“Mommy, Daddy di mana? Aku merindukan Daddy.” Arabella berucap polos dengan raut wajah yang muram. Balita kecil dan cantik itu, menunjukan jelas betapa sangat merindukan ayahnya. Sudah sejak tadi Arabella menunggu, tapi Fargo tak kunjung pulang.Carol berusaha tersenyum di balik wajah rapuhnya. Carol berusaha untuk tetap tegar di depan putri kecilnya. “Daddy sedang sibuk, Sayang. Sebentar lagi, pasti Daddy akan datang. Tunggulah sebentar.” Carol membelai pipi Arabella lembut, menenangkan putri kecilnya itu.Carol tak akan mungkin menceritakan hal buruk tentang Fargo pada Arabella. Bagaimanapun, Arabella membutuhkan ayahnya. Fargo memang telah melukainya, tapi Carol tidak akan pernah memisahkan hubungan ayah dan anak.Bibir Arabella menekuk dalam. “Aku merindukan Daddy. Aku ingin Daddy.”Mata Carol sudah berkaca-kaca, menahan air matanya agar tidak tumpah. Carol tak mampu berkata apa pun, dia hanya memeluk erat Arabella, dengan sudut mata yang sudah meneteskan air mata. Setiap kali, Ca
Satu minggu sudah Arabella dirawat di rumah sakit. Dokter kini telah mengizinkan Arabella untuk pulang ke rumah. Kondisi Arabella telah berangsur-angsur membaik. Balita kecil dan cantik itu, sudah tidak lagi demam. Bisa dikatakan kondisi Arabella sudah hampir seratus persen pulih. Namun, meski demikian dokter tetap meminta Arabella untuk minum obat dan banyak istirahat demi memulihkan kondisi balita cantik itu. Setelah dari rumah sakit, Fargo dan Carol segera membawa Arabella pulang ke rumah. Beberapa anggota keluarga ingin menjenguk, tapi Fargo dan Carol memutuskan untuk meminta para keluarga mereka menjenguk dilain waktu. Pasalnya, Fargo dan Carol ingin Arabella istirahat total. “Carol, aku akan ke kantor sebentar, ada pekerjaan yang ingin aku periksa. Aku tidak akan pulang malam.” Fargo berucap setelah membaringkan tubuh Arabella di ranjang milik putri kecilya itu. Saat ini Fargo dan Carol serta putri mereka telah tiba di mansion mereka.Carol mengangguk. “Pergilah, aku bisa men
Debora tersenyum hangat menyambut Fargo datang bersama dengan Andrew. Tatapan wanita itu lembut dan penuh kasih sayang. Debora selalu senang setiap kali melihat Andrew bersama dengan Fargo. Seakan kebahagiaan telah hinggap di kehidupannya. “Mommy,” panggil Andrew riang. “Aku pulang bersama dengan Daddy, Mommy.”“Ya, Sayang.” Debora membelai pipi Andrew penuh kelembutan.“Bawa masuk Andrew ke kamarnya.” Fargo meminta pengasuh Andrew untuk segera membawa Andrew masuk ke kamar. Sejak tadi, Fargo sudah menahan amarah dalam dirinya. Fargo tak mungkin melampiaskan amarahnya pada Debora di depan Andrew.“Daddy, aku masih ingin bersama denganmu,” kata Andrew pelan, yang tak mau berjauhan dari Fargo.“Andrew, aku harus bicara pada ibumu.” Fargo mengusap rambut Andrew. “Masuklah ke kamarmu. Jadilah anak patuh.”Andrew menganggukan kepalanya, menuruti keinginan Fargo. Detik selanjutnya, sang pengasuh segera membawa Andrew masuk ke dalam kamar. “Apa kau ingin marah karena aku membiarkan Andre
