Seperti pagi-pagi yang lain, Remy selalu bangun pagi karena sudah menjadi kebiasaannya. Namun, kali ini ada yang berbeda. Kalau biasanya Remy sudah mengenakan pakaian rapi siap berangkat ke kantor tetapi tidak dengan kali ini. Pagi ini dia memang bangun pagi, bahkan keramas lagi karena menjelang dini hari tadi Remy kembali menggila dengan menggeluti tubuh Nesia. Padahal Remy sadar sepenuhnya bahwa Nesia dalam keadaan yang masih sangat lelah sejak kemarin sore itu.Ketika waktu sarapan tiba, Remy turun ke bawah dengan pakaian yang sedikit santai. Mengenakan celana bahan kain sebatas lutut berwarna khaki yang dipermanis dengan kaos berkerah warna biru gelap yang membuat penampilan Remy jauh lebih muda dari penampilan yang biasa dia lakukan, terlihat terlalu resmi dan kaku.Namun, yang membuat auranya jauh lebih muda adalah ketika senyum lembut terus terlihat di bibirnya, membuat Lukas langsung berprasangka bahwa ada perubahan y,ang signifikan dalam hati Remy. Dan apakah itu? Apakah kare
Ketika Remy tiba di kamarnya, dia sudah tidak mendapati Nesia di atas ranjangnya. Bahkan, selimut yang tadi dia gunakan untuk menutup tubuh Nesia sudah terlipat rapi. Sejenak, pikiran Remy panik karena entah mengapa tiba-tiba dia khawatir Nesia akan pergi. Namun suara gemericik air shower di kamar mandi membuat kepanikan Remy hilang dan berganti dengan senyum manis.Hatinya menghangat ketika menyadari bahwa ada orang lain yang dengannya Remy rela berbagi kamar, berbagi kamar mandi dan juga berbagi ranjang. Padahal ketika bersama Rosa maupun Dona, Remy tak pernah mengizinkan mereka memasuki kamar pribadinya. Ketika perempuan-perempuan itu menginap, Remy mengharuskan mereka untuk tidur di kamar tamu yang jumlahnya memang tidak hanya satu.Tapi dengan Nesia? Remy dengan suka rela berbagi kamar. Dan mungkin saja dia akan memboyong perempuan ini untuk terus tinggal di kamarnya, menghangatkan malamnya dengan pergumulan panas di atasnya. Meramaikan keheningan kamarnya dengan lenguhan dan jer
Lukas duduk di ruangannya dengan sedikit gelisah. Kalimat-kalimat provokasi yang diucapkan Remy tadi pagi sedikit mengganggu pikirannya. Lukas tak habis pikir, bagaimana bisa Nesia terhanyut oleh lelaki yang selalu adu mulut dengannya itu? Meskipun memang beberapa waktu belakangan ini komunikasi mereka mulai berjalan dengan baik. Tetapi ini terlalu cepat untuk sebuah proses jatuh cinta, bukan?Lukas menyudahi pekerjaan yang biasanya menyenangkan tetapi kini membosankan itu. Lelaki itu berdiri dan melangkah ke arah jendela. Berdiri termangu menatap langit di atas kota yang siang ini mendung.‘Sekian lama tak pernah merasakan perasaan suka terhadap lawan jenis, ternyata aku harus merasakan perih yang sama karena menyukai perempuan yang tak bisa aku miliki sepenuhnya,’ batin Lukas dalam diam.Ya, setelah berpikir panjang lebar, akhirnya Lukas menemukan kesimpulannya sendiri bahwa ternyata dia benar-benar menyukai Nesia. Menyukai dalam artian yang sesungguhnya. Menyukai wajahnya yang muda
