Hari itu menjadi hari yang luar biasa mengerikan untuk Anna dan Jonas. Kata Gina, anak laki-laki itu tidak turun sekolah hari ini setelah dipukuli oleh ibunya hingga tubuhnya dipenuhi bekas cambukan.
Awalnya, Anna mencari-carinya ke rumahnya, tetapi tidak ada jawaban, sehingga ia kembali ke rumah dengan terlambat setelah cukup lama menunggu kalau-kalau Jonas muncul.
“Apa dia pergi ke rumah tetangga yang lain?” Tanya Gina.
Anna mengangkat bahunya sambil menoleh ke belakang di mana jalanan dan perumahan itu terasa sangat sepi sekali.
Sebelum mereka berpisah, tiba-tiba seseorang yang tidak diharapkan muncul. Ayahnya sedang duduk sambil minum minuman keras di ruang tamu. Di ruang tengah, terlihat ibunya yang tengah menangis dengan wajah yang memar.
“Kenapa kau pulang terlambat, Anna?” Tanya ayahnya dengan dingin.
Anna hanya berdiri di pintu yang setengah terbuka itu dengan wajah ket
Tahun 2008 “Anna, apakah kau sudah siap?” Anna melihat tubuhnya di cermin, memperhatikan seragam baru yang akan ia kenakan saat bekerja nanti. Entah sampai kapan ia harus memakai seragam ini, ia tidak tahu. Pakaian itu berwarna putih, bagian atas maupun bagian bawahnya terlalu terbuka. Lehernya bermodelkan leher kemeja, sedangkan kancing depannya memakai ritsleting panjang. Panjang dress itu hanya sampai sepaha, dan Anna sadar kalau ini terlalu pendek. Ia menggunakan celana stocking berwarna beige sehingga ia tidak kuatir kalau celana dalamnya akan terlihat. Gina muncul di cermin itu dengan pakaian yang lebih tertutup, ia melihat pakaian Anna dengan sedikit sedih. Ia mengambil sebuah jaket dalam lemari Anna dan memberikan itu padanya. “Apa kau yakin dengan pekerjaan ini?” “Aku tidak punya pilihan, Gina. Aku sudah banyak merepotkan ayahmu dan kau. Tolong jangan beritahu paman Ru
Anna dan Gina mendapat tugas piket di hari itu sehingga mereka bertahan di kelas untuk membersihkan ruangan kelas mereka sebelum mereka pulang. Saat itu, Anna sedang sibuk membersihkan laci-laci meja yang dipenuhi sampah kertas dan pulpen yang sudah habis tintanya. “Dasar anak laki-laki,” umpat Anna sambil berbisik dan membuang sampah-sampah itu ke lantai. Saat Anna datang ke sebuah meja dan membersihkannya, Anna menemukan sebuah ponsel Nokia seri 6600. Ponsel ini mirip dengan ponsel yang dimiliki Jonas, hasil dari kerja sampingan di kebun Paman Rudy Pada awalnya, ia berniat untuk memberikannya pada Jonas langsung. Tetapi rasa penasaran membuat Anna memutuskan untuk membuka saja kunci ponsel itu yang ternyata tidak memerlukan sandi apapun. “Ini aneh,” katanya. Ia mengingat kalau ponsel Jonas selalu terkunci dengan sandi nomor ulang tahun Jonas sendiri. Saat ia membuka galeri fot
“Apa kau lelah, Jonas?” Tanya Anna saat akhirnya mereka telah memasuki kembali kota Balikpapan. Jonas memperbaiki topinya dan menoleh pada Anna. “Tidak. Perjalanan kita cukup singkat. Hanya satu jam setengah.” “Satu jam?” Anna mengangkat kepalanya untuk memperhatikan awan yang masih memerah. Jonas tidak bohong. “Apa kau ngebut?” Jonas menutup matanya karena sudah jelas kalau wanita ini tidak bisa dibohongi. Ia tidak bilang kalau jalan tol yang baru saja dibangun pemerintah pusat itu sudah buka, yang dapat mempersingkat perjalanan antara kedua kota itu. Sial, umpatnya dalam hati. Ia lalu mengaku, “sebenarnya, jalan tol itu sudah dibuka dari minggu lalu.” “Astaga Jonas, jadi untuk apa kita berlama-lama di jalan?” Anna tahu kalau Jonas sangat menyukainya. Tetapi tidak seperti ini juga. Tidak seharusnya Jonas buang-buang waktu dan tenaga hanya untuk dapat berlama-lama dengannya. “Kau sudah bolak balik menjemputku, banyak waktu yan
