Wynona mendadak merasa mantap dengan pilihannya. Di mata gadis itu, ekspresi Leon sudah memberikan banyak gambaran baginya. Entah mengapa, baru sekarang hal itu terpikirkan dan bukannya sejak berhari-hari lalu. Sehingga Wynona tak perlu diterpa kebimbangan selama berhari-hari.
“Ini gaunku,” Wynona berbalik ke arah Prisca seraya meletakkan gaun itu di depan dada. “Bagaimana?” tanyanya.
Bahkan Prisca yang biasanya pelit memberi pujian pun tampak terpesona. “Bagus.”
Wynona tertawa kecil. Jika Prisca sudah memberi penilaian positif, maka Wynona tidak akan meragukannya. Gadis itu pun makin yakin dengan keputusan untuk memilih apa yang akan dikenakan untuk acara istimewa ini. Wynona cukup percaya diri bahwa dirinya akan tampil cantik.
“Sepatunya? Awas saja kalau kamu memakai sepatu kets,” ancam Prisca.
Wynona meletakkan gaunnya di atas ranjang dengan hati-hati. Setelah itu, dia berjongkok dan mengangkat sep
“Suatu saat kamu akan menemukan orang yang tepat,” kata Wynona tulus.Prisca menatap Wynona sambil tersenyum samar. “Semoga saja harapanmu itu bisa terwujud,” ucapnya. Wynona mengaminkan dengan keikhlasan yang luar biasa besar.“Pasti terwujud,” Wynona meyakinkan. “Setelah mengalami banyak hal pahit, mana mungkin tidak akan mendapat balasan dari Tuhan, Pris? Kamu pasti kan bertemu orang yang tepat, laki-laki terbaik buatmu.”“Hmm, masuk akal.”Kemala pun tak kalah terperanjat saat melihat putrinya. Pujian datang bertubi-tubi, untuk Wynona dan Prisca. Asisten rumah tangga dan pegawai katering yang belum pulang pun memberi komplimen untuk penampilan Wynona. Karena rambut gadis itu dipotong pendek, Prisca menatanya dengan gaya sederhana. Fokus riasan terletak pada mata dan bibir Wynona.“Kamu tidak perlu memakai aksesoris apa pun. Bahkan anting. Gaunmu ini sudah memberi efek dramatis me
“Kamu tidak perlu tegang dan takut ini-itu, Sayang. Rileks saja dan jangan cemas. Keluargaku nggak akan memangsa perempuan cantik,” gurau David saat Wynona mengungkapkan kecemasannya. Lelaki itu tersenyum sehingga sedikit menenangkan hati Wynona yang sedikit gundah. David juga menepuk punggung tangan Wynona yang melingkari lengan kirinya.Seorang lelaki yang duduk di meja penerima tamu segera bersiul saat melihat keduanya. “Halo David! Siapa gadis cantik ini?” tanyanya seraya menatap Wynona dengan penuh perhatian.“Ini Wynona, pacarku,” balas David, memperkenalkan keduanya. Wynona bersalaman dengan lelaki bernama Reno itu. David sempat berbisik bahwa Reno adalah sepupunya.“Selama ini, kenapa Wynona kamu sembunyikan? Memangnya kalian baru pacaran, ya?” tanya Reno ingin tahu.“Karena aku nggak mau kamu menggoda pacarku,” balas David sambil tertawa. “Makanya aku sengaja menyembuny
Wynona sempat dikuasai kegugupan saat mengulurkan tangan kanan. Akan tetapi, sikap ramah Sofia langsung melunturkan kecemasannya. Gadis yang menurut David seusia dengan Wynona itu, menyapa ramah. Sofia menolak uluran tanganku dan malah memajukan wajah untuk menempelkan pipinya ke pipi Wynona dengan akrab. Seakan-akan mereka sudah saling mengenal sejak lama.“Halo, aku Sofia.”“Hai Sofia, aku Wynona,” balas Wynona tak kalah hangat. Sofia mengangguk ramah.“Ternyata kamu yang sudah berhasil mencuri hati kakakku selama bertahun-tahun, ya?” tawanya terdengar renyah. “Aku sudah berkali-kali memintanya supaya memperkenalkanmu dengan kami semua. Tapi dia selalu saja punya alasan ini-itu.”David menyela untuk membela diri. “Itu karena aku sedang mencari waktu yang tepat. Lagi pula, selama ini kamu tinggal di Surabaya. Pulang pun sangat jarang. Makanya baru sekarang Wynona kuperkenalkan denganmu.”
