Beranda / Urban / EUFORIA / Mencintai Diri Sendiri

Share

Mencintai Diri Sendiri

Penulis: Marion D'rossi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Di taman inilah tempat gue pertama kali ketemu dengan Kiana. Bukan, maksud gue, saling bicara.”

Carissa bergerak maju menuju bangku memanjang yang merupakan tempat diriku dan Kiana pertama kali saling berkomunikasi. Sebelum mulai duduk, dia menatap bangku tersebut.

Setelah mengempaskan pantat, Carissa berkata, “Ayo, duduk di sini, Adrian.”

Kutanggapi tawarannya dengan anggukan pelan, lalu duduk di sebelah Carissa. Hampir tak ada jarak di antara kami. Dan debaran jantungku masih sama seperti beberapa waktu lalu.

Hal yang menjadi perhatianku ialah, Carissa yang selalu tampil begitu elegan. Mengenakan gaun dengan rok selutut yang membuat dirinya terlihat sepantaran denganku.

Nyatanya, dia sedikit lebih tua dan dewasa dariku.

Kini, aku tertunduk menatap rerumputan kering tempat kakiku berpijak. Tak lama, Carissa meraih lenganku dan menggandengnya.

Kontan aku terkejut dan menatapnya. Dia pun tersenyum dengan kehang

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • EUFORIA   Kemesraan Berakhir Pelukan

    Rembulan malam telah mulai meninggi di kubah langit. Para pengunjung taman, demikian telah berkurang satu per satu. Sementara aku dan Carissa, masih menikmati malam indah ini dengan saling memancarkan keyakinan agar lebih kuat dan terarah.Tiba-tiba, Carissa terkikik pelan.“Saya jadi merasa muda kembali malam ini, Adrian.”Padahal bagiku, Carissa masih sangatlah muda. Mungkin jiwanya yang terlewat dewasa. Hanya saja, secara fisik, dia masih terlihat muda dengan kulit yang kencang dan bersih.Sama seperti Elaine yang sebenarnya di usia yang tak lagi terbilang muda, seharusnya kecantikan wanita itu memudar. Akan tetapi, dalam pandanganku, dia masih terlihat sangat elegan. Dan tentu saja, kerap kali membangkitkan gairah di dalam diri.“Bagi gue, lo masih muda, Carissa. Mungkin jiwa lo aja yang kelewat dewasa.”“Oh, ya?!” Carissa terkesima. “Saya jadi senang sekali malam ini. Memang tidak ada penyesalan

  • EUFORIA   Sosok Kiana Dalam Diri Carissa

    Tak bisa aku memasrahkan seluruh tubuh diganyang habis oleh Carissa. Maka, hanya aktivitas ringan yang kami lakukan.Ketika bibirku menempel pada bibir tipis Carissa, seketika kulihat Kiana berdiri di belakang wanita ini sambil menyunggingkan sebuah senyuman.Kontan saja kuhentikan aktivitasku dengan Carissa. Dengan tatapan nanar, aku memandang lurus. Namun, Kiana tak benar-benar ada di tempatnya berdiri barusan.“Ada apa, Adrian?”Tentu saja, Carissa bertanya dan mulai meneliti arah pandangku.Aku begitu takut jika pada akhirnya Kiana akan marah dan berpaling dariku. Meski sebelumnya, ketika bersama Carissa, keberadaannya telah samar dan kepalaku melupakannya sejenak.“Kiana. Gue lihat Kiana di sana berdiri.”Dahi Carissa mengerut. Segera dia beranjak bangkit dari sofa dan menuju ke arah yang aku tunjuk.“Di mana, Adrian?”“Di samping lemari itu.”Wanita tersebut ba

  • EUFORIA   Seseorang yang Menjadi Mutiara

    Ketika membuka kedua mata, telah ada Carissa yang duduk di tepi ranjang sembari menatapku dengan senyuman lebar.“Bangun juga, Adrian.”Segera aku beranjak duduk.“Aduh, lo sejak kapan di sini?” tanyaku seraya mengusap-usap wajah dan kedua mata yang mungkin diselimuti kotoran.“Baru aja, kok. Saya suka melihat kamu saat tidur.”Pagi-pagi, Carissa sudah membuatku tersipu malu.Ya, ampun, wanita ini!“Thanks, ya, atas selimut tadi malam. Kamu sangat perhatian dan peduli.”“Ya, sama-sama. Gue cuma melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Lagian, lo bisa kedinginan kalau nggak pakai selimut.”Dari yang terlihat, Carissa sepertinya sudah bersih dan wangi. Itu artinya, dia sudah mandi sebelum masuk ke kamarku.“Sekarang, kamu harus mandi, ya. Saya akan mengajakmu ke acara resepsi pernikahan salah satu teman saya.”Mataku terbelalak. “Ke

