Aroma tanah yang lembap menyeruak ke rongga hidung Milly saat gadis itu mengerjap dan sedikit mengerang karena kepalanya terasa berat. Masih mencoba untuk membaca situasi, dia jsutru dikejutkan karena di sekelilingnya hanya terlihat tanah.Milly mendongak, sial! Saat ini dirinya telah berada di sebuah liang yang terlihat seperti semua makam. Terakhir kali hal yang diingat adalah, dia datang ke rumah pria yang menjadi tersangka utama pembunuhan Scott. Saat dia akan menekan bel rumah, dari arah belakang tiba-tiba ada sesuatu yang menghantam tengkuk kepalanya sampai dia pingsan. Namun, kenapa sekarang dia berada di sini?“Tolong!” teriak Milly panik, saat dia sadar bahwa tangan dan kakinya terikat.“Apakah ada seseorang di atas sana? Tolong aku!” teriak Milly lagi meminta pertolongan.Tidak ada jawaban sama sekali. Suasana terlalu hening bagi kota besar Manhattan. Firasat Milly mengatakan dia tidak berada di kota. Aroma yang dia hirup seperti aroma hutan yang basah. Beberapa burung juga
Ambulance 911 telah datang, tepat saat Zayn berhasil mengeluarkan Milly dari dalam tanah. Beberapa petugas langsung membawa emergency stretcher untuk membawa Milly yang mulai tidak terdeteksi lagi detak jantungnya.“Bawa ke Alpha Hospital!” seru Zayn pada petugas medis sebelum dia masuk ke dalam ambulans, menemani Milly.Sementara Rey mendapat tugas untuk membawa mobil Zayn ke rumah sakit. Dia melihat cemas pada Milly. Hatinya ikut hancur melihat Milly yang berada dalam kondisi kritis. Dia tidak pernah menyangka kasus Scott akan membawanya petaka pada Milly.Di dalam ambulans yang telah melaju cepat, menembus jalanan menuju kota Manhattan dengan kondisi hujan yang semakin deras, petugas medis berusaha untuk menangani henti jatung Milly dengan alat kejut jantung. Perlu dua kali sampai detak jantungnya kembali terdeteksi di layar monitor.Meskipun begitu, hal itu tidak bisa membuat Zayn tenang. Walaupun dia bukan orang medis, tapi dia tahu betul detak jantung Milly masih sangat lemah. W
Zayn langsung mendongak dan menoleh pada Zeus saat mendengar pertanyaan itu. Seharusnya, dia sudah marah mendengar ucapan seperti itu, tapi kali ini dia hanya bisa diam dan memikirkan jawaban yang tepat. Mungkinkah dia menyukai Milly? Ataukah itu hanya sebuah rasa bias karena dia terlalu banyak berinteraksi dengan gadis itu?“Aku tidak tahu bagaimana perasaanku padanya.” Bukan tidak mau mengakui, tapi Zayn sendiri belum yakin dengan perasaannya.Zeus seakan melihat dirinya sendiri saat berhadapan dengan perasaannya pada Vintari waktu itu. Tak disangka, Zayn juga mengalami kesulitan yang sama. “Kau cemas saat dia tidak berada di bawah pengawasanmu?” tanya Zeus ingin tahu lebih dalam lagi.Zayn mengalihkan pandangannya ke tanaman hias kecil di atas meja. “Iya.”“Kau tidak suka saat dia lebih dekat dengan pria lain?” Zeus sengaja memancing Zayn dengan pertanyaan-pertanyaan itu agar adiknya itu bisa sadar terhadap perasaannya.Terdiam sebentar setelah mendengar pertanyaan Zeus, Zayn kemud