Nesia menatap Jeremy dengan serius, seolah meragukan permintaan lelaki tampan di depannya itu. Remy balik menatapnya kemudian mengangguk.“Tentu saja aku mau. Bukankah kita sepakat untuk memulai semuanya dari awal? Dari berteman dan saling mengenal?” tanya Remy.Nesia bersungut-sungut.“Sepertinya saya belum setuju, Tuan.” Nesia sengaja memanggil Remy dengan sebutan tuan untuk mengejek lelaki itu.“Hei? Mana boleh seperti itu? Kita bahkan sudah melewati ambang pernikahan kita dengan sukses semalam, kan? Dan kurasa, kita akan melaluinya dengan lebih menggairahkan di malam-malam selanjutnya,” ejek Remy membuat Nesia melebarkan mata menatap Remy.“Ap … apa? Malam-malam selanjutnya?” Nesia terbengong.“Tentu saja. Mengapa tidak? Kita adalah suami istri yang sah di mata hukum. Jadi tidak ada alasan untuk tidak melakukannya, kan?”“Tapi, Remy … pernikahan kita ….” Nesia tak bisa melanjutkan kalimatnya karena Remy terlanjur bangun dengan sigap kemudian meraup bibir Nesia dengan tak kalah ges
“Kamu yakin kita akan menemui Nona Rosa?” tanya Nesia begitu dia selesai mandi.Wajah Nesia sedikit segar setelah mandi dan keramas lagi karena Remy kembali membuat tubuhnya begitu lengket dengan keringat pergumulan mereka hari ini. Nesia duduk dan mengeringkan rambutnya menggunakan pengering rambut di depanRemy yang sudah ready lebih dulu mendekati perempuan itu. Meminta pengering rambut yang dipegang Nesia, kemudian menggantikan tugas tangan Nesia mengeringkan rambut Nesia yang hitam legam dan selalu wangi segar. Awalnya Nesia menolak apa yang Remy lakukan, akan tetapi lelaki itu selalu tak bisa menerima penolakan sekecil apapun.“Apa yang kamu lakukan? Aku … aku bisa melakukannya sendiri,” tolak Nesia dengan gugup, tak mengira si lelaki bermulut pedas akan bisa semanis ini memperlakukannya.Mendengar pertanyaan Nesia itu, Remy hanya tersenyum lembut tetapi tidak menghentikan kegiatannya mengeringkan rambut Nesia.“Aku tahu sejak kemarin kamu sudah beberapa kali mandi keramas. Dan
Berhenti di depan sebuah ruko yang cukup besar dan elegan, Remy mematikan mesin mobilnya. Dia lantas menoleh, menatap Nesia yang risau. Tangan Remy terulur untuk menggenggam tangan Nesia, memberi keberanian pada perempuan yang entah mengapa membuatnya senyaman itu.“Kamu bimbang?” tanya Remy menatap Nesia yang gelisah.Nesia menatapnya. “Tapi tak ada pilihan untuk mundur, kan?” tanya Nesia gentar.Remy tersenyum karena jelas ini bukan Nesia.“Hei, mengapa harus mundur? Kamu itu Nesia yavhuyng galak dan berani. Kamu tahu, kan, seberapa berani dirimu? Bahkan ketika kamu melawanku, kamu melakukannya dengan penuh percaya diri. Lalu mengapa harus gentar hanya karena bertemu dengan Rosa?” Remy menatap Nesia dengan intens, memberinya sebuah tekad dan keberanian.“Seharusnya kamu tidak bertanya karena kamu tahu alasannya.” Nesia menjawab datar.Lagi-lagi Remy tersenyum. “Karena kamu merasa kalah dari dia?”Ragu, Nesia mengangguk, lesu.“Untuk itulah aku membawamu ke sini. Agar kamu bisa belaj
Tak menghiraukan panggilan Rosa, Remy terus saja menggelandang Nesia dengan genggaman tangan yang sangat protektif, seolah menguatkan Nesia agar tidak menjadi rendah diri karena kalimat-kalimat Rosa. Dengan sigap, Remy membawa Nesia masuk ke dalam mobil sebelum dia mengitari mobil dan menyusul masuk.Saat hendak menghidupkan mesin, Remy melihat Rosa yang bergegas berlari ke arahnya, sambil memanggil-manggil nama Remy. Melihat hal itu, Remy yang sudah geram mengabaikannya. Namun Remy tak bisa pergi begitu saja karena Rosa menghalangi mobilnya dan bahkan mengetuk-ngetuk pintu mobilnya.“Mungkin ada sesuatu yang akan disampaikannya, Remy?” ujar Nesia sambil memegang lengan Remy lembut.Remy yang awalnya hendak melajukan mobilnya, tak peduli dengan apapun yang Rosa lakukan, mendadak luluh dengan sikap Nesia yang mendadak lembut. Padahal bisa saja Nesia menjadi dirinya sendiri yang ketus dan berani mengkonfrontasi.Remy berdecak dan terpaksa membuka kaca pintu mobilnya kemudian menatap Ros
