POV Arini
Jam 3 pagi Aku terbangun, setelah cuci muka. Aku melangkahkan kaki kedapur, sebelumnya kusempatkan untuk membangunkan Surti dan Inah membantu menyiapkan sarapan untuk semua penghuni rumah ini.
Entah kenapa hari ini Aku sangat senang sekali, mungkin karena kedatangan Anakku satu-satunya. Setelah sekian lama kami terpisah jarak dan waktu, kesempatanku bertemu dengannya hanya beberapa kali, itupun dalam waktu yang tidak lama ketika Aku pulang kekampung halaman. Sedih rasanya tidak bisa melihat bagaimana Ia tumbuh, bahkan untuk menyuapi makan aja ketika ia kecil bisa dihitung hanya beberapa kali saja. Untung ada Ayah dan Ibuku yang bantu merawat buah hatiku.
Ibu meninggal setahun yang lalu, beberapa bulan setelah itu Ayah ikut pergi menyusul Ibu, Aku ijin Pak Agus dan istrinya untuk pulang beberapa minggu lamanya. Perasaan sedih yang sangat mendalam kurasakan kehilangan sosok orang tua yang telah melahirkanku, mereka adalah sosok orang tua yang sangat sederhana. Teringat, ketika masih remaja Aku salah melangkah dalam menjalani sebuah hubungan, Aku bahkan sampai tega meninggalkan kedua orang tuaku hanya demi ikut pria tersebut, Aku menjalani nikah siri dengannya, karena ternyata orang tua lelaki tersebut tidak setuju kalau anaknya akan menikahiku, yang hanya dari keluarga sederhana. Disamping itu, orang tuanya juga telah memilihkan pasangan sendiri untuknya. Namun karena kebulatan tekad cinta kami, kami nekad menjalani hidup berdua, walau hidup di sebuah kontrakan yang sangat-sangat sederhana. Setiap hari kami lalui dengan kebahagiaan, walau hidup dengan apa adanya. Karena bagi kami, bisa menjalani setiap detik waktu bersama pasangan yang dicinta adalah kebahagiaan yang tiada duanya.
Aku masih ingat, saat tahu pertama kali Aku hamil, tidak terbayang betapa bahagianya wajah suamiku. Bahkan semua penghasilan suamiku hari itu yang didapatnya dari kerja serabutan, dihabiskan untuk membelikan kue-kue kering yang sangat banyak, kemudian dibagikan ke tetangga-tetangga sekitar dan setiap orang yang dijumpainya ketika dijalan. Kami sangat bersyukur dengan berkah kehamilanku, Aku masih ingat dengan sangat jelas, tidak pernah lepas senyum dari wajahnya seharian itu.
Katika perutku semakin membesar, Aku dibuat syok dengan sebuah kenyataan yang paling pahit dalam hidupku, yaitu kabar hilangnya suamiku. Dari sore Aku menunggu kepulangan suamiku, bahkan hingga larut malam tidak juga kujumpai sosoknya. Aku sangat cemas, khawatir dengan keadaannya, kenapa sampai larut suamiku masih juga belum pulang.
Untungnya Aku punya tetangga-tetangga yang baik, mereka ikut menghibur dan menguatkan Aku. Bahkan, mereka banyak yang ikut mencari suamiku ketempat kerjanya karena hingga esok harinya Ia masih belum pulang kekontrakan kami. Kecemasanku makin menjadi-jadi, karena beberapa hari setelahnya suamiku masih belum juga pulang ke rumah. Para tetangga ikut membantu melaporkan hilangnya suamiku ka kantor polisi, namun hingga beberapa minggu setelahnya, beritanya masih juga nihil, Suamiku seolah hilang begitu saja ditelan bumi.
Melihat keadaanku yang semakin lemah, uang ditangan juga sudah tidak ada. Untuk kebutuhan makan sehari-hari para tetangga sepakat untuk membantuku. Hingga akhirnya mereka mengusulkan agar Aku untuk pulang sementara, kekampung halaman biar ada keluarga yang menjaga jelang kelahiranku. Sementara mereka terus mencari kabar keberadaan suamiku.
