MasukWhen Brehena is thrown into the supernatural world she learns she has a choice to make. Save the one she is destined to love or let him die. But in order to save the one she loves she must sacrifice herself but in order for it to work she must truly embrace the darkness to become who she was destined to be. the ultimate question is what will she choose.
Lihat lebih banyakMalam semakin pekat dengan gumpalan awan tebal. Tidak nampak lagi cahaya bulan terang. Terdengar suara anjing mutan yang lagi mengejar dua lelaki di Hutan Kematian. Suara sihir peledak pun selalu berdentang.
"Hei, cepat kalian berhenti! Jika tidak peluru mana ini akan menyasar ke kepala kalian atau kalian akan kami habisi beserta hutan ini," kata salah seorang yang memakai kadal merah sebagai tumpangannya. "Kapten, jika hutan ini habis, tentu kami juga akan musnah," jawab salah seorang prajuritnya. "Bodoh kalian. Itu tadi hanya ancaman. Jika kita tidak mendapatkan mereka berdua, kita semua akan dilumat oleh Jenderal Ryu dengan kekuatannya. Apa kalian mau mati?" kata sang kapten kepada anak buahnya. "Tentu tidak, kapten." mereka semua menjawab serentak. "Jika tidak mau, cepat tangkap mereka berdua. Terutama bocah yang memegang Kotak Pandora itu!" Perintah sang kapten. "Siap laksanakan!" Tentara itupun hampir mengepung seluruh Hutan Kematian. Namun, ketika tentara itu mendekati mereka berdua, berbaliklah salah seorang yang diburu sambil melepaskan kekuatannya. "Semburan cahaya api...!" Serangan itu pun membabat sebagian besar pasukan. Kemudian dia berkata kepada rekannya. "Zera, cepat lari. Biar aku yang mengatasi cecunguk ini. Ingat, jangan sampai berpaling! Kita akan bertemu di Tower Penghidupan Pulau Terapung," sambungnya sambil menghadang tentara yang mengejarnya. "Baiklah, Paman. Tapi jangan sampai mati, ya." Kemudian ia berlari sekuat tenaga supaya keluar dari hutan ini. "Oh, jadi kamu yang akan menghadang kami, Tempest?" Kata Sang Kapten. "Tentu saja, Rogi. Tanpa Ryu, kalian hanyalah lalat kecil bagiku," jawabnya dengan santai. "Sombong sekali kau berucap. Apa kamu lupa bahwa dirimu tak muda lagi? Walaupun kamu salah satu legenda Pemegang Kunci Cahaya, tapi kamu telah rapuh." Sambil meloncat dari kadalnya. "Kalau begitu jangan basa basi lagi, mari kita selesaikan ini dengan cepat! Sebab keponakanku sedang kesulitan. Kau tahu kan, dia selalu ceroboh. Huaaa haha, huaa haha," sambil muka mengejek. "Berengsek kau Tempest, terimalah ini! Semburan naga bayangan." Keluarlah naga bayangan dari tongkat Kapten Rogi memakan semua yang berada di depannya. Namun tidak dengan Tempest, dia pun mengeluarkan serangan yang hampir serupa. "Amukan api naga kembar," Tempest pun mengeluarkan mantra dari tongkatnya. Kekuatan mereka berdua pun beradu. Satu naga kegelapan dan satu lagi naga api. Namun, karena terlalu kuatnya serangan dari Tempest, Rogi dan pasukannya pun terhempas. "Hei, bocah! Kamu harus sering berlatih. Kekuatanmu itu belum cukup untuk menggoresku. Oh, iya sampaikan ucapanku pada bocah Ryu. Katakan padanya aku akan mengajarkan cara mengeluarkan amarah dari serangan naga emas untuk terakhir kalinya. Huaaa haha, huaa haha." Tempest memanggil peliharaannya yang bernama King Milki. Seekor Harimau Putih yang merajai Hutan Rawa dan meninggalkan tentara musuh beserta kaptennya yang tergeletak karena kekalahan. Kemudian dengan rasa kekalahan itu, mereka pun berbalik pulang untuk melaporkan kegagalannya dalam mengejar si pembawa kotak cahaya kepada Jenderal Ryu. Salah seorang dari tiga jenderal Kerajaan Gafar yang dipimpin oleh seorang raja yang kejam bernama Raja Enes. *** Di benteng kediaman Jenderal Ryu yang berada di Pulau Naga, Kapten Rogi dan pasukannya kembali. "Apa? Dia berhasil kabur, dan kau tidak bisa mengatasinya? Padahal yang kau hadapi hanya bocah yang berumur 17 tahun dan orang tua yang telah rapuh?" Jenderal Ryu merasa kecewa. "Tapi, Jenderal, yang kami hadapi ini adalah Tempest. Salah seorang dari 3 Legenda Cahaya." Jawab dari Kapten Rogi. "Apa ada pesan darinya?" "Ada, Jenderal, yaitu cara mengeluarkan kekuatan amarah dari serangan naga emas." Timpal Kapten Rogi. "Baiklah, untuk sekarang kau kumaafkan, Rogi. Namun, tidak untuk selanjutnya. Jadi pergilah dan kumpulkan pasukan! Kita akan pergi ke