  • EUFORIA   Tentang Carissa

    “Carissa! Wow! Kamu sama ….”Tiba-tiba saja, seorang perempuan menghampiri dan terlihat sangat terkejut sambil menunjuk diriku.“Oh, kenalin. Adrian, dia teman saya, namanya Tika.”“Salam kenal, Tika. Gue—”“Kamu Adrian Satria Sanjaya?!” potongnya dengan segera, masih dengan wajah terkejut dan mulut menganga.Carissa yang melihat ekspresi temannya itu pun tertawa kecil.“Maafkan dia, Adrian. Orangnya memang seperti ini. Palingan, dia mengenalmu sebagai aktor film.”“Ya! Gue tahu, dong, si Adrian ini. Ya, ampun. Sebuah keberuntungan bisa bertemu dengan orang yang sangat terkenal.”Tak sungkan, teman Carissa bernama Tika ini memegang-megang rahangku, seperti sedang memeriksa keaslian wajahku saja.“Tika, jangan lakukan itu. Kebiasaanmu dari dulu tidak pernah berubah,” ketus Carissa yang tak suka akibat perlakuan Tika padaku.

  • EUFORIA   Calon Istri

    Sejak tiba di rumah setelah pulang dari resepsi pernikahan itu, Carissa tak pernah angkat bicara. Begitu juga denganku yang terlalu bungkam dan tak punya keberanian untuk mengatakan sesuatu.Bahkan, Carissa langsung menuju kamarnya tanpa mengucapkan apa pun padaku. Hal ini cukup membuatku kebingungan.Namun, hati meminta untuk melakukan sesuatu hingga akhirnya memutuskan untuk menuju kamar Carissa.Sayang. Kamar itu tertutup rapat. Aku tak tahu apakah dikunci atau tidak.“Carissa.”Aku mengetuk pintu berkali-kali. Belum ada tanggapan dari wanita ini.“Sorry, kalau gue bikin lo sedih. Gue bener-bener nggak bermaksud untuk ikut campur dalam masalah lo.”Aku tetap berdiri di depan pintu, berharap Carissa menampakkan diri dan mau bicara lagi denganku.Mungkin aku telah salah paham tentang hubungan kami. Carissa masih menutup diri dariku. Sehingga itulah dia tidak ingin menceritakan sesuatu yang sangat pribad

  • EUFORIA   Perasaan yang Sama

    Cukup lama Carissa menatapku dengan mata terbelalak. Dia mungkin tidak percaya bahwa aku akan mengatakan kalimat tersebut.Atau kemungkinan lain ialah bahwa dirinya masih menutup hati untuk laki-laki lain.Akan tetapi, selang beberapa saat, dia justru tertawa terpingkal-pingkal.“Lah, kenapa lo malah ketawa?” tanyaku sembari menggaruk-garuk tengkuk.“Sebentar, sebentar. Berikan saya waktu buat tertawa dulu, Adrian.”Sebisa mungkin aku tak terpicu amarah. Sebab, kuyakin bahwa Carissa tak bermaksud menertawakan perasaanku.Aku memang tak mengatakannya secara gamblang. Namun, kutahu Carissa orang yang peka terhadap reaksi seseorang.Dia pun mengembuskan napas panjang. Tawanya mungkin telah habis dan kini siap bicara.“Jadi, apa maksud perkataanmu barusan, Adrian?”“Yah, seperti yang lo denger. Gimana kalau lo jadi istri gue?”“Istri?”“Iya, istr