Ketika pulang ke kampung. Awalnya, kukira orangtuaku tidak akan mau menerima kehadiranku, karena bagaimanapun Aku menikah tanpa restu dari mereka. Tapi begitulah orang tua, sesalah-salahnya anak melangkah, namun kasih sayang orangtua pada anaknya tidak pernah tergantikan, sebesar apapun salah anaknya. Itulah yang kulihat dari kedua orangtuaku, bahkan mereka tidak pernah mengungkit-ungkit kesalahanku sedikitpun. Mereka menyambutku dengan penuh kasih sayang.
Bahkan ketika anakku lahir kedunia ini, mereka yang paling sibuk sendiri, mulai dari memanggil dukun beranak (saat itu belum ada bidan desa), serta mengurus semua keperluanku. Tidak terlukis, betapa bahagianya mereka saat itu.
"Lihat Yah, cucu kita laki-laki.. kesampaian juga nih Ayah punya keturunan laki-laki." tatap ibuku penuh haru.
"Iya Bu, ini akan jadi penerus keluarga Abu Fikri, dia akan kuat dan tangkas seperti Kakeknya." kata Ayahku penuh bahagia.
Begitulah kebahagiaan Ayah dan Ibuku saat itu.
"Coba deh Bu, dah pas belum bumbunya nih ?" tanya Inah membuyarkan lamunanku.
"eh.. iya nah." kataku sambil mencicipi nasi goreng yang sedang dibuatnya.
"hmnnn kurang garamnya dikit ini, bumbu olahan tadi sudah dimasukan ?" tanyaku. Karena seperti biasanya, Aku yang mengolah bumbu masakan, jadi mereka berdua ini yang bagian memasaknya.
"Sudah kok Bu." jawab Inah sambil menuangkan sedikit garam kedalam nasi goreng yang sedang dimasaknya.
"hmmmnn si Ibu, jadi senang banget sampe melamun gitu!" celetuk Surti disamping Inah sambil senyum-senyum tengil.
"loh Aku lo belum lihat anak bu Arini." sela Inah sambil masak.
"hmmn anaknya bu Arini ganteng baanget loh Nah!" puji Surti sambil mencuci piring disamping bu Arini.
"Beneraan ?" tanya Inah penasaran.
"ihh benerrr, Aku aja jadi pengen nikah lagi begitu lihat wajah gantengnya." Cerita Surti makin bersemangat.
"ihh mau dong lihat orangnya!" ucap Inah sambil senyum-senyum.
"eeleh eleehh, kalian ini, kerja-kerja masih sempat aja ngerumpiin cowok, gak lihat apa Ibunya masih disini malah ngomongin anaknya." jawabku sambil ketawa lihat tingkah mereka.
"Ibuuuu.." jawab mereka kompak sambil tersenyum
"hadeeehhh ada-ada aja kalian nih, dasar ABG lawas."
"ihh Ibu, ABG lawas kita dibilangnya." jawab Inah manyun.
POV Awan Hoaammm.. pagi ini Aku terbangun dengan badan sedikit pegal. Kulihat sekeliling, Aku sedikit kaget, kok tidur diatas tempat tidur yang bagus dan sangat empuk begini ? Dengan ruangan yang sangat asing bagiku, astaga Aku baru ingat kalau saat ini tidur di rumahnya majikan Ibuku. Kulihat jam di dinding kamar jam 3.40 dini hari. Aku siap-siap dulu. Sejenak Kulihat hape jadulku, ada beberapa sms dan panggilan tidak terjawab, Aku lupa kalau dari kemarin hape kusilent. From Kak Rini 081xxxx "Awan jadi dijemput ibumu ?" "Jadi ketemu ibunya ?" "Awaann kok g di bales ?" "Kamu gak apa" kan, gak nyasar kan dek?" Ada beberapa sms dari kak Rini ternyata, kusempatkan balas pesannya. "Udah sampai Kak, ini baru bangun. Maaf yah kemaren hpnya di silent jdnya gak tau kalau kk sms", balasku. send. Ting tingg.. Loh cepat kali balasnya ? gak tidur nih apa si mbak-mbak, pikirku. "hmnnn kk kira kamu kenapa-napa ? :(" "hehee aman kok kk cantik :)" balasku. "Ya udah siap-siap sana gih!
