Share

96. Babak Baru

Author: Bintu Ikhwani
last update Last Updated: 2022-08-03 18:34:43
“Pram berangkat, Yah.”

Tuan Aji mengangguk.

Pramono memandang wanita yang berdiri di belakang sang ayah, dan menyadari hangat menyelusup ke sudut hatinya.

“Aku berangkat. Tolong jaga ayah untukku.”

Ratna mengangguk. Sedikit kecewa karena bahkan laki-laki itu belum bisa memanggil namanya dengan nyaman. “Hati-hati di jalan, jaga diri.”

“Tentu.”

“Kau yakin tak ingin mengajak dia?” tanya Tuan Aji, membuat wanita di belakangnya seketika memandang Pramono penuh harap.

Pram tercenung sesaat lalu menatap wanita yang menggigit bibir itu lagi. Dan dia sadar, belum siap untuk itu. “Tidak, Yah. Pram usahakan pulang secepatnya.”

Tentu saja, Ratna harus kecewa sekali lagi jika berharap Pramono akan berubah pikiran setelah apa yang mereka lalui beberapa jam yang lalu. Di depan sang ayah, meski sorot mata itu tak setajam sebelumnya, Pramono masih enggan tersenyum seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.

Ratna menunduk saat menyadari usahanya seperti belum menghasilkan apa-apa kecu
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   97 & 98. (Bukan) Kebetulan yang Manis

    “Tinggallah di sini untuk sementara waktu,” ucap Edwin saat mobil yang dia kemudikan berhenti di depan sebuah rumah. “Rumah ini milik ibuku. Masih terawat walau sedikit tua. Kau boleh pergi setelah menemukan tempat tinggal baru.” Nadya belum menanggapi. Pandangannya masih memindai rumah bergaya lama yang masih tampak begitu kokoh dan terawat. Di halamannya yang cukup luas, Nadya melihat beberapa tanaman hias tumbuh cantik dan dia yakin, melihat bagaimana seorang Edwin, tanaman itu memiliki ahlinya sendiri. Wanita itu kemudian berpaling saat mengingat percakapan terakhir mereka di telepon waktu itu. Tentang pengakuan Edwin mengenai perasaannya. “Edwin ...” Belum sampai Nadya melanjutkan, Edwin memotong. “Tak perlu merasa berhutang budi. Aku paham posisimu. Ini hanya ... Ayolah, kamu pasti tahu terlalu bahaya bagi perempuan di kota besar sendirian.” Nadya menunduk. Edwin benar. Masih segar dalam ingatan Nadya bagaimana sopir taksi yang dia sewa sempat akan mencelakai Nadya di jalan

    Last Updated : 2022-08-05
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   99. Dipenjara Sepi

    Malam tiba. Sunyi kembali memenjarakan Pramono pada kerinduan tak berujung. Ada panas di hati setiap kali ingatan tentang wanita itu muncul di benak. Begitu panas sampai rasanya api itu sanggup membakar segalanya, bahkan dirinya sendiri. Pramono menyambar rokok di meja. Mengambil sebatang dan menyulutnya. Lalu bayangan Nadya yang mengomel melihatnya merokok memenuhi pandangan. Pramono menarik sebelah bibir untuk menertawakan kepayahan dirinya. Adakalanya benda itu menjadi pilihan terbaik untuk menemaninya saat sepi. Setelah itu dia akan terjaga sepanjang malam sampai kantuk menyerang. Dan terlelap di mana pun dia menjatuhkan diri. Lalu kembali terbangun saat Tasya terjaga dan memanggil-manggilnya. Sesekali bocah itu menangis histeris tanpa jelas apa yang diminta, dan kembali tertidur setelah digendong cukup lama. Pramono meraup wajah lelah. ‘Haruskah Tasya yang menanggung semua ini?’ Dia bertanya-tanya seiring sudut mata yang mulai menggenang akibat nyeri yang kembali menyiksa relun

    Last Updated : 2022-08-06
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   100. Kebetulankah?