Istana Rayan menghadapi Sang Raja." Perintah Jenderal Ryu kepada kapten. "Siap laksanakan, Jenderal." Dari tutur kata bawahannya, bergidik Jenderal Ryu mendengarnya. Karena dia tahu bagaimana kekuatan serangan itu. Serangan Amarah Naga Emas bisa melumat sebuah pulau dan kota. Sehingga hilanglah pulau itu dari peta dunia. Hal ini Jenderal Ryu ketahui ketika dia masih menjadi murid dari Tempest salah seorang dari 3 legenda yang masih hidup. Adapun Sang Legenda itu pernah mengalahkan Raja Enes pada 20 tahun lalu. Tiga legenda yang mengalahkannya adalah Azzumar si Harimau Petir, Tempest si Naga Emas, dan Azzura si Dewi Pedang Air. Dengan bersatunya kekuatan mereka pada satu titik, maka tumbanglah Raja Enes. Namun, sayang mereka tidak membunuhnya dengan beberapa alasan yang ada pada diri mereka. *** Pada satu malam yang sedang dingin. Di Desa Jura, perbatasan antara kerajaan Maqdis dan Gafar, tepatnya di ujung kerajaan Maqdis. Azzura menghadang seorang diri tentara yang di pimpin Raja Enes. "Akhirnya, kita bertemu lagi, Azzura." Sapaan Raja Enes kepadanya. "Iya, kita bertemu lagi. Kurasa kau tidak akan sanggup untuk datang ke mari, Enes," jawab Azzura. "Mana mungkin aku tidak datang. Karena aku datang untuk menjemputmu. Sekarang, begini saja, jadilah permaisuriku, Azzura!" Ajakan Enes kepadanya. "Terima kasih atas ajakanmu, namun di dalam hatiku telah ada seseorang yang layak untuk memegangnya." "Apa karena aku telah pergi dari kerajaan Maqdis, kau berubah seperti ini?" "Itu bukan masalah bagiku, baik kau di sini atau membelot sehingga menciptakan kerajaan sendiri, namun hatiku tidak layak untukmu. Karena, kau orang yang tidak bisa dipercaya, Enes," Azzura menekan suaranya. "Jadi, kau menolakku dan ingin mati di tanganku, sebagaimana aku membunuh Azzumar beserta istrinya, bukan begitu, Azzura?" Pertanyaan Enes. "Apaaa? Kau membunuh Azzumar dan Louyi? Kalau begitu tiada ampun bagimu, Enes, bersiaplah!" Azzura marah. "Gehaha... Gehaa... Sungguh malang nasib mereka karena tak mau menyerahkan Kunci itu..." Belum selesai Enes melanjutkan perkataannya. "Angin pembeku," Azzura membekukannya. Belum sampai di situ, "Tebasan air." Enes pun membeku dan terpotong. Sedangkan tentaranya hanya diam dan menjauh karena tidak mau terkena percikan pertempuran mereka. Namun, serangan dari Azzura, tidak membekas bagi Enes. "Kau, sangat lemah sekali sekarang, Azzura. Sudah kuduga, tanpa Azzumar, Tempest dan Louyi, kalian hanya bongkahan kecil. Ketahuilah, aku bukan selemah dulu ketika kalian menyegelku di Kawah Gunung Cimuri. Sungguh, kalian semua naif sekali, tak mau membunuhku. Tapi, bagiku sekarang..." "Es penghancur..." Azzura menembakkan esnya, kemudian ditambah, "Gelombang air kematian. Apakah masih belum, juga?" Azzura bergumam. "Lubang hitam," Enes menghisap serangan Azzura, "Sungguh serangan yang anggun, Azzura. Walau rasanya lebih sakit, namun belum bisa serangan itu mengalahkanku. Sekarang giliranku, Irama kegelapan." "Cahaya pedang halilintar," Azzura mengeluarkan kunci cahaya yang berbentuk tongkat dan menangkis serangan Enes. Serangan mereka saling beradu. Nampaklah awan terbelah seperti mengoyak langit. Langit pun bergemuruh dan berubah gelap. Karena kekuatan dahsyat saling berbenturan. "Apakah hanya segini kekuatanmu, Azzura? Sangat mengecewakan. Ini kutambahkan, Pelahap cahaya," ketika kekuatan itu hampir melahap Azzura... "Amarah api naga emas," dengan seketika tertepislah serangan mereka berdua. Secara refleks Azzura dan Enes menghindar serangan itu. Namun, meninggalkan lubang lava yang sangat dalam bahkan hampir menghancurkan semua pijakan mereka. "Tempest!" mereka berdua terkejut. "Enes, hasratmu untuk menghancurkan kunci cahaya, tidak akan kubiarkan," dengan seketika Tempest menembakkan kekuatannya, "Semburan petir naga emas." Kemudian, Tempest mengambil Azzura yang sedang terluka parah dan meninggalkan tempat pertarungan itu dengan langkah kecepatan. Bekas dari serangannya menghilangkan gunung yang terdapat di Desa Jura dan sebuah pulau Gimlan pun menghilang dari peta dunia. Karena lantunan serangannya. "Tempest, sialan. Tapi, biarlah lagian satu kunci telah musnah. Lain kali tidak akan kubiarkan mereka. Geehaha... Gehaa." Mereka pun kembali ke kerajaannya dengan penuh kemenangan. Akhirnya pertempuran kedua dari Raja Kegelapan dan salah seorang pemegang kunci cahaya yaitu Dewi Pedang Air pun usai. Pertempuran kedua ini terjadi pada hari kamis tahun 568 Geyal.