"Kamu kemana sih Awaan ? baru juga hari pertama dah main ngilang-ngilang aja ?" ujar Renata sewot saat Aku sudah didepannya. "Itu,, tadi lagi ngobrol sama Ibu dibawah." jawabku agak kikuk didepan Ren. "hmmnn kamu mandi dulu gih, tuh pakaiannya dah Ren tarok diatas tempat tidur." Ucap Ren sambil menunjuk keatas tempat tidurku, dan disana terlihat satu stel pakaian sekolah yang sudah dilipat dengan rapinya. "Awas yah kalau dalam 10 menit kamu belum siap." tunjuknya kehidungku sambil dengan gaya sedikit melotot gemas menatapku. "Oke siap bos!" jawabku pake pose hormat. "Ingat, yang cepat yah!" katanya sebelum keluar dari kamarku, terlihat Renata seperti menahan senyumnya ketika keluar dari kamarku. Ketika dikamar mandi Aku sempat bingung, aduh mana bak airnya, mana cuma ada tempat duduk (closet) begini, gimana mandinya ? pikirku bingung. Cuma ada tempat cuci tangan kecil (westafel) gak mungkin kalau mandinya dari air sini ? hmnnn Aku buka tempat duduk (closet) yang ada didekatku, te
Pagi itu kami makan, tanpa didampingi oleh pak Agus dan Istrinya, ternyata pas Aku mandi tadi, mereka telah pergi duluan. Kata Ibu, pak Agus dan Istrinya pergi ke Singapur untuk mengurus pekerjaan mereka yang disana.Setelah sarapan, Aku pamit dan salim sama Ibu. Anehnya Ren, kulihat juga ikutan salim pada Ibu dengan cara yang sama, entah karena biasa begitu atau hari ini aja karena mengikutiku, entahlah! Aku hanya tersenyum saja melihatnya.Kami diantar oleh Pak Usman supir pribadi keluarga Wijaya ke sekolah. Ketika sampai digerbang sekolah, sekali lagi Aku dibuat terkagum dengan kemegahan sekolah tempat Aku akan menimba ilmu ini. Dari dalam mobil kulihat gedung sekolah ini yang terdiri dari beberapa lantai."Udah ahh, jangan gitu banget lihatnya." tegur Ren yang duduk di sebelahku."eh iya..""oh ya, nih!" kata Ren sambil memberikan sebuah amplop berwarna coklat kepadaku."Apa nih Ren ?" tanyaku heran"tau tuh, Papah yang nitip tadi, buat Kamu." katanya kalemKetika kubuka, kulihat i
"Saktiawan S. Wijaya," terdengan suara staff TUnya memanggil namaku. "eh iya, saya Mbak." jawabku berdiri dengan mendekat ke depan mejanya. "Ini persyaratanya sudah lengkap yah. nanti kamu langsung masuk aja kekelas, sesuai rekomendasi dari pak Kepala kamu masuk kekelas 2 IPA 1. Untuk kelasnya tar di antar sama pak Ujang, satpam sekolah." sambil menyerahkan beberapa lembar kertas, kulihat ada map sekolah lengkap dengan kelasnya. "eh gak usah Mbak, biar saya sendiri aja gak apa-apa." tolakku ramah. "oh ya udah kalau begitu, dan ini kunci loker kamu." sambil menyerahkan 2 buah kunci yang ada nomornya padaku. "Didalamnya sudah ada seragam olah raga, dan satu stel seragam sekolah." lanjutnya. "Ada pertanyaan lagi ?" tanyanya tersenyum ramah. "hmnn gak ada Mbak, sementara cukup jelas infonya. Nanti kalau ada yang ragu, saya tanyakan sama Mbak lagi aja." "Oke deh. selamat bergabung di sekolah ini yah!" katanya sambil tersenyum manis padaku. "oh oke mbak... Aku masuk kelas dulu yah."
