Suasana semakin tak terkendali, tetapi berkat kedewasaan seorang Riza, dengan menahan perih dalam hatinya terkhusus memikirkan tentang Akira. Riza menggiring Zaidan dan Yumna untuk membicarakan semuanya di tempat yang jauh dari jangkauan yang lainnya. Di sanalah akhirnya Yumna membeberkan semua perbuatan yang sudah dia lakukan. Satu jam lamanya Riza, Yumna, dan Zaidan mengklarifikasi semuanya. Zaidan menjelaskan bahwa memang sebelum menikah dia pernah berpacaran dengan Naisha, hingga kemudian Mahesh Athar menjodohkannya dengan Akira. Zaidan menceritakan segalanya pada Riza membenarkan perihal perjanjiannya dengan Akira dulu saat Zaidan masih belum bisa melupakan Naisha, namun sekarang semuanya sudah berubah. Zaidan sudah bisa melupakan Naisha, Zaidan hanya mencintai Akira mulai saat ini dan selamanya. Zaidan meminta maaf pada Riza atas kelakuan buruknya pada Akira.
Tak terkecuali dengan
Author's POVKejadian demi kejadian yang menguji cinta serta kesetiaan Akira dan Zaidan telah mereka lalui. Sudah hampir tiga bulan berlalu sejak kejadian di malam itu, ketika semuanya terungkap. Keluarga besar ini dipenuhi dengan kebahagiaan. Tiga rumah besar yang berdampingan ini tak akan lama lagi akan dihadiri suara anak kecil. Semua orang begitu menyayangi Naisha, yang saat ini tengah mengandung. Vishal apalagi. Setiap hari tak pernah lelah Vishal menemani istrinya untuk sekadar jalan-jalan sore mengitari kompleks."Zaid, kemarin aku bertemu Geeta di kampus, dia yang baru saja menikah bulan lalu sekarang sudah hamil. Betapa bahagia suaminya." Akira membereskan beberapa baju dan bersiap untuk menyusul Zaidan di tempat tidur."Ya, baguslah." Mata Zaidan tet
Akira's POVSuara mobil Zaidan mengalihkanku dari buku yang sedang kubaca. Aku berharap ada kabar baik yang kuterima darinya. Segera saja kurapikan kerudungku dan gaun tidurku. Aku sengaja memilih gaun tidur warna abu ini, kesukaannya."Assalamu'alaikum,Istriku." Ia langsung menyapaku dan tak lupa dengan ciumannya di keningku."Wa'alaikumsalaam,Suamiku. Semuanya lancar, kan?""Kamu tidak beritahu siapapun, kan?" Zaidan bertanya dan aku menggelengkan kepala tanda aku tidak memberitahu siapapun."Semuanya berjalan dengan lancar, Yang.""Alhamdulillah.Aku harap semu
Sampai di rumah, Aaliya segera membersihkan diri. Sudah tak sabar ia ingin segera mengerjakan tugas kuliah agar nanti malam ia bisa menonton film yang sudah ia tunggu-tunggu.Aaliya asyik dengan laptopnya, mencari sumber dari berbagai jurnal dan buku. Ia memang mudah terdistraksi denganhandphone,saat ada notifikasi dari akun media sosial-nya, Aaliya tidak bisa mengabaikan.Harry Fawaz yang memang sudah merencanakan untuk mengenal Aaliya lebih dekat tentu memanfaatkan momen di mana Aaliya tengahonlinedi media sosial-nya. Tanpa pikir panjang, Harry mengirim pesan pada Aaliya, berterima kasih karena telah mengikuti kembali akun instagramnya. Di sisi lain Harry merasa bahwa tindakannya konyol, mengingat ia adalah seorang dosen tapi malah bersikap santai seperti ini. Apakah wibawanya akan hilang? Dan
Tiga puluh menit berlalu setelah isya, Aaliya akhirnya pamit pulang karena Zaidan sudah berada di depan rumah. Zaidan menyapa Aaliya dan Akira. Ia tetap bersikap biasa saja meskipun banyak masalah yang sedang ia hadapi."Sayang, bagaimana dengan kelanjutannya?" Akira segera bertanya sembari membantu melepaskan kemeja yang Zaidan kenakan."Masih dalam penyelidikan. Aku dan Vishal sedang berusaha melakukan yang terbaik agar perusahaan kita tetap berjalan dan tidak kehilangan kepercayaan dari klien. Tapi yang aku takutkan adalah ada dalang di balik semua ini. Ada seseorang yang tidak suka denganku yang sengaja menjebakku.""Aku harap Allah selalu menjaga kita semua. Mungkin saja memang benar ada yang berniat buruk pada kita, tapi aku harap semuanya akan segera membaik." Zaidan tersenyum.