Ketika hari jumat tiba, suasana hati Anna telah menjadi lebih baik. Ia menampakkan diri di kantornya dengan percaya diri dan sumringah. Semua orang telah bersikap lebih baik, meski ada beberapa yang masih suka bergosip tentangnya, namun ia tidak akan mengambil pusing. Hatinya cukup bersemangat untuk menuntaskan pekerjaan yang ia kan hadapi hari ini. “Semoga harimu menyenangkan,” ucap Jonas di ujung telepon ketika Anna telah duduk di mejanya. Pria itu semakin aktif menghubunginya dan membuat Anna merasa diperhatikan. Lalu tiba-tiba, Anna dipanggil oleh kepala yayasan ke ruangannya. Di sana sudah ada Rian yang duduk dengan santainya di atas sofa kulit itu sambil membaca koran. Ia tidak menyadari kalau Anna masuk, hingga wanita itu mendaratkan bokongnya tepat di sofa yang ada di seberangnya. “Selamat pagi, Anna.” Ucap Rian sambil meletakkan koran itu di atas meja. Pikrian Anna sudah melayang ke mana-mana. Ia belum mengetahui alasa
Akhir pekan yang ditunggu-tunggu Anna kembali datang. Ia menyempatkan dirinya untuk mengunjungi Darryl dan membawakan pizza pesanannya. Soal pria misterius bernama Aldo itu belum pernah mengunjungi Darryl lagi. Anna berharap orang itu tidak akan pernah datang lagi. Sesampainya di rumah, ia menghubungi Jonas hari untuk menanyakan kemana Jonas akan membawanya. “Halo?” “Ya, Anna?” “Apa hari ini kita jadi pergi?” “Tentu, aku akan hubungi Elis sebentar untuk memastikan kedai aman. Acara yang akan kita datangi dimulai jam 7 malam, tapi lebih baik kita ke sana jam 8 malam saja. Apa tidak masalah bagimu pulang larut?” “Tidak. Memangnya kita mau kemana?” “Ikuti saja. Sebelum kita pergi, pastikan kau makan malam terlebih dulu, oke?” “Setidaknya beritahu aku pakaian seperti apa yang harus kukenakan.” “Kasual saja. Kita akan pergi ke tempat yang tidak memerlukan pakaian khusus. Akan ku jemput kau dengan mobil.” “Oke
Keesokan harinya, Anna bangun cukup terlambat. Sangat siang hingga ia tidak sempat sarapan. Dan ia sendiri mendapati dirinya tidur dengan sangat nyenyak tanpa ada mimpi buruk belakangan ini. Jonas telah mengambil alih pikirannya, dia bukan hanya menjadi pelariannya saat sedang kalut, tetapi ada kebahagiaan tersendiri saat menemukan cinta dalam hidupnya. Anna mempertanyakan pada dirinya sendiri, apakah ini keputusan yang benar? Apakah Jonas dengan tulus mencintainya seperti yang ia katakan setelah ia mencium Anna? “Ku rasa, aku jatuh cinta padamu.” Kata-kata Jonas itu terus berulang dalam pikiran Anna hingga ia hampir kehilangan kewarasannya dan tersenyum-senyum seperti orang gila. Ia juga sendiri mempertanyakan apakah ia memiliki perasaan yang sama dengan Jonas. Tapi bahasa tubuhnya itu tidak bisa bohong, ia juga memiliki perasaan yang sama dengan pria itu. Namun, sesuatu dalam hatinya membuatnya tersadar. Lebih tepatnya, waspada
