"Yang ini bagus nggak, Kak?" Diva menunjukkan sebuah dress panjang berwarna salmon yang dipegangnya padaku. "Cantik, cobain gih. Pasti cocok banget di badan kamu," kataku dengan senyum manis ke arahnya. "Nggak terlalu simple kan, Kak?" "Enggak, Sayang. Kaka' juga nggak suka yang terlalu rame kok. Itu bagus banget ayo cobain deh." "Ya udah, Diva cobain dulu ya." Dengan senyum manisnya, Diva segera menuju ke fitting room. Aku yang sudah selesai dengan semua belanjaanku, menunggunya sambil duduk di sebuah kursi stainless tak jauh dari tempat Diva menjajal gaun barunya yang nanti rencananya akan dikenakannya di hari pernikahanku dengan Daniel. Meskipun aku dan Daniel hanya menyelenggarakan pernikahan sederhana yang hanya akan dihadiri oleh kerabat dan teman dekat saja, tapi Diva bersikeras harus tetap tampil paling cantik diantara semua tamu undangan. Itu selorohnya saat Daniel selalu menggodanya 'Kamu itu pakai baju dari karung goni juga udah cantik'. Beg
P.O.V Daniel Baru 1 jam yang lalu dia mengirimiku pesan. Dia menyuruhku untuk menelponnya. Aku terperangah saat telepon diangkatnya dan dia justru mengoceh sendiri tanpa mempedulikan aku bicara apa. Calon istriku itu terkadang memang aneh. Tapi aku selalu menganggap semua tingkahnya itu unik dan menggemaskan. Dia berpura-pura bahwa aku menelponnya agar dia bisa meninggalkan adik sepupuku berdua saja dengan Adam. Meskipun aku sering bingung dengan segala tingkahnya, tapi aku tahu dia selalu ingin melakukan segala sesuatu untuk membuat orang yang dia sayangi bahagia. Dan kali ini adalah untuk Adam. Aku tahu Hani sudah menganggap Adam seperti saudaranya sendiri, walaupun terkadang itu masih saja membuatku sedikit cemburu. Bahkan walaupun dia sudah memutuskan untuk memilihku. Untuk membuatnya bahagia, maka kuputuskan untuk menghentikan saja pertikaianku dengan sahabatku itu. Mulai memperbaiki hubunganku dengannya yang pernah sangat kacau. Dan akhirnya, semalam a
Ini bukan yang pertama kali buatku. Namun berdebarnya jantung saat dia mengucapkan janji suci ikatan pernikahan beberapa jam yang lalu tak ayal membuat air mataku meleleh juga. Entah dengan Daniel, tapi saat malam harinya, untuk pertama kali kita berada di dalam satu kamar yang sama hanya berdua saja, sepertinya aku lihat dia pun sedikit gugup. Aku sedang menunggunya di dalam kamar usai membersihkan diri dan bersiap dengan kedatangannya. Hati rasanya tak karuan setiap mendengar langkah kaki mendekat ke kamar. Dalam hati berharap itu bukan suamiku. Tidak, jangan, aku belum siap. Karena saat ini aku merasa bagai kembali menjadi gadis yang baru akan mengalami malam pertama saja. Tiba-tiba semua terasa belum sempurna dan ada saja yang kurang dalam penampilanku malam ini. Padahal aku sudah mengenakan pakaian malam terbagus yang aku punya. Dan berdandan mati matian untuk membuatnya terpesona. Namun saat semua ritual bersolekku beres, justru pangeranku itu tak juga menampakk
P.O.V Adam Kupikir awalnya menghadiri acara pernikahan Hani kali ini akan membuatku merasakan sedikit sakit. Tentu saja, rasa yang pernah ada selama bertahun tahun masih tetap membekas dalam hati. Tidak mungkin akan hilang hilang begitu saja. Meskipun saat ini aku sedang berusaha melupakan itu semua pelan pelan. Melupakan sosok Hani memang tak semudah yang kupikirkan. Tidak seperti saat aku mulai menyukainya belasan tahun yang lalu. Walaupun pada kenyataaanya aku tak pernah berani mengungkapkan perasaanku padanya hingga akhirnya dia memilih seseorang yang tak kukenal untuk menjadi suaminya. Rasa yang sebenarnya sudah lama terpendam selepas dia menikah dan hidup berbahagia bersama suami pertamanya ternyata bangkit kembali saat aku melihat adanya keretakan pada hubungan mereka. Secerca harapan lalu muncul, membuat cinta lama yang sudah nyaris tak tampak menyembul kembali dengan nakalnya. Kami menjadi dekat lagi dan menjalani hari-hari bersama layaknya sepasang remaj
