Kelly berusaha keras menampilkan citra sebagai seorang bridal consultant yang profesional. Meski saat itu dia berada dalam fase kaget luar biasa setelah melihat Nuke memperkenalkan Duncan sebagai calon suaminya. Ini benar-benar kebetulan yang sama sekali di luar dugaan. Bisa dibilang semacam plot twist yang benar-benar membuat Kelly terperangah. Terpujilah Cilla yang ikut bergabung dan menunjukkan kualitasnya sebagai manajer toko yang andal.
“Akhirnya kamu menuruti saranku juga, meminta bantuan bridal consultant profesional yang sabar dan hebat,” kata Cilla pada Duncan sambil tertawa.
“Aku tak berhak menerima pujian itu,” bantah Duncan dengan kikuk. “Nuke yang memilih toko ini. Aku sama sekali tak paham dengan gaun pengantin.”
Cilla juga menemani hingga ke ruang pamer yang merangkap ruang ganti. Turut menjelaskan tentang berbagai gaun yang sedang tren saat ini. Bantuan yang seharusnya pantas diganjar
Kelly bisa ikut merasakan ketidaknyamanan yang mungkin sedang disesap oleh Nuke.Gadis itu belum memutuskan untuk memilih gaun yang membuatnya begitu menawan tersebut. Itu hal yang jamak terjadi. Banyak sekali calon mempelai yang harus berkali-kali ke luar masuk toko pakaian pengantin hingga menemukan apa yang diinginkan.Gaun untuk hari istimewa yang diniatkan cuma sekali seumur hidup itu memang harus dipilih dengan sangat selektif. Tidak boleh asal-asalan.“Bagaimana kemampuanmu dan Nina dalam membuat cake? Sudah ada kemajuan?” tanya Duncan tak terduga. Saat itu, Nuke sudah menghilang ke ruang ganti untuk melepas gaun terakhir yang dicobanya, sementara Cilla membantu sang klien. Jadi, cuma ada Duncan dan Kelly di ruang pamer. Duncan duduk di sofa yang diperuntukkan bagi para tamu calon mempelai wanita. Kelly sendiri sedang merapikan beberapa gaun yang tadi dicoba Nuke.“Tidak terlalu bagus,” respons Kelly tanpa menoleh ke ar
Duncan merasakan perutnya dipelintir oleh badai sebagai ekses dari kata-kata perempuan yang menjadi tunangannya. Membayangkan dia menggandeng Nuke sementara Kelly datang dengan calon suaminya dan mereka berkencan ganda, membuat Duncan lemas hingga ke tulang. Ide itu dengan anehnya membuat suara berdengung yang mengganggu kedua telinganya. Saat itu, satu-satunya hal yang diinginkan Duncan hanyalah segera meninggalkan Kirana Mahardika.Duncan bukannya tidak menyadari jawaban yang disuarakan dengan nada nyaris beku oleh Kelly tadi. Dia takkan menyalahkan gadis itu jika bereaksi seperti itu. Duncan tahu diri, dia yang memulainya. Sikapnya sendiri tidak pantas dibanggakan. Lelaki itu berdiam diri dengan kekikukan yang seakan mampu membengkokkan tulang. Dia sendiri tak paham kenapa bisa bersikap seperti orang asing pada Kelly.“Kencan gandanya ditunda sampai Kelly mendapat pasangan baru,” seloroh Cilla. “Kalau saat itu aku beruntung dan punya pacar ju
Selama beberapa saat, Duncan tak bisa memikirkan kata-kata untuk sedikit memberi penghiburan pada Nuke. Lelaki itu tak nyaman jika cuma membiarkan Nuke merasa terusik atau tersisih karena adiknya lebih memilih mengikuti kursus memasak bersama Kelly. Meski pada kenyataannya, Duncan tak akan bisa membuat Nina berubah menyukai calon iparnya.“Nina memang nggak pernah suka memasak. Tapi siapa tahu dengan mengikuti kelas memasak bisa membuatnya tertarik. Dan pada akhirnya bisa ikut mengurus dapur Perisa atau restoran lainnya,” kata Duncan dengan suara datar. Mendadak, dia ingat sesuatu yang harus diungkapkan di depan Nuke. “Oh ya, aku pengin bilang satu hal padamu, Ke.”“Tentang?” Nuke balik bertanya.“Tentang mencoba memberiku kejutan. Seperti yang tadi kamu lakukan.”“Kenapa? Apa ada masalah yang harus aku tahu?” desak Nuke.“Aku nggak menyukai kejutan, apa pun alasannya. Kurasa, aku su
