libur saja masih banyak hal yang harus dilakukan. Harusnya aku bersyukur, ada yang dapat mengalihkan pikiranku dari Greet."Lakuin aja apa yang biasa Papa lakuin mas, nanti laporkan ke saya.""Baik Pak!". Gunawan mengangguk kemudian melangkah keluar. Sudah hampir 8 tahun pria itu bekerja untuk Papa. Papa bilang Gunawan seorang pekerja keras dan aku setuju, dia sangat handal sebagai asisten. Umurnya lebih tua dariku 2 tahun tapi dia sangat menghormatiku.Ponselku berbunyi saat aku hendak keluar kantor untuk makan sian
Tristian POVLaura menghampiri dan mengecup pipiku. "Siap!" Lalu mata wanita itu naik turun mengamati pakaianku. "Resmi banget pake bajunya, Pak!" Sindirnya.Aku tersenyum simpul. "Kamu yang kelewat sexy, mau blind date emang?" Balasku sambil menutup pintunya.Dia tergelak saat aku duduk di kursi pengemudi. "Kali aja ada yang nyangkut." Sahutnya.Aku tertawa lalu melajukan kendaraanku ke arah hotel untuk jamuan makan malam yang pastinya membosankan."Untung aku berangkat sama kamu, jadi ga bakal bosan deh nanti.." Ucapnya membuatku tercenung sesaat. Kenapa pikirannya bisa sama?Hmmm, aku harap juga demikian deh kalau dia sepikiran denganku.***Baru dua gelas scotch yang aku nikmati, setelah makan malam, kami dipersilahkan untuk menikmati pesta yang di adakan pemilik hotel mewah itu. Benar saja, aku sudah merasa bosan padahal belum dua jam aku disini. Entah mengapa aku merasa lelah dan ingin beristirahat. Laura terlihat sedang membaur, gadis itu pintar bergaul dengan yang lebih tua da
Greet POVAku mendorong pintu tanpa peduli, meringsek masuk kedalam. Respon terkejut Laura saja membuatku semakin berpikir macam-macam."Kak Greet!!!" Perempuan muda itu menahan lenganku tapi tenagaku lebih kuat, ditambah emosiku yang meledak membuat dia oleng saat aku menyentak tanganku. Aku melangkah dan terbelalak saat melihat Tristian sedang berdiri tidak kalah terkejutnya dengan Laura saat melihatku. Dia berdiri didepan sebuah meja bundar dengan....Jordan???Sedang apa Jordan ada di sini juga??KENAPA DIA ADA DISINI???Sontak aku menutup mulut, mataku membulat, ingatanku terlempar ke kejadian dulu saat......Astaga!!!! Astaga!!!!!Aku langsung berbalik."Bee!!!"Aku berlari tidak menghiraukan suara Tristian yang memanggil namaku, mengabaikan situasi menegangkan yang entah apakah nanti akan ku sesali tapi jelas aku yakin, aku kembali masuk kedalam situasi kesalahpahaman seperti dulu.Pandanganku kabur saat mencari nomor kamar yang tadi kupesan, hanya itu tempat yang kupikirkan ag
Tristian POV"Gimana La? Udah ada hasilnya?". Tanyaku penuh harap."Belum ada Tian, aku udah ngarep banget padahal, tapi belum jelas keliatannya." Keluh Laura.Aku menghela napas "Ya udah sabar La.."Aku tidak ingin Laura merasa terbeban dengan permasalahanku, dia sudah bersedia membantu saja aku sudah merasa berterima kasih.Laura, teman dan juga salah satu arsitek dikantorku, perempuan baik tapi super bawel nan kepo. Sedikit banyak dia tahu mengenai rencanaku dan menawarkan diri untuk membantu. Kebetulan juga aku merasa kalau dia orang yang tepat untuk mewujudkan rencanaku. Rencana yang sudah lama terus mengiang di mimpiku, berniat untuk kujadikan nyata."Jangan nyerah La, aku percaya kalau udah rejekinya pasti dimudahkan. Aku sabar kok, tapi kita ga boleh berhenti berusaha ya..." Aku terkekeh pelan berusaha mencairkan suasana hati perempuan itu."Ya kesel aja, aku ga mau ngecewain kamu. Udah ngarep banget dari kemarin-kemarin dapet kabar baiknya. Dia mendengus."Hehe.. gitu aja nga
