Narmi mengantarkan kepergian majikannya, dengan rasa kesedihan yang menggelayut. Dalam perjalanan, sesekali Danang melihat ke arah jok belakang.
"Kenapa lu?"
"Ngerasa aneh aja."
"Sat, kita langsung ke rumah sakit. Tuan Roy lagi kritis."
"Memangnya sakit apa, Mas Ardi?"
"Entah? Azuna juga tak jelas. Dia sepertinya juga bingung mau gambarkan penyakit Tuan Roy seperti apa.
"Apa kagak ada hubungan sama tuh pedang, Bro?"
"Entah, Nang. Cuman menurut gue, dia ada hubungan sama pedang itu. Ehhh ... foto Kakung gue sama foto si Karmila tak lupa 'kan?"
"Kagak! Tuh ada gue simpan dalam tas."
"Oke."
Mobil pun melaju kencang membelah kepadatan jalan. Hanya dalam waktu empat jam. Mobil pun memasuki kota Surabaya. Tepat pukul sebelas malam.
Sebelum turun dari mobil. Lazuarrdi menelepon Azuna. Memberitahukan bahwa dia telah sampai di halaman parkir rumah sakit.
"Kamu tunggu saja di sana. Biar pengawalku
"Seorang wanita? Siapakah dia Tuan?"Lelaki itu kembali menggeleng."Dia yang sekarang selalu menghantuiku. Pedang itu dulu diberikan padaku dengan sebuah buku diari. Mungkin tulisan dari wanita itu. Aku pun lupa di mana buku itu sekarang.""Apa ... Tuan tahu mengenai sebuah kotak dari besi baja yang berlamang sebuah matahari?""Itu milik Kakek kamu. Aku sewaktu menaruh pedang di rumah Kakek kamu, dia pernah memperlihatkannya. Katanya itu milik dari almarhum kakek buyut kamu.""Kakek buyut?""Iya. Tidak lupak kamu bawa pulang 'kan?""Tidak, Tuan. Tapi, sebelumnya saya ingin bertanya dulu. Kenapa teman Tuan meninggal? Maksud saya apa penyebab teman Tuan meninggal."Seketika manik mata Roy Kenzo berkaca-kaca."Pedang itu! Dia yang membunuhnya."Sontak jawabannya membuat Lazuarrdi menoleh pada Danang dan Azuna."Saya tidak mengerti Tuan. Membunuh bagaimana?""Dia menebas lehernya sendiri. Aku melihat se
Wanita bermata runcing itu kembali membungkukkan tubuhnya. Lazuarrdi melakukan hal yang sama. Akhirnya dia pergi meninggalkan Azuna yang masih terpaku memandang kepergian Lazuarrdi."Boss, kenapa Tuan Roy bilang kalau pedang ini ada kaitan dengan keluarga lu?""itulah yang bikin gue heran. Aneh!""Berarti sampai rumah kita bongkar peti itu.""Iyup, lu benar.""Cuman buat gue, nih Boss. Ada yang aneh. Pedang yang semula katanya milik teman Kakung lu. Lah, kenapa sekarang dibilang milik Kakung?""Iya, gue juga mikir kayak gitu."Sesampai di mobil. Lazuarrdi dan Danang melirik pada peti dan pedang yang berada di jok belakang."Ada apa, Mas?"Lazuarrdi menggeleng."Masih belum tahu, Sat. Kepalaku makin puyeng. Mending jalan aja!"Sepanjang perjalanan. Tak ada pembicaraan yang serius. Sampai terdengar dering ponsel milik Lazuarrdi."Shasy?" desisnya.Buru-buru dia mengangkat telepon dari Shasy.