Duncan berinisiatif membuka mulut setelah hening selama nyaris satu menit.“Aku tahu, Mama juga sudah membahas soal itu denganku. Aku harus minta maaf padamu karena sudah terlalu disibukkan oleh pekerjaan,” balas Duncan, sepenuhnya berbasa-basi. Lelaki itu terpesona karena bibirnya begitu mudah melisankan kata-kata itu. Sederet kalimat yang sudah jelas tidak berasal dari kejernihan sukmanya. Melainkan semacam bualan tanpa makna yang diucapkan dengan sadar, ditujukan untuk menenangkan orang.“Nantilah aku akan datang ke restoran untuk membahas lebih detail semuanya. Atau nanti kita makan malam lagi berdua, tentunya saat Perisa nggak terlalu ramai,” putus Nuke.Duncan tak kuasa membendung rasa lega yang menyerbu begitu melihat Perisa. Dia bahkan tidak mempersilakan Nuke untuk mampir, meski sekadar basa-basi. Gadis itu pun langsung pamit, berdalih jika dia harus segera kembali ke kantor.Duncan sempat berdiri termangu sembari melihat
Tanpa menunggu respons kedua tamunya, Duncan segera memberi contoh. Hari itu dia memasak beberapa menu yang sudah dipertimbangkan baik-baik. Terutama efeknya bagi kesehatan orang yang menyantapnya. Sup tomat makaroni, ayam goreng tulang lunak tanpa kulit, salad mangga alpukat, tim ikan dori, carrot cake, serta puding lengkeng lidah buaya.“Ini banyak sekali! Ada yang memesan makanan untuk arisan, ya? Eh ... sebentar!” Nina tampak mengingat-ingat. “Ini jadwalmu ke panti jompo, ya? Hari Minggu pertama?” tanyanya pada sang kakak.“Yup. Aku mau berangkat sebentar lagi. Kalian nanti bisa kembali agak sore kalau pengin belajar membuat sponge cake. Kita akan praktik langsung. Di sini semua bahan-bahannya tersedia.” Duncan tidak berani melihat Kelly untuk mengetahui reaksi gadis itu.Duncan sedang merapikan puding ke dalam wadah styrofoam ukuran sedang saat dia mendengar Nina bicara pada Kelly. “Kakakk
Saat mereka bertemu di rumah, Nina tak terlalu sering membahas tentang teman barunya. Sesekali dia cuma menyinggung tentang acara kursus memasak yang sedang mereka ikuti. Juga rencana untuk mendaftar di beberapa kursus lain. Nina tak pernah secara spesifik membahas tentang Kelly.Hari ini, melihat sendiri Nina dan Kelly berbincang dengan diselingi tawa di sana-sini, Duncan cukup terkesima. Ini benar-benar di luar ekspektasinya. Nina dan Kelly yang menghambur ke dapurnya meski salah satunya tampak tidak nyaman, adalah hal yang tidak berani dibayangkannya. Meski sekadar dalam mimpi.“Sepertinya aku sama sekali tak berbakat memasak. Kadang aku sering bertanya-tanya sendiri apakah aku memang anak dan orangtuaku,” gurau Nina sambil menoleh ke kiri untuk menatap Kelly.Duncan diam-diam mengulum senyum. Adiknya sudah cukup sering bicara seperti itu di masa lalu.“Memasak kan bisa dipelajari, Nin. Semua bilang begitu, kan? Jadi, kamu nggak perlu