David entah sedang berada di mana, tak terlihat sama sekali. Tadi, dia meninggalkan Wynona sendiri yang terpaksa menghadapi Irene dan rentetan pertanyaan yang seolah tak ada habisnya. Belum lagi suara tak ramah yang malah terkesan mencurigai sesuatu, seakan Wynona memiliki niat jahat yang bisa mengancam stabilitas dunia.Wynona pamit pada Irene, beralasan dia ingin ke toilet. Nyatanya, dia langsung menuju pintu keluar gedung yang disewa sebagai tempat resepsi itu. Gadis itu bahkan tak mencari sang kekasih. Dia cuma ingin meninggalkan tempat resepsi itu. Hal pertama yang terpikirkan adalah mengontak Leon dan meminta lelaki itu menjemputnya. Entah mengapa, dia tak memilih pulang naik taksi online saja.Setelah bicara dengan Leon yang menyanggupi permintaan Wynona tanpa ragu, gadis itu bergegas keluar dari gedung resepsi. Di depan meja penerima tamu, gadis itu kembali bertemu Reno.“Kamu mau pulang sekarang, Wyn? David mana?” tanya Reno sambil
Secepat cahaya, Leon mencari sumber suara dan akhirnya berdiri mematung sekitar dua meter di depan Wynona. Ekspresinya saat melihat gadis itu, menimbulkan gelombang kepakan kupu-kupu yang dahsyat di perut Wynona. Meski gadis itu tak benar-benar paham apakah itu perumpamaan yang tepat atau justru terlalu berlebihan. Yang pasti, Wynona merasa gentar untuk mengartikan makna tatapan lelaki itu.“Wyn, kamu kedinginan ya?” Leon berjalan ke arah Wynona. Pria jangkung itu segera bereaksi saat menyadari kedua tanganku yang bersilang di depan dada.Wynona menjawab sambil menyeringai, mencoba untuk bergurau. “Bahan gaun rekomendasimu ini ternyata nggak cukup membuat hangat saat Cipanas sedingin ini.”Leon mendekat seraya membuka jasnya dan maju ke arah Wynona dengan langkah cepat. Gadis itu membiarkan Leon menyampirkan jasnya di pundak, memberi kehangatan yang menenangkan. Aroma parfum khasnya yang kian dikenali oleh Wynona pun menguasai indera penc
Wynona nyaris tak bicara saat Leon membukakan pintu mobil untuk gadis itu. Beberapa saat kemudian, mobil yang dikemudikan Leon sudah bergerak meninggalkan area parkir gedung serbaguna itu.“Aku lapar, Leon,” kata Wynona dengan suara nyaris tak terdengar. “Tolong, jangan berkomentar apa pun,” pintanya. Di sebelah Wynona, Leon menyetir dengan tenang. Jas lelaki itu masih melekat di tubuh gadis itu. Entah kenapa, Wynona enggan untuk melepasnya.“Mau makan apa?” tanyanya dengan suara lembut. Leon tak mengomentari permintaan Wynona tadi.Pria itu menatap Wynona sekilas dengan mata sayunya yang –anehnya- memberi efek menenangkan bagi gadis itu. Setelah melewati setengah jam terakhir dengan suasana yang tidak nyaman dan terasa mencekik, kehadiran Leon justru memberi dampak yang berbeda. Bibir Wynona terbuka, ingin memberi respons saat ponselnya berbunyi. Gadis itu sudah menebak siapa si penelepon. Kendati demikian, dia tetap me