Keduanya langsung duduk di lantai yang beralaskan karpet tebal. Lalu, Danang mengeluarkan dua buah foto. Dan meletakkan di depan Lazuarrdi. "Printer lu ada di mana, Bro?" Lazuarrdi menunjuk ke arah meja panjang. "Mau cetak apa?" "Foto yang gue edit. Biar kita bisa lihat kesamaan atau perbedaan wajah Kazumi dan Karmila." "Cakep juga ide lu, Nang." Sekian menit berlalu. Danang sudah kembali membawa hasil cetak dua foto. "Coba deh lu liat!" Danang memperlihatkan pada Lazuarrdi. "Perhatikan dua wajah ini! Saat Karmila di beri sentuhan make up tebal. Bukannya hampir mirip Bro?" "Iya, bener lu." "Nah, yang tanpa make up pun sama. Apa mungkin mereka saudara kembar?" "Bisa juga. Cuman lihat di bagain bibir Kazumi. Bentuk yang berbeda itu, apakah asli atau karena cacat luka?" Terlihat Danang kebingungan dengan kalimat yang diajukan oleh Lazuarrdi. "Sayang foto Kazumi ini tampak bur
Lazuarrdi mengabaikan sprainya yang basah. Entah darah dari mana?Saat membuka pintu kamar. Tak terlihat seorang pun. Samar Lazuarrdi mendengar suara seseorang yang mendendangkan lagu keroncong."Suara siapa itu?"*Lembah hijau di lereng gunung, tegak menjulang tinggi.Mengalir air sungai, membasahi menggenangi sawah.Merata ke seluruh ladang tanah._Menanam padi, Sipadimin_*Lazuarrdi menuruni anak tangga. Dan mengikuti asal suara itu yang terdengar kian nyaring di telinga."Sepertinya berasal dari Ruang tengah."Langkahnya terhenti. Saat melihat seorang wanita berpakaian gaun selutut dengan warna putih polos. Rambutnya panjang tergerai hingga di bawah bokong."Si-siapa kamu?"Suara merdu itu terdiam. Lalu, seraut wajah menoleh padanya."Karmila?"Wanita itu mengangguk."Untuk apa kamu kemari?"Dia tak menjawab. Hanya men
"Sepertinya yang menulis di buku ini, sedang merana dalam kerinduan. Pada siapa? mungkinkah buku ini memang milik Karmila? Ataukah--"Lazuarrdi tak meneruskan kalimatnya. Dia mengambil dua foto yang tadi dia selipkan pada belakang buku."Kazumiiii ...."Sontak membuat dia terbelalak. Tak pernah dia sangka kalau foto yang dia ambil asal dari peti kuno itu adalah fotonya. Berdiri bersama seorang tentara berpangkat jenderal. Dan seorang lelaki jepang dengan pedang samurai.Lazuarrdi terus mengamati foto itu."Apa pedang yang dibawa orang ini, sama dengan pedang samurai itu?"Baru kali ini, Lazuarrdi terkesiap saat melihat raut wajah Kazumi yang sebenarnya."Dia memang sangat cantik. Tapi, kenapa Karmila memperingatkan aku? Aneh ... benar-benar aneh semua ini."Kini, Lazuarrdi kembali membuka lembar ketiga. Tertera tanggal 9djoeli 1943."Hemmm ... tanggal yang sama kayak hari ini. Ini seperti
Satriyo melirik pada Lazuarrdi. Yang terlihat keheranan dengan yang dikatakan oleh Danang."Tapi, gue lihat dia lengkap. Kagak ada seperti yang lu omongin itu, Nang.""Gimana Mas Danang coba lihat lagi?" Satriyo menawarkan pada Danang. Yang terlihat masih syok."Ya, udah. Coba lu hadapain ke sini fotonya!" sahut Danang.Saat melihat foto itu lagi. Danang terhenyak. Dia sangat keheranan."Bagaimana bisa, Sat?" Danang terus menunjuk foto itu. "Aku tadi bener-bener lihat enggak ada kepalanya lho.""Mungkin Mas Danang masih kebayang wanita itu.""Enggak mungkin. Aku jelas sekali melihatnya."Lazuarrdi hanya terdiam. Dia masih terbayang sosok Karmila yang tadi menemuinya."Sepertinya Karmila dan Kazumi itu beda orang. Mungkin kembaran atau malah orang lain. Yang jelas antara keduanya ada keterikatan yang sangat kuat.""Kok bisa lu bilang begitu?""Ya, karena Karmila ingetin gue soal Kazumi. Dia bilang kalau Kazu
