POV Author
Mila duduk di depan cermin sambil menyisir rambut panjangnya. Baju yang ia pakai sungguh sangat terbuka. Malam ini dia sudah bersiap kembali menggoda suaminya. Biasanya, pengantin baru itu setiap hari bisa dua rit bolak-balik;bahkan ada yang sampai tiga kali. Namun, sudah dua hari menikah, tetapi baru satu kali kami melakukannya dan dia tidak merasakannya, karena terlelap.
Siang tadi, tidurnya sudah sangat nyenyak sehabis dari salon. Maka dari itu, dapat dia pastikan malam ini akan berlalu dengan sangat panas, bersama suaminya. Mila menurunkan sebelah kiri tali sphageti baju tidur saten yang ia pakai. Kemudian, menyemprotkan parfum di seluruh tubuhnya. Terutama di sekitar leher dan pangkal pahanya.
Suara guyuran air shower sudah berhenti. Itu tandanya suaminya akan segera keluar dari sana. Dengan hati berdebar, Mila berjalan menuju ranjang dan memasang pose sangat menggoda.
"Wah, istriku bajunya
Aku berdebar menanti hasil pemeriksaan hari ini. Ditambah lagi, nanti siang adalah jadwal sidang perceraian pertamaku. Semoga Mas Edwin tidak hadir, agar semua berjalan cepat tanpa sanggahan. Mas Dirman mengantar dan menemaniku dengan sabar dan tanpa complain. Klinik baru saja buka dan dokter belum tiba. Aku yang sudah penasaran, memaksa Mas Dirman untuk segera ke klinik laboratorium ini. Begitu mobil yang dikendari Dokter Vita sampai, aku pun semakin berdebar. Bernapas pun kurasa tersendat-sendat. Wanita yang memakai dress bunga lili itu tersenyum ramah padaku dan beberapa perawat di sana. Kemudian, dia masuk ke dalam ruang praktek.“Silakan Ibu Ria. Sudah ditunggu Dokter Vita,” ujar perawat mempersilakan. Aku masuk ke dalam ruangan dengan hati berdebar. Awalnya Mas Dirman tidak ingin menemaniku, tetapi karena aku bersikeras, maka Mas Dirman akhirnya luluh juga. Kami duduk bersampingan di depan Dokter Vita yang tengah membuka amplop kuning
"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Edwin pada Mila. Wanita itu tengah meringkuk di dalam selimut karena merasa kedinginan. Padahal saat ini di luar cuaca sangat terik."Sepertinya aku demam, Mas. Boleh ambilkan aku obat di laci meja, Mas," pinta Mila pada suaminya. Edwin mengangguk, lalu berjalan untuk mengambil bungkusan obat di dalam laci. Dia berikan pada Mila, berikut segelas air yang memang sudah tersedia di kamar. Wanita itu memasukkan dua kapsul sekaligus ke dalam mulut, lalu didorong oleh segelas air hingga tandas."Kamu istirahat saja ya. Mas gak bisa nemenin, harus ke kantor," kata Edwim lagi sambil mengusap rambut Mila. Wanita itu mengangguk, tetapi sambil memejamkan mata."Apakah ini bawaan hamil ya, Mas?" kata Mila lagi dengan senyuman malu-malunya."Wah, emang kamu udah tes pack? Beneran?" Edwin berpura-pura kaget dengan kalimat yang diucapkan Mila. Ia tahu tidak akan mungkin, karena dia sendiri be
"Non, ya Allah!" pekik Mas Dirman saat melihat bibirku berdarah. Lelaki itu sampai melihat ke sana-kemari mencari apa yang sebenarnya terjadi pada diriku."Siapa yang menampar Non Ria? Tuan Edwin?" tanyanya lagi, saat tak mendengar jawaban yang keluar dari mulutku. Bagaimana aku mau menjawab, karena bibirku sakit dan masih sedikit berdarah. Aku hanya bisa menggeleng, dengan air mata mengalir perlahan."Mertua, Non?" tanyanya lagi dan aku kembali menggeleng."Apa istri kuda, eh ... Jadi istri kuda deh. Istri muda Tuan Edwin?" Aku akhirnya tergelak, saat Mas Dirman salah mengucapkan istri muda menjadi istri kuda."Aw! Sakit!" pekikku karena merasa sudut bibir ini sangatlah pedih.Makanan di depanku sudah tak sanggup aku makan. Teh manis yang tadinya sangat ingin kuminum, sudah tak bisa aku teguk dengan benar. Namun, ada yang membuat rasa sakit ini sepertinya segera hilang. Mas Dirman membeli