Pagi masih cukup buta saat Nesia terbangun dari tidur lelapnya. Kehangatan yang sejak semalam dirasakannya sedikit membuai, sehingga Nesia merasa sangat nyaman. Hembusan napas yang menerpa tengkuknya membuat Nesia sadar bahwa dia kini berada di kamar Remy.Ya, tentu saja dia sekarang memang selalu tidur di kamar Remy karena lelaki itu tak mengizinkannya tidur terpisah lagi. Entah apa yang Remy pikirkan. Semenjak penyatuan mereka sebagai suami istri yang sebenarnya, Remy mulai sedikit posesif terhadap Nesia, terlebih dari Lukas. Remy merasa cemburu dengan pertemanan antara Nesia dengan Lukas, meski siapapun tahu bahwa Remy jauh lebih elok dari pada Lukas.Tak ingin kehilangan momen paginya dari pelukan Remy, Nesia nekat memeluk pinggang lelakinya itu, meskipun jelas tak cukup mewakili sebuah kehangatan karena Remy jauh lebih besar dan tegap dibanding dirinya.“Hmm,” lenguh Remy masih dengan mata terpejam. Namun begitu, samar-samar dia merasakan bahwa ada sebuah lengan kecil yang memelu
Wajah Remy dan Nesia seketika bersemu merah ketika mereka melihat siapa yang sudah membuka pintu dan menampakkan wajahnya. Tak lain dan tak bukan adalah dokter Ilham bersama seorang suster yang menjadi asisten dokter Ilham pagi ini. Apalagi ketika mereka melihat bahwa dokter dan suster itu tersenyum karena memergoki ulah Remy. “Ehem!” Remy berdehem menghadap ke arah dokter Ilham untuk menetralkan suasana yang mendadak canggung. Tak sedikit pun Remy merasa ingin memperbaiki keadaan. Dia bahkan tak menjauh dari Nesia. “Sebaiknya kamu mulai belajar menahan diri terhadap keinginan apapun pada istrimu, Remy. Kehamilannya masih sangat muda. Aku khawatir akan membahayakan kondisi janinnya.” Dokter Ilham memberikan nasehat seolah mengerti apa yang Remy rasakan. “Berapa lama, Dok?” tanya Remy yang tahu kemana arah pembicaraan dokter Ilham. Pertanyaan sigap yang diajukan Remy membuat dokter Ilham tertawa kecil. Sambil memeriksa tekanan darah Nesia, dokter Ilham tersenyum. Suster yang berada d
Suasana di sebuah ruang rawat di klinik ini terasa begitu heboh dan penuh kegugupan serta kekhawatiran yang berlebihan. Remy terlihat begitu sibuk mengemas semua barang yang kemarin terbawa ke klinik ini meskipun barang itu tak begitu diperlukan karena fasilitas di klinik sudah sangat memadai. Setelah semua barang terkemas rapi, terlihat Remy yang tersenyum lega seolah baru saja menyelesaikan sebuah proyek besar dan bernilai milyaran.Nesia yang sudah siap pulang, kini duduk di sisi ranjang rumah sakit, mengawasi Remy yang sibuk sendirian. Namun, kali ini Nesia memilih diam tanpa banyak tanya karena sejauh ini dia masih belum yakin dengan sikap penerimaan yang dilakukan Remy atas kehadiran bayi di dalam perutnya itu.Awalnya, Nesia mengira bahwa Remy akan marah besar dan menceraikan dirinya kemudian mengusirnya dari rumah itu. Dan untuk semua praduga buruk itu, Nesia bahkan sudah menyiapkan banyak rencana jika memang dia harus terusir dari rumah Remy karena kehamilannya.Tapi siapa sa