“Anna, aku sudah sampai,” kata Jonas. Senin itu, Jonas berinisiatif untuk mengantar dan menjemput Anna dari kantor. Ia ingin mengetahui di mana Anna bekerja dan jam berapa saja tepatnya ia pulang. Tentu saja Anna tidak menolak tawaran itu. Dengan Jonas, Anna merasa lebih dilindungi. Sesampainya di parkiran kantor itu, sebelum Anna naik, mata Jonas tertuju pada seseorang yang sedang berdiri di depan pintu masuk kantor. Jonas melihatnya dengan wajah yang tidak senang. Anna bisa memperhatikan bahwa betapa amarah menguasai kedua pria itu mengingat Rian dan Jonas sedari remaja tidak pernah akur. Jonas membisu sepanjang perjalanan. Anna tidak percaya setelah ia marah pada Jonas, kali ini kondisinya berbalik. Sesampainya di apartemen, Jonas meletakkan semua bahan makanan yang mereka beli di pasar tadi di atas meja dan mulai memasak. Anna mendekatinya dan menyentuh lengannya. “Kau marah?” “Aku bukan marah. Aku h
“Kak, hari sabtu nanti pembagian rapor. Setelah itu kami akan libur kenaikan kelas, aku mau di rumah kakak saja. Aku ingin ganti suasana, bosan sekali di asrama,” ucap Darryl lewat telepon. Mendengar adiknya akan menginap di rumahnya setidaknya satu minggu, ada perasaan senang dan sedih yang terjadi secara bersamaan. Anna pun mengiyakan permintaan Darryl. Setelah sambungan telepon dengan Darryl selesai, Anna lalu menelepon Jonas. Jonas mengangkat telepon dari Anna setelah beberapa detik. “Halo?” “Hai Jonas.” “Ya Anna. Bagaimana kabarmu hari ini?” “Aku baik-baik saja. Aku masih berkutat dengan semua lamaran pekerjaan ini dan berencana akan mengirim semuanya hari ini.” “Ku harap kau bisa segera dapat pekerjaan lagi,” ucap Jonas. “Hei, bisakah aku minta tolong?” “Ada apa, Anna?” “Bisakah kau mengantarku untuk menjemput Darryl dari asramanya?” Jonas terdiam beberapa detik, sampai Anna memanggil naman
Satu tahun kemudian… Matahari pagi membangunkan Anna dan Jonas yang tertidur lelap di atas kasur di sebuah ruangan yang bukan milik mereka. “Selamat pagi sayang,” kata Jonas pada Anna sambil menggosok matanya. “Selamat pagi,” jawab Anna dengan mengusap wajahnya. Keduanya terlihat kusut setelah melalui malam yang panjang. Bagaimana tidak? Mereka pulang ke rumah Paman Rudy bersama juga dengan Gina dan mereka mengobrol hingga pukul 2 dini hari. Anna menoleh pada jam dinding yang menunjukkan pukul 8 pagi. Ketika Anna hendak turun untuk membuat kopi untuk Jonas, Jonas tiba-tiba menghentikannya. “Aku ingin menyapa Joanna dulu,” kata Jonas. Anna tersenyum lalu kembali duduk di samping Jonas yang segera duduk dan mengarahkan wajahnya pada perut Anna yang kini terlihat membuncit karena telah ada sosok manusia kecil yang bermukim dalam perutnya selama 5 bulan ini. “Hai Joanna, ini Papamu. Selamat pa
Tiga bulan kemudian… Jreng… suara gitar yang tak beraturan terdengar dari sebuah ruangan yang ada di tengah rumah tersebut diikuti oleh suara anak-anak kecil tertawa cekikikan, menandakan kalau para pelaku keributan itu lebih dari satu orang. Jonas mencari anak yang bernama Dina itu ke ruangan yang dipenuhi dengan instrumen gitar dan menemukan Dina, saudara kembar Dina yang bernama Doni, dan Vika sedang memainkan gitar dengan sembarangan. “Hayo, kalian sedang apa?” tanya Jonas sambil bersedekap. Dina dan Vika terkejut dan mereka berdiri dengan tegang, sementara Doni langsung buru-buru meletakkan gitar itu pada stand yang ada di dekat mereka. Wajah mereka terlihat cemas dan takut dan sambil melirik satu sama lain. Jonas melepas tangannya dan berjongkok, “Doni, Dina, kalian sudah dijemput oleh mama kalian.” Doni dan Dina langsung sumringah dan menghampiri Jonas, menyalaminya dan pamit padanya secara bersamaan, “bye