Aaliya dan Harry membuat janji pertemuan pertama kali mereka di sebuah kafe dekat kampus. Mereka yang sudah mengenal satu sama lain lewat media sosial terlihat kikuk ketika bertemu secara langsung. Harry pandai mencairkan suasana dengan memulai pembicaraan dengan santai. Aaliya pun terbawa suasana, sesekali ia tertawa mendengar Harry yang bercanda menceritakan beberapa hal lucu ketika mengajar."Jadi, Kakak sudah lama menjadi dosen atau...?""Haha.Nggak.Sebelumnya akungajardi SMA, terus setelah S2 kuputuskan untuk melamar menjadi dosen di beberapa kampus, tapi tak ada yang menerimaku satupun. Terus di sini ada satu teman yang kukenal, katanya ada lowongan untuk dosen ilmu sosial." Terlihat Aaliya menampilkan ekspresi kagum."Tapi, ini adalah ke
Author's POVAkira dan Zaidan segera membuat temu janji dengan salah satu dokter kandungan di salah satu rumah sakit ibu dan anak yang juga tempat Naishacheck up.Wajah Zaidan berseri-seri sepanjang perjalanan mengantar istrinya ke rumah sakit. Akira tak pernah sebahagia ini sebelumnya. Tak henti-hentinya ucapan syukur mereka panjatkan. Ia sudah tak sabar ingin menyiapkan berbagai macam perlengkapan bayi untuk calon anaknya nanti. Bayangan demi bayangan tentang masa depan setelah kelahiran menyibukkan pikirannya hingga ia tak sadar sudah sampai di rumah sakit. Akira memperbanyakdzikrullah,di sisi lain ia memikirkan banyak kemungkinan buruk lainnya. Bagaimana jika ia sebenarnya tidak hamil? Bagaimana jika... Zaidan segera menghentikan lamunan Akira.
Dua hari sebelum keberangkatan, Akira menemani Aaliya untuk menyiapkan berbagai keperluan yang dibutuhkan. Berbelanja beberapa kerudung dan gamis, membeli makanan ringan untuk bekal perjalanan, sampai hal kecil lainnya. Dua kopor besar dan satu ransel yang akan menemani Aaliya terbang dari Jakarta menuju Palembang.Tiket sudah berada di tangan. Waktu tempuh menggunakan pesawat tidak lebih dari tujuh puluh menit, kemudian dari Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II menuju kampus yang dituju pun hanya memerlukan waktu sekitar satu jam. Tidak terlalu lama, namun meskipun begitu jarak dari rumahnya menuju Bandara Soekarno-Hatta pun cukup jauh, apalagi keadaan jalanan Jakarta yang sudah tak asing lagi dengan kemacetan. Aaliya harus tetap menjaga kesehatan agar melakukan perjalanan dalam kondisi yangfit.Aaliya memin
Setelah lelah perjalanan mengantar Aaliya, Zaidan dan Akira santai berdua di pekarangan belakang rumah, di situ terdapat sebuah ayunan menghadap kolam ikan kecil yang sekelilingnya banyak tanaman bunga. Zaidan berinisiatif untuk menghubungi kakak iparnya, Riza, melalui videocall.Di sebrang sana nampak keceriaan Riza meskipun baru pulang kerja. Ada Sandhya yang sedang hamil besar duduk di sampingnya.Seperti biasa mereka saling mengucapkan salam, slaing mendoakan kebaikan, menanyakan kabar, dan mengobrolkan topik ringan."Dokter perkirakan akhir April, Ra. Tapi yang pastinya belum tahu kapan." Suara Riza di sebrang sana."Ini juga sudah persiapan kok, semua yang diperlukan ketika aku ke bidan nanti." Disusul Sandhya melengkapi kalimat suaminya.