  • EUFORIA   Kembalinya Gairah Nafsu

    Sambil tersenyum kecut, aku berkata, “Ah, mana mungkin lo suka sama cowok sakit jiwa kayak gue, Carissa.”Namun, wanita ini semakin erat menggenggam tanganku. Sehingga pada akhirnya, aku terlampau nyaman.Wajahnya yang sendu pun secara terus-menerus kusaksikan. Carissa yang sangat cantik. Jika terlalu memikirkannya, sangat tidak mungkin aku rela jika dia pergi dari hidupku.“Saya akan mengakui sesuatu, Adrian.”Terdiam diriku menanti Carissa melanjutkan perkataannya.Dia mengerjap beberapa kali, menarik napas yang cukup dalam. Kemudian, dia mulai buka suara.“Saya benar-benar telah jatuh cinta padamu.”Untuk kesekian kalinya, mataku terbelalak. Tak mungkin wanita ini begitu cepat memiliki perasaan cinta padaku.Aku merasa tak pernah melakukan hal istimewa padanya. Sedangkan, dirinya terlalu sering berbuat kebaikan padaku.“Saya tahu kamu tidak percaya, Adrian. Tapi, inilah yang s

  • EUFORIA   Akal Tak Lagi Sehat

    Aktivitas panasku dengan Carissa terhenti seketika oleh sebuah suara yang bernada cukup tinggi. Segera aku turun dari ranjang, demikian dengan Carissa yang saat ini terlihat cukup terkejut.“Elaine?”Carissa terlihat cukup tegang menghadapi tatapan Elaine. Tatapan mereka cukup sengit.Akan tetapi, akhirnya Carissa kalah sehingga mengalihkan pandangan ke sembarang arah. Bergantian Elaine menatapku.Kerutan di dahi dan kedua alisnya yang mulai turun, sudah tentu ini merupakan tanda-tanda bahwa dirinya tengah menahan amarah.“Sorry, gue nggak bermaksud ….”Secepat kilat tangan Elaine menyambar Carissa dan membawanya keluar kamar. Keduanya bicara setengah berbisik.Telingaku tak bisa menangkap pembicaraan mereka. Akan tetapi, ini hal yang sangat mencurigakan bagiku.Apakah Elaine cemburu padaku karena melakukan hubungan dengan Carissa yang merupakan saudarinya?Bisa jadi seperti itu, kan?

Bab terbaru

  • EUFORIA   Not The End

    “Aku udah bilang sama kamu, kan?”Sepasang tangan memelukku dari belakang. Sementara diriku masih saja tak bisa berpaling dari bayangan Carissa yang telah meninggalkanku dengan lelaki bernama Alex. Dia tak lagi terlihat di kedua mataku.Perempuan ini melepaskan dekapannya, lalu berdiri di hadapanku dengan sebuah senyuman. Sesekali, dia membenarkan kacamatanya yang sempat melorot.“Kita pulang, yuk.”Entah mengapa aku menurut begitu saja, lalu berjalan sambil bergandengan tangan dengannya. Kami masuk ke dalam mobilku. Namun, aku kembali bergeming.“Udah, nggak apa-apa. Sini, aku masih sama kamu.”Aku mengangguk pelan, lalu perempuan berkacamata ini membenamkan kepalaku dalam dekapannya. Sungguh hangat. Sungguh nyaman dan aku terbuai akan sebuah perasaan.“Kenapa semua harus terjadi sama gue? Kenapa orang-orang yang gue cintai nggak pernah bisa menetap dan menemani gue?”“Aku

  • EUFORIA   Goodbye Again

    “Kenapa, Carissa? L-lo bilang kalau kita akan selalu bersama. Tapi, kenapa sekarang kamu bilang kita nggak bisa bersama?”Begitulah aku bertanya pada Carissa yang sedang tertunduk di depanku. Mungkin aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata kesedihan. Sebab, ini terlalu sulit untuk dipercaya. Hanya karena sebuah kesalahan, kenangan yang telah kami jalani bersama akan sirna begitu saja.“Adrian, saya sudah memikirkan ini cukup lama. Atau tepatnya ketika saya jatuh cinta padamu. Saya merasa sangat mencintaimu, tapi rasanya sangat sulit jika kamu terus-menerus nggak bisa mengendalikan dirimu sendiri.”“B-bukannya semua gangguan yang aku alami atas Skizo ini udah perlahan-lahan berkurang? Maksudku, aku udah nggak mengalami Skizo lagi dalam beberapa bulan terakhir. Aku nggak mengalami ilusi dan delusi lagi,” jelasku.Terdengar bahwa napas Carissa begitu berat saat mengembus. Aku menduga bahwa dia pun begitu sulit untuk men

