“Well, tujuan kita kesini sebenernya mau jadi penengah hubungan kalian yang kacau!”Anya menjadi perwakilan pertama yang membuka mulutnya. Ia mendudukkan Alexiz dan Angel dalam satu meja. Hal ini ditujukan untuk mempersingkat waktu. Dengan begini mereka akan mengetahui seberapa jauh kerenggangan yang sudah tercipta di antara keduanya.“Kacau? Kami baik-baik aja kok.” Seloroh Angel, tak merasa jika hubungannya dengan Alexiz bermasalah.“Bapak kau!” Anya pun mengumpat.“Suwer, Nyam. Gue sama Alexiz nggak ada apa-apa. Tanya aja deh sama orangnya..” Angel melirik Alexiz disampingnya. “Kita fine-fine aja kan, Lex?”Alexiz diam. Pria itu tak memberikan tanggapan. Keterdiamannya seolah membenarkan statement Anya.“See? Alexiz ngerasa kalian ada something.” Ucap Anya, memukul telak kepercayaan diri Angel.Kini Angel mengerti tujuan dari kunjungan tiba-tiba sahabatnya. Telah terjadi sesuatu dibelakangnya dan itu pastilah dipicu oleh curhatan Alexiz pada mantan dosennya. Angel ingat Alexiz hari
Kamarudin menekan klakson sebagai salam perpisahan. Pria itu lalu menutup kaca mobil dan menginjak pedal gas untuk meninggalkan kediaman keluarga Sasongko.“Mas nggak nyangka bakalan ngeliat Alexiz nangis. Playboy satu itu kayaknya udah tobat nasuha. Dia keliatan bener-bener cinta sama istrinya.”“He did..” Ucap Kamarudin, singkat. Ia berani menjamin jika Alexiz memang telah berubah sepenuhnya.“Mas nggak komen tentang Angel?” tanya Flora. Ia penasaran dengan penilaian suaminya.“She's great..”“Hebat apanya! Dong-Dong gitu,” celetuk Anya, terlewat jujur.Kalingga pun terkekeh. Adik iparnya sangat ceplas-ceplos. Dia tak memperdulikan ikatan kekerabatan dalam mengomentari sesuatu. Jika ‘A,’ maka dia akan mengatakan ‘A.’— itulah mengapa dia cocok bersanding dengan adiknya.“Untuk yang terjadi malam ini, Mas no comment, Anya. Mas bilang dia hebat karena dia bisa ngerubah Alexiz.”Sebagai seseorang yang mengenal Alexiz secara personal, Kalingga bahkan pernah memprediksikan lamanya pernika
“Tu, uwa, yima!”“Iga-nya eyom..” Seloroh Josephin karena sang adik langsung melompat ke angka lima.Ketiga anak yang belum dijemput oleh orang tuanya itu bermain di atas karpet, ketiganya tidur tengkurap dengan masing-masing anak menatap buku bergambar yang diberikan oleh Shafa.“Yima byis tuw iga?”Kamasea meneleng, menatap sang kakak.“Utan, Ceya. Eynam!” jawab Josephin setelah berhitung dengan jari-jari kecilnya.“Yoh?!”Anak pasangan Anya dan Kamarudin itu ber-loh. Bola matanya yang bulat menebal. “Tot dituy tcih?” Kamasea keras kepala dengan mengulang kembali cara berhitungnya yang tidak benar.“Salah, Sea. Abis tiga, empat dulu, baru lima.” Jelas Jesika. Anak itu lalu menyebutkan urutan angka yang seharusnya.Argh! Sangat menggemaskan. Shafa sungguh tidak tahan dengan kelucuan para keponakannya. “Meninggal sekarang juga nggak apa-apa. Shafa nggak bakalan ada penyesalan!” Ucapnya mendramatisir.“Lulus kuliah dulu, Dek. Biaya di FK nggak murah.”“Ibu setuju sama Mas Lingga. Balik
Plak!Kalingga terperanjat ketika telapak tangannya ditepis oleh Flora.“Honey..” lirih Kalingga.“Nggak usah pegang-pegang!”“Mas ada salah apa, Hon?!” tanya Kalingga, memelas. Setelah mereka memasuki kamar, Flora seolah menjaga jarak darinya. Seperti yang istrinya katakan, wanita itu tidak ingin disentuh.Kalingga bingung, ia merasa tak pernah membuat kesalahan. Pagi ini pun, hubungan mereka masih baik-baik saja. Ketika terbangun dari tidur, mereka bahkan masih menyempatkan diri untuk bermesraan di atas ranjang. Mereka juga bermain bersama ketiga keponakannya sampai anak-anak itu dijemput oleh papanya.“Kamu dari tadi diemin Mas terus, Hon. Sebenernya kamu kenapa?!”“Mikir sendiri, Mas! Mas kan pinter!”Kalingga melenguh. Ia memang memiliki otak yang cerdas, tapi dirinya bukanlah sosok yang dapat membaca pikiran orang lain. Ia tak mempelajari hal-hal berbau supranatural di lingkungan belajarnya. Hampir dua puluh tahun dirinya mengenyam bangku pendidikan, guru-gurunya tak pernah meng