Kemudian tampak Bu Shinta memperhatikan jawabanku dengan seksama, serta dengan raut wajah seakan tak percaya. "Jawabannya tepat, tapi kok rumusnya begini ?" tanya Bu Shinta heran. "Ada yang salahkah memangnya Bu ?" jawabku dengan balas tanya pada Bu Shinta . "Gak salah, selama jawabannya benar. Tapi, Saya heran saja, karena selama ini belum pernah Ibu belajar rumus matematika manapun seperti yang kamu tulis didepan, rumus apa yang kamu pakai ?" tanya Bu Shinta heran. "Trachtenberg." jawabku singkat dan padat. "Hah apa ?" tanya Bu Shinta seolah ingin memastikan kembali jawaban yang didengarnya. "Trachtenberg." Ulangku dengan sedikit penekanan. "Apa itu ?" tanya Bu Shinta , merasa asing dengan istilah yang kugunakan. "Metode Trachtenberg lebih tepatnya bu." "hmnnn..." gumam Bu Shinta sambil agak mengernyitkan alisnya sambil berfikir apa Ia pernah belajar atau mendengar metode seperti yang Aku sebutkan barusan. "itu adalah sebuah metode matematik dalam memecahkan setiap permasal
"Asem ngejek loe bray, sekali nyeletuk pedes lu ah." Umpat Novi kesal. "hahaha.." Aku dan Radit tertawa. "Novi.. Radiitt, kalian yah! berani-beraninya melarikan Awan dari kami." kata salah seorang cewek dikelasku tadi sambil berdecak pinggang tepat berdiri dibelakang Novi. Dibelakangnya disusul oleh 4 orang teman-teman geng-nya. "Awas Dit, sana jauh-jauh... hussshh husss, gue mau duduk sebelah Awan." kata temannya mengusir Radit untuk menjauh, si Radit jadi manyun begitu jadinya, hahaha. Tiba-tiba dua orang cewek langsung duduk mengapitku dari kiri dan kanan, sontak Aku kembali dikelilingi cewek-cewek centil dari kelasku. "eh Sherla ngapain masih berdiri disitu, duduk sini!" Panggil salah seorang cewek disampingku. Dari mereka berlima, baru Sherla yang Aku kenal karena ia teman semejaku, walau belum sempat berkenalan dan hanya tahu lewat nama yang ada diseragamnya. "eh iya, jawabnya pelan." kalau kuperhatikan, Sherla ini tipikal gadis yang pendiam. "Awas Novi, geser sana, kasih
POV Author "Kamu yakin nak ?" Ucap seorang wanita diseberang telphon. "Belum 100% mom, perlu aku pelajari lebih lanjut". "Dekati dia, terserah bagaimanapun caranya. Yang jelas jangan sampai papah atau.. kakekmu mu tahu, kalau tidak kita tidak akan bisa mengorek tentang dirinya lebih jauh, atau lebih parahnya, 'dia' akan disingkirkan". jelas wanita diseberang telphon dengan intonasi yang serius. "Ya mom, akan kulakukan" "Tapi, satu pesan mami. Jangan sampai dia tahu tujuanmu yang sebenarnya, mengerti ?" "okay mom, noted it" "Satu lagi, sekali-kali pulanglah. Jenguk nenek, dia kangen dengan mu". "Ya mom, tar deh aku pulang. Sekarang lagi sibuk disekolah soalnya". "ya sudah, mami tutup telpnya, jaga kesehatanmu disana ya, bye", kata wanita diseberang mengakhiri percakapan mereka melalui telphon. "bye mom". Jawab si Wanita Sambil menutup panggilan telphonnya. POV Awan Gara-gara seorang Renata yang tiba-tiba memelukku siang itu di kantin sekolah, kini semua orang disekolahan men