Tiga tahun berlalu, banyak cerita dan peristiwa terlewati mendewasakan diri. Kini anak kecil bernama Zafran Athar telah dibawa Aaliya pergi ke luar kota karena ia telah hidup mapan bersama suaminya, Harry. Mahesh Athar semarah dan sekeras apapun rasa kecewa pada Aaliya, ia tetap sadar bahwa Aaliya adalah putrinya yang dulu sangat dirindukan kehadirannya. Mahesh telah memaafkan dan merestui pernikahan Aaliya dengan Harry.Akira dan Zaidan masih terus berusaha dan ikhtiar agar segera diamanahi malaikat kecil anugrah terindah dalam keluarga kecil mereka. Mereka berdua rutin memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan, dan keduanya tidak ada, masalah apapun. Akira dan Zaidan hanya perlu bersabar biarkan waktu yang menjawab. Akhir tahun ini, Zaidan telah merencanakan liburan berdua selama dua minggu ke Eropa. Seperti impian Akira yang ingin menjelajahi langsung peradaban Eropa yang semasa kuliah menjadi salah satu mata kuliah favoritnya. Studi S2 Akira pun telah selesai. J
Akira sudah dipindahkan ke ruang inap pasien. Selepas shalat dhuha, Zaidan menunggu Vishal membawa beberapa baju untuknya dan sekaligus membawa sarapan. Zaidan memperdengarkan Akira bacaanmurottalAl-Quran. Ia menunggu Akira siuman dari anestesinya.Perawat yang memeriksa Akira menginformasikan bahwa Akira sudah bangun dan sudah boleh diajak berbicara.Zaidan memegang lembut tangan Akira. Dia membisikkan sesuatu padanya."Assalamu'alaikum,Istriku." Diciumnya kening dan tangan Akira. Seketika Akira menangis."Wa'alaikumsalaam...Maafkan aku." Butiran air mata membasahi wajahnya yang pucat."Ssttt... Kita akan lalui semuanya bersama. Kam
Apakah ini ujian atau teguran?Sakit rasanya, menyadari bahwa ia tak bisa kusapa di dunia ini.Dan ia tak bisa menyapaku.Tapi aku sesekali merasakan gerakannya yang aktif di waktu-waktu yang tak menentu.Maaf, karena Bundamu tak mampu menjagamu sebagaimana mestinya.Tunggu Bunda di sana, ya.Allah begitu menyayangimu dan Bunda.~Akira ElfaruqZaidan melaksanakan shalat maghrib dan kembali memeriksa keadaan istrinya. Proses kuretase berjalan dengan lancar, meski sebelu
Naisha telah melahirkan dengan lancar dan selamat. Naisha juga dalam keadaan sehat. Rencananya esok baru bisa pulang ke rumah. Vishal terharu, pria yang selalu terlihat ceria, kini tampak menangis haru tatkala menggendong bayinya untuk pertama kalinya. Ia sendiri langsung mengadzani anaknya. Akan ada seorang tuan putri di rumah Vishal dan Naisha. Tak diragukan bayi Vishal akan sangat disayangi oleh Maula, neneknya, karena ia begitu menantikan kehadiran cucunya ini.Mahesh menyuruh Zaidan untuk pulang duluan bersama Akira, ia begitu perhatian kepada menantunya agar tidak terlalu kelelahan. Zaidan menuruti perkataan ayahnya. Setiap langkah Zaidan akan dengan sigap menggandeng istrinya, memastikan bahwa Akira dan bayinya selalu aman.Zaidan menyadari terdapat mobil Harry Fawaz di sana. Seketika pikiran negatif muncul menghinggapinya. Menga
Akira merekam proses syukur-anaqiqahkeponakannya melalui videocall, sehingga dapat dilihat oleh keluarga besarnya yang tak bisa hadir secara langsung. Sandhya dan Riza mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian dan doa yang diberikan. Semua kiriman hadiah yang dipaketkan pun sudah diterima oleh Riza. Sambil videocallitu berlangsung, Riza dan Sandhya membuka satu per satu hadiahnya. Sedangkan Zaidan menggendong bayi mereka. Mereka semua hangat sekali berbicara satu sama lain.Puas melakukan videocalldua jam lamanya. Akhirnya Riza meminta izin mengakhiri obrolan mereka ini, karena akan membagi-bagikan makanan kepada warga sekitar dan anak yatim, dibantu Zaidan.Sementara Akira membereskan rumah, Sandhya justru melarangnya, karena ia sudah menyewa jasa orang