Aku tengah memasak, sebenarnya hanya menghangatkan masakan saja sih, kedua orangtua kami datang hari ini, kami berencana makan malam di apartemen kami. Tadi Tristian memesan masakan dari restoran milik Pierce, pria itu khusus memesan aneka menu istimewa. Tristian ingin merayakan keberhasilan program IVF kami, dengan kedua Mama dan Papa.Aku sedikit kewalahan saat kedua Mama datang dan langsung berebut memelukku. Mereka menangis terharu, begitu juga dengan kedua Papa yang saling berpelukan. Kami semua larut dalam kebahagiaan."Aku ambilin buah dulu di kulkas." Tristian menepuk bahuku kemudian bangkit berdiri. Aku tersenyum mengambil puding coklat saat ponsel Tristian bergetar dan menyala diatas meja.Pop-up message terlihat.đ© LauraTian!!!! Astaga Tiaaaan!!! Aku punya berita baik!!! Segera telp aku, aku udah ga sabar pengen kasih tau kamu. Please cepet hubungi aku!!! Aku udah ga sabar mau kasih tau soal rencana kita!"Aku tertegun membaca isi pesan itu. Dadaku kembali berdebar tidak
"Kamu yakin?" Tristian menatapku, duduk di meja dengan kedua tubuhnya condong ke arahku, kedua tanganku digenggam olehnya. Aku mengangguk. "Aku mau coba. Kita ga pernah tau kalau ga coba." Sahutku lirih sambil menahan rasa cemas takut Tristian menolak usulanku. Pria itu menghela napas sambil menegakkan tubuhnya. "Bee, aku udah bilang kan? Aku ga masalah kalau memang Tuhan ga kasih anak buat kita. Buat aku yang penting ada kamu dihidup aku. Kamu segalanya buat aku." Tristian menarikku berdiri dan mendekapku. Aku menggigit bibir menahan isakan. Berkali Tristian mengatakan itu, tapi aku tahu dalam hatinya pasti ada keinginan itu. Tiga tahun, entah apakah bisa di anggap waktu yang cukup atau belum untuk usaha yang kami lakukan agar mendapat momongan. Aku tahu walau Tristian sama sekali tidak pernah menuntut untuk segera memiliki anak, tapi kerinduan itu tetap menghantuiku. Anak angkatku, Pieter yang terlihat semakin lucu dan menggemaskan, tidak sepenuhnya dapat mengisi kekosonganku ak
"Selamat pagi, Bapak dan Ibu Tristian Delmar. Silahkan." Seorang petugas maskapai penerbangan menyambut kami saat kami sampai di lobby Bandara Ngurah Rai. Rasanya aku harus terbiasa dengan panggilan baruku itu.Aku menatap ke arah pria itu yang terkekeh melihat wajah heranku. Dia sebenarnya mau mengajakku kemana sih?Kedua orangtua kami tidak mengatakan apapun. Mereka juga bilangnya tidak tahu apa-apa tentang kemana Tristian akan membawaku. Mama bahkan menangis haru saat aku hendak pergi dan bilang harus segera mengabari kalau sudah sampai di negara tujuan.Seorang rekan bisnis Papa Tjandra memberikan kartu debit dengan limit 100jt sebagai hadiah pernikahan kami. Lalu ada hadiah mobil, lalu voucher department store, lalu voucher belanja. Belum lagi 'amplop' yang langsung di transfer ke rekeningku dan Tristian, entah darimana mereka tahu, aku belum mengecek siapa saja yang mengirimkan angpao itu.Wanita itu mengantar kami ke VIP lounge, menyediakan minuman dan makanan kecil lalu menyur
Aku menarik napas dan memejamkan mata saat ci Kanika, MUA professional langganan Mama Ivon sedang me'retouch wajahku. Rasanya mataku mengantuk, saat kuas ringannya menyapu bagian mata, aku serasa di usap-usap nina bobo. Sudah 5 jam sejak aku berpenampilan bak putri kerajaan. Ternyata seperti ini rasanya menjadi ratu semalam. Jadi pusat perhatian, semua mata memandang dan terpukau, seolah hanya aku satu-satunya yang bisa mereka pandang. Haha. Berlebihan sekali aku menggambarkannya.Hari ini, tepat dua minggu setelah Tristian melamarku untuk yang kesekian kalinya, kami menikah. Satu jam lalu aku dan Tristian mengikat janji seumur hidup disaksikan Pendeta dan keluarga kami. Aku menangis haru, untung makeupnya waterproof semua, aman tidak merubah wajahku seperti zombie. Hihi.Dan sekarang kami bersiap untuk pestanya. Tadi saat pemberkatan rambutku di sanggul, sekarang aku minta untuk menggerainya agar terlihat lebih santai. Ci Kanika membuatnya gelombang acak terlihat elegan tapi natural.