Pagi ini, entah kenapa aku merasa canggung dan malu sendiri ketika datang kesekolah, walau aku masih terhitung sebagai anak baru. Tapi beda halnya dengan apa yang terjadi pagi ini, setiap orang jadi tiba-tiba kenal denganku."Kak Awaaann." Panggil segerombolan cewek-cewek kelas satu ketika aku lewat depan kelas mereka."Hai Awaann." Sapa beberapa anak kelas 2, yang tak kutahu kelas apa, ikutan menyapaku ketika jalan didekat mereka.Tak ayal, semua orang yang kulewati jadi menyapa sepanjang jalan menuju kelasku. Aku hanya menyapa sekedarnya. Njiirr, belum juga jadi pacarnya Ren, sudah begini tanggapan orang-orang padaku. Memang susah yah kalau dekat dengan orang se-populer Renata. Aku yang sudah terbiasa apa adanya dan paling tidak suka menonjolkan keberadaanku, tiba-tiba jadi seperti mendadak selebritis, jujur aku sedikit jengah dan merasa kurang nyaman dibuatnya. Jika seandainya ada pilihan antara menjadi orang yang terkenal atau pria yang biasa-biasa saja! Maka aku pasti akan lebih m
Awan teringat kejadian dimana dia koma dulu, jadi saat Ia sedang tidak sadarkan diri Angel mengambil kesempatan itu. Apa Ia sengaja menyelinap sendiri dan nekat masuk ke dalam kamarnya ? Tapi, apapun itu, Awan percaya jika Angel bisa melakukan itu. Angel cukup licik untuk trik seperti itu. Awan justru senang, ternyata ciuman pertama Angel masih dengan dirinya bukan cowok lain. Kalau tidak, Ia pasti akan cemburu dibuatnya."Hmn kenapa senyum-senyum?""Berarti sekarang kita sudah impas, karena kali ini Aku yang mencuri ciuman kedua mu. Jadi skornya satu-satu sekarang, xixixi."Baru saja mereka larut dengan kebahagiaan setelah berpisah sekian lama, terdengar himbauan untuk penumpang agar segera menaiki pesawat. Eskpresi Angel langsung berubah sendu."Pergilah." Kata Awan lembut dengan tatapan penuh cinta."Tapi..." Angel terlihat berat untuk melangkah pergi. Ia masih belum puas bersama Awan saat ini, Ia begitu mencintai Awan dan baru bertemu sebentar saja. Tapi harus segera pergi, Ange
"Tentu saja, Aku menyayanginya." Jawab Awan dengan yakin."Kalau begitu, kakak harus bergegas menyusulnya sekarang.""Hah, maksudnya?""Karena 3 setengah jam lagi pesawat Kak Angel akan berangkat menuju Inggris dari Bandara Soetta. Kak Angel telah memutuskan untuk melanjutkan studinya disana.""Apa? Kenapa kamu tidak bilang daritadi kalau Angel akan berangkat." Ucap Awan panik. Lalu bergegas pergi, tanpa menunggu penjelasan Raysha lebih lanjut.Dalam pikirannya saat ini adalah Angel, dalam hati Ia berulang kali merutuki kebodohannya selama ini. Ini salahnya juga, kenapa tidak menemui Angel sebelumnya. Dia tahu Angel berkarakter keras, kalau sudah memiliki kemauan, pasti Ia akan mewujudkannya.Selama ini, Awan hanya menyimpulkan sendiri jika Angel hanya sibuk dengan dunia sendiri. Tanpa Ia sadari, jika Angel melakukan semua itu untuk dirinya."Lihat akibat sikap keras kepalamu, membuat kita menjadi jauh seperti ini." Gumam Awan kesal.Semula Awan hendak meminjam mobilnya Devi, karena k
"Kamu mau meminta apa?" Tanya Awan melihat keraguan Karin."Apa Kamu sudah bisa move on dari Kak Nata dan menemukan penggantinya?"Pertanyaan Karin semakin membuat Awan binggung, Awal dia ingin meminta sesuatu, lalu malah bertanya. Apa korelasi pertanyaannya dengan permintaan yang akan diajukan Karin padanya.Awan berpikir sesaat, move on dari Renata? Jelas bayangan Renata masih begitu kental dihatinya. Bagaimana Ia akan bisa melupakannya? Kenangan yang ditorehkan Renata dalam hatinya begitu dalam hingga