Proses perceraian Carol dan Fargo sangatlah tak mudah. Pasalnya Fargo selalu melakukan ribuan cara untuk menghambat proses perceraian. Fargo bahkan meminta asistennya untuk menghentikan pengacara Carol.Namun, sayangnya sekalipun Fargo berupaya untuk menghentikan, tetap saja Carol tak peduli. Carol terus memproses perceraian meski Fargo tak pernah menginginkan perceraian. Jika Carol semakin memperlama, maka yang akan terluka bukan hanya dirinya saja, melainkan Arabella dan juga anak yang ada di kandungannya.Sampai kapan pun, Fargo tidak mungkin pernah bisa bersikap adil. Carol tahu semua orang pasti pernah memiliki masa lalu. Baik itu masa lalu yang buruk ataupun masa lalu yang indah. Akan tetapi, yang menjadi masalah utama adalah Fargo tak mampu bertindak bijak.Kelak di masa depan, Arabella dan bayi yang ada di kandungannya, akan memahami keadaan yang ada. Sejatinya, apa yang dilakukan Carol memang sudah yang paling terbaik. Tentu cinta Carol pada Fargo tak akan pernah berubah. Han
“Akh—” Carol meringis kala cengkraman di tangan Fargo akhirnya terlepas. Ya, kini Carol bersama dengan Fargo berada di kamar mereka. Terlihat pergelangan tangan Carol memerah akibat cengkraman kuat Fargo.“Apa kau sudah gila, Carol! Kenapa kau membiarkan Adrik mengantarmu pulang, Hah?! Bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu padamu dan kandunganmu?!” bentak Fargo menggelegar. Kali ini Fargo meluapkan amarahnya. Fargo tak habis pikir dengan cara berpikir Carol yang mau saja diantar pulang Adrik.Carol menatap dingin dan tajam Fargo. “Apa salahnya aku diantar oleh Adrik? Dia sudah berubah. Dia tidak lagi jahat, Fargo.”Fargo mengumpat dalam hati. “Carol, kita belum bisa memastikan! Adrik itu baru saja keluar dari rumah sakit jiwa! Bagaimana kalau tadi sampai dia melukaimu, Hah! Kenapa kau sama sekali tidak berpikir panjang!”Carol melangkah mendekat pada Fargo, dan kian memberikan tatapan dingin pada suaminya itu. “Semua orang bisa berubah. Aku percaya waktu telah mengajarkan Adrik banya
Fargo melebarkan matanya menatap Damian yang berdiri di ambang pintu. Raut wajah Fargo nampak jelas terlihat di kala Damian datang. Pun Carol yang ada di depan Fargo, dikejutkan dengan kedatangan Damian. Ya, baik Fargo atau Carol sama-sama tak mengira kalau Damian tiba. Terlebih perkataan Damian telah terngiang-ngiang di benak Fargo dan Carol.Debora bergeming di tempatnya, tak sama sekali bergerak. Sepasang iris mata Debora menatap lekat Damian. Tatapan yang seakan memiliki makna khusus. Debora tenang seolah tak terjadi apa pun. Kata-kata Damian yang menyudutkannya, memang telah berhasil membuat kecemasan dalam diri Debora, namun Debora berusaha untuk mengendalikan diri agar tak panik.“Paman, apa maksud ucapanmu?” Fargo menatap lekat dan tegas Damian yang ada di hadapannya, tatapan tersirat menuntut Damian menjelaskan padanya.Damian mendekat pada Fargo menatap seksama Fargo. “Kenapa kau mudah percaya pada sesuatu, Fargo? Sekalipun hasil test DNA membuktikan Andrew Tansy adalah anak
Ketegangan menyelimuti sebuah ruang kerja megah. Tampak sepasang iris mata Fargo berkilat tajam, menatap Debora yang begitu pucat. Raut wajah Fargo menunjukan jelas rasa marah tertahan. Rahang Fargo mengetat penuh emosi.“Apa maksud semua ini, Debora?” Fargo kian mendekat pada Debora. Sorot pandangnya begitu penuh tuntutan.Raut wajah Debora memucat terkejut, namun Debora berusaha untuk tenang. Manik mata Debora memancarkan jelas kepedihan yang dalam. Harusnya Fargo bisa melihat kepedihan dan luka di mata Debora, tapi sayang kemarahan Fargo membuat pria itu tak bisa melihat bahwa mata Debora memancarkan kepedihan mendalam.“Asistenmu berbohong! Dia tidak tahu apa pun!” bentak Debora dengan air mata yang mulai berlinang deras.“Kau pikir kali ini aku akan percaya padamu, Hah?!” geram Fargo menunjukan kelas kemarahannya.Debora menatap lirih pada Fargo. “Aku tidak berbohong! Asistenmu ataupun Pamanmu tidak tahu apa pun!” isaknya sesegukan.Emosi Fargo semakin tersulut. Pria itu menangku