Mendengar pertanyaan Lukas, Edo sedikit gelagapan. Namun bukan Edo namanya kalau dia tak bisa mengelak dari cercaan Lukas. “Hei, apakah aku mengatakan bahwa kehidupan seks Remy tidak normal?” tanya Edo merasa tak bersalah. Lukas yang sudah hafal dengan kelakuan Edo hanya tersenyum masam. “Tak perlu berpura-pura lupa dengan ucapanmu sendiri Edo. Jelas-jelas kamu mengatakan bahwa kehidupan seks Remy sekarang berjalan normal. Bukankah itu artinya dia tidak normal sebelumnya?” Edo tergelak. “Aku hanya menduga, Luke. Bagaimana mungkin Remy mengumbar kehidupan seksnya pada orang lain? Sudahlah, habiskan kopimu dan pulanglah. Rumahku tak cukup cocok dengan bujang sepertimu!” ujar Edo kemudian berdiri, mengambil jas kerjanya yang ada di sampiran kursi makan dan mengenakannya dengan santai. “Aku tak mau pulang hanya untuk melihat mereka kasmaran,” jawab Lukas dengan santai, mengabaikan pengusiran yang diucapkan Edo dengan terus terang tadi. Edo tersenyum miris melihat Lukas yang kelihatan s
Sudah dua hari ini Lukas menginap di rumah Edo. Selain sebagai sesama pegawai di perusahaan yang ditangani Remy dengan tangan dinginnya, Lukas, Remy dan Edo adalah juga teman dekat. Nyaris tak ada rahasia di antara mereka, kecuali Remy yang memang sangat tertutup terutama soal perempuan.Remy sangat berbanding terbalik dengan Edo. Kalau Remy memilih tertutup mengenai perempuan, termasuk hubungannya dengan Nesia yang tak mudah ditebak, maka Edo memilih jalan vulgar untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lelaki tampan dan mapan.“Kamu tak kerja lagi pagi ini, Luke?” tanya Edo ketika pagi ini dia masih melihat Lukas yang malas-malasan menikmati secangkir kopi yang dibuatnya sendiri tadi. Tentu saja Lukas harus membuatnya sendiri karena Edo seorang lajang yang tak memiliki seorang pembantu.Lukas hanya tersenyum kecil dan hambar, membuat Edo semakin penasaran dengan kelakuan Lukas yang tiba-tiba saja minggat ke rumahnya itu.“Memangnya kamu tak takut Remy akan menendangmu dari pekerjaan
Pemeriksaan pagi oleh Dokter Ilham sudah selesai. Seorang suster mengambil sampel urine Nesia dan hanya dalam beberapa menit saja sudah bisa dipastikan bahwa Nesia memang hamil. Setelah Dokter Ilham dan suster keluar, semua terdiam. Bu Maryam, Nesia, dan juga Remy. Tak ingin ikut larut dalam suasana canggung, Bu Maryam mengambil inisiatif untuk pulang dengan alasan sudah ada Remy sekalian membawa pulang tas yang semalam dibawa Remy.Remy yang gamang, tak tahu harus bagaimana, hanya mengangguk sehingga Bu Maryam kemudian segera keluar. Meski dalam hati was-was dengan apa yang akan terjadi pada Nesia ketika Remy tahu akhirnya Nesia hamil, tetapi dalam hati Bu Mar bersyukur bahwa akhirnya Nesia hamil. Pembantu itu hanya bisa berharap bahwa keberadaan anak mereka akan membuat pernikahan ini berjalan sebagaimana seharusnya.Bu Mar sudah menutup pintu, dan Nesia hanya menatap selimut yang menutupi tubuhnya. Keduanya masih sama-sama terdiam, tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Bahkan,
Pagi menunjukkan pukul enam ketika Nesia menggeliat dan membuka matanya. Namun, ada yang membuatnya tak nyaman di bagian tangan. Nesia lalu melihat tangannya dan terkejut mendapati jarum infus terpasang di sana. Dia mencari-cari ke sekeliling untuk mencari tahu apa yang terjadi ketika matanya melihat Remy yang duduk dengan mata terpejam di sisi ranjangnya. Bu Maryam tak terlihat di ruangan itu karena beberapa saat tadi dia pamit untuk mencari kopi di kantin bawah.Nesia mengerutkan keningnya. “Remy?” Tanpa bisa dicegah, Nesia menyebut nama lelaki itu.Merasa ada yang memanggilnya meskipun pelan, Remy segera membuka matanya dan mendapati Nesia sudah terbangun.“Hei, Nes? Kamu sudah bangun?” tanya Remy yang bergegas mendekat pada Nesia, menyambut uluran tangan perempuan itu, dan menciumnya dengan lembut. Entahlah, dia lupa dengan kalimatnya bahwa dia tidak mencintai Nesia, bahwa dia hanya butuh perempuan itu tetap sehat agar bisa bercinta kapanpun dia mau. Tapi nyatanya? Nyawa Remy sepe