  • EUFORIA   Dia Membenci

    Tanpa pikir panjang setelah melihat bahwa lelaki bernama Alex ini melakukan hal yang tidak seharusnya pada Carissa, aku berlari dengan penuh amarah. Kemudian, tanganku yang terkepal melayang begitu saja hingga menghantam wajahnya.“Sialan lo! Berani-beraninya lo ngelakuin hal nggak pantes sama cewek gue!”Amarahku tidak terkendali. Aku menjadi orang yang sangat brutal dan emosi itu semakin lama semakin bergejolak.“Adrian! Jangan, Adrian!”Aku tahu aku mendengar suara Carissa yang berusaha menyabarkan hatiku. Hanya saja, aku sudah tidak terkendali lagi. Begitu lelaki bertubuh tinggi ini terjatuh, aku segera meraih kerah pakaiannya, lalu menghantamnya lagi dan lagi.“Lo cowok sialan! Lo nggak tahu kalau Carissa udah punya pacar?! Sialan lo! Goblok!”Secara terus-menerus kuhujani Alex dengan tinjuku. Sesekali, kakiku menendangnya tak tanggung-tanggung. Bagiku, dia sangat pantas mendapatkan perlakuan seperti

  • EUFORIA   Marah

    Aku tak tahu siapa laki-laki berambut pirang dan berbola mata kuning yang menyerukan nama Carissa barusan. Namun, dari gelagatnya, kurasa dia sangat mengenal Carissa.“Hai, Carissa! Kita bisa berjumpa lagi!” ucap laki-laki berambut pirang yang telah tiba di hadapanku dan Carissa.Sementara itu, perempuan ini terlihat cukup tegang dan khawatir.“A-Alex ….”“Yup! Ini saya. Alex. Apa kabar? Sudah cukup lama kita tidak bertemu.”Sembari mengalihkan pandangan padaku, Carissa menjawab, “B-baik. Saya baik. B-bagaimana denganmu?”Sepertinya, Carissa memang agak gugup berbicara dengan laki-laki bernama Alex ini. Entah, dia mungkin teman kekasihku yang telah lama tidak bertemu.Aku, sih, mengerti mengapa Carissa begitu khawatir dan terlihat gugup. Bisa saja dia sungkan berbicara karena ada diriku di tengah-tengah mereka.“Carissa, gue tunggu lo di mobil aja, ya,” ucapku k

  • EUFORIA   Memanas

    Diana menjauhkanku dari Carissa.“Aku nggak akan menyerahkan Adrian sama kamu!”Mendengar nada tegas perempuan yang tengah mencengkeram erat lenganku ini, Carissa tersentak. Seketika, dia kembali naik pitam.“Apa maksudmu? Adrian itu kekasih saya!”“Kalian cuma sepasang kekasih, bukan suami dan istri. Saya masih punya hak merebut Adrian dari kamu!”Tentu saja, aku tidak bisa tinggal diam atas apa yang Diana lakukan. Dia sudah benar-benar kurang ajar dan tak tahu diri.“Lepasin gue, Diana!” Kutarik tangan dengan segera dan menatap perempuan ini penuh intimidasi.“Adrian! Kamu sebenarnya nggak sayang sama Carissa! Apa kamu yakin dengan perasaanmu? Gimana kalau perasaanmu cuma ilusi?!”Senyuman yang lebar terpahat di wajah Diana. Ini seolah-olah dia berusaha untuk melumpuhkan kepercayaan diriku.Bagaimana mungkin dia mengatakan bahwa perasaanku terhadap Carissa mer