Sehabis magrib, aku, Mas Dirman, dan Bik Isah duduk di ruang tengah. Kami tengah membereskan satu per satu barang untuk dimasukkan ke dalam box. Beberapa hari lagi, rumah akan ditempati oleh pemilik baru. Begitu dipasang plang rumah dijual dan dengan harga jauh di bawah pasaran, tentulah sangat banyak peminatnya.Harga rumah tiga milyar, dijual dengan harga satu koma delapan milyar. Maka dari itu, selang beberapa jam Ria sudah menemukan pembeli yang cocok. Mereka harus segera pindah besok."Bik, peralatan dapur yang bagus-bagus ambil buat Bibik saja. Saya pakai yang biasa saja," kataku pada Bik Isah."Jangan, Non. Buat saya aja," sela Mas Dirman sambil memperlihatkan tawa renyahnya. Aku dan Bik Isah sontak menoleh, lalu mengerutkan kening tanda tak paham. Buat apa peralatan dapur untuk lelaki itu?"Buat apa, Mas?" tanyaku heran."Buat masak." Kami bertiga akhirnya tertawa. Pekerjaan yang p
Ria menelan ludah. Wajahnya membeku saat menerima telepon dari kantor polisi yang mengabarkan bahwa Edwin dan Mila sudah diamankan. Napasnya tercekat dengan peluh bercucuran membasahi kening. Berita ini memang sangat ia nantikan, tetapi cukup syok juga karena malam hari dikabarkan hal seperti ini. Dengan tangan gemetar, Ria mengirimkan pesan pada Dirman dan mengatakan hal baru saja dia dapat dari polisi.“Tidak perlu resah. Besok saya temani ke kantor polisi. Sekarang, Non tidur. Gak usah bayangin Edwin, apalagi Berto. Bayangin aja saya.” Isi pesan dari Dirman membuat Ria tergelak an meluopakan keresahannya. Benda pipih itu dia leatkkan kembali di atas nakas, lalu berbaring sambil tersenyum penuh suka cita.Pukul delapan pagi, setelah menghabiskan sepiring sarapan nasi goreng baso, Dirman dan Ria pergi menuju kantor polisi. Mereka harus bergegas untuk membereskan masalah ini, karena siang nanti akan ada truk pengangkut barang yang akan memba
POV AuthorSebuah kenyataan yang buruk, harus mereka jalani. Mobil yang mereka kendarai terbalik setelah menabrak trotoar ria tidak sadarkan diri, tetapi tidak dengan Dirman. Susah payah lelaki itu mencoba melepas seatbelt kursinya dan berhasil. Lelaki itu dapat menarik napas lega. Kemudian dia berusaha melepas seatbelt kursi Ria. Suara gaduh di luar sana bisa ditangkap oleh indrea pendengarannya. Beberapa orang sibuk menelepon polisi dan beberapa orang lagi tengah berusaha membantu Dirman dan Ria untuk segera keluar dari sana. Bau bensin yang menetes, menusuk hidung Dirman, hingga lelaki itu terbatuk-batuk.Krak!Seatbelt kursi Ria berhasil ia lepaskan. Pintu mobil juga berhasil dbuka paksa oleh sekelompok orang yang sengaja menolong mereka. Darah yang mengalir dari pelipis Ria sempat membuat Dirman ketakutan. Namun lelaki itu berusaha fokus untuk mendorong Ria agar bisa segera ditarik oleh orang-orang di luar sana. Begitu banyak orang baik yang m