    Seperti bocah yang baru dilepas sang ibu, Nadya tak berhenti mengedar pandang melihat hal-hal baru di sekelilingnya. Pejalan kaki, pepohonan, pedagang keliling, angkot yang cukup sering melintas.Hal paling menarik dari kota Bandung bagi Nadya adalah orang-orangnya yang ramah. Bahasanya yang lembut dan santun yang bahkan bisa dia dengar dari pemuda yang identik dengan hal-hal gaul. Nadya mengulum senyum.Sementara seperti baru mendapat mainan baru, Edwin justru sibuk memperhatikan wanita di sampingnya. Ada kepuasan ketika ekspresi di wajah itu tampak tersenyum entah oleh apa yang dilihatnya di luar sana.Sulit bagi Edwin untuk berhenti memperhatikan setiap gerak gerik wanita itu. Dia bahkan sampai harus memperlambat laju mobil demi mengulur waktu bersamanya.Ya. Edwin mengakui, dia telah jatuh cinta. Cinta tak pada tempatnya.Edwin kemudian berpaling karena dia nyaris tertangkap basah telah diam-diam mencuri pandang.“Apa kau baru pertama kali ke Bandung?” tanya Edwin saat dia dengan

    Last Updated : 2022-08-07
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   101. Annisa?

    “Selamat datang,” sapa seorang wanita. “Selamat pagi, Kak. Ada yang bisa kami bantu?” Nadya menoleh pada seseorang yang bertanya di belakangnya. Lalu tersenyum ketika menyadari dia adalah pegawai toko itu. “Oh. Pagi. Saya datang atas undangan Ibu Hana.” “Oh, Ibu Hana sedang izin tidak masuk hari ini, Kak.” “Ya. Dan saya diarahkan untuk menemui ibu Annisa.” “Baik. Ibu Annisa ada. Mari saya antar.” Perempuan yang Nadya perkirakan usianya sekitar dua puluh lima itu melangkah mendahuluinya melewati lorong bernuansa coklat. Nadya sempat menoleh kembali untuk memastikan judul buku yang dilihatnya sebelum pandangannya terhalang dinding. Diam-diam dia berniat memastikan sendiri siapa penulis buku itu, sekeluarnya dari sana. Langkah Nadya kemudian berhenti saat wanita yang menuntunnya berhenti di depan pintu. Di sana tertera nama “Annisa El Lathifa” di bawah kalimat, “Direktur Pelaksana NAF Publisher”. ‘Kebetulan sekali,’ desis Nadya dalam hati. Nadya merasa, nama itu mirip milik seseor

    Last Updated : 2022-08-08
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   102. Lari dari Kenyataan

    “Kau sudah mau pergi?” tanya Ali saat melihat Annisa membereskan kamar dan mengemasi barang-barangnya. “Ya,” jawab Annisa tanpa menoleh. Tangannya sibuk mengeluarkan tas dari kamar, dan bersikap seolah tak peduli pada tawaran Ali. “Mau kuantar?” tanya laki-laki itu lagi. Dia tak benar-benar ingin mengantar kecuali melihat bagaimana wajah sembab Annisa yang sedikit pucat. Sejak menerima telepon di kamarnya dia bahkan belum memakan apa pun. Ali tak menampik dia mengkhawatirkan Annisa. Alih-alih menjawab, Annisa justru memandang wanita yang masih duduk di meja makan dengan kopi di tangannya, seakan berita yang baru saja dia dengar bukan sesuatu yang serius. Ada kejengkelan yang menggumpal di hatinya untuk wanita itu. Sayangnya, jangankan mengumpat, memulai untuk bicara pun dia tak punya nyali. Annisa yang sempat terpaku di depan pintu, lalu melangkah keluar kamar dan menutup pintu. Tubuhnya membungkuk meraih tas dari lantai dan menggendongnya. “Tidak perlu. Aku sudah pesan taksi.” Ga