Jantung Milly tidak bisa tenang. Debarannya bahkan terasa sampai menyesakkan setelah mendengar pengakuan yang sangat mendadak dari Zayn. Selama ini dia tidak pernah membayangkan akan ada hal-hal seperti ini di dalam hubungannya dengan Zayn.Tentu saja ada beberapa saat ketika dia merasa sedikit berdebar dengan Zayn. Oke, bukan hanya sedikit. Dia kembali mengingat tentang ciuman pertamanya yang tidak sengaja terenggut oleh Zayn. Saat itu, hatinya tidak hanya sedikit berdebar. Namun, dia tidak pernah menyangka akan mendengar sebuah pengakuan perasaan dari Zayn.Milly terus menatap intens pada Zayn sambil memikirkan itu semua. Tiba-tiba, Zayn menarik tangan Milly dan mendekatkan wajahnya. Mata Milly membulat lebar, dia tidak memiliki waktu untuk bisa menahan saat Zayn tiba-tiba menciumnya dengan sedikit brutal.Berbeda dengan Zayn yang meluapkan rasa amarah dan kekhawatirannya pada Milly melalui ciuman itu, Milly justru sedikit mendorong tubuh Zayn dengan kedua tangannya. Dia refleks mel
Dalam sepanjang karirnya, Zayn tidak pernah mengajukan cuti. Bahkan, saat dia sakit pun tetap masih berangkat kerja. Tidak ada yang bisa menghalangi seorang Zayn Ducan untuk bekerja, kecuali Milly. Benar, saat ini Zayn bahkan sampai mengambil jatah cutinya demi bisa menemani Milly di rumah sakit. Sudah sejak pagi buta dia datang ke rumah sakit setelah malamnya dia diusir paksa oleh Milly karena bersikeras untuk tidak pulang. Untungnya, pria itu masih menurut saat Milly mengancam untuk tidak mematuhi anjuran dokter.Namun, kali ini tampaknya tidak ada yang bisa menghalangi rencana Zayn untuk tinggal di rumah sakit seharian. Termasuk Milly yang dari tadi terheran-heran karena sikap Zayn yang lebih lembut dari biasanya. Kondisinya yang sakit dan dirawat oleh Zayn memang bukan hal yang pertama kali. Akan tetapi, waktu itu sikap Zayn sangat ketus padanya. Dia bahkan bisa merasakan kalau kondisinya yang sakit itu terasa menjadi beban bagi Zayn, tapi saat ini, Milly benar-benar merasakan hal
Milly berkali-kali melirik ke arah Zayn saat mereka berada di dalam mobil ketika perjalanan pulang. Tidak ada pembicaraan yang keluar dari mulut Zayn, begitu juga dengan Milly yang tidak berani untuk mengawali. Raut wajah Zayn terlihat serius saat dia menjemputnya di taman tadi.“Mulai hari ini, lebih baik kau pindah ke penthouse-ku saja.” Tiba-tiba Zayn membuka pembicaraan dengan tema yang membuat Milly hampir mendelik terkejut.Sebenarnya, bukan karena alasan aneh atau karena Zayn ingin terus bersama dengan Milly, tapi lebih kepada ucapan Zeus yang mengatakan bahwa dampak psikis Milly akan lebih besar daripada luka fisiknya karena kejadian itu. membayangkan bagaimana Milly harus berjuang sendirian dengan psikis yang ditakutkan Zeus membuatnya tidak tenang. Oleh sebab itu, dia ingin mengawasi Milly setiap waktu.“Kenapa aku harus pindah ke tempatmu? Apa karena aku masih sakit? Tapi aku baik-baik saja. Tidak masalah aku tinggal di unit apartemenku sendiri,” ucap Milly mencoba untuk me
“Surprise!” teriak Rey begitu Milly melangkah kakinya masuk ke dalam firma.Beberapa ledakan confetti mengarah kepada Milly yang sedang terkejut. Dia tidak menyangka rekan kerjanya akan menyambutnya seperti itu. Kembalinya dia ke firma setelah proses pemulihan dirayakan oleh semua rekan kerjanya.“Milly! kau sudah sehat? Celine, staff HR yang di awal dulu menjadi pemandu baginya, kini memeluk Milly erat. “Selamat datang kembali, terima kasih karena kau telah bertahan.”Banyak orang ikut memeluk Milly secara bergantian, termasuk Rey yang kemudian menyuruh Milly untuk meniup lilin.“Aku tidak sedang berulang tahun,” protes Milly.Rey mengerutkan keningnya. “Tapi sekarang adalah kembalinya seorang Milly di firma ini. Jangan banyak protes. Ucapkan saja doamu dalam hati dan segera tiup lilin ini. Kau tidak tahu dari tadi banyak yang menahan hasratnya karena ingin segera mencicipi kue ini, kan?”Zayn berbisik pada Milly untuk segera menuruti keinginan Rey. Ide penyambutan ini semuanya datan