Pov AuthorTiga hari sudah Mila dan Edwin mendekam di penjara polres. Hari ini, keduanya akan dipindahkan ke Lapas Cipinang untuk melanjutkan penyelidikan kasus yang menimpa keduanya. Berulang kali Edwin diinterogasi, berulang kali juga dia mengelak, bahwa obat yang ditemukan Ria di atas lemari adalah miliknya. Malah dia berdalih, wanita itu sengaja menjebloskannya ke penjara, karena menikah lagi dengan Mila.Edwin mungkin berkilah, tetapi untuk kasus Mila, wanita itu tidak bisa berkutik. Baru saja, Ria mengirimkan satu orang perawat dan petugas keamanan rumah sakit yang bersaksi untuknya. Keduanya bersaksi melihat Mila yang pertama kali menyerang Ria dan menampar wanita itu. Celakanya lagi, Ria tidak mau berdamai, walau Mila akan membayar untuk perdamaian.Bagi Ria, uang bukanlah suatu hal penting lagi. Dia sudah tidak ingin tergiur dengan nikmatnya dunia yang dipenuhi tipu daya, di
Enam Tahun 39Pov RiaAku benar-benar tak sabar menanti esok. Setelah berbicara panjang lebar dengan Mas Dirman, membuatku sulit untuk memejamkan mata. Jam sudah berdenting dua kali, pertanda sudah puku; dua dinihari, tetapi mataku tak mau mengantuk. Pikiranku melayang pada masa silam saat aku baru mengenal Mas Edwin. Kami dikenalkan oleh seorang teman—Nadia namanya. Saat itu Nadia berkata, bahwa Mas Edwin baru saja ditinggal meninggal pacarnya dan seperti orang depresi. Lalu kami dikenalkan dan awal dekat lelaki itu juga dingin padaku. Namun seiring berjalannya waktu, kami menjadi dekat dan memutuskan pacaran singkat.Aku pikir, saat lelaki itu melamarku setelah kami berpacaran dua bulan, itu pertanda dia sudah melupakan mantan pacarnya, dan sudah benar-benar mencintaiku. Sama seklai tidak ada dalam kepalaku kecurigaan atas dirinya. Namun, setelah aku menarik garis cerita masa lalu, aku rasa Mas Edwin menikahiku hanya
Edisi Malam Jumat"Wajahmu mengerikan sekali." Zamir menatap sinis Rena yang masih mendekam dalam penjara. Hari ini adalah tahun keenam ia dihukum. Masih ada empat tahun lagi yang harus ia lewati di dalam penjara untuk membayar semua perbuatannya yang telah merugikan banyak orang, sekaligus melakukan tindakan hampir membunuh seseorang dengan sengaja."Kalau lu kemari cuma mau mengejek gue, sebaiknya lu pergi aja!" Rena bangun dari duduknya dan bermaksud meninggalkan Zamir. Lelaki teman tidurnya sekaligus lelaki yang membuat semua rencananya yang hampir menguasai harta Erlan berhasil."Raka menikah hari ini. Pestanya sangat meriah. Apa kau tidak ingin lihat, bagaimana kebahagiaan kembali padanya? Heh, wanita yang pernah ia nikahi, kembali menjadi istri sahnya dan kau tahu, dia akan menjadi salah satu penerus keluarga Teja Corp. Ah, satu lagi ... Erlan juga
PTM 48Hari pernikahan besar antara Siwi dan Raka digelar di sebuah hotel bintang tiga milik Teja yang baru saja sebulan resmi beroperasi. Berlangsung di ballroom yang cukup megah dan luas, pasangan Siwi dan Raka-lah yang pertama kali menggunakan tempat itu sebagai lokasi sakral mengucapkan janji suci pernikahan. Ruangan yang dengan kapasitas menampung maksimal kurang lebih seribu lima ratus orang. Namun tidak perlu khawatir dengan kapasitas maksimum itu, karena tamu dijamin tidak akan berdesakan dan penuh karena area foyer dari ballroom ini sangat luas.Ada yang menarik dari acara pernikahan anak pemilik hotel baru di Jakarta ini, tidak adanya pelaminan megah, tempat tamu memberikan doa dan selamat. Lalu di mana kedua pengangtin itu akan duduk? Siwi dan Raka memiliki konsep bahwa mereka yang akan berkeliling menyambut tamu yang datang. Kenapa tidak ada pelaminan dalam sebuah pesta pernikahan? Bukankah pelaminan itu hal wajib dalam sebuah pe