    Last Updated : 2022-08-10
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   103. Tak Bisa Memilih

    Seperti menunaikan apa yang pernah menjadi impiannya, Ali begitu cekatan menuruti kemauan Nadya. Begitu pun ketika Nadya meminta menginap di tempat itu.Tak butuh waktu lama untuk keduanya sampai di sana. Sebuah penginapan seukuran kamar dengan dinding kayu berpernis yang dibangun di antara pohon pinus. Di dalamnya dobel bed berada tepat di tepi jendela kaca besar yang memenuhi hampir seluruh dinding. Kamar mandi air hangat dan dapur. Suatu tempat yang lebih tepat untuk pasangan bulan madu.Tentu, bulan madu, sebutan untuk mereka yang menikmati hari-hari indah setelah pernikahan.Lalu apa sebutan untuk mereka berdua? Pasangan yang berbahagia setelah menghancurkan hati orang lain?Nadya menjatuhkan diri di ranjang. Berharap dengan begitu luruh pula beban hati. Sayangnya bayangan pucat wajah Tasya dan tangisannya yang menyayat terngiang-ngiang jelas di kepala. Nadya memejamkan mata demi mengusir bayangan itu.Gusar, wanita itu bangkit. Menyambar handuk sebelum akhirnya melangkah ke kama

    Last Updated : 2022-08-11
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   104. Nadya?

    “Kenapa malah melamun?” Pertanyaan Edwin seketika menarik kembali kesadaran wanita yang tercenung di depannya. Dia menoleh pada laki-laki itu. Hanya sekejap, karena setelahnya dia kembali memandang ke arah jalan. “Hanya memikirkan sesuatu,” jawab Nadya. “Seseorang yang kau bilang di rumah?” Nadya kembali menoleh dan memindai lelaki yang juga tengah memandangnya lekat. Edwin yang semula berdiri dengan kedua tangan bertumpu di meja, lalu menarik kursi di dekatnya dan duduk. Tak ada jawaban. Nadya memilih mengabaikannya. Hal paling menakutkan bagi wanita manja sepertinya adalah tergoda untuk menerima kebaikan. Dan, ayolah siapa yang tak akan tertarik pada laki-laki seperti dia, jika terus-terusan diperhatikan begitu? “Benar rupanya.” Edwin menebak yakin. Nadya menarik napas dalam. “Kau bilang bukan pengangguran, kenapa di sini?” tanyanya mengalihkan pembicaraan. Tangannya mengaduk isi gelas di depannya. Lalu kembali mengangkat wajah saat terdengar langkah kaki mendekat dengan beber

    Last Updated : 2022-08-12
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   105. Pertanyaan

    “Mbak Nisa ...” Meski setengah berbisik, panggilan dari seberang meja membuat Annisa mengangkat wajah dari layar komputer. Di depannya Hana sudah memandang dengan wajah penuh tanya. “Dia kenapa, sih?” tanya wanita itu. Pandangan Annisa beralih ke arah pintu. Dia menghela napas jengah lalu menggeleng di antara senyuman, isyarat dia tak punya wewenang untuk menceritakan apa pun masalah sang bos kepada orang lain, walau sangat ingin. Hana bangkit setelah sebuah helaan napas pasrah. Dia lupa, bertanya pada Annisa tak akan membuatnya mendapat jawaban. Gadis itu terlalu baik untuk bisa menggunjing orang lain. Namun, dia mulai mencurigai sesuatu, dan akan mencari tahunya sendiri setelah ini. Wanita itu hampir melangkah sebelum kembali menoleh pada direktur barunya. “Oya, siapa nama istri Pak Pram?” Dahi Annisa berkerut. Dia memandang Hana dengan tatapan ragu sebelum menunduk memandangi kedua tangannya yang saling menggenggam di meja. Nadya. Dia perempuan cantik yang beruntung memiliki