"Ada apa, Bu? Bu Hani sakit?" Mbok Jum menghampiriku ke kamar mandi belakang saat mendengarku muntah-muntah disana pagi ini. Daniel baru saja ke kantor sekalian berangkat bersama Bi' Marni mengantar Tasya ke sekolah seperti biasanya. Sejak semalam badanku memang terasa tidak nyaman, pusing dan bawaan selalu ingin muntah. Mbok Jum memijit-mijit tengkukku dengan penuh perhatian hingga aku merasa sedikit lebih baik. "Simbok kerokin ya, Bu?" tawarnya. "Ga usah, Mbok. Minta tolong bikinkan aku teh hangat aja." "Ya, Bu. Ayo saya bantu duduk dulu," katanya sambil menggandengku menuju meja makan. "Keenan belum bangun, Mbok?" "Belum, Bu. Biasa, semalam maenan sama Non Tasya seru hingga larut sampai nggak mau disuruh tidur." Terdengar Mbok Jum terkekeh sambil sibuk membuatkanku teh hangat. Aku baru ingat. Aku mengeluh sakit kepala tadi malam hingga aku tidak tahu jam berapa suamiku pulang. Aku tidur sore karena tak kuat lagi menahan berat di ke
[Nanti pulang jam berapa?] Aku mengiriminya pesan siang itu setelah menghabiskan makan siangku yang hanya mampir sejenak di tenggorokan. Nafsu makanku mendadak hilang berganti kebahagiaan yang membuncah tiba-tiba hari ini. [Kalau nggak ada kerjaan yang mendadak, ya seperti biasa, Honey. Kenapa? Sudah kangen?] [Cuma tanya saja.] [Mau nitip sesuatu, Sayang?] [Enggak kok.] Kututup layar ponselku, lalu kuraih sebuah benda pipih kecil di samping tempatku duduk. Entah sudah berapa kali aku mengamati benda itu sejak keluar kamar mandi tadi. Ini pasti akan jadi kejutan paling special untuk Daniel. Bibirku mengembang sempurna. Aku pernah mengalami hal pertama yang seperti ini sebelumnya. Tapi akan segera memiliki anak dari suami yang sangat special seperti Daniel membuat kebahagiaan kali ini terasa berbeda. Berulang kali ku elus perutku yang sama sekali belum merasakan apapun. Hanya memang pusing sering melanda beberapa hari ini. Aku begitu yakin buah ci
Daniel sengaja pulang cepat hari ini karena kebetulan pekerjaannya juga tidak begitu banyak. Dia ingat semalan istrinya merengek minta dibelikan es kelapa muda tengah malam buta. Lelaki itu sampai pusing dibuatnya. Hingga akhirnya dia harus rela meluncur ke minimarket 24 jam sekedar untuk membeli minuman kaleng dingin rasa kelapa muda. Hal konyol yang baru pertama kali dia lakukan seumur hidup. Jam 2 malam pergi ke minimarket hanya buat minuman kaleng. Dan itu pun masih kena omel juga sama istrinya. "Rasanya kok aneh sih. Nggak ada kelapa mudanya." Hani cemberut. "Namanya juga cuma minuman instan, Sayang," protes Daniel. "Nggak mau pokoknya beliin yang asli. Bukan yang kayak gini," rengeknya lagi. "Iyaaa. Tapi besok yaa? Ini udah malem. Nggak ada yang jualan, Sayang." "Ya udah besok. Tapi inget, kelapa mudanya yang setengah mateng, yang banyak, pokoknya," omelnya. Kelapa muda setengah mateng? Yang kayak gimana sih? Daniel menggaruk-garuk kepalanya bi