Carol membelai lembut pipi Arabella lembut. Segala penat di kepala Carol selalu terobati setiap kali melihat Arabella. Benak Carol memang terus terngiang pada kejadian tadi. Kejadian di mana perdebatan antara Fargo dan Debora.Hati Carol seakan mati. Sekalipun Andrew bukan anak Fargo, tetap tak akan mengubah apa pun. Rasa sakit yang diberikan Fargo teramat dalam. Meninggalkan suatu bekas, yang bahkan tak bisa hilang.“Mommy, apa Daddy sudah tidak menyayangiku lagi?” tanya Arabella pelan. Gadis kecil itu menekuk wajahnya, begitu muram, membendung kesedihan.Carol terdiam mendengar pertanyaan Arabella. Sejak kejadian Fargo lebih memilih Andrew, itu membuat Arabella selalu menanyakan pertanyaan yang sama. Carol selalu berusaha kuat di depan Arabella, namun tak menampik sekuat apa pun Carol, tetap saja dia lemah. Berjuang kuat dari terpaan masalah yang menghantam, tidaklah mudah. “Daddy selalu menyayangimu, Little Girl. Selamanya, tidak akan pernah berubah.” Fargo masuk ke dalam kamar Ar
“Kita akan berlibur, Dad, Mom?” Arabella menatap penuh binar bahagia pada kedua orang tuanya di kala mendapatkan informasi bahwa kedua orang tuanya akan mengajak berlibur bersama.Fargo dan Carol tersenyum dan mengangguk. “Ya, kita akan pergi berlibur.”“Yeay!” Arabella memekik kegirangan. “Daddy, Mommy.” Axton melangkah menghampiri Fargo dan Carol yang ada di ruang keluarga. Bocah laki-laki itu baru saja selesai bermain sepeda di halaman belakang rumahnya.“Axton, kita akan pergi berlibur.” Arabella yang melihat Axton datang langsung memeluk adiknya itu.Kening Axton mengerut. “Kita akan berlibur?”Arabella mengurai pelukannya, dan menangkup kedua rahang adiknya itu. “Iya, Axton. Kita akan pergi berlibur. Kau senang, kan?”Senyuman sumiringah terlihat di wajah Axton. “Yeay, aku senang sekali, Kak. Aku senang kita akan berlibur.”Arabella dan Axton saling berpegangan tangan. Mereka melompat-lompat dan tersenyum bahagia karena akan berlibur keluarga. Tampak Fargo dan Carol tersenyum m
“Uncle Daddy.” Arabella menghamburkan tubuhnya pada Damian yang baru saja tiba. Refleks, Damian menggendong Arabella dan mengecupi pipi bulat Arabella bertubi-tubi.Fargo dan Carol tersenyum melihat Arabella yang sangat dekat dengan Damian. Ya, harusnya Arabella memanggil Damian dengan sebutan ‘Grandpa’, tapi tentu saja Damian menolak dipanggil ‘Grandpa’. Awalnya Arabella memanggil Damian dengan sebutan Paman seperti Fargo. Akan tetapi semakin bertambah usia Arabella panggilan Paman untuk Damian tergantikan ‘Uncle Daddy’. Panggilan itu membuat semua orang gemas pada Arabella termasuk juga Damian yang gemas.“Little girl, kau semakin hari semakin cantik,” puji Damian yang tak henti menghujani Arabella dengan kecupan.“Uncle Daddy juga semakin tampan,” jawab Arabella sambil melingkarkan tangannya di leher Damian.Kimberly tersenyum melihat sikap manis Arabella.“Hi, Kim.” Carol memeluk Kimberly bergantian dengan Fargo yang juga memeluk Kimberly.“Ah, Diego. Tubuhmu semakin tinggi dan
