Perbincangan dengan kedua sahabatnya itu kembali terngiang di telinga Wynona. Saat ini, meski usianya sudah lebih dari cukup untuk membina rumah tangga, dia belum tertarik untuk menikah. Apalagi, David pun tampaknya belum berniat memperkenalkan Wynona pada keluarga lelaki itu. Hal tersebut sering memicu pertengkaran di antara keduanya. Seperti yang terjadi hari itu, sebulan setelah resepsi pernikahan Kelly.
“Kakakmu akan menikah dan kamu kemungkinan tak akan mengajakku ke acara resepsinya?” Wynona menaikkan alis kanan dengan penuh tanya. David mengangguk. “Mereka sudah pacaran berapa lama?”
“Iya. Mereka baru pacaran selama setengah tahun. Dan sepertinya merasa cocok,” gumam David. Wynona memiringkan kepalanya tanpa sadar, menatap bola mata kekasihnya yang berwarna hitam. "Kamu tahu alasanku tak bisa mengajakmu, kan?"
“Oh ya?” cetus Wynona dengan rasa kesal yang mulai bergumul di dada.
“Please
Wynona menggelengkan kepala sambil memutar mata. Makin lama, dia merasa lelah dengan hubungan mereka. Entah karena Wynona berubah menjadi penuntut atau David yang memang tak peduli dengan apa pun keinginan gadis itu. Dulu, Wynona tak keberatan meski tak mengenal keluarga David. Apalagi saat dia masih berada di Bogor dan bekerja di sana.Namun, di usia yang kian matang, dia merasa ada yang janggal dengan kondisi hubungan mereka. Wynona sudah kembali ke Cipanas. Tempat tinggal mereka hanya berjarak sekitar empat kilometer. Meski Cipanas kota kecil, Wynona yang menghabiskan masa dewasanya di Bogor untuk berkuliah dan bekerja, memang tak familier dengan keluarga David. Sementara lelaki itu selalu disambut hangat di rumah Wynona. Apakah gadis itu salah jika ingin mengenal lebih dekat keluarga sang kekasih?“Siapa yang ingin menikah? Aku nggak menginginkannya untuk saat ini. Menikah bukan prioritasku, Vid! Memangnya cuma orang yang akan menikah saja yang boleh mengenal
“Aku rindu padamu, Wyn. Dan aku nggak pengin kita bertengkar,” kata David setelah hening selama puluhan detik. “Kita sudah tak bertemu selama seminggu penuh, kan? omong-omong, apa kabarmu selama aku keluar kota?” tanya David lagi.Oh ya, Wynona baru ingat sekarang tujuan mereka bertemu di sini. David baru saja kembali dari Palangkaraya, untuk tugas kantor yang harus dijalani selama seminggu. Selama itu pula mereka berdua tidak bertemu. Wynona tentu saja merinduinya, tapi pertengkaran terlanjur pecah. Diam-diam Wynona mengeluh dalam hati.Dia mulai bertanya-tanya sendiri, apakah seharusnya Wynona diam saja dan tak meributkan apa pun? Tak perlu mengajukan protes apa-apa meski dia kesal dengan sikap David? Entahlah. Kalau saja David tak menyinggung tentang rencana pernikahan kakaknya tadi, tentu saat ini mereka tidak akan adu mulut.“Bagaimana pekerjaanmu, Vid? Apakah semuanya lancar-lancar saja?” Wynona berusaha mengendali
Wynona menolak keras saat David ingin mengantar gadis itu pulang. Dia masih marah pada lelaki itu. Pertengkaran keduanya di Koffee belumlah usai. Berada di tempat umum, membuat Wynona dan David tidak leluasa sama sekali. Wynona harus menjaga emosinya agar tidak sampai meledak. Sungguh, dia merasa benar-benar konyol karena adu mulut untuk hal yang sama berkali-kali.“Ayolah Wyn! Jangan kekanakan begitu! Biar aku mengantarmu pulang,” bujuk David. “Tapi aku tidak akan mampir ke rumahmu karena sudah lumayan malam.”“Aku bukan bersikap kekanakan! Rumahku sangat dekat dari sini. Jadi, aku lebih suka kalau tidak perlu menyusahkanmu!” Wynona membela diri.David akhirnya mengalah setelah keluhan panjang yang dilontarkannya kepada Wynona. Ya Tuhan, betapa Wynona merasa lelah berpura-pura bahwa hubungan mereka baik-baik saja. Dia juga capek meributkan sesuatu yang seharusnya menjadi hal sepele. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Nyatanya W