Permintaan Leon itu tak membebaskan Wynona dari rasa bersalah. “Harusnya, aku memang pulang naik taksi saja. Toh, jaraknya nggak terlalu jauh dari rumahku.”“Aku justru senang karena kamu meneleponku,” ucap Leon meyakinkan Wynona sambil melirik gadis itu sekilas. “Jadi, aku sama sekali tak merasa direpotkan oleh kamu.”Keduanya bertukar tatap meski hanya sejenak. Namun pada saat itu Wynona bisa teryakinkan bahwa Leon tak berdusta. Bahwa pria itu memang tak keberatan untuk menjemputku meski baru pulang dari kantornya.Wynona membenahi jas Leon yang agak melorot dari bahunya. Jas itu sangat kedodoran di tubuh Wynona. Namun dia belum berniat untuk melepaskan benda itu. Wynona mendapatkan kehangatan yang dibutuhkan dari jas milik Leon tersebut.“Kamu tidak ingin tahu apa yang terjadi padaku hari ini?” Wynona akhirnya mengajukan pertanyaan itu. Mereka tak mungkin terus berpura-pura bahwa tak terjadi
Leon menukas cepat. “Dia benar-benar tidak pernah memperkenalkanmu pada keluarganya? Setelah kalian pacaran selama kurang lebih sembilan tahun?”Wynona mengiyakan. Mereka kembali saling tatap selama satu detik. Sebelum lelaki itu kembali mengalihkan pandangan ke depan dan berkonsentrasi ke jalanan. “Aku kan sudah pernah memberitahumu soal itu,” Wynona mengingatkan.“Kukira, waktu itu kamu cuma bercanda,” aku Leon. “Aku sungguh-sungguh sulit untuk percaya kalau kondisinya seperti itu,” gumamnya dengan suara pelan. Selama beberapa saat kemudian, Leon tidak bicara apa-apa lagi. Mungkin di benaknya dia menyalahkan Wynona yang mau saja diperlakukan seperti itu. Atau malah menyudutkan David karena sikapnya. Entahlah, Wynona tak tahu pasti bagian mana opininya yang benar.“Aku selalu merasa hubungan asmara di usiaku ini bukan lagi saatnya untuk main-main. Meski aku juga belum berpikir untuk menikah. Dan kami cukup s
Wynona memasuki masa berkabung karena patah hati tanpa air mata atau kesedihan yang berlarut-larut. Kendati berpisah dari David setelah hubungan selama sembilan tahun, tetap saja bukan hal yang mudah untuk dihadapi. Akhir hubungan mereka begitu tak menyenangkan karena sikap David dan keluarganya. Namun Wynona makin yakin dia sudah mengambil keputusan yang tepat.Ada beberapa sebab, tak cuma melulu “dosa” David saja, melainkan juga kesalahan Wynona. Sejak malam itu, David bahkan tak berusaha menghubungi Wynona lagi. Lelaki itu seolah menghilang begitu saja. Sembilan tahun yang mereka miliki bersama-sama, tak penting. Wynona pun tampaknya dianggap bukan lagi perempuan yang pantas untuk diperjuangkan.Sementara dari sisinya, Wynona kian yakin bahwa perasaannya pada David sudah benar-benar tawar. Hatinya sudah berubah. Gadis itu tak keberatan disalahkan karena seolah memberi peluang pada Leon untuk masuk dalam hidupnya.Dia tak akan menampik hal itu. Nam
Kata-kata yang dilontarkan orangtua Leon itu membuat Wynona benar-benar merasa dihargai. Dia tak bisa mencegah rasa haru menusuk-nusuk dadanya. Namun. Tentu saja dia tak boleh menangis lagi di sini. Sudah cukup air mata yang ditumpahkannya hari ini.“Wyn, mau main ludo atau halma?” Suara erangan terdengar dari berbagai arah sebagai respon untuk kata-kata Anton. Lelaki itu menunjukkan ekspresi tak berdosa saat membela diri. “Papa kan belum pernah main ular tangga dengan Wynona.”“Tolong Pa, kreatiflah sedikit. Setiap tamu selalu diajak main halma atau ludo. Apa tidak ada yang lain?” gerutu Trisa. Lalu, perempuan itu bicara pada tamunya. “Wyn, kapan kamu bisa mengirim daftar belanjaan untuk minggu depan? Lebih cepat lebih baik, kan?”“Iya Kak, aku akan menyiapkan daftarnya secepatnya. Besok atau paling telat lusa,” janji Wynona.Trisa mengangguk senang. “Mungkin sehari sebelum acara, akan leb