Carol dan Fargo masih belum mengatakan apa pun setelah mendengar keluhan putri sulung mereka. Baik Carol dan Fargo sama-sama melukiskan senyuman di wajah mereka. Mereka tak mengira alasan yang membuat putri mereka kesal adalah Diego—anak Kimberly dan Damian.Carol yang tadinya kesal, kali ini sudah mulai membaik tak lagi kesal. Bagaimana tidak? Alasan putri kecilnya itu sangat lucu. Memang Arabella itu sangat manja pada Diego. Arabella selalu menyukai setiap kali Diego menjemputnya. Jadi tak heran kalau sekarang Diego tak bisa datang menjemput, pasti Arabella akan merajuk seperti anak kecil. Fargo membawa tangannya membelai pipi Arabella. “Jadi kau kesal karena Diego tidak bisa datang menjemputmu, dan juga kesal karena banyak teman-temanmu mengirimkan surat cinta untuk Diego?” ulangnya memastikan.Arabella mengangguk sambil melipat tangan di depan dada. “Iya, Daddy. Aku kesal sekali.”Fargo mengecupi pipi bulat Arabella. “Oke, nanti besok Daddy akan meminta Diego datang ke sini untu
Tiga tahun berlalu … Suara dering ponsel terdengar membuat Carol yang tengah membuat kue langsung mengalihkan pandangannya ke arah ponselnya yang ada di atas meja. Carol mendecakkan lidahnya pelan di kala ada yang mengganggunya. Padahal dirinya sedang sibuk membuat kue.“Nyonya, biar saya yang menyelesaikan membuat kue ini. Anda bisa menjawab telepon Anda. Mungkin saja itu adalah telepon penting,” ucap sang pelayan sopan. Pelayan itu menawarkan diri, karena dia pun tengah membantu Carol membuat kue.Carol mendesah panjang. Padahal sedikit lagi kue yang dibuatnya akan segera selesai, tapi malah ada saja yang mengganggunya. Dengan wajah sedikit kesal, Carol mencuci tangannya hingga bersih—dan mengambil ponselnya di atas meja—tertera nomor sopir putrinya menghubunginya.Carol terdiam sebentar nampak bingung. Tak biasanya sopir Arabella menghubunginya. Tanpa pikir panjang, Carol memutuskan untuk menjawab panggilan telepon tersebut.“Hallo?” jawab Carol kala panggilan terhubung.“Nyonya,
Beberapa bulan berlalu …“Sayang, kenapa kau membelikanku ice cream cokelat? Aku sedang ingin ice cream vanilla.” Carol merajuk kesal pada Fargo yang membawakannya ice cream cokelat. Wanita itu melipat tangan di depan dada tepatnya di atas perut buncitnya. Bibirnya tertekuk seperti anak kecil yang tak dibelikan mainan.Fargo mengembuskan napas kasar. “Tadi kau hanya bilang ingin ice cream saja. Jadi aku memilih cokelat. Kau biasanya juga suka ice cream cokelat.”Fargo nyaris dibuat sakit kepala oleh keinginan Carol. Tadi istrinya itu ingin dirinya sendiri yang membelikan ice cream, setelah dirinya sudah membeli ice cream, tetap malah disalahkan. Padahal Fargo sudah memilih ice cream yang sering disukai istrinya itu.Bibir Carol kian menekuk. “Aku ingin ice cream vanilla. Aku tidak mau ice cream cokelat.”Fargo mengangguk memilih untuk mengalah. “Oke, aku akan membelikan lagi untukmu. Kau tunggu sebentar.” Lalu Fargo hendak pergi, namun Carol memeluk lengan Fargo, seakan tak membiarkan
“Fargo, ayo kita berangkat sekarang, Sayang. Daddy dan Mommy sudah menunggu kita.” Carol berucap seraya menyisir rambutnya. Pagi menyapa Carol sudah tampil cantik dengan midi dress motif bunga kecil-kecil.Fargo mendekat sambil memakai arlojinya. “Iya, Sayang. Tenanglah. Kita tidak akan terlambat. Pamanku dan Kimberly juga masih di jalan, mereka belum sampai di rumah orang tuaku.”Pagi ini, keluarga Carol dan keluarga Fargo berkumpul bersama. Itu kenapa Carol dan Fargo sibuk ingin bersiap-siap. Pun mereka juga tak sabar ingin bertemu Arabella. Sebelumnya memang Arabella cukup lama tinggal di orang tua Carol atau orang tua Fargo. Alasannya karena waktu itu Carol dan Fargo tengah mengurus proses cerai mereka. Baik Carol ataupun Fargo tak ingin sampai Arabella mengerti bahwa mereka memiliki masalah.Carol merapikan kerah baju sang suami. “Ya sudah kita berangkat sekarang. Aku merindukan putri kecil kita, Sayang.”Fargo menganggukan kepalanya, dan memberikan kecupan di bibir sang istri. D