“Apa kamu malu kalau ada yang tahu bahwa aku yang selama ini jadi pacarmu?” kata Wynona, marah. Kadangkala kalimat mengerikan seperti itu yang lolos dari bibirnya jika sudah tak bisa menahan kesal. “Kenapa kita harus meributkan masalah ini lagi dan lagi?”David sudah pasti kian murka mendengarnya.“Apa aku nggak cukup pantas untuk menggandeng tanganmu di depan keluarga dan teman-temanmu? Lama-kelamaan aku merasa mirip penderita kusta saja. Seolah cuma bisa membuatmu merasa malu.”David pun bereaksi kian keras.Keinginan Wynona sangat sederhana. Mengenal keluarga dan teman David. Sebagaimana dia masuk secara total dalam kehidupan gadis itu. Namun sepertinya keinginan Wynona ini sangat sulit untuk dikabulkan. Yang membuat gadis itu kian kesal, ini bukan kali pertama David tak mengajaknya menghadiri acara resepsi teman atau keluarga lelaki itu. Mungkin sebaiknya David tak pernah menyebut-nyebut tentang rencana pesta apa pu
Wynona baru akan membantah tebakan ibunya, ketika ponsel gadis itu berbunyi. Tebakannya, David yang menghubunginya. Namun nama yang tertera di layar ternyata berbeda. Ini bukan telepon dari kekasih gadis itu melainkan dari sang kaka, Zeus.“Halo kakak yang paling menyebalkan di dunia? Apa kabarmu?” sapaku girang.Suara tawa bergema di telingaku. Aku dan tiga orang kakakku memiliki hubungan yang mesra. Namun sejak dulu memang aku termasuk paling dekat dengan Zeus.“Sepertinya adikku ini sudah semakin kaya. Suaranya sangat beda,” goda Zeus.“Tentu saja. Kalau tidak, untuk apa aku bekerja keras membanting tulang?” balas Wynona sambiil tertawa. Zeus adalah kakak Wynona satu-satunya. Hubungan mereka cukup dekat dan hangat. Sayang, sejak tamat SMA mereka sudah hidup terpisah. Zeus tinggal di Jakarta untuk kuliah dan sekarang bekerja di sana.Kemala kembali menekuri daftar panjang di tangannya. Wynona menjauh menuju ter
Wynona menata makanan di meja dan menatap hasilnya dengan puas. Hidangan yang sengaja disiapkannya untuk teman-teman Zeus, sudah lengkap. Dua buah meja makan ukuran besar sudah dipindahkan ke halaman belakang. Dalam sekali pandang, gadis itu merasa tidak ada yang kurang. Maksudnya, kekurangan yang fatal, tentu saja. Dan dia sangat yakin bahwa Zeus pun akan bersyukur karena memiliki adik bernama Wynona Lillian.“Apa menunya nggak terlalu banyak?” tanya Kemala kemarin, saat Wynona mendiskusikan makanan yang akan disiapkannya.“Nggak apa-apa, Ma. Nggak setahun sekali, kan? Mumpung Zeus lagi mendapat hidayah, mengundang teman-temannya makan di sini,” respons Wynona santai. “Lagi pula, untuk jaga-jaga saja. Siapa tahu tamunya lebih dari sepuluh orang. Zeus kan selalu begitu. Bilang sekian tahunya malah lebih. Jarang yang jumlahnya kurang dari yang dia sebutkan. Anak sulung Mama itu ada bakat melakukan mark-up,” imbuhnya sambil te
Sepanjang yang bisa diingat Wynona, sejak dulu Zeus memang sangat sering membawa teman-temannya ke rumah. Entah untuk menginap, sekadar menghabiskan waktu bersama, atau melakukan belajar kelompok. Itulah sebabnya mengapa Wynona bisa dibilang mengenal semua teman sepermainan sang kakak. Begitu juga dengan Kemala. Rumah keluarga mereka ini mirip tempat penampungan untuk teman-teman Zeus yang tak henti datang tiap kali lelaki itu berada di Cipanas.Itulah alasannya mengapa Wynona tidak bisa mengalihkan perhatian pada seorang lelaki jangkung yang wajahnya benar-benar sangat asing. Wynona memperhatikan pria itu sambil mengingat-ingat kapan dan di mana mereka pernah bertemu. Hingga hampir dua menit setelah kedatangan Zeus dan teman-temannya, Wynona pun tiba pada keyakinan bahwa dia belum pernah bertemu teman kakaknya yang satu ini.Untungnya Zeus berinisiatif memperkenalkan adik dan temannya itu. “Leon, ini adikku satu-satunya, Wynona.”