Malam ini, Karmila pergi meninggalkan kediaman Kapten Hayato Kenji. Dia bagaikan sebuah barang yang diperuntukkan sebagai pemuas napsu para lelaki. "Tuan, bisakah kita berhenti di warung makan dekat jembatan besar?" "Kamu lapar Karmila?" "Sangat lapar sekali Tuan." "Apa pun akan aku lakukan untuk dirimu Karmila sayang. Asalkan kau mengikuti apa yang aku mau. Mengerti?" "Sangat mengerti Tuan Satoru." Mereka berdua segera turun dari mobil. Tampak Satoru menggandeng pergelangan tangan Karmila. Dan tak pernah disadari oleh lelaki itu. Bahwa pemberhentian mereka kali ini, adalah wilayah yang dikuasai oleh para pejuang RI. Banyak mata yang mengarahkan pandangan pada mereka. Tak jauh dari meja Karmila. Dia melihat ada Hariyadi yang terus mengawasinya. Satoru diikuti oleh dua orang pengawal yang berasal dari Kampetai. (Unit Polisi Rahasia Jepang). Walau kedua pengawal itu sudah memepringatkan Satoru, bahwa kawasan ini berbahaya
Wanita tua itu seakan mengerti dengan tugas yang diberikan Karmila. "Mbok! Saya percaya sama si Mbok. Kuharap Mbok enggak akan mengkhianati saya." "Enggak akan, Karmila!" Karmila segera berhias secukupnya. Lalu berganti pakaian. Dan keluar kamar. Dia mengerling pada si Mbok, untuk segera menghidangkan minuman. Tok tok tok! "Masuk, Karmila!" "Hai, TUan. Saya juga bawakan teh kesukaan Tuan Satoru." Lelaki itu terpana. Dia begitu senang dengan perilaku Karmila yang sangat memukau dirinya. "Silakan, Tuan!" Tanpa menunggu lebih lama lagi. Satoru segera meminum teh yang disuguhkan oleh Karmila. "Mbok, tinggalkan kami berdua," pinta Karmila, seraya tersenyum. "Duduklah di dekatku Karmila." "Baiklah, Tuan." Satoru segera menarik pinggang ramping Karmila. Hingga tubuhnya terhempas di atas kasur. "Habiskan tehnya dulu Tuan. Hargai aku yang menuangkannya tadi." "Baiklah, Cant
Tepat pukul dua belas siang. Mereka baru terbangun. Dan bergegas berkemas. Annisa yang sudah sedari tadi siapa sedang berjongkok di makam Kazumi atau Karmila.Dia membacakan Yasin dan doa untuknya. Dari ambang pintu Lazuarrdi melihat ke arahnya dengan wajah yang segar. Lalu berjalan mendekati Annisa."Maaf, enggak bisa seperti rencana semula Nis.""Enggak apa-apa kok Mas Ardi. Saya juga baru bangun kok. Buru-buru mandi terus ke sini sebentar.""Berarti belum makan?"Annisa menggeleng."Yuk, makan dulu. Kayaknya Marni sudah siapkan semuanya.""Baik, Mas."Langkah keduanya menuju ruang makan. Terlihat Marni yang sibuk menata piring."Kamu masak apa beli, Mbak?""Saya beli nasi padang Mas. Takut kalau di warung yang lain, Mas Ardi enggak suka. Soalnya agak manis masakannya."Apa yang dikatakan Marni dibenarkan Lazuarrdi. Segera dia duduk dan memanggil Satriyo yang sibuk memasukkan barang-barang."Kamu m
Hampir satu jam mereka merawat jasad yang sudah jadi tengkorak itu. Tepat pukul tiga pagi. Mereka kembali mengebumikan Kazumi atau Karmila."Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun!" ucap para warga serempak."Bahwa apa yang berasal dari-Nya. Pasti akan kembali kepada pemilik-NYa."Setelah prosesi pemakaman selesai. Beberapa warga beristirahat dengan suguhan yang dibikin oleh Marni."Annisa! Apa yang sebenarnya terjadi saat di dekat sungai tadi?""Maksud Mas Lazuarrdi?""Apa benar Kazumi meminta kamu mencari Kenanga?"Cukup lama Annisa terdiam."Kenapa kamu diam?""Ehhh ...."Wanita cantik menghela napas panjang. Lalu mengangguk."Tapi saya tak mau berjanji padanya. saya sudah tegaskan itu Mas. Akan semakin panjang kalau kita mencari Kenanga. Kita enggak tau harus bermulai dari mana juga 'kan?""Cuman yang aku takutkan, suatu saat nanti. Dia akan menganggu kita lagi, dengan meminta janji itu.""Mas,