6 Tahun KemudianHari Sabtu yang begitu dinantikan oleh anggota keluarga besar Teja dan Ria pun tiba. Hari yang akan dilangsungkannya pesta ulang tahun Ayumi; cucu mereka yang telah berusia delapan tahun.Pesta digelar dengan meriah di dalam rumah Teja yang baru saja selesai direnovasi. Yah, setali tiga uang. Sambil mengadakan pesta ulang tahun, Teja juga mengadakan syukuran acara rumah barunya yang semakin bagus dan mewah. Ada beberapa tamu artis dan petinggi yang datang memberikan selamat.Pesta yang digelar di dalam ruangan, tetapi juga tamu dipersilakan untuk menikmati pemandangan luar rumah yang sangat asri. Teja berhasil mendesign rumahnya dengan ide dan sesuai keinginannya sendiri. Begitu melihat hasilnya, ia sangat puas.Semua tamu yang datang ke rumahnya tentu saja membawa banyak kado untuk Ayumi. Gadis kecilnya yang semakin hari semakin cantik d
Rena terus saja menggaruk tubuhnya yang terasa sangat gatal. Tidak hanya di kedua kaki dan tangan, Rena juga mengalami rasa gatal di leher dan juga wajahnya. Entah apa yang terjadi sehingga tahanan lain tidak mau satu sel dengan Rena, karena amat jijik dengan bau busuk serta kudis yang muncul di permukaan kulit wanita itu.Seorang dokter sudah didatangkan untuk memeriksa Rena dan ia pun sudah diberikan salap dan juga obat yang harus diminum sehari tiga kalia agar rasa gatalnya hilang. Namun sangat disayangkan, wanita itu masih terus menggrauk seluruh tubuhnya. Jangankan tahanan lain, sipir penjara dan pengacaranya saja tidak sanggup duduk berlama-lama di dekat karena karena bau bangkai seperti bangkai tikus tercium hidung mereka. Rena pun hampir frustasi dengan keadaannya yang sangat menyedihkan. Tidak ada siapapun yang bisa menoleongnya, karena kedua orang tuanya juga masuk ke dalam penjara, karena kasus penggelapan
PTM 44Kondisi kesehatan Evan berangsur pulih. Polisi menjadwalkan reka ulang kejadian esok hari. Kepada pihak kepolisian, Evan sudah mengakui kesalahannya atas penyekapan berencana bersama tiga orang pria suruhannya. Semua itu ia lakukan karena sakit hati—merasa dipermainkan oleh Siwi. Jejak ciuman Siwi dengan Raka yang nampak di matanya, membuat lelaki itu buta dan nekat melakukan kejahatan yang belum pernah ia lakukan.Erlan pun sudah mulai pulih, tetapi masih dirawat di rumah sakit, karena kepalanya masih sering sakit. Lelaki itu belum mengetahui perihal pengakuan Evan dan Rena yang sudah mendekam di jeruji besi. Pak Sulis yang meminta pada pihak kepolisian untuk menahan diri memberitahukan apapun pada Erlan, karena Erlan memiliki riwayat penyakit jantung.“Siapa kamu?” tanya Erlan pada wanita bertubuh semok yang tengah duduk termenung di sofa kamar perawatannya. Wanita itu menoleh, lalu dengan sigap be