sulit baginya untuk menghapusnya begitu saja. Bahkan setiap Awan pergi ke Kota ini, kesedihan selalu menyelimutinya sepanjang waktu.Lalu, apakah Ia sudah menemukan penggantinya? Siapa, Annisa? Memang Ia mencintainya, tapi Ia belum ingin memikirkannya saat ini. Angel? Walau Ia semakin sering mengiriminya pesan dan telponnya yang tidak pernah diangkatnya, Awan mulai ragu dengan masa depannya bersama Angel karena sikap Angel sebelumnya."Move on, aku sedang berusaha. Untuk pengganti Ren
"Yaah, bisa gak sih kalau waktu berhenti sampai disini saja? Aku pengen bareng kalian terus." Ucap Veby sedih."Seandainya pun bisa, mungkin kita semua tidak akan pernah menjadi dewasa. Bukankah itu lama-lama akan membuat kita bosan? Justru dengan adanya waktu yang berjalan, kenangan hari ini dan sebelumnya akan menjadi kenangan terindah dalam diri kita masing-masing. Saat kita menyongsong masa depan dan kita bertemu lagi dengan diri kita yang sudah dewasa, bukankah itu jauh lebih indah?""Benar apa yang diucapkan Awan! Biarkan kenangan indah persahabatan kita, terukir abadi dalam hati. Yang perlu kita lakukan adalah memenuhi janji yang kita buat hari ini, lima tahun lagi kita akan bertemu kembali dengan masing-masing impian kita dan dengan diri kita yang lebih dewasa." Ucap Lina menanggapi."Iya, mari kita berjanji. Lima tahun lagi kita akan berkumpul dengan impian kita masing-masing." Kata Siska."Lima tahun lagi, kita akan berkumpul kembali." Ikrar yang lainnya penuh semangat."Loh
"Aw aw.. Sakit Vi.""Hahaha,, Hajar Vi."Teriak Siska senang begitu melihat Novi dan Radit yang mengaduh kena jeweran Devi."Aduh duh sakit, Vi. Lepasin.""Kebiasaan kalian berdua nih yah, mau ikut meluk Awan apa mau ngambil kesempatan?" Ujar Devi galak."Yah, kan sekalian gitu Vi." Balas Radit ngeles."Jewer aja terus Vi, kalau perlu sampai sampai putus telinganya. Emang tuh si Radit." Shiren ikut mengompori."Ciiee yang mentang-mentang udah bubaran jadi sengit gitu." Ledek Lina sambil tertawa."Wkwkwk, Shiren senang banget melihat Radit menderita sekarang."Yang lain malah ikut menertawakan Radit dan Shiren, sampai ketika Sherla mengalihkan topi pada Awan lagi, "Awan, kamu kemana aja selama ini?" Tatapan Sherla masih sama dengan yang dulu. Begitu tahu Renata meninggal saja, Sherla adalah orang yang paling bersedih. Dia sedih dengan meninggalnya Renata dan lebih sedih lagi karena Ia tahu jika Awan adalah yang paling kehilangan Renata saat itu. Ia tahu jika perasaannya tidak mendapat
Setelah berlalu beberapa hari, Mikha tampak sudah mulai bersikap seperti biasa. Tidak hanya itu, sekarang Ia bahkan tampak jauh lebih ceria dan bersemangat dari sejak Ia pertama datang. Mungkin karena tingkat hubungannya dengan Awan yang sudah lebih intim, membuatnya lebih bisa terbuka dalam segala hal. Sepanjang periode itu, Angel juga sudah berulang kali mencoba untuk menghubungi Awan. Tapi, Awan sedang enggan untuk menanggapinya saat ini. Bahkan notifikasi pesan masuknya sudah ribuan dan tidak ada satupun yang ditanggapi Awan.Alasan utamanya bukan karena apa yang dilihat Awan ketika di Resto sebelumnya, tapi karena sikap Angel sendiri yang tampak enggan untuk bertemu dengannya selama ini. Sehingga Awan pun mulai meragukan kelanjutan hubungannya dengan Angel.Tepat disaat Ia melihat-lihat hp-nya, sebuah notifikasi muncul. Ternyata itu adalah pesan dari sahabatnya, Sherla. Ternyata Ia memberi kabar tentang acara perpisahan mereka yang akan berlangsung 2 hari ke depan. Cukup lama j