Flora melipat kedua tangannya. Ia menatap Kalingga dengan gelengan kecil kepalanya.Huft!Ternyata ada saat dimana suaminya yang perfect terlihat buruk rupa. Setampan apa pun Kalingga, pria itu akan tampak jelek ketika tidur dalam keadaan menganga.Flora baru menyadarinya sekarang. Mungkin kenyataan tak lagi menjadi bias karena rasa tersinggung yang dirasakannya.“Bisa-bisanya dia malah tidur disini,” decak Flora, memijat keningnya yang berdenyut akibat kelakuan suaminya.Untunglah Flora cukup mengerti bagaimana tabiat anak-anak keluarga Hasan. Para lelaki di keluarga ibu mertuanya bukanlah tipe manusia yang mempunyai inisiatif. Sebelum menikahi Kalingga pun, ia sudah lebih dulu mengetahui kekurangan itu dari sosok adik iparnya.Tak ada yang bisa diharapkan, jadi Flora tak akan menuntut banyak. Beginilah memang watak para lelaki Hasan. Itu merupakan sifat turunan yang tidak mungkin bisa dihilangkan.“Mas, bangun.”Flora menendang pelan kaki Kalingga.Bagaimana jika ada orang yang mel
“Wahai Kisanak! Bagaimana dengan candi yang sahabat saya minta? Sudahkah Anda bertapa di gunung untuk meminta kekuatan para pasukan lelembut?”Flora memalingkan wajahnya. Ia tidak tahan melihat raut wajah suaminya. Kejahilan Anya sangatlah totalitas. Wanita itu benar-benar tak mempunyai batas dalam menggoda Kalingga.“Mas, ileran loh ntar anaknya. Mas wajib bin kudu banget ngabulin ngidamnya Flo, Mas.”“Pff!”Bengek! Flora hampir saja meledakkan tawanya. Beruntung dirinya bisa mengendalikan diri dan mengulum bibirnya.Flora sungguh tak habis pikir. Ia mendapatkan kabar tentang kegilaan suaminya dari Anya. Pria itu menghubungi ayah mertuanya, lalu membuat beliau ketakutan hingga merencakan sebuah pelarian untuk menghindarinya.Seharusnya Kalingga menolak, menggunakan kecerdasan intelektualnya untuk menjelaskan betapa tidak logisnya permintaan yang dirinya ajukan.Namun yang terjadi, pria itu justru menggila. Padahal dia bisa menawarkan hal lain untuk dijadikan pengganti.Hah!Mau bagai
“Mau kemana kamu, Dek?”Kalingga bertanya sebelum langkah kaki Shafa menuruni anak tangga terakhir. Adiknya terlihat sangat cantik dengan polesan make up yang sedikit lebih tebal dari biasanya. Pakaiannya pun tergolong apik, tak seperti kala sang adik akan pergi hangout bersama teman-teman wanitanya.“Malem mingguan dong, Mas. Shafa kan anak muda..”“Eh, Eh! Mau apa?” tanya Miranti yang kebetulan sedang membawakan buah potong untuk Flora.“Malming, Bu.” jawab Shafa sembari menaik-turunkan alisnya. Bungsu Miranti itu menampakkan garis senyumnya yang melengkung indah.“Sama siapa?”Kali ini, pertanyaan tersebut berasal dari Attalaric sang ayah. Lelaki paruh baya itu menatap Shafa penuh selidik— seolah benar-benar ingin tahu dengan siapa putrinya akan menghabiskan malam minggunya.“Temen, Pak.”“Cowok?” lontar Kalingga, menuntut.Tidak adanya jawaban dari Shafa membuat Kalingga dan Attalaric berseru secara bersamaan. Pada intinya, kedua lelaki itu melarang Shafa untuk pergi keluar.“Bu!”
Plak!“Aduh!”Alexiz terkikik mendengar aduhan dari mulut Angel. Sekali lagi pria itu menampar pantat sang istri.“Leiz, ih!”“Kenyal banget abisnya.. Kok bisa sih pantat kamu sekenyal punya Lexa, Yang?!”Angel pun mendengus.Gemas dengan respon sang istri, Alexiz pun kian menjadi. Tangan-tangan nakalnya tak lagi menampar, melainkan melakukan remasan layaknya tengah meremas bola karet.“Astaga! Lexa belom tidur, Lex!”“Hi-hi-hi-hi! Hayo, kamu mikirnya yang nggak-nggak kan pasti?” Goda ALexiz. Papa Alexa itu mengeram rendah, “engh!” lalu menjatuhkan pukulan pelan saking gemasnya.Kesal pada ulah nakal Alexiz, Angel pun memutar tubuhnya. Ia membelakangi sang putri untuk mencubit perut papa anak itu. “Malem ini nggak ada jatah! Kamu solo karir aja!” Ucapnya membuat kedua mata Alexiz membulat.“Sayang.. Udah dua kali aku nggak dikasih jatah.. Please, jangan ya..” Mohon Alexiz, memelas.Beberapa hari belakangan ini dirinya disibukkan dengan urusan kantor dan kelab malam pribadinya. Kesibuk
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik