Kenneth membawa Evo-nya melaju menjauhi kebisingan kota yang semakin padat pada jam sibuk. Si pirang tertidur di bangku penumpang, di sampingnya.
Matahari sedang mendekati titik tertinggi.
Evo berhenti di halaman rumah, Nicky belum juga bangun.
Kenneth keluar dari sisi pengemudi, berjalan melewati moncong mobil ke sisi penumpang. Dibukanya pintu di sisi di mana Nicky tertidur. Ia menepuk perlahan pundak Nicky. "Nicky, kita sudah sampai."
Si pirang tak merespon.
"Nicky." Kenneth kembali menepuk pundak si pirang. "Kau ingin aku membopongmu sampai ke kamar, huh? Jangan harap!" bisik lembut Kenneth di telinga mati saraf adiknya.
Si pirang masih tetap bergeming dengan mata terpejam, nafas berhembus halus, dan dada naik turun teratur.
Sekian detik Kenneth memanjakan mata. Jantungnya berdegup lagi. Lagi. Ia meneguk ludah, menahan sejuta pujian dan sumpah serapah agar tak meluncur deras dari mulutnya, demi melihat pemandangan yang lagi
"Hai ..., Grey." Terdengar suara seorang pria di seberang, tepat setelah Kenneth menekan tombol hijau. "Oh ya, Blue. Bagaimana kabarmu?" basa-basi Kenneth. "Aku sedang bersemangat. Tempat ini memiliki banyak gadis cantik. Jadi ... aku sudah di kotamu sekarang." "Oke. Aku ada waktu setelah jam delapan," jawab Kenneth. Ia mengerti apa yang diinginkan pria di seberang meski tanpa bertanya. "Spot?" "Pintu masuk barat. Bukankah kau akan ke sana?" "Ya. Aku akan menemui Smoker setelah kau." "Oke." Sambungan terputus. Kenneth menoleh pada si pirang yang masih tertidur pulas. Sepuluh menit lewat dari pukul dua siang. Tak tega mengusik ketenangan adiknya, tetapi ia harus membangunkannya. "Nicky, bangun! Sudah jam dua." Keneth menepuk pelan pundak Nicky. Nicky bergeming. "Sudah waktunya ke Palmline." "Huum ..." Nicky mengerang, "Sepuluh menit lagi." "Kau mau
Gadis pirang berkulit karamel menari lincah di atassurfboard, menguasai ombak, diiringi deburan riak air dan desau angin. Harmoni lautan yang indah. Gerakannya selaras dengan ritme ombak. Mempesona. Mata platinum mengawasi dari kejauhan. Memandang takjub pada sosok pirang di atas ombak. Tanpa disadari, mata platinum itu pun ikut bergerak perlahan, mengikuti gerakan bocah pirang. Rambut abu-abu bergoyang seirama terpaan angin. Sementara tubuhnya tegak mematung, menantang angin laut. Lalu tiba-tiba penari ombak menghilang dalam gulungan air. Mata platinum membelalak, menyisir riak yang timbul dari ombak yang pecah. Sedikit cemas, ketika sosok pirang hilang dari pandangan. Namun, itu tak berlangsung lama. Ia kembali merasa lega ketika sosok pirang muncul ke permukaan dengan kedua tangannya mengayuh. Gadis itu berenang di atas surfboard. Pada saat itu, Kenneth memikirkan sesuatu. Bagaimana bisa ia melewatkan semua ini? Mengaku meny
Dari sebuah lemari file, Veronica mengambil sebuah map dengan nama Nicky tertulis pada bagian depan map.Laluia bergeser pada lemari file lain di samping lemari file pertama, mengeluarkan sebuah formulir dan menjepitkan formulir itu pada sebuah notepad. Ia kemudian duduk di sebuah sofa single. Sama halnya dengan Nicky yang juga duduk pada sebuah sofa single. Keduanya duduk santai menghadap sebuah meja. Veronica membaca dengan teliti setiap rincian tentang Nicky yang tertulis di dalam file yang tersimpan dalam map, yang saat ini ada di tangannya. "Trauma, PTSD, paranoid, amnesia, claustrophobia¹ ... Wow ... kau sungguh kuat bisa menghadapi semuanya sekaligus." Map itu kemudian ia letakkan di meja. Selanjutnya ia bersiap menulis pada formulir. "Ya, Kenny dan dr. Johnson membantuku melewati semuanya." "Empat tahun kau tidak melakukan kunjungan." Tidak ada intonasi sama sekali, apal