“Milly Benson, itu nama lengkapku. Aku yakin kau tahu itu, kan?” Milly menatap Zayn yang masih terdiam. Ya, Zayn memang tahu nama lengkap Milly, tapi banyak sekali di dunia yang memiliki nama keluarga sama. Jadi Zayn tidak sama sekali beranggapan bahwa Milly adalah anak Marcus Benson. Dunia terasa benar-benar sangat sempit. Seakan baru saja dilumuri oleh lem, mulut Zayn benar-benr terkatup, tak bisa membuka dan tidak tahu harus berkomentar apa.“Sekarang aku mengerti,” ucap Milly sambil menatap nanar pada ujung meja. “Kenapa saat ayahku meninggal, tidak ada kabar berita atau media satu pun yang meliput. Padahal, ayahku adalah kepala Quality Control dari perusahaan besar. Hal itu juga yang membuat dugaanku semakin kuat bahwa ayahku kemungkinan memang dibunuh, bukan bunuh diri.” Milly meletakkan setumpuk berkas dari kasus ayahnya yang selama ini dia kumpulkan sendiri di atas meja.“Ayahku ditemukan meninggal di dalam mobil karena kercaunan karbon monoksida. Saat tim forensik datang, mer
“Are you ready?” Zayn bertanya setelah membukakan pintu mobil untuk Milly.Milly menghela napasnya panjang, kemudian tersenyum sambil menatap Zayn penuh cinta. “Aku gugup, tapi aku siap untuk hari pertamaku lagi.”Zayn tersenyum sambil menggenggam tangan Milly. Keduanya berjalan menuju ke gedung firma milik Zayn. Dada Milly berdebar kencang, sensasi awal kerja dulu kembali dia rasakan. Hanya saja, kali ini dia mendapatkan kekuatan besar yang terus menggenggamnya samapai kapan pun, Zayn.“Selamat datang Nyonya Ducan!” Rey berseru kencang begitu Milly dan Zayn masuk ke dalam lobi firma.Milly sampai berjingkat dan mundur selangkah karena terkejut dengan ledakan confetti yang sekarang telah berterbangan di depannya. Rasanya seperti dejavu, saat berada di firma lama, ketika dia selamat dari kematian.“Akhirnya Nyonya dari firma ini telah kembali ke medan pertempuran. Ayo kita bersemangat lagi!” seru Rey masih dengan penuh semangat seperti dulu.Milly terkekeh mendengarnya, dia mengangguk
Zio mengetuk pintu kamar orang tuanya, wajahnya terlihat sedikit takut saat Milly menoleh padanya. Kedua tangan Zio berada di balik punggung kecilnya, tapi tetap saja Milly bisa melihat beberapa tangkai bunga yang mencuat di belakangnya.“Kau sudah pulang, Zio? Bagaimana di kantor Daddy?” tanya Milly sambil tersenyum.Zio bergerak maju dengan perlahan, “Mom, this is for you.” Sebuah buket bunga dengan sekotak cokelat disodorkan pada Milly. “Maafkan aku tadi, Mom. Aku salah karena telah membentak Mom.”Milly langsung memeluk Zio setelah putranya itu meminta maaf. Milly tersenyum haru karena putranya semakin bertambah dewasa. “It’s okay, Zio. Lain kali jangan diulangi lagi, ya, Nak.”Zio mengangguk, lalu menegcup pipi Milly. “Iya, Mom. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi.”Milly meletakkan buket bunga dan cokelat di meja, kemudian mengajak Zio untuk duduk di tepi kasur. “Bagaimana tadi di kantor Daddy? Apa menyenangkan?”Zio mengangguk antusias. “Aku bertemu paman Rey dan beberapa t