Siwi terbangun berjam-jam berikutnya. Sinar matahari pagi yang masuk ke kamar perawatannya, membuat Siwi merasakan matanya sedikit silau. Setelah matanya dapat menatap jelas langit-langit kamar, Siwi pun merenggangkan ototnya yang kaku. Kulitnya terasa tertarik dan begitu kebas karena tangannya terlalu lama diikat pada sisi tempat tidur.Jika kemarin ia belum terlalu merasa ya nyeri di sekujur tubuhnya, tapi pagi ini tubuhnya terasa sangat sakit. Siwi menoleh ke samping, tepatnya ke arah sofa. Papa dan mamanya tengah terbaring dengan lelap. Entah pukul berapa mereka baru tidur setelah menjaganya semalaman. Jam di dinding sudah menunjukkan angka sembilan dan Siwi mulai merasakan cacing di dalam perutnya melakukan orasi.Siwi ingin bangun setengah duduk untuk mengambil air, tetapi tubuhnya tidak mampu digerakkan. Kali ini ia meringis saat merasakan nyeri pada pinggang dan juga pangkal lengan. Merasa ada pergerakan dari brangkar putriny
Rena sudah meninggalkan kota Jakarta dengan menyewa mobil rentalan. Wanita itu ketakutan dan kabur keluar kota tanpa membawa banyak barang. Ia terlanjur takut akan kedatangan polisi ke apartemennya. Rena hanya membawa satu tas koper kecil dan beberapa surat berharga suaminya dan juga berkas-berkas usaha showroom miliknya.Awalnya pemilik rental tidak mengijinkan karena tidak menyertai sopir dari mereka. Namun Rena bersikeras ingin menyetir sendiri, sambil memberikan uang rental yang ia berikan dua kali lipat. Tentu saja pemilik rental tergiur dengan uang sepuluh juta di depan wajahnya. Rena juga berani meninggalkan KTP-nya sebagai barang bukti, jika ia tidak kembali dalam waktu tiga hari.Rena juga memberikan alamat orang tuanya (palsu) sebagai bukti kuat bahwa ia tidak mungkin melarikan diri membawa mobil rental yang ia pilih sangat biasa saja.Rena berhenti di rest area saat ponselnya berdering. Lelaki yang selalu saja m
["Apa? Evan sekarat? Papa jangan sembarangan bicara! Dia ke kantor tadi. Oke,oke ... Erlan segera kembali ke Jakarta dan langsung ke rumah sakit."]Erlan menekan gas mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sebelah tangannya memegang setir, sebelah lagi terus menghubungi Rena. Karena tak kunjung diangkat oleh istrinya, Erlan memutuskan untuk meninggalkan pesan suara.["Evan sekarat di rumah sakit XXX. Aku harap kamu ke sana sekarang! Aku sudah berada di tol, mungkin dua jam lagi baru sampai."]SendRena baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya segar dan wangi karena memakai sabun dan lulur yang baru saja ia beli dari salah seorang temannya. Konon, lulur ini sudah didoakan oleh seorang dukun sehingga setiap wanita yang memakainya akan selalu terpancar aura kecantikan dan juga aroma tubuh yang memabukkan setiap pria.Kopernya
Tangan Raka diborgol, lalu digiring masuk ke mobil polisi. Sedangkan Siwi masuk ke dalam ambulan ditemani oleh salah satu polwan. Siwi masih menangis tersedu melihat Raka yang menunduk di dalam mobil. Lelaki itu tidak mengatakan apapun, selain menitipkan Ayumi padanya. Jika Raka akan langsung dibawa ke rumah sakit, maka Raka langsung mendekam di penjara.Mendengar putrinya berada di rumah sakit, Teja dan juga Ria segera meluncur ke sana. Pihak rumah sakit tidak mengatakan apapun perihal Siwi. Mereka hanya mengatakan bahwa putri mereka sedang berada di rumah sakit dan dalam keadaan tidak baik-baik saja.Teja mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pikiran buruk akan kemalangan putrinya semenjak munculnya Raka, membuat lelaki itu kesal. Di dalam hatinya pun menyimpan dendam pada Raka, jika sampai terjadi sesuatu pada putrinya."Pelan, Pa. Jangan sampai kita juga celaka karena Papa tida