Kenneth berdiri di bawah papan reklame dengan kepala tertunduk. Ia berdiri di sana selama beberapa menit hingga sebuah SUV hitam berhenti di depannya. Setelah Kenneth masuk, mobil itu kembali melaju. Pria dengan rambut berwarna biru mengemudikan mobil itu. Ia mengenakan setelan formal lengkap. "Aku belum berhasil meyakinkan pihak kepolisian untuk memberikan kasus Underzone padaku. Mereka menjanjikan tenggat waktu besok. Kita mungkin harus menghadapi DEA," papar Yuri si rambut biru—yang memiliki sandi 'Blue' pada kontak tak langsung. Matanya terus awas ke depan, pada jalanan yang mereka lalui. Sesekali ia memperhatikan petunjuk arah. "Kau tidak perlu khawatir soal itu. Aku bisa menggunakan partnerku di SAPD untuk mengorek informasi terkait Underzone." Kenneth menjeda. Dan sama halnya dengan Yuri, matanya awas pada jalanan. "Akan ada taruhan besok, tidak jauh dari sini." "Lakukan dengan baik. Lalu, apa kau sudah membuka file dari Blake?" "Sudah. Kau belum membukanya?" "Belum. Brend
Aaron meyeret kaki menuruni tangga. Tak hanya kaki, matanya juga berat. Kedua mata sipit pria itu berkantung. Berbeda dengan matanya, mulut Aaron malah menganga lebar. Rakus memasok oksigen untuk paru-paru. "Pahi, Kheenh ...." sapanya sambil menguap. Kenneth menghentikan pekerjaannya sejenak dan menoleh pada arah suara. "Pagi, Aaron. Kau terlihat kacau sekali," sapa saudara palsu Aaron yang saat ini sedang menyiapkan sarapan. Pria itu sedang membuat omlet. Tangannya cekatan mengocok telur dan menuangkannya ke wajan. Omlet pertama telah tersaji di sebuah piring bersama dengan dua potong sosis. Sementara menunggu omlet kedua matang, ia memotong-motong apel. "Pagi." Aaron mengambil sebuah gelas dari rak di lemari gantung, lalu mengisinya dengan air dari dispenser. "Tiga hari ini aku kurang tidur. Bahkan dalam 48 jam terakhir aku baru tidur 3 jam semalam. Gara-gara adikmu itu. Sampai kapan dia akan terus berulah?" Kenneth terkekeh remeh. "Kau pernah mengatakan ingin punya adik seperti d
Kenneth mencari Aaron di ruangannya. Saudaranya itu memang ada di sana sedang duduk berkutat dengan beberapa draft hasil investigasi kasus Gloria-Underzone. "Aaron ...!" "Kenneth, kau masih di sini?!" Aaron terkejut mendengar suara Kenneth yang tiba-tiba ada di ruangannya. "Sebaiknya cepat tinggalkan tempat ini! Ini bukan tempatmu." Kenneth duduk di kursi yang biasa ditempati oleh Zac. "Aku tahu. Aaron, berikan saja informasi itu padaku." Aaron memutar kursinya menghadap Kenneth. "Tidak, Kenneth." "Aaron, ayolah ...." "Jangan keras kepala." "Kau tahu aku tidak punya pilihan." Kenneth membuat gestur random. "Begini, kauberikan informasimu padaku, kita bekerja sama dan selesaikan ini dengan cepat." "Kau mengatakannya seolah ini pekerjaan mudah." "Itulah, ini tidak akan mudah! Tidak bagiku, tidak juga bagimu." Kenneth menunjuk dada Aaron. "Ada Nicky yang harus kaujaga. Kau punya titik lemah. Apa kau pernah memikirkan Nicky jika sampai terjadi sesuatu padamu? Lebih buruk, bagaima