“Tidak apa-apa. Walau sebenarnya aku ke sini cuma ingin bertemu Om, Tante, dan Kakak,” sahut Wynona. “Agak pesimis juga awalnya, karena menurut Leon, Kakak nggak tinggal di sini.”Trisa tersenyum lebar. “Begitulah kalau menjadi anak perempuan satu-satunya. Kalau aku nggak datang selama beberapa hari, pasti ada yang menelepon. Kalau tidak Mama, Papa, kadang asisten rumah tangga. Ada saja alasan yang diajukan. Yang terbanyak sih, Nadya. Padahal, mereka itu merindukanku,” kelakarnya.“Hahah, aku jadi sangat iri. Aku juga anak perempuan satu-satunya tapi tak ada yang merindukanku seperti itu.”Trisa menatap Wynona sungguh-sungguh. “Aku justru yang iri dengan kemampuan memasakmu, Wyn! Aku semur hidup cuma bisa memasak nasi goreng. Itu pun menggunakan bumbu instan. Kemampuan memasakku nol besar. Padahal Mama jago di dapur. Dan kami terbiasa dimanjakan dengan masakannya.”Setelah kembali ke ruang tamu,
Wynona hampir menabrak dada seseorang saat membalikkan tubuh. Sendok kayu yang dipegangnya, jatuh ke lantai. Tangan kanannya memegang dadaku, seakan dengan begitu rasa kaget gadis itu akan berkurang jauh.“Syukurlah kamu baik-baik saja,” gumamnya dengan ekspresi lega tergambar jelas. Leon pasti tidak pernah tahu kalau Wynona pun tak kalah lega melihatnya.“Kamu mengagetkanku,” bibir Wynona cemberut. Dia hendak berjongkok memungut sendok kayu, tapi Leon bergerak lebih cepat dan menaruh benda itu di wastafel.“Dapurnya indah. Aku suka,” puji Wynona. “Sebentar, aku harus memindahkan mi-nya dulu.”“Butuh mangkuk besar?” Leon membuka sebuah pintu kabinet di bagian atas dan mengeluarkan sebuah mangkuk kaca transparan. “Apakah ini cukup?”Wynona mengangguk. Dengan gerakan hati-hati, dia menyusun mi, kol, dan telur rebus yang sudah dipotong-potong. Saat hendak menua
David menatap Wynona tak percaya. Kemarahan tergambar di setiap gerak tubuhnya. “Putus? Kenapa kamu terlalu cepat mengambil keputusan?”Gadis itu menggeleng. “Ini bukan keputusan yang terburu-buru. Selama ini, aku hanya tidak berani mengakui kenyataan.”“Wynona!”Gadis itu menatap wajah David dengan perasaan campur aduk. Betapa lelaki ini pernah membuat hati Wynona berpesta karena cintanya. Betapa David pernah menjadi orang terpenting dalam hidup gadis itu. Betapa Wynona pernah sangat ingin mengubah dirinya agar menjadi sosok paling diinginkan dalam hidup lelaki ini. Itulah kuncinya, pernah. Artinya, itu sudah berlalu lama, sebelum gadis itu akhirnya diterpa kesadaran. Terlambat, tapi Wynona tidak menilainya sebagai sebuah kefatalan. Dia tidak menyesali semuanya. Gadis itu hanya menganggap semua ini sebagai proses panjang yang mendewasakan.“Wyn, jangan cuma karena masalah ini, hubungan kita m