Duncan nyaris mengingat semua hal yang membuat orang-orang di Berida Cantik menghuni tempat itu. Contohnya saja yang terjadi pada Meiske.Yang terjadi setelah Meiske pensiun, perempuan itu terkena stroke dan tidak mendapat perawatan maksimal. Penyakit itu tak cuma merenggut kekuatan fisiknya hingga menyebabkan perempuan itu terjatuh di kamar mandi suatu ketika. Meiske boleh dibilang tidak benar-benar diurus usai stroke yang dideritanya. Saat jatuh di kamar mandi itu kepalanya membentur bak mandi. Namun yang parah justru kakinya hingga mengalami patah tulang. Usia yang sudah renta membuat proses penyembuhannya berjalan lamban.“Aku cuma ingin bisa berjalan seperti dulu dan mengurus diri sendiri. Tapi tampaknya itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat,” ucap Meiske saat pertama kali bertemu Duncan.Meiske beruntung karena berteman dengan pasangan Erningpradja sejak dua dekade lalu. Begitu tahu kondisinya, Mahdi dan Evie Erningpradja pun memboyong Meisk
Duncan berusaha berjuang untuk tetap berkonsentrasi dan bukannya menghabiskan waktu dengan melirik Kelly diam-diam.“Rahasia kesuksesan sponge cake itu ada pada cara mengaduk adonan dengan mentega leleh. Kita harus memastikan adonan tercampur dengan sempurna. Satu lagi, terigu sebaiknya diayak langsung di atas kocokan telur dan gula. Tentunya setelah ditimbang terlebih dahulu. Jadi, jangan diayak duluan di wadah khusus. Kenapa? Karena kelembapan udara bisa membuat terigu kembali menggumpal. Apalagi kalau dibiarkan terlalu lama dan tidak langsung digunakan.”Kelly memerhatikan dengan serius, sementara Nina sesekali memainkan ponselnya dan tak peduli saat mendapat tatapan menegur ala Duncan. Gadis itu malah bicara dengan nada santai. “Kurasa, sebaiknya kami langsung berpraktik di sini. Tadi kamu kan sudah janji. Kalau cuma teori, aku dan Kelly bisa mencari informasinya di internet.”Duncan tentu saja mengingat kata-katanya. Dia lua
Wynona memasuki masa berkabung karena patah hati tanpa air mata atau kesedihan yang berlarut-larut. Kendati berpisah dari David setelah hubungan selama sembilan tahun, tetap saja bukan hal yang mudah untuk dihadapi. Akhir hubungan mereka begitu tak menyenangkan karena sikap David dan keluarganya. Namun Wynona makin yakin dia sudah mengambil keputusan yang tepat.Ada beberapa sebab, tak cuma melulu “dosa” David saja, melainkan juga kesalahan Wynona. Sejak malam itu, David bahkan tak berusaha menghubungi Wynona lagi. Lelaki itu seolah menghilang begitu saja. Sembilan tahun yang mereka miliki bersama-sama, tak penting. Wynona pun tampaknya dianggap bukan lagi perempuan yang pantas untuk diperjuangkan.Sementara dari sisinya, Wynona kian yakin bahwa perasaannya pada David sudah benar-benar tawar. Hatinya sudah berubah. Gadis itu tak keberatan disalahkan karena seolah memberi peluang pada Leon untuk masuk dalam hidupnya.Dia tak akan menampik hal itu. Nam
Kata-kata yang dilontarkan orangtua Leon itu membuat Wynona benar-benar merasa dihargai. Dia tak bisa mencegah rasa haru menusuk-nusuk dadanya. Namun. Tentu saja dia tak boleh menangis lagi di sini. Sudah cukup air mata yang ditumpahkannya hari ini.“Wyn, mau main ludo atau halma?” Suara erangan terdengar dari berbagai arah sebagai respon untuk kata-kata Anton. Lelaki itu menunjukkan ekspresi tak berdosa saat membela diri. “Papa kan belum pernah main ular tangga dengan Wynona.”“Tolong Pa, kreatiflah sedikit. Setiap tamu selalu diajak main halma atau ludo. Apa tidak ada yang lain?” gerutu Trisa. Lalu, perempuan itu bicara pada tamunya. “Wyn, kapan kamu bisa mengirim daftar belanjaan untuk minggu depan? Lebih cepat lebih baik, kan?”“Iya Kak, aku akan menyiapkan daftarnya secepatnya. Besok atau paling telat lusa,” janji Wynona.Trisa mengangguk senang. “Mungkin sehari sebelum acara, akan leb