Seperti biasa, ketika menjemput Nicky, Kenneth datang sepuluh menit lebih awal. Selagi menunggu, ia duduk di atas kap mesin sambil mengutak-atik ponsel. Kenneth membuka sebuah ruang chat dengan kontak bernama 'Kevin's Mom' pada ponsel B. [Ada kabar positif tentang ayah Kevin] bunyi pesan yang Kenneth kirim. Beberapa menit kemudian ia mendapat balasan.[Kabar apa?] [Aku bertemu seseorang yang sedang mencari keberadannya] [Siapa?] [Partnernya] [Dia masih hidup?] [Ya. Aku akan terus mengabarimu] [Terima kasih] Kenneth memasukkan ponselnya ke dalam saku kemeja. . . Di koridor di depan kelas, Sarah Stanley, guru Bahasa Spanyol berkacamata 'Lisa Loeb' menatap nanar pada ponsel. Ia kemudian mematikan layar ponselnya dan memasukkan benda itu ke saku dalam blazer. Ia kembali ke kelas. "Ini pertemuan terakhir kita sebelum liburan musim pan
Evo hitam putih berhenti di depan pintu belakang D-Autowork. Bengkel itu sudah tutup untuk semua pelanggannya, semua pegawai Dong-woo juga sudah pulang. Saatnya Tim D-Autowork untuk mengisi malam mereka di sana. Kenneth meraih tangan Nicky dan menggenggamnya lembut. Ia tersenyum, meski sesungguhnya ingin berteriak atas setiap penderitaan yang harus dialami oleh adiknya. "Kita akan menemukan jalan keluar untukmu." Nicky menoleh pada Kenneth. Ia mengangguk sembari tersenyum kecil. Sebuah senyum untuk membalut luka yang mungkin tak akan pernah sembuh. "Berikan tinjumu." Kenneth mengulurkan tangannya yang lain dengan mengepal. Nicky membalas kepalan tangan itu. Tos tinju itu mereka buat untuk mengembalikan semangat Nicky. Kakak beradik itu pun keluar dari mobil dan berjalan memasuki bengkel. Kedatangan Kenneth dan Nicky di bengkel disambut oleh tiga sedan sport yang masing-masing kap mesinnya terbuka. Dong-woo sedang mengerjakan The Fair L
Kevin dan Shawn melanjutkan bahasan tentang penculikan Sharon. Kevin duduk di belakang kemudi.“Kau ingat Jum’at sore ketika Caleb dan Lynn mem-bully Nick?” Kevin memutar ulang kejadian pem-bully-an di depan sekolah.“Ya.” Shawn merespons datar. “Malam harinya, Nick membawa kabur Fair Lady.”“Tepat. Tapi bukan itu yang ingin kubahas. Hari Minggu setelah itu, Kenneth menemuiku dengan membawa ponsel Caleb. Dia memintaku meretas e-mail Sharon, menukar identitas pemilik ponsel Caleb dengan identitas Kenneth, dan memasang pelacak pada ponsel Nick. Aku yakin dia ada di balik penculikan Sharon. Kenneth ingin membalas mereka.”“Gosip beredar Kenneth yang menyerang Caleb dan Lynn. Aku tidak akan terkejut, kita tahu dia orang seperti apa.”“Benar. Hei, tapi tidakkah menurutmu aneh? Kenneth cukup sering melakukan kejahatan, tapi dia masih saja bebas berkeliaran. Dan menurutmu apa alasan Kenneth memasang pelacak di ponsel Nick? Apa dia ....”Shawn diam menunggu asumsi Kevin.“Penguntit? Bersikap
Hari terakhir di sekolah sebelum liburan musim panas adalah hari di mana para penghuni sekolah disibukkan dengan urusan administratif dan tak banyak kegiatan di dalam kelas. Sebagaimana kebiasaan mereka, kawanan Shawn menghabiskan waktu di tempat teduh di pinggiran lapangan baseball. Dan seperti biasa Shawn akan sebisa mungkin meluangkan waktu untuk tidur, tanpa peduli di mana pun berada, termasuk saat ini. Mengingat ia harus bekerja sampingan di bengkel Dong-woo atau menjadi pengemudi taksi online di malam hari, pasti melelahkan. Selagi Nick dan Kevin mengobrol ke sana kemari, mengabaikan Charlie yang sibuk sendiri dengan ponselnya, datanglah pasangan Sam-Irina.“Apa kau sudah mendapatkan teman Hispanic?” Irina memancing topik baru seraya duduk dan bergabung.“Belum,” jawab yang lain bersahutan.“Aku punya beberapa teman Hispanic.”Sam menyusul duduk di samping Irina.“Apa dia hot?” selorohnya.“Sam!” Irina mendengus mendengar pertanyaan tak penting Sam.“Ayolah, kau tak harus marah.