“Yuk, Leon! Kita makan dulu,” ajak Zeus pada tamunya. Leon mengangguk sopan ke arah Wynona ebelum mengekori Zeus yang sudah berjalan lebih dulu menuju salah satu meja. Wynona tetap berdiri di tempatnya, menyaksikan semua tamu kakaknya mulai mengerubungi meja yang dipenuhi makanan. Gadis itu tersenyum puas saat melihat ekspresi teman-teman Zeus yang menunjukkan bahwa mereka menikmati makanan yang dihidangkan.“Kayaknya masakanku dianggap enak dan mendapat penilaian positif,” kata Wynona pada dirinya sendiri. Gadis itu tersenyum lebar. Dia menikmati saat itu. Wynona selalu suka saat melihat orang-orang terlihat puas tatkala menyantap hasil olahan tangannya.Seharusnya, setelah SMA dia melanjutkan sekolah untuk mendalami dunia memasak. Akan tetapi, entah mengapa dia malah menimba ilmu di fakultas ekonomi dan sempat bekerja di perusahaan manufaktur. Ibu dan kakaknya sempat melarang tapi Wynona begitu keras kepala saat itu. Mungkin, itu caranya untuk
Wynona memasuki masa berkabung karena patah hati tanpa air mata atau kesedihan yang berlarut-larut. Kendati berpisah dari David setelah hubungan selama sembilan tahun, tetap saja bukan hal yang mudah untuk dihadapi. Akhir hubungan mereka begitu tak menyenangkan karena sikap David dan keluarganya. Namun Wynona makin yakin dia sudah mengambil keputusan yang tepat.Ada beberapa sebab, tak cuma melulu “dosa” David saja, melainkan juga kesalahan Wynona. Sejak malam itu, David bahkan tak berusaha menghubungi Wynona lagi. Lelaki itu seolah menghilang begitu saja. Sembilan tahun yang mereka miliki bersama-sama, tak penting. Wynona pun tampaknya dianggap bukan lagi perempuan yang pantas untuk diperjuangkan.Sementara dari sisinya, Wynona kian yakin bahwa perasaannya pada David sudah benar-benar tawar. Hatinya sudah berubah. Gadis itu tak keberatan disalahkan karena seolah memberi peluang pada Leon untuk masuk dalam hidupnya.Dia tak akan menampik hal itu. Nam
Kata-kata yang dilontarkan orangtua Leon itu membuat Wynona benar-benar merasa dihargai. Dia tak bisa mencegah rasa haru menusuk-nusuk dadanya. Namun. Tentu saja dia tak boleh menangis lagi di sini. Sudah cukup air mata yang ditumpahkannya hari ini.“Wyn, mau main ludo atau halma?” Suara erangan terdengar dari berbagai arah sebagai respon untuk kata-kata Anton. Lelaki itu menunjukkan ekspresi tak berdosa saat membela diri. “Papa kan belum pernah main ular tangga dengan Wynona.”“Tolong Pa, kreatiflah sedikit. Setiap tamu selalu diajak main halma atau ludo. Apa tidak ada yang lain?” gerutu Trisa. Lalu, perempuan itu bicara pada tamunya. “Wyn, kapan kamu bisa mengirim daftar belanjaan untuk minggu depan? Lebih cepat lebih baik, kan?”“Iya Kak, aku akan menyiapkan daftarnya secepatnya. Besok atau paling telat lusa,” janji Wynona.Trisa mengangguk senang. “Mungkin sehari sebelum acara, akan leb