  • EUFORIA   Khayal

    Di mulut pintu gudang, telah berdiri Carissa yang menyaksikan Diana memeluk diriku. Hal ini tentu saja tidak bisa aku biarkan. Walau demikian, telah terjadi kesalahpahaman di antara kami. Tak diragukan lagi.“Carissa?!”Perempuan itu menggeleng-geleng seolah tak percaya dengan yang ia saksikan.“Gue … gue … nggak kayak yang lo lihat, Carissa!”Aku berusaha menjelaskan padanya. Entah mengapa, tak ada yang dapat aku ucapkan, sebab Diana semakin erat memeluk diriku.Segera kudorong Diana agar terlepas dari tubuhku. Tahu-tahu, pakaiannya telah compang-camping. Entah sejak kapan itu terjadi. Aku yakin bahwa dia sengaja melakukannya sendiri agar terkesan bahwa akulah yang telah melakukannya lebih dulu atas keinginan sendiri.“Jangan percaya apa yang lo lihat, Carissa!”Segera aku berlari untuk menggapai Carissa yang masih berdiri dengan tatapan nanar di mulut pintu. Dia tak bergerak sedikit

  • EUFORIA   Klimaks

    Ketika aku berjalan untuk menuju ruang syuting, seseorang mendorong tubuhku hingga masuk ke sebuah gudang penyimpanan alat dan barang-barang bekas.“Woi! Apa-apaan ini?!”Aku tak melihat apa pun di ruangan tersebut karena sangat gelap. Tubuhku didorongnya hingga mentok pada dinding. Sedangkan, mataku ditutup oleh sehelai kain. Sempurna sudah, aku tidak bisa melihat apa pun.“Siapa lo?! Apa-apaan, sih, ini?!”Tanganku berusaha meraba-raba, tetapi tak mendapatkan apa pun. Kudengar embusan napas dari orang yang menyekapku ke gudang ini.Sepasang tangan melingkar di pinggangku. Dari kelembutan kulit yang aku rasakan, kurasa pelakunya adalah seorang perempuan.“Siapa lo? Kenapa lo ngelakuin ini?”Masih tak ada jawaban. Kini, terasa bahwa tangannya meraba-raba dadaku, menelusup ke balik kemeja yang aku kenakan. Segera aku tepis dan berhasil menggenggam tangannya.Meskipun tak bisa melihat apa pun,

  • EUFORIA   Evil

    Aku membuka pintu ruangan Elaine dengan kasar.“Apa-apaan, sih, lo?! Kenapa si Diana cewek gila itu harus jadi partner gue?!” protesku sambil mendengkus kasar, lalu mengempaskan pantat di sofa.Elaine terlihat sedang bersantai sambil menikmati rokok putih kesukaannya. Dia menatapku sejenak dan tersenyum kecut. Ini seolah-olah dia melihat seorang lelaki bodoh.“Kenapa, Adrian? Kamu tiba-tiba datang dan berteriak seperti itu. Memangnya dia merepotkanmu selama ini?”“Udah jelas! Dia ngerepotin banget! Hubungan gue sama Carissa hampir aja berakhir gara-gara dia! Udah gila itu cewek. Bisa-bisanya lo … ahhh!”Kuembuskan napas panjang untuk sedikit meredakan kekesalan yang menyelimuti.Walau demikian, aku memang tak habis pikir dengan perempuan bernama Diana itu. Mulai dari sikapnya yang riang, lalu berubah jadi sangat licik dan merepotkan. Benar-benar tipe perempuan yang tidak pernah aku inginkan ada di d

  • EUFORIA   Terancam

    Dengan langkah cepat, aku masuk dan mengunci pintu rumah. Tak lama kemudian, pintu diketuk-ketuk dengan keras oleh Diana dari luar.“ADRIAN! AKU NGGAK MAU PULANG! AKU MAU TETAP DI SINI!”Begitulah dia berteriak sambil membentur-benturkan tangannya di pintu, kurasa. Aku tak menanggapi semua yang dia ucapkan dengan teriakan pekak.Ini benar-benar tidak bagus. Semestinya aku sudah bermesra-mesraan sekarang dengan Carissa setelah selesai makan siang. Namun, kedatangan Diana menjadi sebuah malapetaka bagi kami.“Adrian! Please! Bukan pintunya! Aku nggak akan pulang sebelum kamu menerima aku jadi yang kedua!”Salahkah jika aku mengatakan perempuan ini murahan? Sebab, dia terlalu menuntut hati seseorang yang tidak memiliki perasaan padanya.Baru kali ini aku bertemu perempuan keras kepala seperti Diana. Ia bahkan tidak ragu mempermalukan dirinya di hadapanku. Jika benar dia mencintai dengan setulus hati, mengapa tidak memiki

DMCA.com Protection Status