"Mas Satriyo! Bisakah ambilkan dua lembar daun itu?""Bisa, Mbak. Sebentar!"Kedua kakinya berlari kecil meninggalkan Annisa dan Lazuarrdi yang masih terduduk di tanah."Kenapa perasaan aku sedih sekali, Nis? Seperti hancur, gelap, tak berdaya. Seolah hidup aku ini tak ada artinya lagi.""Mas Ardi banyak istigfar ya. Terus baca aya Qursi tiga kali, serta surat pendek tiga Qul. Mas Ardi bisa?"Lelaki tampan menggeleng dengan pandangan yang mengarah pada Annisa."Kalau begitu sholawat yang banyak saja Mas. Sama istigfar ya, biar perasaan Kazumi enggak terbawa Mas Lazuarrdi.""Baik, Nis."Tak lama. Satriyo sudah datang dengan memebawa dua lembvar daun keladi. Lantas memberikan pada Annisa.Sebelum mengambil kepala Kazumi, Annisa membaca doa terlebih dahulu. Setelah selesai. Dia memungut dengan kedua tangan beralaskan daun talas."Biar saya yang bawa!" tegas Annisa.Mereka pun berjalan pulang menuju rumah
"Kazumi sangat terluka. Aku kesakitan bukan saja raga aku. Tapi, jiwa aku. Apalagi saat aku mendengar kabar, Hayato membunuh semua keluargaku. Saat itu kehidupanku seperti runtuh. Aku ingin mati ... aku ingin mati! Apalagi Takashimo yang menyayangi aku penuh ketulusan. Dibunuh oleh bajingan laknat itu! Belum lagi Kenanga. Di manakah Kenanga berada? Sampai kematian aku pun tak mendapatkan lagi kabar tentang dia. Di mana diaaa ... Kenanga saat itu masih berumur muda sekali. Dan Hayato sudah menjadikannya Jugun Ianfu. Karena kemarahannya padaku," isak tangis Lazuarrdi dengan suara yang berbeda. "Apa aku salah membunuhnya dengan keji?!"Kali ini Lazuarrdi yang duduk bersimpuh menoleh perlahan ke arah Annisa yang berdiri di sampingnya. Sorot matanya tajam, menatap Annisa dengan berurai air mata."Jika memang kau ingin memakamkan aku dengan layak. Ada satu syarat yang aku pinta!"Annisa yang masih terperanjat tak langsung menjawab. Dia masih terpaku dengan mata yang m
"Ke-kenapa, Mas?"Dia terus menggeleng dengan raut wajah yang sangat tegang. Tarikan napasnya terdengar memburu. Lazuarrdi ikut merebahkan tubuhnya di sebelah Annisa yang terus menatap lelaki tampan itu."Mas Ardi kenapa sih?""A-aku lihat dia Nisa.""Terus?""Awalnya dia terlihat layaknya seorang wanita berkimono. Tapi ... tiba-tiba, kepalanya kayak terpenggal begitu saja. Dan jatuh ke tanah."Sontak mendengar penjelasan seperti itu. Annisa langsung berusaha bangkit dari tempat dia berbaring. Membuat Lazuarrdi menatap tajam ke arahnya, dengan pandangan heran."Mau ke mana kamu?""Ayo, Mas! Aku sudah tau di mana letak kepalanya.""Maksud kamu?""Ayo, Mas!"Dibantu Lazuarrdi, Annisa berjalan lembat menuju pohon gayam itu. Diikuti oleh Satriyo yang terus menyorot ke arah mereka."Tunjukkan di mana Kazumi berdiri Mas!""Di tempat aku berdiri sekarang.""Oke, tunggu bentar Mas!"Anni