Carol tak menyangka akan keputusannya. Tepatnya di kala sang hakim hendak ingin mengetuk palu, hati Carol mendorong keras dirinya, seakan memberikan perintah untuk menghentikan semua itu. Ya, pada akhirnya ego dan perasaan yang menang adalah perasaan. Fakta membuktikan bahwa cinta Carol lebih kuat dari apa pun.Mungkin banyak orang di luar sana mengatakan bahwa Carol bodoh, karena tetap mencintai pria yang menorehkan luka padanya amat dalam. Namun, wanita itu sama sekali tak peduli akan pendapat orang tentangnya. Karena hati tak pernah bisa untuk berbohong.Saat ini Carol berada dalam pelukan Fargo. Belum ada kata yang Carol ataupun Faro ucap. Hanya pelukan hangat yang seakan menyalurkan rasa cinta mereka yang amat dalam. Setelah persidangan, Fargo membawa Carol pulang. Seluruh keluarga memberikan ruang untuk Carol dan Fargo berdua. Dua insan itu butuh waktu berdua demi mencairkan gunung es yang telah menyelimuti hubungan mereka.“Fargo, di mana putri kita??” Carol memulai percakapan,
Carol menatap cermin yang ada di hadapannya. Raut wajah Carol menunjukan jelas kemuraman dan kesedihan yang menyelimuti. Riasan di wajahnya sangat tipis bahkan nyaris tak terlihat. Mata sedikit sembab akibat tangis sepanjang malam.Tatapan Carol teralih pada cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya. Cincin yang telah menemaninya bertahun-tahun lamanya. Carol menyentuh cincin pernikahannya itu. Matanya sudah berkaca-kaca hendak ingin meneteskan air mata. Namun, Carol segera menyeka air matanya agar tak berlinang.Ya, hari ini adalah hari di mana Carol akan melepas Fargo selamanya. Hati Carol selalu terluka membayangkan akan melepas Fargo. Akan tetapi, Carol menyadari bahwa tindakan yang diambilnya adalah yang paling terbaik. Bagi Carol, selamanya Fargo tak akan pernah bisa untuk berubah. Fargo tak pernah mau belajar dari kesalahan di masa lalu. Meskipun berat, tapi Carol harus tetap bisa merelakan bahwa memang takdir tak menakdirkan dirinya bersama dengan Fargo.Mata indah Ca
Berita tentang perceraian Fargo dan Carol telah terdengar oleh publik. Lagi dan lagi, Fargo menjadi topik pembahasan utama para media. Kasus perselingkuhan Fargo di masa lalu, masih kerap menjadi pembahasan, dan sekarang ditambah kasus percaian Fargo dengan Carol. Beberapa wartawan kerap mewawancarai pihak keluarga Fargo dan keluarga Carol, namun hingga detik ini keluarga Fargo dan Carol memilih untuk bungkam, tak sama sekali menjawab pertanyaan dari para wartawan. Tentu, keluarga Fargo dan Carol memilih untuk tidak bersuara, karena tak ingin memperkeruh suasana. Tidak ada yang bisa membujuk Carol. Bahkan kemarin, Cadey dan Kimberly sempat berbicara dengan Carol, membahas tentang masalah Carol dan Fargo, namun sayangnya tak berhasil. Carol meminta Cadey, Kimberly, bahkan semua pihak keluarga untuk tak ikut campur dalam keputusan yang telah dia buat.Menjelang sidang perceraian, Carol menitipkan Arabella pada orang tuanya saja. Pun orang tua Fargo juga turut menjaga Arabella bergan