“Kalau Bu Maryam mengantuk, Bu Maryam bisa tidur di kasur itu. Biar saya yang berjaga.” Lukas yang menunggui Nesia di ruang rawat inap bersama Bu Mar menyuruh wanita itu tertidur. Lukas tahu kalau Bu Mar pasti lelah.“Lalu Tuan bagaimana?” Bu Mar menatap lesu lelaki itu. Memang dibandingkan dengan Remy, Lukas jauh lebih manusiawi dan lunak serta ramah. Meskipun sekarang Bu Mar mengakui bahwa Remy jauh lebih lunak dan manusiawi.“Saya bisa tidur di sofa.”Bu Maryam mengangguk kemudian menuju ke sebuah kasur kecil yang memang disediakan bagi keluarga pasien yang menjaga. Sebelum dia merebahkan diri, Bu Mar berpesan, “Nanti kalau Nyonya bangun, Tuan Lukas bangunkan saya saja.”Lukas mengangguk. Lelaki itu memilih duduk di sofa, menyelonjorkan kakinya yang panjang ke atas meja yang ada di depannya. Matanya menatap Nesia yang tertidur lelap di atas ranjang rumah sakit. Selang infus terlihat terpasang di tangan kanannya.Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, tetapi Lukas tak juga bis
Di kamar hotel tempat Remy menginap, laki-laki itu geram bukan kepalang melihat keberadaan Dona di rumahnya. Rasa rindunya pada Nesia yang beberapa saat tadi sempat terobati, kini menguap begitu saja dan berganti dengan rasa marah dan kesal karena ternyata Dona datang ke rumahnya pada saat dia tidak ada di rumah.“Hallo, Remy? Apa kabar, Sayang?” Sapaan Dona benar-benar membuat Remy ingin muntah mendengarnya.Remy tersenyum sinis. “Mengapa kamu ada di rumahku?” tanya Remy dengan sadis dan tegas.“Hei? Mengapa kamu bertanya seperti itu? Bukankah aku sudah biasa datang dan bahkan menginap di sini?” Dona balik bertanya dengan suara keras seolah menegaskan dan memberitahu pada Nesia yang ada di ruangan itu mengenai bagaimana dia dulu begitu bebas ke sini.“Sial!” Entah mengapa Remy menyesali jawaban Dona yang pasti terdengar oleh Nesia.“Apa kamu tidak memberitahu istri kontrakmu ini bahwa aku dulu sering menginap di sini? Atau jangan-jangan kamu menyembunyikan hubungan kita dulu, seperti
Mengabaikan panggilan Remy, Lukas bergegas ke lantai atas. Di ruangan luas yang ada di depan kamar Remy, Lukas bertemu dengan Bu Maryam yang membawa nampan berisi minuman. Lukas mengerutkan keningnya kemudian mendekati Bu Maryam.“Minuman untuk siapa, Bu Mar?”“Untuk Nyonya Nesia, Tuan Lukas.”“Memangnya mengapa harus diantar ke kamarnya?”Bu Mar berhenti menghadap Lukas. Matanya celingukan seolah waspada akan ada orang lain yang melihat keberadaan mereka berdua. Lukas heran sekaligus curiga dengan gerak gerik Bu Mar.“Ada apa, Bu Mar? Apakah ada sesuatu yang gawat?”“Sssttt … Nyonya Nesia sedang tidak enak badan, Tuan. Tadi siang muntah-muntah, makanya saya suruh istirahat. Ini saya buatkan minuman agar nyonya sedikit lega.”“Astaga, Bu Mar? Mengapa tidak menghubungi saya kalau Nesia sakit? Kalau terjadi apa-apa kita yang akan kena salah sama Tuan Remy,” jawab Lukas dengan panik dan bergegas menuju ke pintu kamar Remy yang sekarang juga menjadi kamar Nesia.Bu Mar berjalan mengikuti