Keributan telah terdengar di mansion saat pagi hari. Tidak biasanya situasi seperti ini terjadi, Milly sampai harus menghela napas berkali-kali karena Zio menolak untuk pergi ke sekolah.“Zio, kita sudah sepakat untuk tidak bolos sekolah.” Milly kembali membujuk putranya agar mau segera berangkat ke sekolah.“Sudah kubilang aku tidak mau sekolah, Mom!” Pertama kalinya Milly mendengar Zio membentaknya.“Apakah kau mengalami kesulitan di sekolah? Apakah ada yang mengganggumu sampai kau tidak mau pergi ke sekolah? Katakan pada Mom,” ucap Milly seraya memijat kepalanya, akibat pusing membujuk putranya.Zio menatap Milly, kemudian mengalihkan pandangannya pada mainan lego berbentuk dinosaurus yang sedang dia pegang. “Aku hanya bosan, Mom. Tidak ada yang menggangguku.”“Mom… aku akan terlambat kalau Zio tidak mau berangkat sekarang,” rengek Madysen yang telah siap berangkat.Milly mengehala napas karena kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan ibunya yang selalu menjadi seseora
Milly bangun lebih awal, menyiapkan banyak makanan yang akan dia bawa. Hari ini Milly dan Zayn mengajak dua anak kembar mereka untuk bersantai di taman bermain. Wanita itu tahu anaknya sangat aktif bermain, dan berujung mudah sekali lapar.“Nyonya, biarkan saya yang menyiapkan makanan.” Seorang pelayan menghampiri Milly.“Tidak apa-apa. Biar aku saja yang menyelesaikannya. Tolong sampaikan pada pengasuh untuk memandikan Zio dan Madysen,” jawab Milly lembut.Pelayan tadi mengangguk, kemudian pergi dengan patuh untuk menyampaikan pesannya pada kedua pengasuh si kembar. Bagi Milly, meskipun di mansion ini Zayn telah menyediakan beberapa pelayan untuk melakukan semua pekerjaan rumah tangga, tapi Milly masih sering membuat makanan sendiri untuk Zayn, si kembar, dan ibunya. Menurutnya, dengan memasak dan menyajikannya pada orang terkasih, bisa menggambarkan besar cintanya pada mereka.Beberapa saat kemudian, Zio dan Madysen telah siap. Zayn juga telah berada di luar, memanaskan mesin mobil
Beberapa tahun berlalu … Langkah kaki tegas Zayn masuk ke dalam mansion mewah yang sudah ditempati hampir empat tahun ini. Pria tampan itu telah meninggalkan penthouse dan tinggal di mansion, demi memberikan kehidupan nyaman untuk istri dan anak-anaknya.“Yeay! Daddy sudah pulang!” Sambutan hangat dari Zio dan Madysen membuat Zayn melukiskan senyumannya. Dua bocah itu memeluk erat ayah mereka. Refleks, Zayn menggendong anak kembarnya itu sambil memberikan kecupan di pipi bulat mereka.Milly tersenyum melihat Zayn sudah mendapatkan sambutan dari kedua anak mereka. Dia mendekat dan ikut memeluk sang suami yang baru saja pulang dari bekerja.“Sayang, akhirnya kau pulang. Zio dan Madysen sudah sangat merindukanmu,” ucap Milly hangat.“Ya, Daddy! Kami merindukanmu.” Zio dan Madysen terus menciumi rahang ayah mereka.Zayn tersenyum. “Daddy juga merindukan kalian. Tapi, apa kalian saja yang merindukan Daddy? Mommy kalian tidak merindukan Daddy?”“Tentu saja Mommy juga rindu. Mommy selalu bi
Sudah satu bulan berlalu dari pernikahan Milly dan Zayn. Pagi ini mereka bertandang ke Alpha Hospital untuk melakukan pemeriksaan rutin di dokter kandungan. Milly memasuki ruang praktek dengan dada berdebar karena pertama kalinya mereka akan melakukan pemeriksaan USG setelah pemeriksaan awal selepas dirinya pingsan dulu.Perlahan Milly berbaring di ranjang pemeriksaan. Tangannya terus menggenggam pada Zayn yang mendampingi di sisinya. Sementara Dokter mulai mengoleskan gel dingin dan menekan kepala alat USG di perut bagian bawah Milly, mereka berdua serentak menahan napas sambil menatap ke layar di depan untuk menunjukkan hasil rekaman USG. Jujur, meskipun hasil secara aktual tertampil di layar, tapi Milly tidak mengerti sama sekali. Terlebih saat dokter terus menerus mengucapkan kata luar biasa.“Nyonya Ducan, Tuan Ducan, Anda perhatikan di anak panah yang saya arahkan di layar. Terlihat ada dua bulatan dengan titik kecil di dalamnya,” ucap dokter setelah selesai mengidentifikasi pem