Entah berapa lama aku terlelap setelah sebelumnya kurasakan hangat tangan kokohnya yang terus mengelus-elus perutku yang sudah terlihat mulai membuncit. Kebiasaan lainnya yang kini menjadi ritual wajib suamiku tiap malam. Memanjakan istrinya dengan elusan di perut, karena kehamilan keduaku ini entah kenapa membuatku menjadi sangat rewel dan manja pada suamiku itu. Belum mau tidur jika perutku belum disentuh olehnya. Saat aku mulai membuka mata lagi karena kekeringan yang tiba-tiba menyerang tenggorokanku, tak lagi kurasakan tubuhnya berbaring di sisiku. Kemana Daniel? Perlahan aku bangkit dari pembaringan dan berjalan keluar kamar. Suasana sudah nampak lengang. Hanya terdengar sayup-sayup alunan merdu musik dari sebuah kamar yang saat ini sedang ditempati Diva. Ya, Diva sudah kembali beberapa hari yang lalu dari Australia seperti janjinya sebelumnya. Dan hari ini wajahnya nampak begitu berbinar saat mengatakan pada kami bahwa Adam berniat ingin melamarnya. Aku la
Satu bulan setelah pertemuannya kembali dengan Santi, hari ini keduanya nampak sedang duduk di sebuah ruang pertemuan di salah satu sudut kantor Adam.Di hadapan keduanya ada 4 orang karyawan inti di perusahaan Adam yang sedang menghadap ke arah mereka. Nampak di depan mereka tumpukan berkas yang baru saja selesai dibahas."Jadi rencanaku bisnis kosmetik ini nantinya akan seperti itu. Bagaimana menurut kalian?" tanya Adam pada keempat anak buahnya."Bagus, Pak. Saya rasa ide ini sangat cemerlang mengingat pasar kosmetik yang saya lihat saat ini sedang lesu-lesunya. Hampir tak ada brand baru yang muncul akhir-akhir ini," ujar salah satu karyawan itu."Iya itu maksudku. Ya sudah kalau gitu kita cukup
Malam itu entah kenapa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Adam. Kedatangan mantan karyawannya dengan penampilan yang sedikit berbeda namun masih sama malu-malunya itu membuatnya justru susah untuk lupa.Dari sejak lelaki itu menginjakkan kaki di rumah orangtuanya, Adam hanya terlihat mondar mandir dari kamar menuju balkon. Secangkir kopi dibawanya ke sana kemari dengan perasaan kacau yang sulit dia mengerti sendiri."Lagi ngapain kamu, Dam? Mama perhatikan dari pintu tadi kayak orang lagi bingung gitu?"Ibunya yang sedari tadi mengamati tingkah aneh putranya menghentikan langkahnya di pintu balkon."Mama ngagetin aja." Muka Adam langsung memerah karenanya.
Beberapa minggu setelah pertemuannya dengan mantan bosnya, gadis itu melakukan treatment di sebuah klinik kecantikan. Hani juga telah membekalinya uang yang cukup untuk dia belanjakan beberapa potong baju yang akan lebih membuatnya percaya diri saat bertemu dengan Adam nanti.Dan siang itu adalah hari yang telah direncanakannya untuk menemui Adam. Santi melangkah dengan penuh kayakinan menuju ke kantor Adam usai turun dari taksi online yang ditumpanginya."Bisa saya bertemu dengan pak Adam?" tanyanya pada resepsionis."Maaf, apa ada sudah janji sebelumnya, Bu?" tanya balik sang gadis dengan seragam warna violet itu."Mmmm."Santi mulai men
Rapatnya Hani menyimpan rasa shock atas pertemuannya dengan Adam, bahkan membuat Daniel pun tak menyadari bahwa istrinya memang sedang sedikit tak enak badan hari itu. Sampai-sampai lelaki itu setengah memaksa mengajak sang istri untuk mau ikut bersamanya keluar larut malam.Hanya untuk membuat Daniel tak cemas dengan kondisi dirinya yang memang sedang kurang baik setelah kejadian yang menimpa siang harinya, Hani pun terpaksa menuruti ajakan suaminya.Daniel membawa istrinya ke sebuah Kafe bernuansa outdoor di daerah pinggiran kota malam itu. Mereka tiba di tujuan saat hari telah lewat. Meski begitu, suasana masih terlihat lumayan ramai. Tempatnya yang didesain sangat romantis ternyata sedikit membawa suasana hati Hani menjadi lebih membaik."Kamu suka temp