Tristian memutar tubuhku ke segala arah. "Kamu tadi nungguin aku pake baju ini?!" Tanpa ragu dia meraba dadaku, matanya semakin terbuka lebar meneliti bagian lainnya."Astaga Bee!! Sadar ga sih kamu kalau Jordan bisa lihat..."Aku kembali menarik kerah kemejanya, melumat bibirnya, tidak membiarkan dia bicara lagi. Sumpah aku tidak sabar agar dia berhenti bicara dan melakukan apa yang sudah semenjak kemarin terbayang di otakku.Tristian seolah ingin menahan bahuku, tapi aku malah menarik tengkuknya dan memiringkan kepalaku agar lidahku bisa masuk lebih dalam. Pria itu sedikit tercengang dengan apa yang aku lakukan, tapi lima detik kemudian Tristian membalas ciumanku.Napas kami terengah seiring ciuman yang tidak berhenti. Aku menariknya ke kamar, dia terus menyentuh tubuhku dimanapun. Aku melepas jas dan kemejanya sedikit tergesa, dia tidak melakukan apapun selain menangkup kepalaku agar ciuman kami tidak terputus.Tanganku mengarah ke ban pinggangnya membuat Tristian menahan napasnya.
Greet POV"Bee!!""BEE!!"Aku menghapus airmataku, hancur perasaanku. Tristian selingkuh! Aku tidak percaya dia bisa melakukan itu."Bee, buka pintunya! Ini aku! Kamu salah paham Bee.. tadi bukan aku yang... arggh!! Buka Bee, dengerin penjelasanku!!"Apa katanya? Salah paham? Dia kira aku bodoh tidak mengenali siluet tubuh pria itu? Memangnya dua bulan tidak bertemu membuat dia berubah begitu saja jadi gendut misalnya?Apa dia berusaha mengelabuiku? Aku tahu aku pernah berpikiran konyol kalau Tristian lebih baik mencari wanita sempurna lain, tapi aku tidak menyangka dengan cara seperti ini.Tapi aku harus tahu yang sebenarnya, emosi dan amarahku sudah memuncak. Aku mengusap airmataku yang turun lagi kemudian melangkah membuka pintu.Terlihatlah wajah pria itu yang terkejut, setengah senang setengah tidak percaya. Tapi bukan saatnya sekarang aku beramah tamah dengannya. Tanpa ragu tanganku melayang ke arah pipinya.PLAKK!!!Dadaku naik turun menahan amarah, begitu juga dengan pria di d
Tristian POVLaura menghampiri dan mengecup pipiku. "Siap!" Lalu mata wanita itu naik turun mengamati pakaianku. "Resmi banget pake bajunya, Pak!" Sindirnya.Aku tersenyum simpul. "Kamu yang kelewat sexy, mau blind date emang?" Balasku sambil menutup pintunya.Dia tergelak saat aku duduk di kursi pengemudi. "Kali aja ada yang nyangkut." Sahutnya.Aku tertawa lalu melajukan kendaraanku ke arah hotel untuk jamuan makan malam yang pastinya membosankan."Untung aku berangkat sama kamu, jadi ga bakal bosan deh nanti.." Ucapnya membuatku tercenung sesaat. Kenapa pikirannya bisa sama?Hmmm, aku harap juga demikian deh kalau dia sepikiran denganku.***Baru dua gelas scotch yang aku nikmati, setelah makan malam, kami dipersilahkan untuk menikmati pesta yang di adakan pemilik hotel mewah itu. Benar saja, aku sudah merasa bosan padahal belum dua jam aku disini. Entah mengapa aku merasa lelah dan ingin beristirahat. Laura terlihat sedang membaur, gadis itu pintar bergaul dengan yang lebih tua da