“Wyn,” David menjajari langkah kekasihnya. Sementara Wynona berusaha berjalan lebih cepat. Dia hampir mencapai pintu gerbang ketika David berhasil meraih lenganku.“Apa kamu tidak mendengarku?” tanyanya marah. Ekspresinya berubah keras.“Aku cuma ingin pulang. Aku tidak mau dihina lagi.”David menggelengkan kepalanya. “Mama hanya ingin tahu tentang kamu.”Wynona menatap David dengan tajam. Andai bisa, dia ingin mengguncang tubuhnya David dan meniupkan kesadaran di benaknya agar lelaki ini melihat fakta yang sebenarnya.“Vid, mamamu tidak menyukaiku. Sampai kapan pun akan tetap seperti itu. Percayalah, tidak akan ada yang berubah. Dan aku tidak nyaman diperlakukan seperti tadi.”David masih memegang lengan Wynona. “Aku tidak mengizinkanmu pulang. Nanti aku akan mengantarmu, Wyn! Sekarang, ayo kita masuk ke dalam lagi,” ajaknya.Wynona menggeleng tegas seraya melepa
Wynona tersenyum kecil menanggapi gurauannya. David nyaris tidak pernah antusias menikmati masakanku. Gadis itu mengitari ruang tamu yang luas itu dengan tatapannya. Ada belasan perempuan paruh baya yang bergaya trendi. Juga ada beberapa gadis muda yang usianya tak jauh beda dengan Wynona. Aneka aroma parfum mahal menyengat hidung. Membuat campuran aneh yang memusingkan kepala Wynona. Semua orang sibuk berbincang seraya menikmati aneka makanan yang tampak lezat. Gadis itu tidak melihat kehadiran ayah dan saudara David lainnya.Irene mendekat ke arah Wynona, Sofia, dan David yang duduk di sebuah sofa panjang. Perempuan itu memilih sofa tunggal di depan mereka. Wynona baru ingat, dia sama sekali tidak diperkenalkan dengan tamu yang ada.“Ma, coba cicipi ini.” Sofia menyodorkan sepotong kecil pie yang dibawa Wynona. Irene menggigit ujungnya sedikit. Entah mengapa, Wynona menjadi tegang karenanya.“Enak,” ujarnya. Namun dia menolak m
Wynona mendesah. “Kukira kamu akan memberiku usul yang masuk akal. Kamu kan tahu apa yang terjadi padaku saat resepsi? Kenapa kamu masih bisa mengusulkan ini?”“Wyn, aku tidak ingin melihatmu sedih atau terluka. Akan tetapi, ada kalanya kita harus berhadapan dengan kepahitan untuk mengetahui apa sebenarnya kebenaran di baliknya. Kalau kamu tidak mau bertemu mamanya David, apa masalah kalian akan selesai? Bukannya malah membuat semuanya menjadi makin rumit?”Wynona mengerutkan alis. “Aku tidak mengerti maksudmu.”Gadis itu mendengar suara tawa ringan di seberang.“Menghindar pasti lebih mudah. Tapi, apa kamu tidak penasaran ingin tahu bagaimana sebenarnya sikap keluarga David? Maksudku, mamanya. Kamu butuh kesempatan untuk bisa menilai dengan objektif. Dan menurutku, ini saat yang tepat.”Wynona tercenung mendengarnya. Keheningan menyergap selama sesaat.Leon bicara lagi. “Sebenarnya
Wynona masih berada di dalam kepungan kabut membingungkan sebagai efek dari kata dan tindakan Leon. Dia masih belum bisa berpikir dengan jernih untuk tahu apa yang sebenarnya diinginkan. Semuanya serba membingungkan. Seakan Wynona berada di sebuah labirin paling rumit di dunia.Lalu, David menghubunginya setelah berhari-hari menghilang tanpa kabar. “Wyn, apa kamu baik-baik saja?” tanyanya penuh perhatian.“Ya,” dusta Wynona sembari menggigit bibir.“Aku minta maaf untuk berbagai masalah di antara kita. Tapi aku ingin menyelesaikannya satu per satu.” Jeda beberapa detik. “Mama ingin bertemu denganmu. Nanti malam bisa?”Wynona benar-benar tak siap dengan permintaan itu. “Nanti malam?”“Iya. Apa kamu tidak bisa? Ada pekerjaan?”“Aku....”Jawaban Wynona belum tuntas tapi sudah menukas dan mendesak. “Tolong luangkan waktu, ya? Aku tidak enak kalau har