Nicky tertegun menyaksikan perkelahian di lapangan baseball, yang melibatkan dua orang siswi yang sejak awal semester ini terlihat dekat. Si pinky dan si brunette saling menjambak rambut. Caleb dan anak-anak tim baseball mencoba melerai perkelahian itu. Tak ingin terlibat, Nicky dan kawan-kawan berandalnya memilih menikmati adegan itu dari pinggir lapangan. Sementara itu Charlie tak ingin menyia-nyiakan kesempatan dengan merekam adegan itu menggunakan ponselnya. “Tidakkah menunutmu aneh, Sam?” selidik Irina, tatapannya masih tertuju pada adegan perkelahian. “Tidak. Memangnya kau lupa anak-anak seperti mereka selalu bermuka dua? Di satu waktu mereka akan terlihat sebagai seseorang yang selalu berpihak padamu dan mendukungmu. Tapi saat kau memalingkan punggungmu pada mereka, saat itu mereka akan bersiap menusukmu dari belakang,” jawab Sam santai. Tak lama kemudian, datanglah para guru pria melerai perkelahian itu. Sempat terlihat adanya perdebatan di antara guru-guru itu dengan para
Fair Lady Kenneth melaju kencang membelah jalanan Kota St. Anglo yang mulai lengang menuju West Coast tanpa ada mobil patroli yang mengejar. Mendekati perbatasan dengan West Coast, Nicky terlihat gamang. "Apa akan aman melintasi perbatasan seperti ini?" "Turunkan saja sedikit hingga di bawah 80 km/jam. Akan kuberitahu saat kau mendekati speed trap1." Setelah berhasil membawa mobil yang ia kemudikan melintasi speed trap tanpa gangguan, Nicky pun kembali meningkatkan akselerasi mesinnya. Dalam dua detik, mobil itu telah mencapai kecepatan 150 km/jam. Tak lama kemudian Fair Lady bertemu dengan area yang jalanannya berkelok dan dipenuhi semak di kiri dan kanan. Ia telah sampai di perbatasan. Mobil itu pun kemudian memulai aksinya meliuk mengikuti alur jalan yang menghubungkan kedua county. Malam sudah sangat larut. Rasi Bintang Pari mendekati posisi tegak lurus dari horizon ketika Fair Lady menepi di salah satu surfing spot di Palmline Beach. Tempat ini sedikit jauh dari tempat diadak
Sambil menahan surfboard Nicky, Pandangan Kenneth tak lepas dari setiap interaksi yang terjadi antara si bocah pirang dengan teman-temannya. Ia saat ini berdiri bersebelahan dengan Aaron dan Shoujin, sedikit jauh dari tempat teman-teman Nicky berkumpul. Wajah bocah tomboi itu tak henti mengumbar senyum dan tawa riang. Seperti halnya yang dilakukan oleh Kenneth, Aaron, dan Shoujin, kawanan Shawn dan pasangan Sam-Irina datang untuk memberikan dukungan pada Nicky dalam penyisihan kompetisi surfing hari ini. Satu per satu, mereka beradu kepalan tangan dengan Nicky. Teman-teman sekolah Nicky juga tak henti memuji aksi bocah itu di atas ombak. Bahkan Charlie merekam aksi si pirang. Sepintas Kenneth menoleh pada Shoujin. Pemuda pelit ekspresi itu bahkan terlihat tersenyum, meski tipis tetap terlihat. Begitu besarkah pengaruh Nicky pada laki-laki gunung es itu? Setelah melambaikan tangan pada teman-temannya yang beranjak meningg
Nicky sedang membereskan peralatan makan kotor bekas sarapan semua penghuni rumah. "Dulu Aaron melarangku selalu menumpang pada Shoujin. Katanya aku tidak boleh bergantung pada orang lain. Tapi lihat yang dilakukannya sekarang." Protes itu Nicky ajukan karena melilhat kebiasaan Freak Brother #2 berangkat selalu dijemput oleh Zac. "Kenapa tidak kaukatakan saja padanya?" sahut Kenneth yang sedang mengutak atik ponsel B sambil duduk menghadap meja makan. "Tentu saja akan kukatakan kalau aku sudah punya waktu bicara padanya. Kau tahu sendiri, aku tidak pernah bertemu dengannya kecuali ketika sedang sarapan. Apa perlu aku membahasnya ketika sarapan? Tidak. Itu bisa merusak mood-ku." "Baiklah. Lalu apa saja yang akan kaulakan hari ini?" "Mulai hari ini aku bekerja paruh waktu di Rhein's. Lalu nanti siang aku ke Palmline Beach. Aku hanya akan membahas dengan Emmery dan yang lain tentang persiapan untuk kontes besok." Nicky sudah selesai mencuci peralatan makan, lalu ia duduk kembali di sa