    Last Updated : 2022-08-31

Latest chapter

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   136. Last Part Season 2

    Usai makan malam, dan menidurkan Tasya di kamarnya, Nadya termenung di ujung ruang tamu. Remote di pangkuan. Televisi menyala di ujung ruangan. Namun, pikirannya melayang entah kemana. Ada hal yang membuat dia enggan dengan mudah menerima kebaikan Pramono. Salah satunya, dosa yang dia perbuat. Nadya malu. Dia merasa tak tahu diri jika menerima kebaikan Pramono begitu saja, sementara tangannya telah begitu jahat mencabik hati laki-laki baik itu. Hal yang juga sekali lagi akhirnya Nadya sesali, adanya lebam biru di pipi Tasya yang ternyata akibat ulah Ratna, wanita yang selama ini menampakkan wajah lembutnya di hadapan Pramono, yang seolah sanggup menggantikan kedudukan istri mana pun. Nadya menunduk. ‘Ini semua salahku. Andai aku tak menanggapi Ali. Andai aku tak menyerahkan kehormatanku begitu saja ... mungkin ini semua tak akan terjadi. Dan jika ada yang pantas dihukum, maka itu adalah aku,’ bisik Nadya dalam hati. Dia menangis dalam diam. “Apa yang kau pikirkan?” Dari arah dapur,

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   135. Mengubah Niat

    “Mas baik-baik saja?” tanya Annisa pada Pramono tepat ketika membuka pintu kamar rawatnya. Setelah sempat melirik sebentar, alih-alih menanggapi, laki-laki itu justru berpaling dari gadis yang mendekat ke arahnya. “Jadi Nadya bersamanya, sekarang?” tanya Pramono tak terkejut. Annisa mengedikkan bahu, seolah ada jawaban, ‘Begitulah’ pada gerakan itu. “Hanya untuk minta maaf. Tak ada yang lain,” jawabnya datar. Sontak laki-laki di bed menoleh. Dahinya berkerut begitu saja. “Minta maaf? Untuk?” “Mbak Nadya merasa apa yang menimpa Ali—kalian adalah salahnya.” Laki-laki itu menatap skeptis, lalu terkekeh pada detik berikutnya. Ekspresi wajahnya berubah begitu getir. “Korban sesungguhnya bukan dia,” ucapnya di antara geraham beradu. “Bukan dia yang seharusnya mendapatkan permintaan maaf itu, kau tahu bukan?” “Mas, Nisa pikir bukan itu maksud Mbak Nadya.” “Lalu apa?” Annisa menelan ludah sebelum mulai bicara, “Dia hanya merasa Ali tak perlu mendapat pukulan itu.” Kerutan di dahi Pra

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   134. Semakin Keruh

    Berniat pulang lebih awal, pukul tiga sore Pramono keluar dari ruangannya. Melewati meja Hana, berbelok kiri, dia melangkah menuju ruang editor untuk menemui Nadya dan bermaksud mengajaknya pulang bersama. Namun, Pramono harus kecewa karena wanita itu tidak ada di mejanya. Laki-laki itu berbalik. “Kau tahu di mana Nadya, Hana?” Sontak Hana mendongak. Pandangannya sempat melirik ke ruangan sebelah di mana Nadya biasanya berada, sebelum kembali pada sang bos yang berdiri dengan tatapan dingin, menunggu jawaban. “Tidak, Pak. Saya kira tadi sudah izin sama Bapak.” Pramono memicing. Artinya dia pergi? “Sejak kapan?” “Mungkin satu jam yang lalu.” Laki-laki itu meninggalkan meja Hana dan keluar dari ruang editor dengan langkah panjang. Satu tangannya menyelip ke dalam saku kanan celana, lalu keluar dengan ponsel dalam genggaman dan mulai menggulirkan ibu jari. “Kau di mana?” tanyanya pada seseorang di ujung sana setelah nada sambung terputus. “Aku di rumah.” “Rumah yang mana?” “Yang