Tubuh Hani masih gemetar, bahkan ketika mobilnya sudah memasuki halaman rumah. Usai Adam membiarkannya pergi dari parkiran mall, wanita itu mengendarai dengan sangat pelan sembari berusaha menenangkan kembali gejolak di dalam dadanya. Kalimat demi kalimat Adam terngiang-ngiang di kepalanya seolah tak mau pergi."Lho, Bu Hani kenapa?" Bik Marni yang saat itu sedang bermain bersama dengan Tasya dan Keenan di serambi rumah sedikit kaget melihat Hani nampak seperti orang linglung saat keluar dari mobilnya di garasi.Sesaat Hani baru menyadari ada yang memperhatikannya. Buru-buru wanita itu menggeleng."Enggak kok, Bi'. Cuma agak pusing sedikit," jawabnya.Lalu dengan sigap, Bi' Marni pun segera m
"Sudah dibayar sama mas yang di sana, Bu."Hani dan 3 orang teman wanitanya saling pandang. Lalu bersamaan menoleh ke arah yang di tunjuk oleh kasir restoran."Yang mana? Yang di dalam ruangan itu?" tanya salah seorang teman Hani."Iya, yang sedang memimpin rapat itu, Bu."Hani tak mungkin tak mengenalnya. Di dalam ruang meeting dengan dinding kaca itu memang ada Adam dan beberapa orang yang mengenakan seragam yang dia kenali sebagai karyawan kantor Adam."Kamu kenal, Han?" tanya salah seorang temannya lagi, melihat Hani seolah sedang menunggu orang itu membalikkan badan untuk melihat ke arah mereka.
"Setelah sidang putusan minggu depan, datanglah ke kantor. Aku sudah menyiapkan semuanya untuk kamu," ucap Adam siang itu saat bangkit dari tempat duduknya di sebuah restoran mewah di kota itu.Diva mendongak, memandangnya dengan senyuman remeh."Menyiapkan apa?" tanyanya. Sebenarnya Diva sudah tahu apa maksud dari kata-kata lelaki yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya itu. Namun Diva tak mudah begitu saja untuk merendahkan dirinya. Apalagi di hadapan Adam, yang menurutnya telah menghancurkan impian dan masa depannya."Bagianmu. Itu sudah kewajibanku sebagai mantan suami," jawab Adam singkat. Diva pun melengos mendengar itu. Baginya, ucapan Adam itu adalah sebuah penghinaan."Ambil saja u
"Kalau boleh aku sarankan, pertimbangkan lagi rencanamu untuk menaikkan kasus direktur PT Diwangga Karya itu, Daniel. Itu tidak akan baik untuk karirmu."Kapten Gunardi, lelaki yang masih nampak gagah di usianya yang sudah hampir menginjak masa pensiun itu menatap lekat bawahannya dari kursi kebesarannya.Daniel baru saja menceritakan semua kejadian yang telah menimpanya dan keluarganya pada atasannya itu dan semua hal yang berkaitan dengan kasus PT. Diwangga Karya."Tapi saya sudah merasa dirugikan dengan kelakuan direktur itu, Pak. Saya hanya ingin minta keadilan. Lagipula, dia telah melakukan pelanggaran hukum dengan membuat laporan palsunya. Merekayasa kejadian demi untuk mencapai tujuannya.""Aku ta
"Pak, ada perkembangan terbaru kasus Diwangga," kata seorang ajudan yang baru saja masuk ke ruangan Daniel siang itu.Setelah memerintahkan anak buahnya itu untuk duduk, Daniel pun memeriksa berkas yang baru saja diserahkan."Jadi gudang yang terbakar itu sebenarnya sudah tidak dipakai?" tanya Daniel kemudian. Dahinya nampak berkerut."Betul, Pak. Tim sudah menyelidiki semuanya. Bahkan menurut warga setempat, semuanya juga bilang seperti itu. Jadi, ada kemungkinan ini bukan sabotase, melainkan memang sengaja dibakar."Dahi Daniel makin berkerut."Lalu apa kira kira motifnya?""Itu yang