[Nick, maaf hari ini aku tidak bisa menemai latihan surfing hari ini, adikku memaksaku mengantaranya ke ulang tahun temannya. Bagaimana kalau besok?] bunyi pesan yang Nicky terima dari kontak Emmery. [F*** you. Oke. Jangan kaubatalkan lagi.], balas Nicky. Ia mendengus kesal dan melempar ponselnya ke dasbor. Ia menoleh pada Kenneth dengan bibir cemberut. "Emmery membatalkan rencana hari ini." Saat itu Nicky menyadari ada yang tak beres dengan kakaknya. Pria beruban itu tersenyum-senyum seperti sedang berhalusinasi. Namun, setelah diperhatikan lagi, sebenarnya Kenenth sedang tersenyum padanya. Anehnya, itu membuat Nicky salah tingkah. "Eer ... Kenny, apa yang terjadi padamu?" Nicky tergagap. "Kau cantik," puji Kenneth masih dengan mempertahankan senyum. "Ah, sial." Buru-buru Nicky menarik selembar tisu dari kotak tisu di dasbor. "Pasti karena ini. Karina sialan. Dan gara-gara kau datang tanpa aba-aba, aku jadi terburu-buru dan
Dari rumah Sarah, Kenneth mengebut menuju Forklore, ke apartemennya. Ada PR yang harus ia selesaikan, yaitu berkas dari SAPD. Ia harus sudah siap ketika bertemu kembali dengan Yuri. Tak sampai dua jam Kenneth sudah selesai melahap semua informasi pada berkas itu. Beberapa menit kemudian Yuri datang. Pria berambut platinum grey dan pria berambut biru elektrik duduk berhadapan, masing-masing duduk pada kursi kerja dengan melipat kedua tangan. "Kau sudah mempelajari berkas dari SAPD?" buka Yuri. Pria bernama sandi 'Blue' itu menggaruk pipinya. "Sudah," jawab Kenneth datar dan tegas. "Bagus. Sekarang aku ingin mendengar lebih detail tentang pesta di Morsey." Kenneth mulai memaparkan, "Di Morsey aku bertemu dengan Emilia, dia adalah orang kepercayaan bos Underzone. Emilia tidak menyebutkan nama bosnya, tapi besar kemungkinan itu adalah Mario Cortez. Si bos tidak ada di pesta saat itu, dia sedang berlibur dengan wanita lain. Emilia juga tidak menyebutkan di mana bosnya berada. Dan ada s
Hari sudah beranjak siang ketika ia sampai di rumah Sarah. Saat ini Kenneth sedang berada di dapur untuk menunggu Kevin menyelesaikan pekerjaan yang ia berikan. Ia duduk dengan menumpukan kedua siku pada meja makan, di samping salah satu sikunya tergeletak sebuah map. Seperti pada kunjungan terakhir Kenneth ke rumah ini, Sarah membuatkannya espresso, bedanya kali ini orang tua tunggal Kevin itu tak membuat teh chamomile, melainkan espresso juga untuk dirinya. "Apa ada hal penting yang akan kausampaikan padaku?" tanya orang tua tunggal Kevin pada Kenneth seraya meletakkan secangkir espresso di hadapan Kenneth. Lalu ia duduk berhadapan dengan Kenneth. "Ya. Ini menyangkut Frank." Kenneth menghela nafas, menatap dingin pada kopi panas di depannya. Untuk pertama kalinya Kenneth tak berminat pada minuman yang mulanya dipopulerkan oleh orang Arab itu. Bukan karena rasa kopi itu yang tak enak, melainkan suasana hatinya yang mendadak buruk. "Hanya saja, ini bukan kabar bagus." "Ada apa?" Pan