Satu minggu setelah pernikahan Anna dan Jonas, semua orang akhirnya kembali ke Balikpapan. Jonas dan Darryl sempat cemas pada keadaan ayahnya karena beliau sempat berkata sakit pinggang dan hampir tidak bisa berjalan, sehingga harus menggunakan kursi roda untuk bisa turun dari pesawat. Tanpa menunda, Jonas dan Anna langsung membawa Paman Jonathan ke rumah sakit terdekat. Paman Jonathan menerima perawatan di sana kurang lebih selama satu minggu untuk memulihkan kondisinya yang kelelahan akibat acara. Anna sempat kuatir pada Paman Rudy juga, tetapi lelaki tangguh itu jelas tidak apa-apa dan menuruhnya fokus pada Paman Jonathan yang terlihat lebih lemah dari biasanya. Di rumah sakit, Darryl, Jonathan dan Michelle akan menjaga ayahnya secara bergantian tanpa kenal lelah. Sedangkan Anna akan membawakan makanan dan pakaian ganti untuk mereka setiap harinya. Ketika Paman Jonathan diizinkan pulang, Jonas menyuruh Michelle untuk menyiapkan kamar untuk
“Kenapa wanita itu bisa ada di sini?” tanya Anna saat melihat nyonya Vina duduk di sana seraya menampilkan wajah angkuhnya dan dengan gaun pendek yang tidak cocok dengan usianya. Seketika, perasaan bahagianya langsung sirna, digantikan dengan perasaan takut yang sama sekali tidak menyenangkan. Dengan pakaian minim itu, wanita ini lebih mirip seorang PSK dari pada orang kaya. Nyonya Vina menoleh pada mereka. Jelas, ada yang salah pada wanita ini. Anna dan Jonas sedikit tercengang dengan penampilan Nyonya Vina yang terkesan kusut dan berantakan. Rambutnya terlihat memutih, kerutan di wajahnya terlihat tambah banyak dan beliau terlihat lebih kurus. Nyonya Vina berjalan ke arah Anna dan Jonas. “Halo…” “Halo,” jawab Anna. “Jangan kuatir, oke?” kata Jonas mencoba menenangkan Anna, lalu memalingkan pandangannya pada Nyonya Vina. “Selamat malam, Nyonya. Ada yang bisa kami bantu?” Nyonya Vina menunduk untuk menelan salivanya, la
10 hari kemudian Akhirnya pernikahan itu terjadi juga. Konsep yang mereka pilih adalah konsep pernikahan di taman berumput hijau yang menghadap laut, di mana taman itu masih ada dalam area hotel yang sekelilingnya dipenuhi pepohonan rindang dan lampu-lampu temaram yang bergelantungan. Awalnya Anna ingin menikah di pantai, tetapi urung karena ada potensi gelombang tinggi. Jonas melihat kalau taman itu bukanlah tempat yang buruk, dan memutuskan memilih menikah di sana. Venue utama tersebut terbagi dua. Sebelah kanan digunakan untuk resepsi, sebelah kiri digunakan untuk acara pernikahan. Di area acara pernikahan sendiri telah tersusun kursi-kursi yang terletak di sisi kiri dan sisi kanan, dan menyisakan satu jalan di tengah yang akan dilalui oleh pengantin Acara berlangsung tepat pukul 5 sore menjelang senja yang akan dilanjutkan dengan makan malam di area resepsi yang terdapat gazebo yang digunakan sebagai panggung untuk para perf