¤I wake up to a scratchy feeling underneath me, I try and open my eyes but I feel they are so swollen that I can only open them to little slits. Everything hurts, my body feels mangled and my back is on fire with every little move I make. I feel the tears prick my eyes and the sting of them falling down my face is pure agony. I don’t know how much more I can take and I have only been here for what 24 hours? I try to focus on breathing to calm my nerves so I’ll stop crying.But it is no use the sob that comes from me is bone-crushing, it’s like I am pouring out every pain and sadness I have ever felt knowing I most likely won’t make it out of here alive. I start to shake upon hearing footsteps approach my cell. I can’t go through this again, I can’t go through the pain I felt again it is too much. Before I can react or move the door is flung open and I can just faintly make out two male-looking bodies. I try and move my body but it is of no use, every move seems to open the wounds on my
The thought of leaving Bree has my stomach in knots. Knowing she is laying there reliving all my memories is making me feel like shit. not long after she passed out there was a knock on the door, I was going to ignore it but I knew the only person it would be was Adrian.I threw on some sweatpants and went to the door, Adrian stood there with a panicked look on his face. I usher him inside and close the door he turns to me grabs me by the shoulders and tells me there has been a breach. “Dominic listen to me, someone got past the Academies wards and they are inside” My heart stops and I look over his shoulder at a sleeping Bree on my bed. They found her, they have come to take her. Adrian peers over his shoulder as well and I see him ball his fits at his sides.“Look man it was bound to happen, we are mates” He lets out a frustrated sigh and nods his head in understanding. I know it is hard for him to watch as this is his sister. We hear a bast sound in the distance and I know it’s get
I wake to someone throwing water all over me. The water is freezing and wherever I am is not warmer, the floor I lay on is hard and cold the stench of mould and dried blood hits my nostrils and makes me want to gag. I haven’t even been able to open my eyes and I feel where the woman kicked me that eye is completely swollen shut.I feel like shit, I feel sore and I am worried about what this will mean. How will Dominic react to knowing I am gone? I am scared I don’t know where I am and I have a feeling I am not going to make it out of here in this condition. The voices I hear around me are laughing and speaking in hushed whispers and it makes me shake from both the coldness I feel and the nervousness of what’s about to come.I groan when one of the men pushes me with his boot and I am forced to roll over, and the blinding light from the single bulbs hanging from the roof is blinding. I feel hands under my arms pulling me up and roughly dragging me into a seat that's positioned in the c
I find myself being pulled into some kind of rewinding memories. it starts off with me and Dom and then everything else is like it is being rewound, I can do nothing but wait till it stops.I feel my body but it’s like I am trapped and no matter how hard I try to move or come back into the land of the conscious I can’t. But I caught a glimpse of Dom’s face just before everything started moving, he looked concerned and scared. So I guess he knew this was going to happen.Finally, everything comes to a stop and the haze clouding everything becomes clearer and I can finally make out what everything is. It’s of Dominic as a child, he doesn’t look happy. He looks miserable and sad I see his facial expressions change quickly as someone approaches. It’s his Mother, the clack-clack of her high heels indicates she is on the warpath and her target is Dominic. He cowers a little when she stands directly in front of him, “Where have you been?”“I didn’t want to attend the feast today” She tsks at


















Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Ulasan-ulasan