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   133. Persaingan Dua Lelaki

    “Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?” tanya Pramono berusaha menutupi kemarahannya. Laki-laki di hadapannya berdeham pelan. Detik berikutnya punggung dan menatap dingin ke arah Pramono. “Aku ingin mengatakan, mari kita bersaing secara sehat,” jawabnya tenang. “Aku tahu, meski Anda begitu marah, jauh dalam lubuk hati Anda, Anda masih sangat mengharapkan Nadya—demi putri kalian. Dan mungkin, masih ada sedikit cinta untuk dia di dalam sana. Benar? Kupastikan, aku akan mencintainya dengan baik. Jika Anda tidak yakin bisa memaafkannya dengan ikhlas, sebaiknya menyerah lah dari sekarang.” ‘Astaga ...’ Pramono meraup wajah lelah. Gigi geraham bergemeletuk. Menoleh ke kanan, diraihnya ponsel yang tergeletak di meja. Ibu jarinya bergulir menelusuri daftar kontak. Pada nama Annisa dia berhenti dan menekan tombol call. “Ya, Mas?” sapa Annisa tepat setelah bunyi dengung di telinganya terputus. “Sa, aku bisa minta tolong?” “Ya. Minta tolong apa?” *** Sepulang dari kantor Pramono, Edwin

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   132. Kedatangan Edwin

    Beberapa menit yang lalu. “Nah, begini kan cantik.” Shofwa mengulum senyum. “Coba Teteh lihat. Cantik, ‘kan?” tanya Shofwa pada wanita di sampingnya. Dipandanginya wajah itu dari pantulan kaca di depan mereka. Tak menyahut, Nadya memandang seraut wajah di cermin. Dia hampir tak mengenali dirinya sendiri yang kini dibalut jilbab panjang. Tak ada yang terlihat lagi melainkan wajah bersih dengan mata coklat dalam dan bibir yang dipulas dengan warna lembut, khas dirinya. Gadis di samping Nadya mengulum senyum. Kedua matanya menyipit. Menampakkan ekspresi kebahagiaan yang tak dibuat-buat. “Bahkan ... masih secantik itu setelah Teteh pakai jilbab. Maha Kuasa Allah menciptakan wanita dengan kecantikannya yang sempurna.” ‘Cantik?’ Nadya menatap ragu pada dirinya sebelum menunduk. ‘Apakah itu anugerah, atau musibah?’ Dia bahkan mengira kecantikannya adalah petaka yang berakhir dengan terlukanya hati banyak orang. Kini, bahkan keluarga dan orang tuanya juga. Nadya merasakan hangat merebak

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   131. Perbincangan dengan Shofwa

    “Mama masih di sini?” tanya Tasya saat menuruni anak tangga dan melihat ada sang ibu di dapur. Wanita yang masih mengenakan pakaian yang sama sejak kemarin siang, memandang ke arah bocah yang mendekat. Selarik senyum dia suguhkan seolah tak ada beban apa pun di hatinya. “Mama harus masak dulu. Terus antar Tasya ke Sekolah, terus berangkat kerja,” jawabnya. “Tapi ... tapi ... mama pulang lagi, kan?” Gerakan tangan Nadya melambat. Piring berisi nasi itu sempat mengambang sebelum diletakkannya ke meja, lalu memandang bocah di ujung meja dengan tatapan teduh. Dia bisa melihat dengan jelas ketakutan di wajah bocah itu. Nadya menoleh pada laki-laki yang kini siap dengan kemeja putihnya. Tak ikut campur, namun dia yakin Pramono menyimak pembicaraan itu, dan ingin tahu apa jawabannya. Tak berselang lama, wanita yang berdiri di ujung meja mengangguk. “Iya, Sayang. Mama akan datang lagi,” jawabnya seiring tatapan ke arah Pramono. Pandangan mereka beradu. Pramono sadar dia belum mendapat j