“Tidak apa-apa. Walau sebenarnya aku ke sini cuma ingin bertemu Om, Tante, dan Kakak,” sahut Wynona. “Agak pesimis juga awalnya, karena menurut Leon, Kakak nggak tinggal di sini.”Trisa tersenyum lebar. “Begitulah kalau menjadi anak perempuan satu-satunya. Kalau aku nggak datang selama beberapa hari, pasti ada yang menelepon. Kalau tidak Mama, Papa, kadang asisten rumah tangga. Ada saja alasan yang diajukan. Yang terbanyak sih, Nadya. Padahal, mereka itu merindukanku,” kelakarnya.“Hahah, aku jadi sangat iri. Aku juga anak perempuan satu-satunya tapi tak ada yang merindukanku seperti itu.”Trisa menatap Wynona sungguh-sungguh. “Aku justru yang iri dengan kemampuan memasakmu, Wyn! Aku semur hidup cuma bisa memasak nasi goreng. Itu pun menggunakan bumbu instan. Kemampuan memasakku nol besar. Padahal Mama jago di dapur. Dan kami terbiasa dimanjakan dengan masakannya.”Setelah kembali ke ruang tamu,
Wynona hampir menabrak dada seseorang saat membalikkan tubuh. Sendok kayu yang dipegangnya, jatuh ke lantai. Tangan kanannya memegang dadaku, seakan dengan begitu rasa kaget gadis itu akan berkurang jauh.“Syukurlah kamu baik-baik saja,” gumamnya dengan ekspresi lega tergambar jelas. Leon pasti tidak pernah tahu kalau Wynona pun tak kalah lega melihatnya.“Kamu mengagetkanku,” bibir Wynona cemberut. Dia hendak berjongkok memungut sendok kayu, tapi Leon bergerak lebih cepat dan menaruh benda itu di wastafel.“Dapurnya indah. Aku suka,” puji Wynona. “Sebentar, aku harus memindahkan mi-nya dulu.”“Butuh mangkuk besar?” Leon membuka sebuah pintu kabinet di bagian atas dan mengeluarkan sebuah mangkuk kaca transparan. “Apakah ini cukup?”Wynona mengangguk. Dengan gerakan hati-hati, dia menyusun mi, kol, dan telur rebus yang sudah dipotong-potong. Saat hendak menua
David menatap Wynona tak percaya. Kemarahan tergambar di setiap gerak tubuhnya. “Putus? Kenapa kamu terlalu cepat mengambil keputusan?”Gadis itu menggeleng. “Ini bukan keputusan yang terburu-buru. Selama ini, aku hanya tidak berani mengakui kenyataan.”“Wynona!”Gadis itu menatap wajah David dengan perasaan campur aduk. Betapa lelaki ini pernah membuat hati Wynona berpesta karena cintanya. Betapa David pernah menjadi orang terpenting dalam hidup gadis itu. Betapa Wynona pernah sangat ingin mengubah dirinya agar menjadi sosok paling diinginkan dalam hidup lelaki ini. Itulah kuncinya, pernah. Artinya, itu sudah berlalu lama, sebelum gadis itu akhirnya diterpa kesadaran. Terlambat, tapi Wynona tidak menilainya sebagai sebuah kefatalan. Dia tidak menyesali semuanya. Gadis itu hanya menganggap semua ini sebagai proses panjang yang mendewasakan.“Wyn, jangan cuma karena masalah ini, hubungan kita m
“Wyn,” David menjajari langkah kekasihnya. Sementara Wynona berusaha berjalan lebih cepat. Dia hampir mencapai pintu gerbang ketika David berhasil meraih lenganku.“Apa kamu tidak mendengarku?” tanyanya marah. Ekspresinya berubah keras.“Aku cuma ingin pulang. Aku tidak mau dihina lagi.”David menggelengkan kepalanya. “Mama hanya ingin tahu tentang kamu.”Wynona menatap David dengan tajam. Andai bisa, dia ingin mengguncang tubuhnya David dan meniupkan kesadaran di benaknya agar lelaki ini melihat fakta yang sebenarnya.“Vid, mamamu tidak menyukaiku. Sampai kapan pun akan tetap seperti itu. Percayalah, tidak akan ada yang berubah. Dan aku tidak nyaman diperlakukan seperti tadi.”David masih memegang lengan Wynona. “Aku tidak mengizinkanmu pulang. Nanti aku akan mengantarmu, Wyn! Sekarang, ayo kita masuk ke dalam lagi,” ajaknya.Wynona menggeleng tegas seraya melepa