Mikha memikirkan hendak menerima tawaran dari Mpok Rina. Awan sudah membaca gelagat Mikha, sehingga Ia cepat bicara, "Mikha akan tinggal bersama saya, Mpok."Mikha dan Mpok Rina sama terkejut dengan pernyataan Awan barusan."Maaf, Mas ini siapa yah?" Mpok Rina bertanya dengan menyimpan kecurigaan pada Awan. Ia melihat Awan semenjak tadi dan bahkan menemani mereka sampai ke tempat pemakaman. Cuma karena Ia fokus pada Mikha sebelumnya, sehingga tidak menghiraukan keberadaan Awan."Ia teman saya, Mpok. Namanya, Awan. Ia juga yang telah menyelamatkan Mikha sebelumnya." Mika khawatir jika Mpok Rina akan mencurigai Awan tidak baik, sehingga Ia cepat menjelaskan siapa Awan untuk menghindari kesalahpahaman."Oh, begitu. Terimakasih banyak, Nak. Kamu telah menyelamatkan Mikha, kasihan Ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi sekarang." Ujar Mpok Rina ramah dan telah mengubah penilaiannya terhadap Awan."Tidak usah sungkan, Mpok. Mikha juga teman saya, sudah kewajiban saya menolong seorang teman.
2 jam kemudian, Awan dan Mikha sudah sampai disalah satu daerah pinggiran Ibu Kota. Disana Awan baru sadar, betapa besarnya ketimpangan antara lingkungan Apartemen yang ditinggalinya dengan tempat yang sedang dilaluinya bersama Mikha sekarang. Kebanyakan bangunan yang ada disini bersifat semi permanen dan bahkan ada sebagian rumah yang hanya berdindingkan seng dan kardus bekas.Ditambah jumlah penduduk yang begitu padat membuat tempat ini sebenarnya sangat tidak layak untuk dihuni.Menurut keterangan Mikha, rata-rata mereka yang tinggal disana adalah pendatang yang datang dari luar daerah untuk mengadu nasib di ibu kota. Tapi, karena biya hidup yang begitu tinggi sehingga mereka hanya sanggup untuk menyewa rumah-rumah liar seperti itu.Belum lagi, resiko digusur oleh satpol PP yang bisa datang kapan saja.Awan dan Mikha melewati beberapa gang, sebelum menuju salah satu rumah yang sangat-sangat sederhana. Itu adalah rumah kontrakan Mikha, namun herannya rumah itu begitu sepi. Mikha me
Karena situasinya yang sudah tenang dan mencair diantara mereka, tapi karena pelukan Mikha yang sekarang sudah tenang dan tidak takut lagi seperti sebelumnya. Belum lagi, kenyataan jika kulit mereka bersentuhan secara langsung, justru membuat Awan yang tidak tenang jadinya. Bagaimanapun Ia masih muda, memeluk wanita cantik dalam keadaan terbuka membuat begitu hasratnya mudah tergoda."Hmnn.. itunya bangun lagi." Tunjuk Mikha malu begitu sadar bagian bawah tubuh Awan bergerak. Ia tidak menyangka jika benda yang semalam telah mengoyaknya itu akan kembali terbangun, sehingga wajah Mikha kembali tersipu."Hmn, dia terbangun karena dipeluk wanita cantik.""Apaan sih." Ucap Mikha tersipu sambil mencubit pelan pinggang Awan.Setelah Mikha tertidur pulas disampingnya, Awan bergegas mencari informasi tentang geng Kapak Merah melalu jaringannya di Klan Atmaja. Bukan hal yang sulit untuk mencari informasi tentang gengster manapun dalam Negeri, karena Ia sendiri sudah punya kendaraan besar Klan