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   130. Permintaan (Mantan) Suami Bag. 2

    “Kuingin kau menemui Tasya barang semenit. Dia membutuhkan ibunya.” Terngiang kembali kalimat Pramono kemarin. Nadya meremas jemarinya gugup. Di depan sana Playground tempat Tasya bermain sudah terlihat. “Kau gugup?” tanya Pramono. Nadya memilih tak menanggapi. Mobil berhenti. Tak langsung keluar, Nadya justru sibuk mengatur napas. Mempersiapkan diri pada apa pun yang mungkin terjadi nanti. Penolakan, misalnya. Saat marah, anak itu sering menolak sang ibu. Dan besar kesalahannya, membuat Nadya merasa pantas mendapat kemarahan dari Tasya, bahkan mungkin bukan kata maafnya. Sementara dalam pandangan Pramono, sikap itu tampak seperti seseorang yang menunggu dibukakan pintu. Maka laki-laki yang telah berada di luar itu lalu mendekat ke pintu, membukanya. Satu tangannya lalu terulur ke arah Nadya. Wanita itu terenyak. Sempat dipandangnya tangan itu, lalu ragu-ragu menerimanya. “Tasya pasti senang melihat kau datang,” ucap Pramono sembari menutup pintu. Sebaliknya, keraguan justru mem

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   129. Permintaan (Mantan) Suami

    “Mas, di sini.” Annisa melambai pada laki-laki yang mengedar pandang di tepi alun-alun kota Bandung. Topi hitam di kepala. Jam di tangan kirinya. Laki-laki berkemeja putih itu menoleh. Lalu tersenyum. Dia melangkah mendekat. Namun perempuan dari arah sebaliknya melangkah lebih cepat. Gadis itu berhenti ketika jarak mereka hanya tersisa beberapa senti. Dengan teliti, dipandanginya wajah itu. Binar kebahagiaan terpancar jelas di matanya. Senyum jujur yang dibalut rasa malu. Satu lagi ... rasa yang sama. Annisa hampir tak percaya bisa melihat laki-laki itu datang begitu jauh hanya untuk menemuinya. Annisa melangkah maju dengan kedua tangan terbuka, dan merengkuh erat tubuh laki-laki itu. “Aku kangen, sama Mas.” Ragu, laki-laki itu mundur selangkah. Kedua tangannya sempat akan mengurai dekapan Annisa, namun akhirnya memilih membiarkan ketika dekapan itu terasa lebih erat. *** “Ratna!” Mendengar namanya dipanggil, wanita di pintu keluar bandara menoleh. Wajah yang semula sendu, beru

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   128. Kemarahan Pramono Bag. 2

    Beberapa menit sebelumnya. “Mas sarapanlah dulu.” Ratna meletakkan mangkuk sayur di meja. Satu piring dia ambil dan meletakkannya di depan Pramono. Di atasnya, nasi lengkap dengan sayuran telah tersaji. “Terima kasih,” jawab Pramono melirik wanita di seberang meja sebentar. Tampak sembab di wajah itu. Dia yakin, Ratna menangis belum lama tadi. Beralih ke piring, laki-laki itu meraih sendok di atasnya. “Kau baik-baik saja?” Ratna tertawa datar. “Apa ada yang baik-baik saja, setelah diceraikan suaminya?” Butuh waktu bagi Ratna untuk mendengar tanggapan laki-laki di depan meja. Wajahnya menunduk ke arah makanan di hadapan. “Aku hanya tak ingin membebanimu, Ratna,” ucap Pramono dengan nada begitu rendah. “Aku tahu.” Wanita itu mengangguk. “Itulah kenapa kuminta Kak Syarif datang untuk menjemput ke sini.” “Syarif? Asisten Ayah?” “Ya.” Pramono manggut-manggut. Kabari aku saat dia datang. Aku harus ke kantor sebentar. *** Usai mengantar Tasya ke sekolah, Pramono bergegas menuju kan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status