Wynona tersenyum kecil menanggapi gurauannya. David nyaris tidak pernah antusias menikmati masakanku. Gadis itu mengitari ruang tamu yang luas itu dengan tatapannya. Ada belasan perempuan paruh baya yang bergaya trendi. Juga ada beberapa gadis muda yang usianya tak jauh beda dengan Wynona. Aneka aroma parfum mahal menyengat hidung. Membuat campuran aneh yang memusingkan kepala Wynona. Semua orang sibuk berbincang seraya menikmati aneka makanan yang tampak lezat. Gadis itu tidak melihat kehadiran ayah dan saudara David lainnya.Irene mendekat ke arah Wynona, Sofia, dan David yang duduk di sebuah sofa panjang. Perempuan itu memilih sofa tunggal di depan mereka. Wynona baru ingat, dia sama sekali tidak diperkenalkan dengan tamu yang ada.“Ma, coba cicipi ini.” Sofia menyodorkan sepotong kecil pie yang dibawa Wynona. Irene menggigit ujungnya sedikit. Entah mengapa, Wynona menjadi tegang karenanya.“Enak,” ujarnya. Namun dia menolak m
Wynona mendesah. “Kukira kamu akan memberiku usul yang masuk akal. Kamu kan tahu apa yang terjadi padaku saat resepsi? Kenapa kamu masih bisa mengusulkan ini?”“Wyn, aku tidak ingin melihatmu sedih atau terluka. Akan tetapi, ada kalanya kita harus berhadapan dengan kepahitan untuk mengetahui apa sebenarnya kebenaran di baliknya. Kalau kamu tidak mau bertemu mamanya David, apa masalah kalian akan selesai? Bukannya malah membuat semuanya menjadi makin rumit?”Wynona mengerutkan alis. “Aku tidak mengerti maksudmu.”Gadis itu mendengar suara tawa ringan di seberang.“Menghindar pasti lebih mudah. Tapi, apa kamu tidak penasaran ingin tahu bagaimana sebenarnya sikap keluarga David? Maksudku, mamanya. Kamu butuh kesempatan untuk bisa menilai dengan objektif. Dan menurutku, ini saat yang tepat.”Wynona tercenung mendengarnya. Keheningan menyergap selama sesaat.Leon bicara lagi. “Sebenarnya
Wynona masih berada di dalam kepungan kabut membingungkan sebagai efek dari kata dan tindakan Leon. Dia masih belum bisa berpikir dengan jernih untuk tahu apa yang sebenarnya diinginkan. Semuanya serba membingungkan. Seakan Wynona berada di sebuah labirin paling rumit di dunia.Lalu, David menghubunginya setelah berhari-hari menghilang tanpa kabar. “Wyn, apa kamu baik-baik saja?” tanyanya penuh perhatian.“Ya,” dusta Wynona sembari menggigit bibir.“Aku minta maaf untuk berbagai masalah di antara kita. Tapi aku ingin menyelesaikannya satu per satu.” Jeda beberapa detik. “Mama ingin bertemu denganmu. Nanti malam bisa?”Wynona benar-benar tak siap dengan permintaan itu. “Nanti malam?”“Iya. Apa kamu tidak bisa? Ada pekerjaan?”“Aku....”Jawaban Wynona belum tuntas tapi sudah menukas dan mendesak. “Tolong luangkan waktu, ya? Aku tidak enak kalau har