Tiga Bulan Kemudian Singkat cerita, Anna shock mendengar berita kepergian Rian. Namun, saat itu, dia sudah jauh lebih tegar. Anna begitu menyesal karena ia tidak bisa menemui Rian untuk terakhir kalinya dan berkata kalau ia telah benar-benar memaafkan Rian. Pak Hendri dan juga Silvanna tidak bersedia memberitahu di mana Rian dimakamkan. Bahkan setelah Anna memaksa, mereka tetap bungkam. “Ini adalah amanat Rian pada kami,” kata Silvanna saat menjelaskan kenapa mereka tidak memberitahunya. “Rian tidak ingin kau temui lagi. Kau harus melanjutkan hidupmu.” Hal itu membuat hati Anna jadi penuh sesak karena rasa bersalah. Namun Silvanna benar, Anna harus melanjutkan hidupnya dengan mengingat seluruh kebaikan Rian. Kejadian ini membuka mata hati Anna, bahwa tidak ada orang yang terlahir dengan hati yang jahat. Tanpa sadar, Rian telah mengajarkan Anna banyak hal. Bahwa kata “jahat” hanyalah sebuah kata yang digunakan orang-orang
Orang yang pertama tahu tentang lamaran Jonas adalah Rona yang kebetulan mampir ke apartemen Gina untuk menjenguk Anna. Tetapi Anna menyuruhnya untuk tidak memberitahukannya pada Gina karena Anna akan memberitahukan mereka malam nanti. Jonas kemudian memberitahu Michelle dan ayahnya kalau dia dan Anna telah bertunangan dan disambut bahagia oleh mereka, meski Paman Jonathan akhirnya lupa lagi kalau Anna dan Jonas sekarang sudah dewasa dan akan menikah. “Jonas, kau kah itu? Kenapa badanmu besar sekali?” kata Paman Jonathan sambil memperhatikan Jonas dengan kaca matanya yang tebal. “Papa, aku sudah dewasa sekarang. Ini calon istriku,” kata Jonas saat Anna melambaikan tangannya pada Paman Jonathan. Di mata Paman Jonathan, mereka selalu menjadi anak SMP yang lugu. Jonas dan Anna hanya tertawa melihat Paman Jonathan yang kebingungan lalu mengingat lagi kalau mereka kini sudah dewasa. Anna merahasiakan ini semua sampai mereka dapat berkumpul bersama-
Buat kalian yang bingung guys kenapa bab ini diulang, ada plot hole yang harus aku perbaiki mulai bab 48. Jadi ini ngga diulang ya guys, tapi digeser dikit heheh. Enjoy… Tidak ada satu pun informasi yang didapat Anna dan Jonas, para perawat dan tenaga medis, semuanya berkata tidak tahu. Ketika Anna dan Jonas kembali ke apartemen, Anna memutuskan untuk menelepon Pak Hendri dan Silvanna. Di sini, Anna sudah tahu, kalau semua orang bersepakat terhadap sesuatu. Hingga kini, Anna tidak tahu Rian masih hidup atau tidak. Bukannya mendoakan dan meragukan kuasa Tuhan, tetapi tubuh Rian pasti terlalu lemah untuk bertahan tanpa sokongan tenaga medis dan oksigen. Saat ini, Anna berdiri di dekat pintu balkon, sedang melamun dengan pikiran yang kosong. Jonas muncul di belakangnya sambil membawa dua gelas cokelat panas. Dia menyerahkan salah satu gelas yang ada di tangannya dan Anna menyambut gelas
“Kalau kau mau, kita tidak usah masuk. Kita bisa lihat dia dari luar,” ucap Jonas sambil menggenggam tangan Anna dengan erat. Begitu mendengar bahwa Rian telah sadar, Anna dan Jonas memutuskan untuk datang ke rumah sakit keesokan harinya. Anna berhenti sebentar tepat di depan ruang ICU itu. Napasnya menderu dengan cepat. Jonas memperhatikannya dan mempererat genggamannya. “Apa kau baik-baik saja? Kita bisa pulang jika kau berubah pikiran.” Anna menggeleng, mencoba menepis gejala serangan panik yang mulai datang. “Aku ingin masuk.” Jonas lalu menunggu di luar tepat di dekat jendela kamar Rian. Ia memperhatikan Rian yang sudah kurus kering itu dengan mata memicing, urat-urat lehernya mencuat di balik kulitnya dengan jelas. Tangannya terkepal waspada. Dengan perlahan, Anna berjalan mendekati Rian yang terbaring lemah dan masih menggunakan oksigen. Bibirnya terlihat kering dan wajahnya masih pucat. Di sebelahnya terlihat Silvanna yang sedang membe