Berkali-kali Milly menghela napasnya dalam-dalam. Setiap gerakan yang dilakukan beberapa orang yang mondar-mandir di ruangan putih dipenuhi rangkaian bunga itu berhasil membuatnya berjingkat pelan. Dadanya terus-terusan berdesir dan detak jantungnya tiba-tiba tenang, tiba-tiba tak beraturan. Dia bahkan mulai merasa mengeluarkan keringat dingin. Di sebelahnya, Vintari memperhatikan sambil terkekeh pelan.“Apakah kau merasa mual, Milly?” tanya Vintari cemas karena melihat raut wajah Milly yang tidak tenang.Milly hanya menggeleng. Dia bahkan tidak bisa mengeluarkan kata-kata karena terlalu tegang.“Kau pasti sangat gugup di hari pernikahanmu.” Vintari menyodorkan hand bouquet kepada Milly.Milly menerimanya dengan meringis. Vintari benar, Milly saat ini merasa sangat gugup karena harus menunggu di ruang mempelai sementara yang lain sedang menyambut tamu di aula utama pernikahan.“Kau benar, aku gugup sekali! Aku sampai takut tidak bisa berjalan ke altar karena terlalu gugup,” ucap Milly
Suara dering ponsel berbunyi. Zayn melihat nomor Andre menghubunginya. Pria tampan itu langsung menggeser tombol hijau, untuk menjawab panggilan telepon dari junior kuliahnya dulu.“Ada apa?” sapa Zayn dingin kala panggilan terhubung.“Bagus sekali kau menjawabku dengan nada dingin! Ck! Kau sombong sekali menikah tidak bilang padaku,” seru Andre dari seberang sana. “Kau tahu kabar itu dari mana? Zeus?” tanya Zayn mengerutkan keningnya.“Tentu saja! Cepat ke Blue Corner. Aku dan Jace menungu penjelasanmu di sini!” Zayn melirik ke arah Milly. Dia tidak mau meninggalkan Milly sendirian, tapi dia juga harus pergi untuk memberikan kabar baik ini. Namun, tidak mungkin dia mengajak Milly ke club milik Jace. Hari biasa mungkin baik-baik saja, tapi Milly saat ini sedang hamil.“Kenapa?” tanya Milly penasaran.“Tunggu sebentar,” ucap Zayn pada Andre sebelum dia menggantung ponselnya dan berbisik pada Milly. “Andre dan Jace mengajakku bertemu.”“Jace yang pemilik bar itu?”Zayn mengangguk. “B
Milly kembali memikirkan kembali ucapan Zeus begitu mereka masuk ke dalam penthouse. Sedikit ragu dia melirik ke arah Zayn yang sedang menerima telepon dari Rey, tampaknya mereka membicarakan tentang kasus baru yang baru saja masuk ke tim mereka. Setelah menunggu beberapa lama sampai Zayn selesai dengan obrolannya bersama Rey, Milly mendekat dan duduk di sebelah Zayn.“Ada masalah?” tanya Milly.Zayn menggeleng. “Tidak ada. Rey hanya bertanya tentang persetujuan dari jaksa untuk penyelidikan di tempat kejadian perkara.”Milly mengangguk-angguk pelan. “Zayn, ada hal yang ingin kubicarakan denganmu.”Zayn menatap Milly lembut. “Katakan, Milly. Apa yang ingin kau bicarakan?”Milly tersenyum, tangannya meraih tangan Zayn dan mengarahkannya ke perutnya. “Aku tadi berbicara dengan Vintari, dia telah banyak membuka pikiranku tentang kehamilan Aku ingin mengatakan padamu kalau aku akan menerima kehamilan ini dengan bahagia, dan berusaha menjadi ibu yang baik untuk anak kita nanti.”Senyum Zay