“Tidak apa-apa. Walau sebenarnya aku ke sini cuma ingin bertemu Om, Tante, dan Kakak,” sahut Wynona. “Agak pesimis juga awalnya, karena menurut Leon, Kakak nggak tinggal di sini.”Trisa tersenyum lebar. “Begitulah kalau menjadi anak perempuan satu-satunya. Kalau aku nggak datang selama beberapa hari, pasti ada yang menelepon. Kalau tidak Mama, Papa, kadang asisten rumah tangga. Ada saja alasan yang diajukan. Yang terbanyak sih, Nadya. Padahal, mereka itu merindukanku,” kelakarnya.“Hahah, aku jadi sangat iri. Aku juga anak perempuan satu-satunya tapi tak ada yang merindukanku seperti itu.”Trisa menatap Wynona sungguh-sungguh. “Aku justru yang iri dengan kemampuan memasakmu, Wyn! Aku semur hidup cuma bisa memasak nasi goreng. Itu pun menggunakan bumbu instan. Kemampuan memasakku nol besar. Padahal Mama jago di dapur. Dan kami terbiasa dimanjakan dengan masakannya.”Setelah kembali ke ruang tamu,
Wynona hampir menabrak dada seseorang saat membalikkan tubuh. Sendok kayu yang dipegangnya, jatuh ke lantai. Tangan kanannya memegang dadaku, seakan dengan begitu rasa kaget gadis itu akan berkurang jauh.“Syukurlah kamu baik-baik saja,” gumamnya dengan ekspresi lega tergambar jelas. Leon pasti tidak pernah tahu kalau Wynona pun tak kalah lega melihatnya.“Kamu mengagetkanku,” bibir Wynona cemberut. Dia hendak berjongkok memungut sendok kayu, tapi Leon bergerak lebih cepat dan menaruh benda itu di wastafel.“Dapurnya indah. Aku suka,” puji Wynona. “Sebentar, aku harus memindahkan mi-nya dulu.”“Butuh mangkuk besar?” Leon membuka sebuah pintu kabinet di bagian atas dan mengeluarkan sebuah mangkuk kaca transparan. “Apakah ini cukup?”Wynona mengangguk. Dengan gerakan hati-hati, dia menyusun mi, kol, dan telur rebus yang sudah dipotong-potong. Saat hendak menua
David menatap Wynona tak percaya. Kemarahan tergambar di setiap gerak tubuhnya. “Putus? Kenapa kamu terlalu cepat mengambil keputusan?”Gadis itu menggeleng. “Ini bukan keputusan yang terburu-buru. Selama ini, aku hanya tidak berani mengakui kenyataan.”“Wynona!”Gadis itu menatap wajah David dengan perasaan campur aduk. Betapa lelaki ini pernah membuat hati Wynona berpesta karena cintanya. Betapa David pernah menjadi orang terpenting dalam hidup gadis itu. Betapa Wynona pernah sangat ingin mengubah dirinya agar menjadi sosok paling diinginkan dalam hidup lelaki ini. Itulah kuncinya, pernah. Artinya, itu sudah berlalu lama, sebelum gadis itu akhirnya diterpa kesadaran. Terlambat, tapi Wynona tidak menilainya sebagai sebuah kefatalan. Dia tidak menyesali semuanya. Gadis itu hanya menganggap semua ini sebagai proses panjang yang mendewasakan.“Wyn, jangan cuma karena masalah ini, hubungan kita m