Akira dan Zaidan sampai di rumah Riza dengan aman dan selamat. Rumah yang cukup sederhana namun nyaman ini diberikan oleh perusahaan tempat Riza bekerja, sebagai tempat tinggal sementara selama kontraknya berlangsung.Cuaca yang tak kalah panasnya dengan Jakarta membuat mereka berdua tak tahan ingin segera membersihkan diri. Sembari menunggu Zaidan selesai mandi, Akira membereskan barang bawaannya, menyiapkan pakaian untuk Zaidan, kini ia sudah tak terlalu marah lagi pada Zaidan, meskipun rasa kesal masih ia rasakan.Akira tak tahan merasakan sakit kepala yang teramat sangat. Ia berpikir sepertinya ini hanyalah efek perjalanan saja, Akira tak terlalu mempedulikan hal itu. Akira berbaring mencoba meredakan rasa sakit."Sayang? Kamu kenapa?"
Naisha menggandeng tangan Akira. Mereka bercerita banyak hal, sampai tak sengaja obrolan tentang masa lalu kembali terbahas."Aku bahagia melihat kamu sama Zaidan harmonis banget." Akira hanya tersenyum."Aku berharap kalian selamanya seperti ini, tak ada lagi halangan apapun yang membuat hubungan kalian terganggu.""Aamiin...Semoga kakak juga dan Kak Vishal selalu harmonis, penuh dengan kebahagiaan dan cinta.""Aamiin...Aku sempat dengar dari Vishal, kalau Yumna pernah datang ke kantor waktu perusahaan Zaid sedang ada masalah saat itu." Akira terlihat mengernyitkan dahi."Aku gak tahu lebih jelasnya bagaimana, tapi Yumna sempat datang dan berbicara berd
Setelah lelah perjalanan mengantar Aaliya, Zaidan dan Akira santai berdua di pekarangan belakang rumah, di situ terdapat sebuah ayunan menghadap kolam ikan kecil yang sekelilingnya banyak tanaman bunga. Zaidan berinisiatif untuk menghubungi kakak iparnya, Riza, melalui videocall.Di sebrang sana nampak keceriaan Riza meskipun baru pulang kerja. Ada Sandhya yang sedang hamil besar duduk di sampingnya.Seperti biasa mereka saling mengucapkan salam, slaing mendoakan kebaikan, menanyakan kabar, dan mengobrolkan topik ringan."Dokter perkirakan akhir April, Ra. Tapi yang pastinya belum tahu kapan." Suara Riza di sebrang sana."Ini juga sudah persiapan kok, semua yang diperlukan ketika aku ke bidan nanti." Disusul Sandhya melengkapi kalimat suaminya.
Dua hari sebelum keberangkatan, Akira menemani Aaliya untuk menyiapkan berbagai keperluan yang dibutuhkan. Berbelanja beberapa kerudung dan gamis, membeli makanan ringan untuk bekal perjalanan, sampai hal kecil lainnya. Dua kopor besar dan satu ransel yang akan menemani Aaliya terbang dari Jakarta menuju Palembang.Tiket sudah berada di tangan. Waktu tempuh menggunakan pesawat tidak lebih dari tujuh puluh menit, kemudian dari Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II menuju kampus yang dituju pun hanya memerlukan waktu sekitar satu jam. Tidak terlalu lama, namun meskipun begitu jarak dari rumahnya menuju Bandara Soekarno-Hatta pun cukup jauh, apalagi keadaan jalanan Jakarta yang sudah tak asing lagi dengan kemacetan. Aaliya harus tetap menjaga kesehatan agar melakukan perjalanan dalam kondisi yangfit.Aaliya memin