Dia mengangkat botol yang diberikan Mbah Sukro. Lalu mulai memercikkan air di sekitaran pohon gayam yang terlihat kokoh beridri di hadapan mereka.Saat Annisa sibuk mengucurkan air. Dedaunan pohon gayam seperti bergerak-gerak. Sampai menjatuhkan dedaunan yang kering.Sontak ketiganya melihat ke atas. Mereka seperti melihat dua titik cahaya merah. Seperti bola mata yang terus menatap ke arah mereka."I-itu ... apa Mbak Annisa?" teriak Satriyo membuat mereka berlari sedikit menjauh. Diikuti Annisa.Saat Annisa mendongak, dua titik berwarna kemerahan tak lagi terlihat."Aku masih belum selesai Mas. Kurang sisi utara aja," bisik Annisa."Ayo, kita kembali ke pohon itu!" ajak Lazuarrdi.Suasana benar-benar mencekam. Angin semakin berembus kencang."Bismillah, ya Allah bantu kami," bisik Annisa.Saat mereka kembali mendekati pohon gayam itu. Annisa merasa ada seseorang yang tengah memandang mereka. Sontak dia
Rupa-rupanya sosok hitam pekat itu, kembali akan melayangkan hantaman untuk yang keempat kalinya. Namun, sekilas cahaya putih menangkis serangan itu. Cahaya berbentuk butiran-butiran kecil menyerupai tasbih, menghalangi tubuh Mbah Sukro dari kekuatan hitam.Dalam genggaman tangan Mbah Sukro, dia terus menggulirkan tasbih yang sedari tadi dipegangnya. Terdengar lelaki itu mulai bergumam lirih. Dia terus berdzikir menghadapi serangan makhluk iblis itu.Sontak membuat kedua bayangan hitam itu, menghentikan serangannya dan mundur. Mbah Sukro memejamkan kedua mata dengan rapat. Tak henti bibirnya berdzikir. Walau tubuh tua terasa sakit akibat serangan itu. Dia terus berusaha untk membantu Annisa. Yang jauh darinya."Semoga kamu segera menemukannya, Nduk! Mbah akan mengawal kamu dari sini dengan doa."***Terlihat Annisa masih duduk dengan tafakur. Tiba-tiba dalam bayangan yang samar. Dirinya seperti melihat cahaya kemerahan yang berkelebat melintas Seir
Hanya dalam hitungan sekian detik. Sosok wanita itu sudah berdiri di hadapan lelaki itu. Wajah mereka begitu dekat. Tanpa jeda. Sampai Mbah Sukro bisa mencium embusan napas makhluk yang berada di hadapannya.Manik mata mereka salling beradu. Hingga sorot mata yang tajam tak bisa membuat Mbah Sukro tunduk.Tiba-tiba, di alam yang nyata. Pintu rumah terbuka lebar dengan sendirinya. Bagai ada seseorang yang telah membuka dengan paksa. Namun, tak terlihat siapa pun juga."Mau apa kamu ke rumahku? Kedatanganmu, secara paksa seperti ini apa maksudnya?" Mbah Sukro dengan mata yang terpejam."Hentikan pencarianmu! Atau kau akan mati! Sama seperti mereka semua." Terlihat bayanganhitam yang tak tampak perwujudannya.Masih dengan mata yang terpejam, Mbah Sukro melempar kembang-kembang itu dengan pelan."Mrene ... mrene! Ini makanan kamu!" seru Mbah Sukro.(Mrene = ke sini)Tampak gumpalan asap yang menyerupai sosok seorang lak
Seketika Satriyo mengarahkan senter yang ada di tangannya. Saat cahaya mulai menerangi pohon itu. Sontak dia melemparkan senter jumbo ke tanah. Dengan tubuh yang hampir terjungkal. Untung Lazuarrdi menahan keseimbangan tubuhnya, dengan menarik lengan Satriyo."Aaaaarghhhh!"Tubuh Satriyo akhirnya terduduk di dekat kaki Lazuarrdi. Napasnya tersengal-sengal."A-ada apa kamu?""Ayo, Mas. Kita pergi dari sini. Ini lebih seram dari rumah kita, Mas!" tegas Satriyo."Memangnya apa yang kamu lihat?"Satriyo tak mau menjawab. Dia menggeleng kuat-kuat. Lazuarrdi mengambil senter jumbo yang terbalik dan mati. Sekali tekan dan sedikit mengguncang akhirnya, senter menyala lagi.Lazuarrdi kembali menyorotkan cahaya pada pohon kelapa yang tak jauh dari mereka. Tak terlihat apa pun. Lalu dia menundukkan kepala."Kamu kenapa Sat? Coba bilang!""Ta-tanyakan Mbak Annisa, Mas!" Dengan suara bergetar dan tubuh Satriyo seperti orang yang kedi