“Wyn,” David menjajari langkah kekasihnya. Sementara Wynona berusaha berjalan lebih cepat. Dia hampir mencapai pintu gerbang ketika David berhasil meraih lenganku.“Apa kamu tidak mendengarku?” tanyanya marah. Ekspresinya berubah keras.“Aku cuma ingin pulang. Aku tidak mau dihina lagi.”David menggelengkan kepalanya. “Mama hanya ingin tahu tentang kamu.”Wynona menatap David dengan tajam. Andai bisa, dia ingin mengguncang tubuhnya David dan meniupkan kesadaran di benaknya agar lelaki ini melihat fakta yang sebenarnya.“Vid, mamamu tidak menyukaiku. Sampai kapan pun akan tetap seperti itu. Percayalah, tidak akan ada yang berubah. Dan aku tidak nyaman diperlakukan seperti tadi.”David masih memegang lengan Wynona. “Aku tidak mengizinkanmu pulang. Nanti aku akan mengantarmu, Wyn! Sekarang, ayo kita masuk ke dalam lagi,” ajaknya.Wynona menggeleng tegas seraya melepa
Wynona tersenyum kecil menanggapi gurauannya. David nyaris tidak pernah antusias menikmati masakanku. Gadis itu mengitari ruang tamu yang luas itu dengan tatapannya. Ada belasan perempuan paruh baya yang bergaya trendi. Juga ada beberapa gadis muda yang usianya tak jauh beda dengan Wynona. Aneka aroma parfum mahal menyengat hidung. Membuat campuran aneh yang memusingkan kepala Wynona. Semua orang sibuk berbincang seraya menikmati aneka makanan yang tampak lezat. Gadis itu tidak melihat kehadiran ayah dan saudara David lainnya.Irene mendekat ke arah Wynona, Sofia, dan David yang duduk di sebuah sofa panjang. Perempuan itu memilih sofa tunggal di depan mereka. Wynona baru ingat, dia sama sekali tidak diperkenalkan dengan tamu yang ada.“Ma, coba cicipi ini.” Sofia menyodorkan sepotong kecil pie yang dibawa Wynona. Irene menggigit ujungnya sedikit. Entah mengapa, Wynona menjadi tegang karenanya.“Enak,” ujarnya. Namun dia menolak m
Wynona mendesah. “Kukira kamu akan memberiku usul yang masuk akal. Kamu kan tahu apa yang terjadi padaku saat resepsi? Kenapa kamu masih bisa mengusulkan ini?”“Wyn, aku tidak ingin melihatmu sedih atau terluka. Akan tetapi, ada kalanya kita harus berhadapan dengan kepahitan untuk mengetahui apa sebenarnya kebenaran di baliknya. Kalau kamu tidak mau bertemu mamanya David, apa masalah kalian akan selesai? Bukannya malah membuat semuanya menjadi makin rumit?”Wynona mengerutkan alis. “Aku tidak mengerti maksudmu.”Gadis itu mendengar suara tawa ringan di seberang.“Menghindar pasti lebih mudah. Tapi, apa kamu tidak penasaran ingin tahu bagaimana sebenarnya sikap keluarga David? Maksudku, mamanya. Kamu butuh kesempatan untuk bisa menilai dengan objektif. Dan menurutku, ini saat yang tepat.”Wynona tercenung mendengarnya. Keheningan menyergap selama sesaat.Leon bicara lagi. “Sebenarnya
Wynona masih berada di dalam kepungan kabut membingungkan sebagai efek dari kata dan tindakan Leon. Dia masih belum bisa berpikir dengan jernih untuk tahu apa yang sebenarnya diinginkan. Semuanya serba membingungkan. Seakan Wynona berada di sebuah labirin paling rumit di dunia.Lalu, David menghubunginya setelah berhari-hari menghilang tanpa kabar. “Wyn, apa kamu baik-baik saja?” tanyanya penuh perhatian.“Ya,” dusta Wynona sembari menggigit bibir.“Aku minta maaf untuk berbagai masalah di antara kita. Tapi aku ingin menyelesaikannya satu per satu.” Jeda beberapa detik. “Mama ingin bertemu denganmu. Nanti malam bisa?”Wynona benar-benar tak siap dengan permintaan itu. “Nanti malam?”“Iya. Apa kamu tidak bisa? Ada pekerjaan?”“Aku....”Jawaban Wynona belum tuntas tapi sudah menukas dan mendesak. “Tolong luangkan waktu, ya? Aku tidak enak kalau har